Anda di halaman 1dari 7

TEORI TABULARASA EMPIRISME

(John Locke dan Francis Bacon)

A.Tentang John Locke

John Locke adalah seorang filsuf Inggris dari paham empirisme yang cukup terkenal. John Locke lahir
pada tanggal 29 Agustus 1632 di Wrington Inggris dan meninggal pada tanggal 28 Oktober 1704.

Pada tahun 1646, tepatnya ketika John Locke berusia 14 tahun, dia diterima di Westminster School. Di
sekolah tersebut, selama 6 tahun ia mencurahkan segala perhatiannya pada pelajaran bahasa latin dan
Yunani disamping pelajaran-pelajaran lainnya yang diberikan di tingkat sekolah menengah.

Pada tahun 1652, dia diterima di Christ Chruch College, Universitas Oxford. Di sekolah tersebut, dia
mempelajari retorika bahasa, filsafat moral, ilmu ukur, fisika, bahasa latin, arab, dan yunani.

Dia mendapatkan gelr sarjana muda pada tahun 1656 dan sarjana penuh pada tahun 1658.

Pada tahun 1660, dia memperoleh beasiswa sebagai mahasiswa senior dan diberikan hak istimewa utuk
tetap berada di Universitas tersebut untuk selama-lamanya.

Dengan beasiswa tersebut, dia bekerja sebagai pembimbing untuk mata pelajaran retorika, bahasa
Yunani dan filsafat.

Tabula Rasa

Selain dikenal sebagai filsuf sosial, John Locke juga dikenal sebagai salah seorang bapak empirisme di
abad ke-17.

Ia mengusulkan pengetahuan empirisme yang memiliki konsekuensi berkelanjutan, ialah pendidikan


sebagai proses pembentukan pengetahuan manusia.
credit pic: LSF

B. Teori Tabularasa

Teori ini mengatakan bahwa anak yang baru dilahirkan itu dapat diumpamakan sebagai kertas putih
yang belum ditulisi (a sheet ot white paper avoid of all characters). Jadi, sejak lahir anak itu tidak
mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa.

Anak dapat dibentuk sekehendak pendidiknya. Di sini kekuatan ada pada pendidik. Pendidikan dan
lingkungan berkuasa atas pembentukan anak.

Pendapat John Locke seperti di atas dapat disebut juga empirisme, yaitu suatu aliran atau paham yang
berpendapat bahwa segala kecakapan dan pengetahuan manusia itu timbul dari pengalaman (empiri)
yang masuk melalui alat indera.

Kaum behavioris juga berpendapat senada dengan teori tabularasa itu. Behaviorisme tidak mengakui
adanya pembawaan dan keturunan, atau sifat-sifat yang turun-temurun.

Semua Pendidikan, menurut behaviorisme, adalah pembentukan kebiasaan, yaitu menurut kebiasaan-
kebiasaan yang berlaku di dalam lingkungan seorang anak.

“Tabula rasa mengatakan bahwa manusia yang baru dilahirkan itu dapat diumpamakan sebagai kertas
putih yang belum ditulisi (a sheet ot white paper avoid of all characters)” (john locke) Jadi, sejak lahir
manusia itu tidak mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa. manusia dapat dibentuk oleh lingkungan
sosialnya.

Di sini kekuatan ada pada lingkungan. Lingkungan berkuasa atas pembentukan perilaku bahkan
kepribadian manusia.
Walaupun menurut mata kuliah Human Behavior in Social Environment (HBSE) kepribadian seseorang
sangat dipengaruhi oleh biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Akan tetapi menurut analisis saya,
faktor sosial lah yang sangat mempengaruhi.

credit pic: LSF

Karena pada dasarnya manusia ketika lahir berupa “kertas kosong”, maka dari berhati-hatilah dalam
menjalin relasi, agar kita dapat memberikan corak terbaik pada “kertas kosong” yang kita miliki.

C. Empirisme

John locke adalah salah seorag filsuf empirise, dimana empirisme adalah sebuah aliran filsafat yang
memberikan tekanan pada empiris atau pengalaman sebagai sumber pengetahuan (Susanto, 2011 : 37).

Istilah empiris bersal dari kata dalam bahasa Yunani,emperia, yang berarti pengalaman inderawi. Jelas
terdapat perbedaan dengan aliran rasionalisme yang sangat memeningkan rasio dalam
mengembangkan pengetahuannya, dalam menentukan sesuatu dan dalam menyelesaikan masalah.

