FILSAFAT UMUM
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas mata kuliah “Filsafat umum”
Dosen Pengampu Fathul Janaah, MA
Di Susun Oleh :
RIFQI MAHASA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini yang
akan membahas seputar “EMPIRISME” yang sengaja dibuat untuk memenuhi
salah satu tugas Filsafat Umum. Dan Penulis ucapkan terimakasih kepada Ibuk
Fathul Jannah, MA selaku dosen pembimbing yang telah membimbing saya
dalam penyusunan makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala
usahanya. Amin.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
makalah ini
Rifqi Mahasa
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................. I
DAFTAR ISI........................................................................................... II
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
A. Latar belakang............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 2
C. Tujuan penulisan......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................ 3
A. Pengertian Aliran Empirisme beserta teorinya............................ 3
B. Doktrin masing-masing tokoh empirisme................................... 4
BAB III PENUTUP................................................................................. 13
A. Kesimpulan.................................................................................. 13
B. Saran............................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 15
II
BAB I
PEMBUKAAN
A. Latar Belakang
Empirisisme merupakan suatu aliran di dalam dunia filsafat yang
menitikberatkan pengalaman inderawi sebagai sumber utama dan asal-usul
pengetahuan manusia. Aliran yang berkembang pesat pada masa Renaisan ini
dirintis oleh seorang filsuf Inggris, Francis Bacon de Verulam (1561-1626),
dankemudian dilanjutkan oleh filsuf-filsuf lain seperti John Locke, George
Berkeley,Thomas Hobes dan David Hume.
Empirisisme muncul pada saat itu sebagai reaksiatas kelemahan paham
rasionalisme – sebuah aliran filsafat yang berkembang lebih dahulu daripada
empirisisme, yang beranggapan bahwa pengetahuan manusia yang sejati
hanyalah berasal dari rasio atau akal semata, sementara pengalaman inderawi
hanya dianggap sebagai pengenalan dan justru sering diabaikan. Paham
empirisisme banyak mempengaruhi perkembangan metode penelitian di
berbagai disiplin ilmu. Paham ini bahkan dianggap sebagai awal
digunakannya prosedur ilmiah di dalam penemuan pengetahuan, karena
sesungguhnya hakikat ilmu pengetahuan adalah pengamatan, percobaan,
penyusunan fakta dan penarikan kesimpulan/ hukum-hukum.
Kebimbangan orang kepada sains dan agama pada zaman modern
filsafat sebagaimana telah disinggung beberapa kali sebelum ini, ditimbulkan
oleh berbagai hal, antara lain oleh ajaran empirisme. uraian singkat tentang
empirisme sendiri secara umum akan diuraikan didalam makalah ini
1
B. Rumusan masalah
Berdasarkan Latar Belakang diatas Rumusan Masalah yang akan
dibahas di dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian aliran Empirisme ?
2. Apa doktrin masing-masing tokoh aliran empirisme ?
3. Apa-apa saja teori aliran empirisme ?
C. Tujuan penulisan
Berdasarkan rumusan masalah dapat kita lihat bahwa tujuan penulisan
makalah ini antara lain :
1. Mengetahui pengertian aliran empirisme
2. Mengetahui doktrin masing-masing tokoh aliran empirisme
3. Mengetahui apa-apa saja teori aliran empirisme
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Teori yang kedua, yaitu teori pengetahuan, dapat diringkaskan sebagai
berikut. Menurut orang rasionalis ada beberapa kebenaran umum seperti
“setiap kejadian tentu mempunyai sebab”, dasar-dasar matematika, dan
beberapa prinsip dasar etika, dan kebenaran-kebenaran itu benar dengan
sendirinya yang dikenal dengan istilah kebenaran a priori yang diperoleh
lewat intuisi rasional. Empirisme menolak pendapat itu. Tidak ada
kemampuan intuisi rasional itu. Semua kebenaran yang disebut tadi adalah
kebenaran yang diperoleh lewat observasi jadi ia kebenaran a posteriori.3
Sekarang marilah kita pelajari dan cara tahu biografi dan doktri-doktrin
masing-masing tokoh empirismme.
