Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga

makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan

banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan

memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

    Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk

maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

    Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih

banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat

mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi

kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 24 Maret 2019

Penulis
BAB I

LATAR BELAKANG

Filsafat sebagai “induk segala ilmu pengetahuan” dalam hal ini adalah
ilmu yang mendasari manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan maupun
penemuan-penemuan baru. Pada dasarnya filsafat adalah suatu usaha
mensistimatisir pemikiran dan menerapkan pemikiran-pemikiran itu pada segala
bidang ilmu pengetahuan.
Pada umumnya makalah ini membahas tentang filsafat di barat pada zaman
pertengahan atau zaman setelah abad pertengahan yaitu filsafat modern, dan
khususnya membahas tentang filsafat Kritisisme Immanuel Kant. Yang mana
pemikiran Immanuel Kant yakni penggabungan dua ajaran yang saling
bertentangan yakni Rasionalisme Jerman dengan Empirisme Inggris.
Menurut filsuf jerman kelahiran Konigsberg ini, baik Rasionalisme maupun
Empirisme belum berhasil membimbing kita untuk memperoleh pengetahuan
yang pasti,berlaku umum,dan terbukti dengan jelas.
Pada masa ini (abad 17) cenderung menganggap sumber pengetahuan salah
satunya atau memberi tekanan pada akal (rasio) atau hanya melalui pengalaman
(empiris) saja, sesuai dengan paham yang mereka anut.

A. Pengertian Rasionalisme

Secara etimologis rasionalisme berasal dari kata bahasa inggris


rationalism. Kata ini berakar dari kata dalam bahasa latin ratio yang berarti
“akal”. Menurut a.r. Lacey berdasarkan akar katanya rasionalisme adalah :
sebuah pandangan yang berpegangan bahwa akal merupakan sumber bagi
pengetahuan dan pembenaran. Rasionalisme adalah merupakan faham atau
aliran atau ajaran yang berdasarkan ratio, ide-ide yang masuk akal. Selain itu
tidak ada sumber kebenaran hakiki.

Sementar itu, secara terminologis aliran ini dipandang sebagai aliran yang
berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam
penjelasan. Ia menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama
pengetahuan, mendahului dan bebas dari pengamatan indrawi. Hanya
pengetahaun yang diperoleh melalui akal yang memenuhi semua syarat
pengetahuan ilmiah alat terpenting dalam memperoleh pengatahun dan
mengetes pengetahuan. “pengalaman hanya dipakai untuk mempertegas
pengetahuan yang diperoleh akal”

1. Tokoh-Tokoh Rasionalisme

Tokoh-tokoh terpenting aliran rasionalisme adalah:

 Blaise Pascal
 Cristian Wolf

 Rene Descartes

 Baruch Spinoza

 W Leibnitz

Pemikiran Pokok Descartes, Spinoza, Dan Leibniz Mereka adalah tokoh


besar filsafat rasionalisme sebelum itu, pengertian rasionalisme diuraikan
lebih dahulu. Thales telah menerapkan rasionalisme dalam filsafat. Pada
zaman moderen filsafat, tokoh pertama rasionalisme ialah Descartes yang
dibicarakan setelah ini. Setelah priodermi rasionalisme dikembangkan
secara sempurna oleh liagu yang kemudian terkenal sebagai tokoh
rasionalisme dalam sejarah .

B. Pengertian Empirisme

Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa


semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme
menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan
dalam dirinya ketika dilahirkan. Empirisme lahir di Inggris dengan tiga
eksponennya adalah David Hume, George Berkeley dan John Locke.
1. Tokoh – tokoh Empirisme

Tokoh-tokoh pakar filsafat yang mengembangkan paham empirisme


diantaranya Francis Bacon, Thomas Hobbes, John Locke, George Berkeley,
dan David Hume. Sebagai aliran filsafat, empirisme merupakan salah satu dari
dua cabang filsafat modern yang lahir pada zaman pencerahan.Bertentangan
dengan rivalnya, rasionalisme, yang menempatkan rasio sebagai sumber
utama pengetahuan, empirisme justru memilih pengalaman sebagi sumber
utama pengetahuan baik lahiriah maupun batiniah.

Aliran ini bertanah air di Inggris. Francis Bacon (1561-1626) bisa


dikatakan sebagai peletak dasar lahirnya empirisme yang untuk kali pertama
menyatakan pengalaman sebagai sumber kebenaran yang paling terpercaya.
Kemudian paham ini diikuti dan dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-
1679), Jhon Locke (1632-1704), George Berkeley (1685-1753) dan mencapai
puncaknya dalam filsafat David Hume (1711-1776).