Seperti yang dikemukakan oleh Descartes dalam metodenya yaitu :

a) Tidak menerima suatupun sebagai kebenaran, keuali bila saya melihat hal itu dengan tegas dan jelas
sehingga tidak ada suatu keraguan apapun yang mampu merobohkannya.

b) Pecahkan setiap kesulitan atau masalah itu sebanyak mungkin bagian, sehingga tidak ada suatu
keraguan apapun yang mampu merobohkannya.

c) Bimbinglah pikiran dengan teratur, dengan memulai dari hal yang sederhana dan mudah untuk
diketahui, kemudian secara bertahap sampai pada hal yang paling sulit dan kompleks.

d) Dalam proses pencarian dan pemeriksaan hal-hal sulit, selamanya harus dibuat perhitungan-
perhitungan yang sempurna serta pertimbangan-pertimbangan yang menyeluruh, sehingga kita yakin
bahwa tidak ada satu pun yang mengabaikan atau ketinggalan dalam penjelajahan itu.(Susanto, 2011 :
37).

Dengan demikian, aliran empirisme sangat bertentangan dengan aliran rasionalisme jika diliht dari segi
sumber pengetahuannya.
Karena John Locke adalah salah seorang penganut empirisme, maka teorinya juga berkaitan dengan
empirisism atau pengalaman.

Tabula rasa atau lembaran kertas kosong atau dapat dikatakan bahwa jiwa seseorang seperti kertas
kosong yang dapat diisi sehingga jiwa tersebut menjadi berwarna dan berisi.

Tabula rasa menganggap bahwa otak manusia adalah sebuah penerima pasif yang memperoleh
pengatahuan dari pengalaman dan diserap melalui panca indera.

Berbagai gagasan sederhana dan kemudian dihubungkan atau digabungkan menjadi pemikiran yang
berkaitan (faiz, 2008:3).

Karena John Locke adalah filsuf empirisme, maka teori tabuala rasa ini sangat dekat hubungannya
dengan teori pengalaman sebagai sumber pengetahuan.

Mastrianni (2012) menyatakan bahwa tabula rasa atau “blank slate” telah menjadi perdebatan selama
beberapa abad.

Meskipun teori tabula rasa ini pertama kali muncul di zaman Yunani kuno, namun hal ini paling sering
dikaitkan dengan dengan filsuf Inggris, John Locke (1632-1704).

Locke mengemukakan bahwa manusia dilahirkan dengan suatu keadaan dimana tidak ada bawaan yang
akan dibangun pada saat lahir.

Locke menyatakan bahwa segala sesuatu yang kita pelajari dalam hidup adalah hasil dari hal-hal yang
kita amati dengan menggunakan indera kita.

Dia menyimpulkan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk mengendalikan pertumbuhan karakter
mereka sendiri, meskipun tidak ada yang bisa memisahkan perkembangan ini dari identitas manusia
sebagai anggota dari umat manusia.
Aristoteles (384 SM -322 SM) dalam tulisannya yang berjudul De Anima, disebutkan bahwa pikiran
sebagai pikiran kosong. Lebih dari 1000 tahun kemudian, pada abad ke -11 teori tabula rasa muncul di
Persia kuno dalam tulisan Ibnu Sina, seorang filsuf Persia.

Ibnu Sina menyatakan bahwa pikiran saat lahir adalah batu tulis kosong dan pengetahuan yang
diperoleh melalui pengalaman dengan benda nyata dan dari pengalaman itu kemudian digunakan untuk
mengembangkan konsep abstrak tentang benda-benda, dan bukan sebaliknya.

John-Jacques Rosseau (1712-1728), sebagai sesama penganut aliran empirisme juga menyatakan
persetujuannya dengan teori tabula rasa.

Rosseau percaya bahwa sifat manusia merupakan akibat langsung dari pengalaman dan lingkungan,
yang diberikan dalam keadaan berbeda-beda. Laki-laki juga akan mengalami perkembangan yang
berbeda dengan perempuan.

Pendapat ini berbeda dengan pandangan Thomas Hobbes yang mengemukakan bahwa laki-laki biasanya
mempunyai kelakukan yang lebih buruk daripada wanita sehingga biasanya mereka ditempatkan di
barisan terdepan oleh polisi.

