Anda di halaman 1dari 12

“FILSAFAT EMPIRISME”

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah : Filsafat Umum

Dosen Pengampu :
Bapak Khalisil Mukhlis, M.Ag

Disusun oleh :
Risyad Nazla Ibnu
200502026

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB
BANDA ACEH

1
2021

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya saya
bisa menyelesaikan makalah yang akan membahas lebih jauh mengenai Filsafat
Empirisme. Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Umum.
Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Khalisil Mukhlis, M.Ag selaku
dosen mata kuliah Filsafat Umum sekaligus pembimbing materi. Saya juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya
harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat
untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita
semua.
Sekian, Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Banda Aceh, 16 July 2021

Penulis makalah,

Risyad Nazla Ibnu

2
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB I .................................................................................................................................3
PENDAHULUAN..................................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG.......................................................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................................4
C.TUJUAN PENULISAN....................................................................................................4
BAB II .................................................................................................................................4
PEMBAHASAN....................................................................................................................4
A. KONSEP EMPIRISME...................................................................................................4
1. Teori tentang makna..........................................................................................5
2. Teori pengetahuan.............................................................................................5
B. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN EMPIRISME.............................................................6
C. TOKOH-TOKOH EMPIRISME........................................................................................8
1. John Locke (1632-1704).....................................................................................8
2. David Hume (1711-1776)……..............................................................................8
D.BEBERAPA JENIS EMPIRISME :....................................................................................9
 Empirio-kritisisme..............................................................................................9
 Empirisme Logis..................................................................................................9
 Empiris Radikal.................................................................................................10
BAB III...............................................................................................................................10
KESIMPULAN....................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................11

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Aliran empirisme dibangun pada abad ke-17 yang muncul setelah lahirnya aliran
rasionalisme. Bahkan aliran empirisme bertolak belakang dengan aliran
rasionalisme. Menurut paham empirisme bahwa pegetahuan bukan hanya
didasarkan pada rasio belaka, di Inggris konsep mengenai filsafat empirisme
muncul pada abad modern yang lahir karena adanya upaya keluar dari kekangan
pemikiran kaum agamawan di zaman skolastik. Descartes adalah salah seorang
yang berjasa dalam membangun landasan pemikiran baru di dunia barat.
Descartes menawarkan sebuah prosedur yang disebut keraguan metodis universal
dimana keraguan ini bukan menunjuk kepada kebingungan yang berkepanjangan,
tetapi akan berakhir ketika lahir kesadaran akan eksisitensi diri yang dia katakan
dengan cogito ergo sum yang artinya saya berpikir, maka saya ada.
(Ilyas Supeno, tt: 3).

Teori pengetahuan yang dikembangkan Descartes dikenal dengan rasionalisme


karena alur pikir yang dikemukakan Rene Descartes bermuara kepada kekuatan
rasio manusia. Sebagai reaksi dari pemikiran rasionalisme Descartes inilah
muncul para filosof yang berkembang kemudian yang bertolak belakang dengan
Descartes yang menganggap bahwa pengetahuan itu bersumber pada pengalaman
atau empirisme. Mereka inilah yang disebut sebagai kaum empirisme, di
antaranya yaitu John Locke, Thomas Hobbes, George Barkeley, dan David Hume.

B. RUMUSAN MASALAH

Di dalam makalah ini akan dibahas mengenai beberapa masalah terkait dengan
latar belakang penulisan makalah ini yaitu:
1. Bagaimanakah konsep empirisme tersebut?
2. Bagaimanakah sejarah empirisme?

4
3. Apa pendapat para tokoh terhadap empirisme?
4. Apa saja jenis-jenis empirisme?

C. TUJUAN PENULISAN

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk lebih meningkatkan lagi pemahaman kita
mengenai filsafat pada umumnya, dan filsafat empirisme pada khususnya. Pada
filsafat ini nanti akan kita bahas mengenai sejarah dari empirisme, dan tokoh-
tokoh penganutnya. Selain itu juga akan kita bahas berbagai sub bab/pokok yang
berkaitan dengan empirisme. Sehingga diharapkan setelah membaca makalah
yang kami susun ini,kita semua bisa mengetahui tentang empirisme itu sendiri dan
dapat juga dapat mengambil hal positif untuk di aplikasikan dalam kehidupan
bermasyarakat.

BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP EMPIRISME

Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua
pengetahuan berasal dari pengalaman manusia dan mengecilkan peranan akal.
Empirisme dari bahasa Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman.
Sebagai suatu doktrin empirisme adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme
berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak
diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera
manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran
adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia. Empirisme menolak

5
anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika
dilahirkan. Paham empirisme ini mempunyai ciri-ciri pokok yaitu:
1. Teori tentang makna

Teori pada aliran empirisme biasanya dinyatakan sebagai teori tentang asal
pengetahuan yaitu asal usul ide atau konsep. Pada abad pertengahan, teori ini
diringkaskan dalam rumus Nihil Est in Intellectu Quod Non Prius Feurit in Sensu
(tidak ada sesuatu di dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman).
Pernyataan ini merupakan tesis Locke yang terdapat dalam bukunya “An Essay
Concerning Human Understanding” yang dikeluarkan tatkala ia menentang ajaran
ide bawaan (Innate Idea) kepada orang-orang rasional. Jiwa (Mind) itu tatkala
dilahirkan keadaannya kosong laksana kertas putih yang belum ada tulisan di
atasnya dan setiap ide yang diperolehnya mestinya datang melalui pengalaman,
yang dimaksud di sini adalah pengalaman indrawi. Hume mempertegas teori ini
dalam bab pembukaan bukunya “Treatise of Human Nature (1793)” dengan cara
membedakan antara ide dan kesan. Semua ide yang kita miliki itu datang dengan
kesan-kesan, dan kesan itu mencakup penginderaan, passion dan emosi.
2. Teori pengetahuan

Menurut rasionalis ada beberapa kebenaran umum seperti setiap kejadian tertentu
mempunyai sebab, dasar-dasar matematika dan beberapa prinsip dasar etika dan
kebenaran-kebenaran itu benar dengan sendirinya yang dikenal dengan istilah
kebenaran a priori yang diperoleh keluar intuisi rasional. Empirisme menolak hal
demikian karena tidak ada kemampuan intuisi rasional itu. Semua kebenaran yang
disebut tadi adalah kebenaran-kebenaran yang diperoleh lewat observasi, jadi ia
kebenaran posteriori.

Poedjawijatna (1997:105) menyatakan bahwa empirisme berguna dalam filsafat


pada umumnya karena dengan empirisme ini filsafat memperhatikan lebih cermat
lagi manusia sebagai keseluruhan. Ajaran-ajaran pokok empirisme yaitu:

 Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang


dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami.
 Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan
akal atau rasio.
 Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
 Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak
langsung dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional
logika dan matematika).
 Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang
realitas tanpa acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca
indera kita. Akal budi mendapat tugas untuk mengolah bahan bahan yang
di peroleh dari pengalaman.
 Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman
sebagai satu-satunya sumber pengetahuan.

6
Dari beberapa pandangan mengenai paham empirisme tersebut diatas, menurut
penulis empirisme adalah yang suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan
pengalaman dalam memperoleh pengetahuan. Sehingga setiap orang yang
menyatakan telah memiliki pengetahuan dia harus bisa membuktikan apa itu
pengetahuan berdasarkan pengalaman yang dapat di ketahui oleh indra manusia.

B. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN EMPIRISME

Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme. Bila rasionalisme
mengatakan bahwa kebenaran adalah rasio, maka menurut empiris, dasarnya ialah
pengalaman manusia yang diperoleh melalui panca indera. Rasionalisme René
Descartes mengajukan argumentasi yang kukuh untuk pendekatan rasional
terhadap pengetahuan. Hidup dalam keadaan yang penuh dengan pertentangan
ideologis. Descartes berkeinginan untuk mendasarkan keyakinannya kepada
sebuah landasan yang memiliki kepastian yang mutlak. Untuk itu, ia melakukan
berbagai pengujian yang mendalam terhadap segenap yang diketahuinya. Dia
memutuskan bahwa jika ia menemukan suatu alasan yang meragukan suatu
kategori atau prinsip pengetahuan, maka ketegori itu akan dikesampingkan. Dia
hanya akan menerima sesuatu yang tidak memiliki keraguan apa-apa. Apapun
yang masih dapat diragukan maka hal tersebut wajib diragukan. Seluruh
pengetahuan yang dimiliki manusia harus diragukan termasuk pengetahuan yang
dianggap paling pasti dan sederhana. Keraguan Descartes inilah yang kemudian
dikenal sebagai keraguan metodis universal. Pengetahuan-pengetahuan yang harus
diragukan dalam hal ini adalah berupa: segala sesuatu yang kita didapatkan di
dalam kesadaran kita sendiri, karena semuanya mungkin adalah hasil khayalan
atau tipuan; dan segala sesuatu yang hingga kini kita anggap sebagai benar dan
pasti, misalnya pengetahuan yang telah didapatkan dari pendidikan atau
pengajaran, pengetahuan yang didapatkan melalui penginderaan, pengetahuan
tentang adanya benda-benda dan adanya tubuh kita, pengetahuan tentang Tuhan,
bahkan juga pengetahuan tentang ilmu pasti yang paling sederhana.

Menurut Descartes, satu-satunya hal yang tidak dapat diragukan adalah eksistensi
dirinya sendiri; dia tidak meragukan lagi bahwa dia sedang ragu-ragu. Bahkan jika
kemudian dia disesatkan dalam berpikir bahwa dia ada; dia berdalih bahwa
penyesatan itu pun merupakan bukti bahwa ada seseorang yang sedang disesatkan.
Aku yang ragu-ragu adalah kenyataan yang tidak dapat disangkal karena apabila
kita menyangkalnya berarti kita melakukan apa yang disebut kontradiksi
performatis. Dengan kata lain, kesangsian secara langsung menyatakan adanya
aku, pikiranku yang kebenarannya bersifat pasti dan tidak tergoyahkan.
Kebenaran tersebut bersifat pasti karena aku mengerti itu secara jernih dan
terpilah-pilah atau dengan kata lain tidak ada keraguan sedikit pun di dalamnya.
Kristalisasi dari kepastian Descartes diekspresikan dengan diktumnya yang cukup

7
terkenal, “cogito, ergo sum”, aku berpikir maka aku ada. Beberapa catatan
ditambahkan oleh Gallagher tentang maksud dari cogito, ergo sum ini. Pertama,
isi dari cogito yakni apa yang dinyatakan kepadanya adalah melulu dirinya yang
berpikir. Yang termaktub di dalamnya adalah cogito, ergo sum cogitans. Saya
berpikir, maka saya adalah pengada yang berpikir, yaitu eksistensi dari akal,
sebuah substansi dasar. Kedua, cogito bukanlah sesuatu yang dicapai melalui
proses penyimpulan, dan ergo bukanlah ergo silogisme. Yang dimaksud Descartes
adalah bahwa eksistensi personal saya yang penuh diberikan kepada saya di dalam
kegiatan meragukan.