3
. Uraian ini disingkatkan dari The Encyclopedia Americana, Edward, Pauk, Ed, hal. 10
4
. Filsafat umum, prof dr. ahmad tafsir hal. 175
5
. Introducing philosophy, Solomon, Robert C, Hal. 108
4
diturunkan seperti yang diajarkan plato. Dengan kata lain, Locke
menolak adanya innate idea; termasuk apa yang diajarkan oleh
Descartez, Clear and distinc idea. Adequate idea dari Spinoza, truth of
reason dari Leibniz, semuanya ditolaknya. Yang innate (bawaan) itu
tidak ada.
Pandangan tabula rasa dari John locke merupakan konsep konsep
epistimologi yang terkenal. Dan inilah teori pengetahuan empirisme.
Tabula rasa (blank tablet, kertas catatan kosong) yang digambarkan
sebagai keadaan jiwa adalah adalah pandangan epistimologi yang
terkenal menurut Locke. Selain ini, hanya tinggal satu pandangan lagi,
yaitu hubungan antar Idea seperti dalam matematika, logika, dan konsep-
konsep kebenaran trivial seperti “kuda adalah hewan”, dan semua idea
itu juga datang dari pengalaman. Sekarang epistimologi dan filsafat pada
umumnya menjadi semacam psikologi, dan memang kedua bidang ini
sulit dibedakan. Di dalam teori ini john locke menggunakan tiga istilah:
sensasi (sensation), yang oleh orang empiris modern sering disebut data
inderawi (sense-data); idea-idea (ideas) bukan idea dalam ajaran plato,
melainkan berupa persepsi atau pemikiran atau pengertian yang tiba-tiba
tentang suatu objek; dan sifat (quality) seperti merah, bulat, berat.
Dasar teori locke itu adalah common sense (anggapan umum)
tentang perbedaan antara objek fisik didunia nyata serta inderawi dan
objek fisik itu didalam jiwa kita. Jadi, kita dapat mengatakan bahwa sifat
objek (qualities) itu terdapat didalam objek itu di dunia nyata, seperti
ukuran, bentuk, dan lain-lain, tetapi qualities itu tidak bebas dari
pengaruh organ pengindra kita.6
Kesimpulan Locke ialah substance is we know not what, tentang
substansi kita tidak tahu apa-apa. Ia menyatakan bahwa apa yang
dianggapnya substansi ialah pengertian tentang objek sebagai idea
tentang objek itu yang dibentuk oleh jiwa berdasarkan masukan dari
indera. Akan tetapi, Locke tidak berani menegaskan bahwa idea itu
6
. Uraian ini disingkatkan dari buku Filsafat umum, prof dr. ahmad tafsir hal 177-178
5
adalah substansi objek, substansi kita tidak tahu. Persoalan substansi
agaknya adalah persoalan metafisika sepanjang masa.7
6
pengalaman indera sebagai dasar. Kesan (impression) baginya, sama
dengan penginderaan (sensation) pada Locke, adalah basis pengetahuan.
Selanjutnya ia menyatakan sebagai berikut ini.
Semua persepsi jiwa manusia terbentuk melalui dua alat yang
bebeda, yaitu impression dan idea. Perbedaan kedua-duanya terletak
pada tingkat kekuatan dan garisnya menuju jiwa dan jalan masuk
ketingkat kekuatan dan garisnya menuju jiwa dan jalan masuk ke
kesadaran. Persepsi yang termasuk dengan kekuatan besar dan kasar saya
sebut Impression (kesan), dan semua sensasi, nafsu, emosi saya masukan
kedalam kategori ini begitu mereka masuk kedalam jiwa. Yang saya
maksud dengan idea ialah gambaran kabur (faint image) tentang persepsi
yang masuk itu tadi kedalam pemikiran. Saya merasakan pembedaan itu
kurang memuaskan.