1. rancis Bacon (1561-1626 M)

Menurut Francis Bacon bahwa pengetahuan yang sebenarnya adalah


pengetahuan yang diterima orang melalui persentuhan indrawi dengan dunia
fakta. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan sejati. Kata Bacon
selanjutnya, kita sudah terlalu lama dpengaruhi oleh metode deduktif. Dari
dogma-dogma diambil kesimpulan, itu tidak benar, haruslah kita sekarang
memperhatikan yang konkret mengelompokkan, itulah tugas ilmu
pengetahuan.

2. Thomas Hobbes(1588-1679 M)

Ia seorang ahli pikir Inggris lahir di Malmesbury. Pada usia 15 tahun ia


pergi ke Oxford untuk belajar logika Skolastik dan Fisika, yang ternyata
gagal, karena ia tidak berminat sebab gurunya beraliran Aristotelien.
Sumbangan yang besar sebagai ahli pikir adalah suatu sistem materialistis
yang besar, termasuk juga kehidupan organis dan rohaniah. Dalam bidang
kenegaraan ia mengemukakan teori teori Kontrak Sosial (Achmadi, 2003).

3. Jhon Locke(1632-1704 M

Menurutnya segala pengetahuan datang dari pengalaman, sedangkan akal


tidak melahirkan pengetahuan dari dirinya sendiri. Seluruh pengetahuan kita
peroleh dengan jalan menggunakan dan membandingkan gagasan-gagasan
yang diperoleh dari pengindraan dan refleksi. Akal manusia hanya merupakan
tempat penampungan yang secara pasif menerima hasil penginderaan kita.
Sedangkan obyek pengetahuan adalah gagasan-gagasan atau idea-idea, yang
timbulnya karena pengalaman lahiriyah (sensation) dan pengalaman batiniah
(reflection) dalam upaya mencari kebenaran atas pengetahuan.

2. Menyikapi Paham Aliran Empirisme

Suryasumantri (2009) menyebutkan bahwa masalah utama yang timbul


dalam penyusunan pengetahuan secara empiris ialah bahwa pengetahuan yang
dikumpulkan itu cenderung untuk menjadi suatu kumpulan fakta-fakta.
Kumpulan tersebut belum tentu bersifat konsisten dan mungkin saja terdapat
hal-hal yang bersifat kontradiktif.

Secara Empiris, (Sanusi, 2015) menyampaikan bahwa kehidupan dunia


modern seperti sekarang ini begitu kompleks, untuk itu kita harus bisa
mengahdapi kehidupan yang sangat komplek dengan enam sistem nilai
kehidupan, yaitu:

1. Nilai Teologi.

Nilai Teologis mempunyai arti Nilai Ketuhanan. Nilai Teologis sudah ada
pada diri kita sebelum fisik kita diciptakan artinya pada waktu di alam ruh.
Jika nilai teologis, membuahkan ketenangan dan ketentraman pada jiwa
dan raga pemeluknya, maka melalui kaitan organis antara nilai-nilai
pendidikan Islam dengan dampak tersebut, memungkinkan nilai ini untuk
dapat meninggalkan jejak yang jelas pada intelektual seorang muslim,
sehingga terciptalah jalinan yang kokoh antara kebenaran, hukum, dan
pola-pola perilaku yang membina diri seorang Muslim

2. Nilai logik

Nilai Logik berkaitan dengan berpikir, memahami, dan mengingat


adalah  pekerjaannya. Pikiran, pemahaman, pengertian, peringatan (ingat) 
adalah buahnya. Nilai ini menjadi dasar untuk berbuat, bertindak. Allah
dalam alquran banyak berfirman agar kita berfikir dengan sebutan lubb
atau aqal dalam memahami alam ini.

3. Nilai Fisik/Fisiologi

Nilai fisilologi berarti fisik maksudnya memaksimalkan fungsi


fisik dalam menjalani kehidupan ini. Dalam fisik kita sebagai ciptaan
Allah disadari atau tidak sangat berguna, namun ternyata kita telah lupa
akan fungsinya akibatnya kita tertinggal jauh oleh orang di luar Islam
terutama dalam sains dan teknologi, kita hanya bisa mengekor kepada
dunia barat. Alamaududi seorang pembaharu Islam mengeritik kepada
umat Islam bahwa umat Islam mundur karena tidak mengoptimalkan
potensi dari Allah yaitu As-Sama (pendengaran), Al Basar (penglihatan),
dan Fuad (hati).