Menurut Descartes, apa yang jernih dan terpilah-pilah itu tidak mungkin berasal
dari luar diri kita. Descartes memberi contoh lilin yang apabila dipanaskan
mencair dan berubah bentuknya. Apa yang membuat pemahaman kita bahwa apa
yang nampak sebelum dan sesudah mencair adalah lilin yang sama? Mengapa
setelah penampakan berubah kita tetap mengatakan bahwa itu lilin? Jawaban
Descartes adalah karena akal kita yang mampu menangkap ide secara jernih dan
gamblang tanpa terpengaruh oleh gejala-gejala yang ditampilkan lilin. Oleh
karena penampakan dari luar tidak dapat dipercaya maka seseorang mesti mencari
kebenaran-kebenaran dalam dirinya sendiri yang bersifat pasti. Ide-ide yang
bersifat pasti dipertentangkan dengan ide-ide yang berasal dari luar yang bersifat
menyesatkan. Berbeda dengan para rasionalis-ateis seperti Voltaire, Diderot dan
D‘Alembert, Descartes masih memberi tempat bagi Tuhan. Descartes masih
dalam koridor semangat skolastik yaitu penyelarasan iman dan akal. Descartes
mempertanyakan bagaimana ide tentang Tuhan sebagai tak terbatas dapat
dihasilkan oleh manusia yang terbatas. Jawabannya jelas. Tuhanlah yang
meletakkan ide tentang-Nya di benak manusia karena kalau tidak keberadaan ide
tersebut tidak bisa dijelaskan.Descartes merupakan bagian dari kaum rasionalis
yang tidak ingin menafikan Tuhan begitu saja sebagai konsekuensi pemikiran
mereka. Kaum rasionalis pada umumnya “menyelamatkan” ide tentang
keberadaan Tuhan dengan berasumsi bahwa Tuhanlah yang menciptakan akal kita
juga Tuhan yang menciptakan dunia. Tuhan menurut kaum rasionalis adalah
seorang “Matematikawan Agung”. Matematikawan agung tersebut dalam
menciptakan dunia ini meletakkan dasar dasar rasional, ratio, berupa struktur
matematis yang wajib ditemukan oleh akal pikiran manusia itu sendiri. Segala
sesuatu berasal dari pengalaman inderawi, bukan budi (otak). Otak tak lebih dari
sehelai kertas yang masih putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu terisi atau
yang kita kenal dengan istilah Tabula Rasa.

C. TOKOH-TOKOH EMPIRISME

Aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas Hobes

8
(1588-1679), namun mengalami sistematisasi pada dua tokoh berikutnya, John
Locke dan David Hume.

1. John Locke (1632-1704)


Ia lahir tahun 1632 di Bristol Inggris dan wafat tahun 1704 di Oates Inggris. Ia
juga ahli politik, ilmu alam, dan kedokteran. Pemikiran John termuat dalam tiga
buku pentingnya yaitu essay concerning human understanding, terbit tahun 1600;
letters on tolerantion terbit tahun 1689-1692; dan two treatises on government,
terbit tahun 1690. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme.
Bila rasionalisme mengatakan bahwa kebenaran adalah rasio, maka menurut
empiris, dasarnya ialah pengalaman manusia yang diperoleh melalui panca indera.
Dengan ungkapan singkat Locke :
“Segala sesuatu berasal dari pengalaman inderawi, bukan budi (otak). Otak tak
lebih dari sehelai kertas yang masih putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu
terisi.”

Dengan demikian dia menyamakan pengalaman batiniah (yang bersumber dari


akal budi) dengan pengalaman lahiriah (yang bersumber dari empiri).

2. David Hume (1711-1776).


David Hume lahir di Edinburg Scotland tahun 1711 dan wafat tahun 1776 di kota
yang sama. Hume seorang nyang menguasai hukum, sastra dan juga filsafat.
Karya tepentingnya ialah an encuiry concercing humen understanding, terbit
tahun 1748 dan an encuiry into the principles of moral yang terbit tahun 1751.
Pemikiran empirisnya terakumulasi dalam ungkapannya yang singkat yaitu “I
never catch my self at any time with out a perception (saya selalu memiliki
persepsi pada setiap pengalaman saya)”. Dari ungkapan ini Hume menyampaikan
bahwa seluruh pemikiran dan pengalaman tersusun dari rangkaian-rangkaian
kesan (impression). Pemikiran ini lebih maju selangkah dalam merumuskan
bagaimana sesuatu pengetahuan terangkai dari pengalaman, yaitu melalui suatu
institusi dalam diri manusia (impression, atau kesan yang disistematiskan ) dan
kemudian menjadi pengetahuan.