Dalam Essay Concerning Human Understanding, John Locke mengingatkan kembali mengenai
pentingnya pengalaman. Pada saat lahir, mereka bagaikan kertas kosong yang kemudian diisi dengan
berbagai pengalaman.

credit.pic: lsf

Tabula rasa erat kaitannya dengan pengalaman, dan dengan hal ini John Locke tidak mengakui adanya
intuisi yang membangun pemahaman manusia. Segala yang diketahui oleh seorang anak hanyalah akibat
dari apa yang diajarkan oleh orangtuanya.
Setiap anak lahir dengan kemampuan yang sama dan setelah itu perkembangannya berdasarkan apa
yang diberikan oleh orang tuanya.

Teori ini tidak mengakui adanya kemampuan awal yang ada dalam setiap diri anak. Jadi, sejak lahir,
seorang anak tidak mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa, dan segala yang akan terjadi merupakan
tanggung jawab penuh dari pendidiknya, entah guru atau orangtuanya.

Tabula rasa juga tidak mengakui adanya kemampuan awal atau bakat awal dan diwariskan dari
orangtuanya.

Berdasarkan teori tabula rasa ini, sebelum anak-anak mengenyam bangku sekolah dan bertemu dengan
guru, orangtualah yang sepenuhnya bertanggungjawab terhadap apa yang akan diajarkan kepada anak.

Segala yang diajarkan oleh orang tua, itulah ilmunya. Jika ilmu tersebut berasal dari bentukan dan
didikan oragtuanya maka sikap anak tersebut juga akan selaras dengan apa yang diajarkan orang tua.

Jika orangtua mengajarkan tentang kebaikan dan kasih sayang, maka terisilah pemahaman siswa
tentang kebaikan.

Sebaliknya jika anak tersebut berisi dengan hal-hal yang kurang baik, maka kelakuannya juga tidak akan
menjadi baik. Locke mengatakan bahwa orang tua dan pembimbing harus menjadi contoh dan
memperlihatkan sifat-sifat dan kepribadian yang baik, yang meliputi kebaikan, pendidikan yang baik, dan
hal-hal yang dihormati serta dapat ditiru oleh anak-anak.

Seorang anak yang mencoba untuk mencontoh hal-hal baik tersebut harus diberi pujian, didorong untuk
melakukan hal yang baik kembali, diperbaiki, ditegur, atau dibimbing jika perlu tetapi jangan dibebani
dengan kritik yang berlebihan dan tidak berguna (mudhokhi,2008).
Locke juga menganjurkan agar tidak mengisi kepala anak-anak dengan “sampah” atau hal-hal yang tidak
berguna karena mereka tidak akan memikirkan hal-hal tersebut lagi selama hidupnya.

Pendidikan harus bersifat praktis, berguna, memiliki makna, menyenangkan dan anak didik harus
dihormati dan diperlakukan seperti orang dewasa.

Selain itu, siswa juga diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya, belajar dari pengalaman
yang nantinya dia akan memperoleh berbagai kemampuan yang berguna bagi hidupnya.

Tabula rasa John Locke mengatakan bahwa lebih baik belajar dari pengalaman dibandingkan belajar dari
buku-buku, namun belajar dari buku juga tidak serta merta dilupakan begitu saja.

Dengan pengalaman yang telah dia alami dan ada dalam hidupnya, maka kelak individu tersebut dapat
menentukan langkah hidup selanjutnya dan memilih apa yang terbaik untuk dirinya.

Dr.Sudirman, S. Pd., M. Si.

Dosen Sosiologi Pendidikan

REFERENSI SUNTING:

1). Abimanyu, Soli. 2007. Metode Pembelajaran yang Lebih Berpusat Pada Guru. Diakses dari
http://pjjpgsd.dikti.go.id/file.php/1/repository/dikti/Mata%20Kuliah%20Awal/Strategi
%20Pembelajaran/BAC/strategi_pembelajaran_unit_6.pdf pada tanggal 5 Januari 2013.

2). Dawkins, Richard, et.al. 2009. John Locke Mind as a Tabula Rasa. Diakses dari http://www.age-of-the-
sage.org/philosophy/john_locke_tabula_rasa.html. Diakses pada tanggal 27 November 2012.

3). Mudhokhi, faiz. 2008. Paradigma Pendidikan John Locke dan Robert Owen.

4). Mastrianni, Steve. 2012. Tabula Rasa – Reductio Ad Absurdum. Diakses dari

http://www.mastrianni.net/pdf/Tabula%20Rasa.pdf tanggal 27 November 2012.

Anda mungkin juga menyukai