4. Nilai Etik

Nilai etik mempunyai arti hormat, dapat dipercaya, adil semua


berkaitan dengan ahlak kita, nilai etik pada saat ini banyak tidak
digunakan baik oleh orang yang bodoh ataupun orang yang katanya
berpendidikan. Allah sangat memperhatikan akhlak dengan menyebutnya
uswatun hasanah (suri tauladan yang baik)

5. Nilai Estetika. Nilai estetika meliputi keserasian, menarik, manis,


keindahan, cinta kasih. Allah menciptakan Alam bukan hanya bermanfaat
tetapi ada keserasian serta keindahan, keteraturan. Dalam menjalani hidup
kita jangan terlepas dari nilai estetika karena keserasian kita dengan orang
lain dan alam sekitar sangat mendukung kita dalam kehidupan seperti
kasih sayang di antara kita, keharmonisan. Kasih sayang serta keindahan
adalah fitrah manusia yang diberikan oleh Allah.
6. Nilai Teleologi. Nilai teleologi berkaitan dengan manfaat, efektif, efesien 
produktif dan akuntabel dalam setiap sisi kehidupan. Islam sangat
memperhatikan maslahat dan manfaat dalam syariatnya untuk kepentingan
manusia dengan lingkungannya.

Aliran ini muncul pada abad ke-18 suatu zaman baru dimana seorang yang
cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dengan
emperisme. Zaman baru ini disebut zaman pencerahan (aufklarung) zaman
pencerahan ini muncul dimana manusia lahir dalam keadaan belum dewasa
(dalam pemikiran filsafatnya). Akan tetapi, seorang filosof Jerman Immanuel
Kant (1724-1804) mengadakan penyelidikan (kritik) terhadap pernah
pengetahuan akal.
Sebagai latar belakangnya, manusia melihat adanya kemajuan ilmu
pengetahuan (ilmu pasti, biologi, filsafat dan sejarah) telah mencapai hasil
yang menggembirakan. Disisi lain, jalannya filsafat tersendat-sendat. Untuk
itu diperlukan upaya agar filsafat dapat berkembang sejajar dengan ilmu
pengetahuan alam.

3. Pemikiran Kritisme Tentang Ilmu Pengetahuan

Kant membedakan pengetahuan ke dalam empat bagian, sebagai berikut :

1. Yang sintetis a priori


2. Yang analitis a posteriori

3. Yang sintesi a posteriori

Pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang tidak tergantung


pada adanya pengalaman atau, yang ada sebelum pengalaman. Sedangkan
pengetahuan a posteriori terjadi sebagai akibat pengalaman.

Pengetahuan yan analitis merupakan hasil analisa dan pengetahuan


sintetis merupakan hasil keadaan yang mempersatukan dua hal yang
biasanya terpisah Pengetahuan yang analitis a priori adalah pengetahuan
yang dihasilkan oleh analisa terhadap unsur-unsur yang a priori.

Pengetahuan sintetis a priori dihasilkan oleh penyelidikan akal


terhadap bentuk-bentuk pengalamannya sendiri dan penggabungan unsur-
unsur yang tidak saling bertumpu. Misal, 7 – 2 = 5 merupakan contoh
pengetahuan semacam itu.

Dengan filsafatnya, ia bermaksud memugar sifat obyektivitas dunia


dan ilmu pengetahuan. Agar maksud tersebut terlaksana orang harus
menghindarkan diri dari sifat sepihak. Menurut Kant ilmu pengetahuan
adalah bersyarat pada: a) bersiafat umum dan bersifat perlu mutlak dan b)
memberi pengetahuan yang baru.
Kant yang mengajarkan tentang daya pengenalan mengemukakan
bahwa daya pengenalan roh adalah bertingkat, dari tingkatan terendah
pengamatan inderawi, menuju ke tingkat menengah akal (Verstand) dan
yang tertinggi rasio atau buddhi (Vernunft).
Pengalaman juga bersifat data-data Inderawi.

Makanya Immanuel Kant mengkritik Empirisme, data Inderawi


sendiri harus dibuktikan atau dicek dengan 12 kategori "a priori" rasio,
baru setelah itu diputuskan sah "a priory" atau 12 kategori azas prinsipal
abstrak yang dibagi menjadi 4 oleh Immanuel Kant, antara lain:
-Kuantitas (hitung-hitungan) mengandung kesatuan, kejamakan dan
keutuhan.
-Kualitas (Baik dan buruk) realitas, negasi dan pembatasan.
-Relasi (hubungan) mengandung substansi, kausalitas dan timbal balik.
-Modalitas mengandung kemungkinan, peneguhan dan keperluan.

C. Filsafat Positifisme

Filsafat positifisme lahir pada abad ke-19. Titik pemikiranya apa


yang telah diketahui adalah yang factual dan yang positif, sehingga
metafisika ditolak. Maksud positif adalah segala gejala dan segala
yang tampak seperti apaadanya, sebatas pengalaman-pengalaman
objektif.
Jadi setelah fakta diperoleh maka fakta-fakta itu diatur untuk dapat
memberikan suatu asumsi kemasa depan.