Saya dapat juga membagi persepsi yang masuk itu menjadi yang
sederhana (simple) dan yang ruwet (kompleks). Persepsi yang sederhana,
atau idea yang sederhana adalah yang tidak dapat dibagi, sedangkan yang
kompleks adalah sebaliknya. Pembagian ini memberikan kepada kita
susunan objek, dengan itu kita dapat memutuskan lebih teliti kualitas
objek dan hubungan-hubungannya. Rangsangan yang masuk ke mata
saya merupakan hubungan-hubungan antara kesan-kesan dan idea-idea,
yang sama dalam segala hal kecuali dalam kekuatannya. Rangsangan-
rangsangan yang merefleksi dalam jiwa berupa persepsi dan idea. Tatkala
saya menutup mata saya dan berpikir, idea-idea yang saya bentuk benar-
benar mewakili impression yang saya rasakan. Kesan dan idea itu selalu
muncul berhubungan satu dengan lainnya.
Setelah saya pikirkan secara teliti, ternyata persepsi itu dapat dibagi
menjadi dua macam, yaitu persepsi yang sederhana (simple) dan persepsi
yang ruwet (complex). Seluruh kesan dan idea kita saling berhubungan.
Dalam penyelidikan saya ternyata banyak idea yang kompleks, yang
tidak memiliki kesan (impression) yang berhubungan dengan idea itu.
Banyak pula kesan yang kompleks yang tidak direkam dalam idea kita.
Saya tidak dapat menggambarkan suatu kota yang belum pernah saya
7
lihat. Akan tetapi, saya pernah melihat kota paris, namun saya harus
mengatakan saya tidak sanggup membentuk idea tentang kota paris yang
lengkap dengan gedung-gedung, jalan, dan lain-lain lengkap dengan
ukuran masing-masing.
Mengapa? Karena tidak semua kesan (impression) direkam dalam
idea. Menurut pendapat hume, idea yang sederhana berasal dari kesan
yang sederhana. Idea sederhana yang berupa gambaran (image) tentang
merah, bundar; kesan sederhana berupa merah, bundar. Idea yang lebih
kompleks, misalnya idea tentang apel, adalah idea yang susunan dan
asosiasinya rumit, terdiri atas susunan dan asosiasi idea-idea sederhana.
Untuk mengetahui apakah sesuatu yang kita sangka pengetahuan adalah
benar-benar pengetahuan , kita harus mengurai idea yang kompleks
menjadi idea-idea yang sederhana, dan kemudian menemukan kesan
yang merupakan basis idea tersebut. Bila saya mengatakan saya melihat
sebuah apel, misalnya, saya menganalisis pengalaman saya. Idea saya
ialah ada sebuah apel yang ditentukan oleh penglihatan saya pada warna
merah, bentuk bulat, rasa apel, bau tertentu, dan seterusnya. Bila saya
mengidentifikasi suatu objek, maka itu berarti saya mengidentifikasi idea
sederhana dan kesan sederhana yang menjadi basis pengetahuan saya itu.
Dan ini, bila saya menyatakan tentang tuhan atau substansi, maka saya
harus sudah siap menyebutkan idea-idea dan kesan-kesan yang sederhana
tentang itu, yang merupakan basis pengetahuan saya tentang objek itu
(tuhan dan substansi). Seandainya pengidentifikasian itu tidak mungkin,
maka pernyataan saya tentang tuhan dan substansi itu tidak benar.
Akan tetapi, untuk menyelesaikan masalah metafisika, metode
hume itu tidak dapat digunakan. Misalnya mengenai tuhan dan substansi
tadi. Objek ini tidak mempunyai basis pada pengalaman dan tidak juga
mempunyai basis berupa hubungan-hubungan antaridea yang dapat
didemonstrasikan melalui logika sederhana atau pembuktian matematis.
Oleh karena itu, masalah tuhan dan substansi tidak dapat dipahami
dengan metode ini. Persoalannya ialah di satu pihak tuhan dan manusia
8
amat penting dalam kehidupan manusia, tetapi di pihak lain masalah itu
tidak dapat dipahami.
Hume mengajukan tiga argumen untuk menganalisis sesuatu.
