PENGASUHAN REMAJA
Haerani Nur
Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar
haerani.nur@unm.ac.id
Pendahuluan
Perubahan psikososial yang terjadi pada masa remaja ini dapat ditandai
dengan adanya keinginan untuk mencoba berbagai peran dan mengeksplorasi
berbagai nilai, minat, dan ideologi. Proses pencarian identitas diri membuat mereka
selalu ingin tahu, senang mencoba melakukan sesuatu (bahkan yang mengandung
risiko), di sisi lain kemampuan berfikir dan emosi yang belum matang sehingga
cenderung berontak dan mengukur segalanya dengan ukurannya sendiri. Dalam
situasi ini, remaja berpeluang menunjukkan perilaku bermasalah (Santrock, 2012).
Hal inilah yang sering menimbulkan terjadinya konflik antara remaja dengan
orangtua, guru maupun figur otoritas yang lain.
Tawuran remaja memang kerap terjadi, dan juga sering menjatuhkan korban
jiwa. Okezone.com (01/02/2019) merilis beberapa aksi tawuran berdarah, antara
lain: Tawuran berdarah menewaskan satu siswa SMK Ma’arif Salam diakibatkan
luka senjata tajam. Tak hanya itu, seorang lainnya juga mengalami luka-luka.
Tawuran ini terjadi sekira pukul 18.30 WIB, tepatnya setelah uji coba UNBK 2019.
Aksi ini terjadi di wilayah Desa Blabak, Kecamatan Mungkid, Kabupaten
Magelang, Jawa Tengah, Kamis (31/1/2019). Tawuran berdarah juga tumpah di
Jalan Tanah Sereal Raya, Tambora, Jakarta Barat, memunculkan 13 pelaku
tawuran. Tawuran yang terjadi pada Minggu, 20 Januari 2019, dan menewaskan
seorang remaja pelaku tawuran. Korban tewas dengan luka bacok di bagian bahu
belakang sebelah kanan, lengan sebelah kiri, punggung belakang dan leher sebelah
kiri. Selain itu, tawuran berdarah yang melibatkan antarpelajar SMP dan sederajat
terjadi di bukit Barisan Kelurahan Limo, Kecamatan Limo, Kota Depok, Jawa
Barat, pada Selasa, 22 Januari 2019 sekira pukul 17.30 WIB. Tawuran ini
melibatkan empat sekolah, dan menjatuhkan tiga korban karena luka sabetan
senjata tajam di bagian kepala dan lengan.
Peran orangtua sangat penting bagi anak, namun menjadi orangtua bukanlah
hal yang mudah untuk diperankan. Baik dalam membangun keluarga harmonis,
terlebih lagi dalam menjalankan peran pengasuhan terhadap anaknya. Mengapa
pengasuhan begitu berperan? Bagaimanakah esensi pengasuhan terhadap
perkembangan anak dan bagaimana seharusnya orangtua menjalankan peran ini?
Pertanyaan ini menjadi penting untuk dijawab dan dipahami oleh orangtua, dan
selanjutnya perlu ikhtiar untuk diaplikasikan.
Secara harfiah, kata asuh – mengasuh berarti menjaga (merawat dan
mendidik) anak kecil, membimbing (membantu, melatih) supaya dapat berdiri
sendiri. Pengasuhan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan mengasuh
(http://kbbi.web.id). Pengasuhan itu sejatinya adalah suatu proses yang yang
menyebabkan terjalinnya interaksi orangtua dan anak, dengan memberikan
dukungan serta pengontrolan terhadap kondisi psikologis dan perilaku anak
(Bigner, 1994) dan Barber, dkk dalam Halpenny & Nixon, 2010). Pengasuhan
adalah serangkaian perilaku orangtua atau pengasuh. Hangat, sensitif, penuh
penerimaan, bersifat resiprokal, ada pengertian, dan respon yang tepat pada
kebutuhan anak merupakan sejumlah kata kunci yang mewakili perilaku
pengasuhan (Garbarino & Benn, 1992; Benn & Garbarino, 1992 dalam Andayani,
2004).
Dari pengertian yang sudah diuraikan di atas, kita bisa memahami bahwa
pengasuhan itu adalah suatu proses, berupa serangkaian perilaku yang harus
diperankan orangtua. Pengasuhan meliputi fungsi pemberian dukungan dan
pengontrolan, yang menimbulkan terjalinnya interaksi resiprokal yang hangat,
saling pengertian, dan disesuaikan dengan kebutuhan anak, sehingga anak dapat
bertumbuh dengan segala potensinya. Dalam hal ini pengasuhan itu pada dasarnya
adalah dari orangtua untuk anak, fokusnya pada anak, bukan pada orangtua.