Ada beberapa tokoh diantaranya yaitu Agust come (1798-1857), John


S. Mill (1806-1873).

1. Agus Comte(1798-1857)
Lahir di Montpellier Prancis.
Sebuah karya adalah cours de philosophia positive (kursus tentang
filsafat posisitif) dan bekerja dalam menciptakan ilmu sosiolog.
Menurut pandapatnya, perkembangan pemikiran manusia berlangsung
dalam 3 tahap: Tahap teologis , tahap metafisme, tahap ilmu/positif

1. Tahap teologis manusia mengarahkan pandangan kepada hakikat


yang batiniah (sebab batiniah) disini manusia percaya kepada
kemungkinan adanya sesuatu yang mutlak, artnya dibalik semua
kejadian tersirat adanya maksudtertentu.
2. Pada tahap meta fisis manusia hanya sebagai tujuan pergeseran dari
tahap teologis. Sifat yang khas adalah kekuatan yang tandanya bersifat
adil kodrati, diganti dengan kekutan-kekuatan yang mempunyai
pengertian abstrak, yang diintregrasikan dengan alam.
3. pada tahap ilmiah/positif, manusia telah mulai mengetahui dan sadar
bahwa upaya mengenal teologis dan mentafsirkan tidak ada gunanya.
Sekarang manusia berusaha mencari hokum-hukum yang berasal dari
fakta-fakta pengamatan dengan memakai akal.

PengertianPositifisme
Positifisme berasal dari kata “positif’ Kata positif disini sama artinya
dengan factual, yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta. Menurut
positifisme, pengetahuan kta tidak pernah boleh melebihi fakta-fakta.
Denagn demikian, maka ilmu pengetahuan empiris contoh istimewa dalam
siding pengetahuan. Maka filsafatpun harus meneladani contoh itu. Oleh
karena itu positifisme menolak cabang filsafat meta fisika. Menanyakan
“hakikat” benda-benda atau “penyebab yang sebenernya”, termasuk juga
filsafat, hanya menyelidiki fakta=fakta dan hubungan yang terdapat antara
fakta-fakta tugas khusus filsafat ialah mengkoornasikan ilmu-ilmu
pengetahuan yang beraneka ragam coraknya.

D. Sejarah fenomenologi

Ahli matematika Jerman Edmund Husserl, dalam tulisannya yang


berjudul Logical Investigations (1900) mengawali sejarah fenomenologi.
Fenomenologi sebagai salah satu cabang filsafat, pertama kali
dikembangkan di universitas-universtas Jerman sebelum Perang Dunia I,
khususnya oleh Edmund Husserl, yang kemudian di lanjutkan oleh Martin
Heidehher dan yang lainnya, seperti Jean Paul Sartre. Selanjutnya Sartre,
Heidegger, dan Merleau-Ponty memasukkan ide-ide dasar fenomenologi
dalam pandangan eksistensialisme. Adapun yang menjadi fokus dari
eksistensialisme adalah eksplorasi kehidupan dunia mahluk sadar, atau
jalan kehidupan subjek-subjek sadar.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa fenomenologi tidak


dikenal setidaknya sampai menjelang abad ke-20. Abad ke-18 menjadi
awal digunakannya istilah fenomenologi sebagai nama teori tentang
penampakan, yang menjadi dasar pengetahuan empiris (penampakan yang
diterima secara inderawi). Istilah fenomenologi itu sendiri diperkenalkan
oleh Johann Heinrich Lambert, pengikut Christian Wolff. Sesudah itu,
filosof Immanuel Kant mulai sesekali menggunakan istilah fenomenologi
dalam tulisannya, seperti halnya Johann Gottlieb Fichte dan G.W.F.Hegel.
Pada tahun 1889, Franz Brentano menggunakan fenomenologi untuk
psikologi deskriptif. Dari sinilah awalnya Edmund Hesserl mengambil
istilah fenomenologi untuk pemikirannya mengenai “kesengajaan”.

1. Tokoh-tokoh Fenomenologi

1. Edmund Husserl (1859-1938)

-Fenomenologi adalah ilmu yang fundamental dalam berfilsafat.

-Fenomenologi adalah ilmu tentang hakikat dan bersifat a priori.

-Bagi Husserl fenomena mencakup noumena (pengembangan dari


pemikiran Kant).

-Kesadaran lebih bersifat terbuka.

-Pengamatan Husserl mengenai struktur intensionalitas kesadaran,


merumuskan adanya empat aktivitas yang inheren dalam kesadaran, yaitu
(1) objektifikasi (2) identifikasi (3) korelasi (4) konstitusi.