Pertama, ada idea tentang sebab-akibat (kausalitas); suatu kejadian
disebabkan oleh kejadian lain. Dari argumen kausalitas ini munculah apa
yang oleh hume disebut the strongest connections (hubungan terkuat)
antara pengalaman kita dan the comment of universe yang merupakan
kausalitas universal. Kausalitas universal ialah hukum yang mengatakan
bahwa setiap kejadian pasti mempunyai penyebab. Kalau mobil mogok,
kita periksa karburator, sistem listriknya, dan lain-lain. Akan tetapi,
adakalanya penyebab tersebut tidak diketahui. Kita hanya tahu bahwa
sebab pasti ada, tetapi apa penyebab itu kita tidak tahu. Ini terjadi
biasanya karena penyebab tersebut amat kompleks. Yang tidak mungking
ialah tidak ada sebab. Prinsip ini pada leibniz disebut alasan yang
mencukupi (sufficient reason); kata reason diganti dengan kata cause
(sebab). Kedua, karena kita mempercayai kausalitas dan penerapannya
secara universal, kita dapat memperkirakan masa lalu dan masa depan
kejadian. Untuk melakukan peramalan itu kita mesti mempercayai
observasi kita tentang kejadian sekarang serta relevansinya dengan masa
lalu dan masa depan agar kita berani menggeneralisasi pengalaman itu.
Misalnya, bila saya bangun pukul enam pagi besok, saya sudah
mengetahui bahwa matahari juga sudah terbit. Mengapa saya dapat
meramal itu? Karena saya telah mengalami itu sejak lama; observasi saya
relevan dengan masa lalu dan masa datang tentang terbitnya matahari.
Sebetulnya hal itu merupakan prinsip induksi. Prinsip induksi dalam hal
ini dapat diringkaskan menjadi “masa depan akan seperti masa lalu”.
Ketiga, dunia luar diri memang ada, yaitu dunia yang bebas dari
pengalaman kita. Dunia itu ada sekalipun kita tidak mempunyai kesan
dan idea tentangnya. Hume, seperti Berkeley menolak adanya pengertian
substansi yang tidak dapat dipahami. Akan tetapi, Berkeley
mengggunakan penolakan itu untuk mempertahankan tuhan, sedangkan
Hume menolak idea ini. Ia tetap seorang skeptis, menolak adanya tuhan.
9
Ia tetap bertahan pada pendiriannya bahwa kita menerima eksisitensi
hanya bila eksisitensi itu memang eksisten.9
9
. Filsafat umum, prof dr. ahmad tafsir hal. 180-183
10
. Ringkasan Sejarah Filsafat, Bertens K, hal.76
10
dipahami”.11 Inilah yang dimaksud dengan the great unknowledge, teka-
teki besar.
Penyebab semua itu adalah kerelatifan seluruh pengetahuan kita.
Kita berfikir dengan cara menghubung-hubungkan pengetahuan. Pikiran
kita itu dibentuk oleh gejala-gejala itu, karena itu tidak mungkin kita
menembus bagian belakang gejala tersebut. Dari sini tahulah kita bahwa
rekonsiliasi antara sains dan agama menjadi tidak mungkin. Apa yang
dipahami? Biarlah sains membicarakan hukumnya: menolak tuhan,
mengambil materialisme; biarkanlah agama mempertahankan tuhan dan
menolak materialisme. Tidak ada jalan untuk memahami agama; agama
terletak dibelakang fenomena.
Setelah sampai pada metafisika yang tidak diketahui, yang perlu
dihadapi sekarang ialah yang dapat diketahui. Kita mungkin dapat
sampai pada suatu prinsip yang dapat digeneralisasikan pada seluruh
objek fisik. Ini mungkin saja materi yang tidak dapat rusak, konservasi
energi, kontinuitas gerakan, dan lain-lain. Prinsip umum ini tidak mesti
dapat dipahami, tetapi ia diketahui adanya. Ditemukan bahwa setiap
benda alam mempunyai ritme sejak dari biola sampai gelombang lautan,
planet dan bintang-bintang, panas dan dingin, pergantian musim, sejak
dari unsur kecil sampai jatuhnya suatu negara, munculnya sampai
matinya bintang-bintang. Kita melihat adanya irama, ritme. Ini adalah
hukum-hukum yang tidak diketahui secara rinci, tetapi diketahui adanya;
ujung semua hukum ini adalah tenaga. Namun, ada suatu hal yang statis
didalam prinsip-prinsip itu. Untuk itu kita menanyakan; “adakah prinsip
dinamis realitas? Apakah formula yang dapat menjelaskan pertumbuhan
dan hancurnya sesuatu? Itu haruslah formula evulusi pertumbuhan dan
disolusi kehancuran karena seluruh sejarah (sejarah apapun) haruslah
mengandung pengertian tentang permunculan dan kehancurannya.