Di samping itu pemikiran Hume ini merupakan usaha analisias agar empirisme

9
dapat di rasionalkan teutama dalam pemunculan ilmu pengetahuan yang di
dasarkan pada pengamatan “(observasi ) dan uji coba (eksperimentasi), kemudian
menimbulkan kesan-kesan, kemudian pengertian-pengertian dan akhirnya
pengetahuan, rangkaian pemikiran tersebut dapat di gambarkan sebagai berikut:

D. BEBERAPA JENIS EMPIRISME :


 Empirio-kritisisme
Disebut juga Machisme. Sebuah aliran filsafat yang bersifat subyaktif-idealistik.
Aliran ini didirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti aliran ini adalah ingin
“membersihkan” pengertian pengalaman dari konsep substansi, keniscayaan,
kausalitas, dan sebagainya, sebagai pengertian apriori. Sebagai gantinya aliran ini
mengajukan konsep dunia sebagai kumpulan jumlah elemen-elemen netral atau
sensasi-sensasi (pencerapan-pencerapan). Aliran ini dapat dikatakan sebagai
kebangkitan kembali ide Barkeley dan Hume tatapi secara sembunyi-sembunyi,
karena dituntut oleh tuntunan sifat netral filsafat. Aliran ini juga anti metafisik.

 Empirisme Logis
Analisis logis Modern dapat diterapkan pada pemecahan-pemecahan problem
filosofis dan ilmiah. Empirisme Logis berpegang pada pandangan-pandangan
berikut :
a. Ada batas-batas bagi Empirisme. Prinsip system logika formal dan prinsip
kesimpulan induktif tidak dapat dibuktikan dengan mengacu pada
pengalaman.
b. Semua proposisi yang benar dapat dijabarkan (direduksikan) pada
proposisi-proposisi mengenai data inderawi yang kurang lebih merupakan
data indera yang ada seketika
c. Pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat kenyataan yang terdalam pada
dasarnya tidak mengandung makna.

 Empiris Radikal
Suatu aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai
pada pengalaman inderawi. Apa yang tidak dapat dilacak secara demikian itu,
dianggap bukan pengetahuan. Soal kemungkinan melawan kepastian atau masalah

10
kekeliruan melawan kebenaran telah menimbulkan banyak pertentangan dalam
filsafat. Ada pihak yang belum dapat menerima pernyataan bahwa penyelidikan
empiris hanya dapa memberikan kepada kita suatu pengetahuan yang belum pasti
(Probable). Mereka mengatakan bahwa pernyataan- pernyataan empiris, dapat
diterima sebagai pasti jika tidak ada kemungkinan untuk mengujinya lebih lanjut
dan dengan begitu tak ada dasar untukkeraguan. Dalam situasi semacam iti, kita
tidak hanya berkata: Aku merasa yakin (I feel certain), tetapi aku yakin.
Kelompok falibisme akan menjawab bahwa: tak ada pernyataan empiris yang
pasti karena terdapat sejumlah tak terbatas data inderawi untuk setiap benda, dan
bukti-bukti tidak dapat ditimba sampai habis sama sekali.

BAB III

KESIMPULAN

Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua
pengetahuan berasal dari pengalaman manusia dan mengecilkan peranan akal.
Empirisme dari bahasa Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman.
Sebagai suatu doktrin empirisme adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme
berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak
diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera
manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran
adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia. Empirisme menolak
anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika
dilahirkan.

Aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas Hobes
(1588-1679), namun mengalami sistematisasi pada dua tokoh berikutnya, John
Locke dan David Hume.

11
DAFTAR PUSTAKA

Soff, Louis O Katt. 1996, Pengantar Filsafat. Terj. Soejono Soemargono. Cet. 7.
Yogyakarta: TiaraWacana. 

Hadi, Hardono, 1994, Epistemologi: Filsafat Pengetahuan, Kanisius, Yogyakarta.

Tafsir, Ahmad. 2003, Flsafat Umum (Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Copra).
Cet. 11. Bandung: Rosda Karya.

Wijaya, Harun Hadi, 2000, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Yogyakarta: Kanisius,
cet.16.

Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (Cet. VI; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998),
h. 109

Mustansyir, Rizal dan Misnal Munir. 2008, Filsafat Ilmu. Cet. VII; Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

12

Anda mungkin juga menyukai