-Fenomenologi Husserl pada prinsipnya bercorak idealistik, karena


menyerukan untuk kembali kepada sumber asli pada diri subjek dan
kesadaran. Konsepsi Husserl tentang “aku transedental” dipahami sebagai
subjek absolut, yang seluruh aktivitasnya adalah menciptakan dunia.

Pokok-pokok pemikiran Husserl:

1.Fenomena adalah realitas sendiri yang tampak.


2.Tidak ada batas antara subjek dengan realitas

3.Kesadaran bersifat intensional.

4.Terdapat interaksi antara tindakan kesadaran (neosis) dengan objek yang


disadari (neoma).

2. Martin Heidegger

-Konsep “destuksi fenomenologis”, menyerukan agar kembali pada


realitas yang sesungguhnya atau “gejala pertama dan yang sebenarnya”.

-Cara kita terhubung dengan sesuatu itu, seperti palu yang memasukkan
paku. Fenomenologi berfungsi sebagai alat pembuka berkenaan dengan
situasi yang kita hadapi, tentu saja dalam konteks sosial.

-Fenomenologi didefinisikan sebagai pengetahuan dan keterampilan


membiarkan sesuatu seperti apa adanya.

-Pemikirannya yang paling inovatif, adalah mencari “cara untuk menjadi”


lebih penting ketimbang mempertanyakan apa yang ada di sekitar kita.
Pemahaman mengenai “menjadi” didapatkan dengan fenomenologi.

3. Jean Paul Satre

-Kesadaran adalah kesadaran akan objek, hal ini sejalan dengan pemikiran
Husserl. Dalam model kesengajaan versi Satre, pemain utama dari
kesadaran adalah fenomena. Kejadian dalam fenomena adalah kesadaran
dari objek. Sebatang pohon hanyalah satu fenomena dalam kesadaran,
semua hal yang ada di dunia adalah fenomena, dan di balik sesuatu itu ada
“sesuatu yang menjadi. Kesadaran adalah menyadari “sesuatu di balik
demikian, “aku” bukanlah apa-apa, melainkan hanya sebuah bagian dari
tindakan sadar, termasuk bebas untuk memilih.
-Metode dapat dilihat dari gaya penulisan dalam deskripsi interpretatif
mengenai tipe-tipe pengalaman dalam situasi yang relevan.

4. Maurice Merleau Ponty

-Berfokus pada “body image”, yakni pengalaman akan tubuh kita sendiri
dan bagaimana pengalaman itu berpengaruh pada aktivitas yang kita
lakukan.

-Body image bukanlah bidang mental, juga bukan bidang fisik mekanis,
melainkan sesuatu yang terikat tindakan, di mana ada penerimaan terhadap
kehadiran orang lain di dalamnya. Ia membahas mengenai peranan
perhatian dalam lapangan pengalaman, pengalaman tubuh, ruang dalam
tubuh, gerakan tubuh, tubuh secara seksual, orang lain, dan karakteristik
kebebasan.

5. Max Scheler (1874-1928)

-Menerapkan metode fenomenologi dalam penyelidikan hakikat teori


pengenalan, etika, filsafat kebudayaan, keagamaan, dan nilai.

-Secara skematis, pandangan Scheler mengenai fenomenologi dibedakan


ke dalam tiga bagian, yakni:

1.Penghayatan (erleben), atau pengalaman intuitif yang langsung menuju


ke “yang diberikan”. Setiap manusia menghadapi sesuatu dengan aktif,
bukan dalam bentuk penghayatan yang pasif.

2.Perhatian kepada “apanya” (washiet, whatness, esensi), dengan tidak


memperhatikan segi eksistensi dari sesuatu. Hasserl menyebut hal ini
dengan “reduksi transedental”.

3.Perhatian kepada hubungan satu sama lain (wesenszusammenhang) antar


esensi. Hubungan ini bersifat a priori (diberikan) dalam institusi, sehingga
terlepas dari kenyataan. Hubungan antar esensi ini dapat bersifat logis
maupun non logis.

-Berdasarkan pemahaman fenomenologi-nya, Scheler menggolongkan


nilai ke dalam empat kelompok, yaitu:

1.Nilai meterial, atau nilai yang menyangkut kesenangan dan


ketidaksenangan. Misalnya kenikmatan yang bersifat lahiriah dan
inderawi, seperti rasa enak, pahit, manis, dsb.

2.Nilai vital, atau nilai yang menyangkut kesehatan. Misalnya perasaan


lelah, segar, stress, dsb.

3.Nilai rohani atau nilai estetis, seperti nilai benar dan salah. Nilai rohani
ini biasanya berhubungan dengan pengetahuan murni atau pengetahuan
yang dijalankan tanpa pamrih.