Dengan demikian spencer telah memperkenalkan kepada kita
formula evolusinya yang terkenal, yang telah memberikan udara segar
yang baru dieropa, yang menghabiskan sepuluh jilid buku yang
11
. The Story of philosophy, Durant, Will, hal. 364
11
memerlukan waktu selama 40 tahun untuk menuliskannya. Konsep
evolusi itu dijelaskan sebagai berikut.
Pertumbuhan planet-planet; pembentukan lautan dan pegunungan;
metabolisme unsur-unsur oleh tanaman; perkembangan jantung dalam
janin; perkembangan otak setelah kelahiran; penyatuan penginderaan dan
ingatan menjadi pengetahuan dan pemikiran, pengetahuan menjadi teori
sains dan filsafat; perkembangan clan dan kota, seterusnya negara dan
persatuan negara-negara, selanjutnay “federasi dunia”;inilah yang
dimaksud dengan integrasi materi. Ada unsur-unsur yang membantu
terwujudnya proses itu menuju tujuan sampai terbentuk suatu ikatan dan
kerja sama untuk hidup.12
12
. Filsafat umum, prof dr. ahmad tafsir, hal.187-188
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan
pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri,
dan mengecilkan peranan akal. Isltilah empirisme diambil dari bahasa yunani
empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Kesimpulan Locke ialah
substance is we know not what, tentang substansi kita tidak tahu apa-apa. Ia
menyatakan bahwa apa yang dianggapnya substansi ialah pengertian tentang
objek sebagai idea tentang objek itu yang dibentuk oleh jiwa berdasarkan
masukan dari indera. Akan tetapi, Locke tidak berani menegaskan bahwa idea
itu adalah substansi objek, substansi kita tidak tahu. Persoalan substansi
agaknya adalah persoalan metafisika sepanjang masa.
Menurut hume semua persepsi jiwa manusia terbentuk melalui dua
alat yang bebeda, yaitu impression dan idea. Perbedaan kedua-duanya terletak
pada tingkat kekuatan dan garisnya menuju jiwa dan jalan masuk ketingkat
kekuatan dan garisnya menuju jiwa dan jalan masuk ke kesadaran. Persepsi
yang termasuk dengan kekuatan besar dan kasar saya sebut Impression
(kesan), dan semua sensasi, nafsu, emosi saya masukan kedalam kategori ini
begitu mereka masuk kedalam jiwa. Yang saya maksud dengan idea ialah
gambaran kabur (faint image) tentang persepsi yang masuk itu tadi kedalam
pemikiran.
Menurut spencer, kita hanya dapat mengenali fenomena-fenomena
atau gejala-gejala. Memang benar dibelakang gejala-gejala itu ada suatu dasar
absolut, tetapi yang absolut itu tidak dapat kita kenal. Secara prinsip
pengenalan kita hanya menyangkut relasi-relasi antara gejala-gejala. Di
belakang gejala-gejala ada sesuatu yang oleh spencer disebut “yang tidak
diketahui” (the great unknowable).
13
B. Saran
Sebagai penyusun saya merasa masih ada kekurangan dalam pembuatan
makalah ini. Oleh karena itu, saya sebagai penulis sangat memohon kritik dan
saran dari pembaca.
14
DAFTAR PUSTAKA
Edward, Paul, Ed, 1977, Encyclopedia Americana, New York: The Macmilan
Publishing Co.
Prof dr ahmad tafsir, 2000, filsafat umum akal dan hati sejak thales sampai
chapra, bandung: PT Remaja Rosdakarya bandung
Solomon, Robert C, 1981, Introducing Philosophy, New York: Horcout Brace
Jovanovich, Inc.
Bertens, K., 1979, Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta: Kanisius
Durant, Will, 1959, The Story of Phylosophy, New York: Simon and Schuster, Inc
15