Kesimpulan ini sekiranya dapat membuat kita memahami seberapa penting
pengasuhan orangtua bagi anak, khususnya dalam menumbuhkan segala
potensinga. Selain itu juga memberikan gambaran bagaimana seharusnya
pengasuhan itu diperankan oleh orangtua. Kesimpulan ini juga dapat menjawab
pertanyaan “Siapakah yang harus dicurigai sebagai pihak yang memicu terjadinya
perilaku bermasalah pada remaja?”
Apa yang akan terjadi jika orangtua memiliki harapan tidak realistis terhadap
anak? Ketika hal ini terjadi, orangtua akan selalu berusaha, mencari berbagai cara
untuk mencapai tujuan yang diharapkannya. Di sisi lain anak akan merasa tertekan
dengan tuntutan tersebut dan peluang kegagalan dalam mencapai tujuan menjadi
sangat besar. Akibatnya, anak tidak bisa mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Bukan hanya itu, anak juga berpeluang mengalami konflik dengan dirinya sendiri,
orangtuanya, atau bahkan dengan orang lain yang terkait.
Menyesuaikan harapan
Simpulan
1. Pahami bahwa pengasuhan sejatinya adalah untuk anak, fokusnya pada anak,
bukan pada orangtua, sehingga pengasuhan seharusnya disesuaikan dengan
kebutuhan anak
2. Kenali anak, apa saja potensi dan kekurangannya, apa saja yang dibutuhkannya
untuk dapat mengembangkan potensinya. Ketika anak beranjak remaja, kenali
perubahan yang dialaminya, gunakan komunikasi efektif dengannya, dan
jadilah teman terbaik untuknya.
3. Jika anak dirasa mulai menunjukkan perilaku bermasalah, berusahalah untuk
tenang, dan cobalah melakukan introspeksi, tinjau pengasuhan Anda,
sesuaikanlah dengan perubahan keremajaan yang dialaminya. Tinjau harapan
anda apakah sesuai dengan keadaan anak yang sudah beranjak remaja.
4. Fasilitasi anak untuk menemukan dan mengembangkan potensinya
5. Seiring sejalanlah dengan anak, jadilah tim yang kompak, yang saling
memahami, saling mendukung, dan bertumbuh bersama.
Referensi
Aziz, M. (2019). Perilaku Sosial Anak Remaja Korban Broken Home dalam
Berbagai Perspektif (Suatu Penelitian di SMPN 18 Kota Banda Aceh). Jurnal
AL-IJTIMAIYYAH: Media Kajian Pengembangan Masyarakat Islam, 1(1).
bbc.com. (12 Februari 2020). Penuturan remaja yang mencoba bunuh diri saat SMP:
'Stigma kurang iman salah besar. Mereka tidak tahu betapa orang itu sudah
berjuang', diperoleh tanggal 21 April 2020, dari https://www.bbc.com.
Benzein, E & Savema, E.I. (1998). One Step Towards the Understanding of Hope.
International Journal of Nursing Studies 35, 322 – 329.
Dhatu A.P. (2013). Status identitas remaja akhir: hubungannya dengan gaya
pengasuhan orangtua dan tingkat kenakalan remaja. Character: Jurnal
Penelitian Psikologi., 1(2).
Georgiou, S. N., & Symeou, M. (2018). Parenting practices and the development of
internalizing/externalizing problems in adolescence. Parenting—empirical
advances and intervention resources
Halpenny, A.N & Nixon, E. (2010). Parent Perspective on Parenting Style and
Diciplining Children. Office of the Minister for Children and Youth Affairs
Department of Health: The Stationery Office.
Hidayati, N. W. (2016). Hubungan harga diri dan konformitas teman sebaya dengan
kenakalan remaja. Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia, 1(2).
Nur, H., Tairas, M. M., & Hendriani, W. (2018). The Experience of Hope for
Mothers with Speech-Language Delay Children. Journal of Educational,
Health, and Community Psychology, 7, 104-117.
TEMPO.CO. (27 Maret 2020). Pelajar Terlibat Tawuran saat Pandemi Covid-19,
diperoleh tanggal 21 April 2020, dari https://metro.tempo.co
Identitas Penulis:
Nama : Dr. Haerani Nur, S.Psi., M.Si.
Institusi : Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar
Riwayat pendidikan : 1. S1 Psikologi Universitas Negeri Makassar
2. S2 Psikologi Universitas Gadjah Mada
3. S3 Psikologi Universitas Airlangga
Fokus bidang kajian : 1. Psikologi Perkembangan
2. Dinamika Harapan
3. Perkembangan Anak Berkebutuhan Khusus
Email : haerani.nur@unm.ac.id