4.Nilai kudus atau nilai yang menyangkut objek-objek absolut yang


terdapat dalam bidang religius. Misalnya nilai kitab suci, utusan Tuhan,
dosa, dsb.

Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang


benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai yang benar
dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara
praktis.[1] Dengan demikian, bukan kebenaran objektif dari pengetahuan
yang penting melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan
kepada individu-individu.

Aliran ini terutama berkembang di Amerika Serikat, walau pada awal


perkembangannya sempat juga berkembang ke Inggris, Perancis, dan
Jerman William James adalah orang yang memperkenalkan gagasan-
gagasan dari aliran ini ke seluruh dunia William James dikenal juga
secara luas dalam bidang psikologi Filsuf awal lain yang terkemuka dari
pragmatisme adalah John Dewey Selain sebagai filsuf, Dewey juga
dikenal sebagai kritikus sosial dan pemikir dalam bidang pendidikan

Secara etimologis, kata 'pragmatisme' berasal dari kata bahasa Yunani


pragmatikos yang berarti cakap dan berpengalaman dalam urusan hukum,
dagang, dan perkara negara.[4] Istilah pragmatisme disampaikan pertama
kali oleh Charles Peirce pada bulan Januari 1878 dalam artikelnya yang
berjudul How to Make Our Ideas Clear

Menurut teori klasik tentang kebenaran, dikenal dua posisi yang berbeda,
yakni teori korespondensi dan teori koherensi.[2] Teori korespondensi
menekankan persesuaian antara si pengamat dengan apa yang diamati
sehingga kebenaran yang ditemukan adalah kebenaran empiris,[2][5]
sedangkan teori koherensi menekankan pada peneguhan terhadap ide-ide a
priori atau kebenaran logis, yakni jika proposisi-proposisi yang diajukan
koheren satu sama lain.[2][5] Selain itu, dikenal lagi satu posisi lain yang
berbeda dengan dua posisi sebelumnya, yakni teori pragmatis. [2][5] Teori
pragmatis menyatakan bahwa 'apa yang benar adalah apa yang
berfungsi.'[5] Bayangkan sebuah mobil dengan segala kerumitan mesin
yang membuatnya bekerja, namun yang sesungguhnya menjadi dasar
adalah jika mobil itu dapat bekerja atau berfungsi dengan baik.

1. okoh – tokoh Pragmatisme

1. Charles Sandre Peirce (1839-1914)

Peirce dikenal sebagai pendiri aliran filsafat pragmatisme


Amerika.Untuk menyebut pemikir pragmatisme. Peirce membedakan
pandangannya dari pada pragmatis lainnya. Peirce merupakan seorang ahli
teori logika, bahasa, komunikasi dan teori umum tanda Peirce disebut
sebagai semiotika. Selain itu dia juga mendalami logika matematika
produktif luar biasa dan matematika umum yang merupakan
perkembangan dari psiko.
2. John Dewey (1859)

Sebagai pengikut filsafat pragmatisme, Dewey mengatakan bahwa


tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata.
Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran yang kurang pragtis, tidak ada
gunanya, oleh karena itu filsafat harus berpijak pada pengalaman dan
pengolahan secara kritis.

Menurut John Dewey tidak ada sesuatu yang tetap. Manusia


senantiasa bergerak dan berubah. Jika mengalami kesulitan, maka berfikir
untuk mengatasi kesulitantersebud. Maka dari berfikir tidak lain untuk
bertindak. Kebenaran dari pengertian ini dapat ditinjau dari berhasil dan
tidaknya kenyataan. Satu-satunya cara yang dapat dipercaya untuk
mengaturpengalamann dan untuk mengetahui artinya yang sebenarnya
adalah metoda induktif. Metode ini tidak hanya berlaku bagi ilmu
pengatahuan fisika, melainkan juga bagi persoalan sosial dan moral.

3. George Herbert Mead (1863-1931)

Mead atau George Herbert Mead memiliki periode hidup yang tidak jauh
berbeda dengan William James dan Pierce. Dia juga dikenal dengan filusuf
Amerika yang berpengaruh, khususnya dalam aliran pragmatisme. Mead
lebih banyak sebagai seorang pakar teori sosial ketimbang seorang filusuf,
terutama karena ketrtarikannya yang berlebihan kepada teori-teori sosial.

G. Sejarah Berkembangnya Post-Modern

Postmodernisme lahir di St. Louis, Missouri, 15 Juli 1972, pukul


3:32 sore. Ketika pertama kali didirikan, proyek rumah Pruitt-Igoe di St.
Louis di anggap sebagai lambang arsitektur modern. Yang lebih penting,
ia berdiri sebagai gambaran modernisme, yang menggunakan teknologi
untuk menciptakan masyarakat utopia demi kesejahteraan manusia. Tetapi
para penghuninya menghancurkan bangunan itu dengan sengaja.
Pemerintah mencurahkan banyak dana untuk merenovasi bangunan tsb.
Akhirnya, setelah menghabiskan jutaan dollar, pemerintah menyerah. Pada
sore hari di bulan Juli 1972, bangunan itu diledakkan dengan dinamit.
Menurut Charles Jencks, yang dianggap sebagai arsitek postmodern yang
paling berpengaruh, peristiwa peledakan ini menandai kematian
modernisme dan menandakan kelahiran postmodernisme..

Fenomena postmodern mencakup banyak dimensi dari masyarakat


kontemporer. Pada intinya, Postmodern adalah suasana intelektual atau
“isme”- postmodernisme. Para ahli saling berdebat untuk mencari aspek-
aspek apa saja yang termasuk dalam postmodernism. Tetapi mereka telah
mencapai kesepakatan pada satu butir: fenomena ini menandai berakhirnya
sebuah cara pandang universal. Etos postmodern menolak penjelasan yang
harmonis, universal, dan konsisten. Mereka menggantikan semua ini
dengan sikap hormat kepada perbedaan dan penghargaan kepada yang
khusus (partikular dan lokal) serta membuang yang universal.
Postmodernisme menolak penekanan kepada penemuan ilmiah melalui
metode sains, yang merupakan fondasi intelektual dari modernisme untuk
menciptakan dunia yang lebih baik. Pada dasarnya, postmodernisme
adalah anti-modern.

Tetapi kata “postmodern” mencakup lebih dari sekedar suasana


intelektual. Penolakan postmodernisme terhadap rasionalitas terwujud
dalam banyak dimensi dari masyarakat kini. Tahun-tahun belakangan ini,
pola pikir postmodern terwujud dalam banyak aspek kebudayaan,
termasuk arsitektur, seni, dan drama. Postmodernisme telah merasuk ke
dalam seluruh masyarakat. Kita dapat mencium pergeseran dari modern
kepada postmodern dalam budaya pop, mulai dari video musik sampai
kepada serial Star Trek. Tidak terkecuali, hal-hal seperti spiritualitas dan
cara berpakaian juga terpengaruh.
Postmoderisme menunjuk kepada suasana intelektual dan sederetan wujud
kebudayaan yang meragukan ide-ide, prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang
dianut oleh modernisme. Postmodernitas menunjuk kepada era yang
sedang muncul, era di mana kita hidup, zaman di mana postmodernisme
mencetak masyarakat kita. Postmodernitas adalah era di mana ide-ide,
sikap-sikap, dan nilai-nilai postmodern bertahta – ketika postmodernisme
membentuk kebudayaan. Inilah era masyarakat postmodern. Tujuan kita
dalam bab ini adalah melihat dari dekat fenomena postmodern dan
memahami sedikit tentang etos postmodernisme

1. Tokoh dan Filsuf Post-Modernva

Tokoh-tokoh pemikir postmodern ini terbagi ke dalam dua model cara


berpikir yakni dekonstruktif dan rekonstruktif. Para filsuf sosial
berkebangsaan Prancis lebih banyak mendukung cara berpikir postmodern
dekonstruktif ini. Para pemikir Perancis itu antara lain: Friedrich Wilhelm
Nietzsche sche, ean Francois Lyotard, Mohammad Arkoun, Jacques
Derrida, Michel Foucault, Pauline Rosenau, Jean Baudrillard ,dan Richard
Rorty. sementara pemikiran postmodern rekonstruktif dipelopori oleh
Teori Kritis Mazhab Frankfurt seperti : Max Horkheimer, Theodor W
Adorno, yang akhirnya dilengkapi oleh pemikiran Jurgen Habermas.

1. Friedrich Wilhelm Nietzsche sche

Friedrich Wilhelm Nietzsche sche (1844-1900) Lahir di Rochen, Prusia 15


Oktober 1884. Pada masa sekolah dan mahasiswa, ia banyak berkenalan
dengan orang-orang besar yang kelak memberikan pengaruh terhadap
pemikirannya, seperti John Goethe, Richard Wagner, dan Fredrich Ritschl.
Karier bergengsi yang pernah didudukinya adalah sebagai Profesor di
Universitas Basel.Menurutnya manusia harus menggunakan skeptisme
radikal terhadap kemampuan akal. Tidak ada yang dapat dipercaya dari
akal. Terlalu naif jika akal dipercaya mampu memperoleh kebenaran.
Kebenaran itu sendiri tidak ada. Jika orang beranggapan dengan akal
diperoleh pengetahuan atau kebenaran, maka akal sekaligus merupakan
sumber kekeliruan.

2. Michel Foucault

Michel Foucault adalah seorang filodof dan sejarawan Prancis yang lahir
di Poitiers Prancis pada tanggal 15 oktober 1926. Dia adalah seorang
filosof Perancis yang sangat terkenal di dunia sejarah dan filsafat. Michel
Foucault juga merupakan filosof yang sangat penting abad ke-20 yang
pemikirannya sekarang ini masih diguanakan untuk mengenali fakta sosial
dan perkembangan budaya kontemporer. Disamping itu sebagian pendapat
memasukkan pemikiran Foucault dalam kelompok strukturalisme dan juga
pemikiran post-strukturalisme sebagai perkembangan strukturalisme.
Sementara dia menolak kalau pemikirannya dimasukan aliran-aliran.

3. Mohammed Arkoun

Mohammed Arkon lahir dari keluarga biasa yaitu perkampungan Berber


yang berada di sebuah desa di kaki gunung Taorirt-Mimoun. Mohammed
Arkoun lahir pada tanggal 2 Januari 1928. Keluarganya berada pada strata
fisik dan social yang rendah. Bahasa Kalibia Berber adalah  bahasa ibu dan
bahasa Arab sebagai bahasa nasional di negaranya Aljazair .dia menempu
pendidikan sekolah dasar di  Oran yaitu didesa dia sendiri. Jenjang
pendidikan dan pergulatan ilmiah yang ditempuh Arkoun membuat
pergaulannya dengan tiga bahasa (Berber Kalibia, Arab, Prancis) dan
tradisi dan kebudayaannya menjadi semakin erat. Kemudian dia  cukup
memberi perhatiannya yang besar terhadap peran bahasa dalam pemikiran
dan masyarakat manusia sehingga namanya terkenal sampai sekarang ini.

4. Jacques Derrida
Jacques Derrida (Aljazair, 15 Juli 1930–Paris, 9 Oktober 2004) Seorang
filsuf Prancis keturunan Yahudi dan dianggap sebagai pendiri ilmu
dekonstruktivisme, sebuah ajaran yang menyatakan bahwa semuanya di-
konstruksi oleh manusia, juga bahasa. Semua kata-kata dalam sebuah
bahasa merujuk kepada kata-kata lain dalam bahasa yang sama dan bukan
di dunia di luar bahasa. Derrida dianggap salah satu filsuf terpenting abad
ke 20.

5. Michel Foucault

Michel Foucault adalah seorang filodof dan sejarawan Prancis yang lahir
di Poitiers Prancis pada tanggal 15 oktober 1926. Dia adalah seorang
filosof Perancis yang sangat terkenal di dunia sejarah dan filsafat. Michel
Foucault juga merupakan filosof yang sangat penting abad ke-20 yang
pemikirannya sekarang ini masih diguanakan untuk mengenali fakta sosial
dan perkembangan budaya kontemporer. Disamping itu sebagian pendapat
memasukkan pemikiran Foucault dalam kelompok strukturalisme dan juga
pemikiran post-strukturalisme sebagai perkembangan strukturalisme.
Sementara dia menolak kalau pemikirannya dimasukan aliran-aliran.
DAFTAR PUSTAKA

https://mujigunarto.wordpress.com/2017/10/09/aliran-filsafat-empirisme/

https://id.wikipedia.org/wiki/Empirisme

https://ppraudlatulmubtadiin.wordpress.com/2018/01/21/filsafat-rasionalisme-tokoh-
pemikiran/

http://fiqihzaim.blogspot.com/2011/03/filsafat-kritisisme.html

http://walidrahmanto.blogspot.com/2011/06/sejarah-filsafat-positivisme.html

https://ahmadrimba.wordpress.com/2010/04/27/sejarah-perkembangan-
fenomenologi/

https://id.wikipedia.org/wiki/Pragmatisme

https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/12/09/filsafat-pragmatisme/

https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/05/07/filsafat-postmodern/

https://mujigunarto.wordpress.com/2017/10/09/aliran-filsafat-empirisme/

https://id.wikipedia.org/wiki/Empirisme

https://ppraudlatulmubtadiin.wordpress.com/2018/01/21/filsafat-rasionalisme-tokoh-
pemikiran/

http://fiqihzaim.blogspot.com/2011/03/filsafat-kritisisme.html

http://walidrahmanto.blogspot.com/2011/06/sejarah-filsafat-positivisme.html

https://ahmadrimba.wordpress.com/2010/04/27/sejarah-perkembangan-
fenomenologi/

https://id.wikipedia.org/wiki/Pragmatisme

https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/12/09/filsafat-pragmatisme/

https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/05/07/filsafat-postmodern/

Anda mungkin juga menyukai