Anda di halaman 1dari 15

Idealisme objektif dan empirisme (filsafat berbasis pengalaman), kritisisme(filsafat

berbasis kritik), positivisme(filsafat berbasis pengetahuan ilmiah)


Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah :
“PANCASILA”
Dosen pengampu :
“Deyisnil Fariadi M.I.Kom”

anggota kelompok :
1. M. Zidni Akbar
2. Arya Dwi Handika
3. M. Naufal Ali Syifa’
4. Shobikhatul Afiyah
5. Fatma Turrohmah D.S
6. Putri Nur Rohimah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM “SABILUL MUTTAQIN” MOJOKERTO

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


NOVEMBER 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami kehadirat Allah SWT, yang mana berkat rahmat dan hidayah-Nya kami

dapat menyelesaikan makalah yang berjudul”idealisme objektif dan empirisme, kritisisme,

positivisme”. Makalah ini diajukan guna memenuhi nilai mata kuliah “Filsafat”. Tidak lupa,

kami ucapkan terimakasih kepada pihak yang membantu dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami

sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca makalah ini. Harapan kami semoga

makalah ini bermanfaat dan menjadikan sumber pengetahuan bagi para pembaca.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

B. Rumusan masalah

C. Manfaat

D. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian idealisme

Idealisme adalah aliran filsafat yang memandang bahwa mind (akal) dan nilai spiritual

adalah hal yang fundamental yang ada di dunia ini. Ia adalah suatu keseluruhan dari dunia itu

sendiri. Idealisme memandang ide itu primer kedudukannya, sedangkan materi sekunder. Ide

itu timbul atau ada lebih dahulu, baru kemudian materi. Segala sesuatu yang ada ini timbul

sebagai hasil yang diciptakan oleh ide atau pikiran, karena ide atau pikiran itu timbul lebih

dahulu, baru kemudian sesuatu itu ada. Ada juga yang mengatakan bahwa idealisme adalah

pemahaman yang berpendapat bahwa pengetahuan itu tidak lain daripada kejadian dalam

jiwa manusia, sedangkan kenyataan yang diketahui manusia itu terletak di luarnya.

Aliran idealisme merupakan aliran yang sangat penting dalam perkembangan sejarah

pikiran manusia. Mula-mula dalam filsafat Barat kita temui dalam bentuk ajaran yang murni

dari Plato. Yang menyatakan bahwa alam cita itu adalah yang merupakan kenyataan

sebenarnya. Adapun alam nyata yang menempati ruang ini hanyalah berupa bayangan saja

dari alam idea itu. Aristoteles memberikan sifat kerohanian dengan ajarannya yang

menggambarkan alam ide sebagai sesuatu tenaga (entelechie) yang berada dalam benda-

benda dan menjalankan pengaruhnya dari benda itu. Sebenarnya dapat dikatakan sepanjang

masa tidak pernah faham idealisme hilang sama sekali. Aliran idealism ada 2, yaitu idealisme

subjektif dan idealisme objektif, namun disini saya akan menjelaskan tentang idealism

objektif saja.
B. Idealisme Objektif

Idealisme objektif adalah idealisme yang bertitik tolak pada ide di luar ide manusia.

Idealisme objektif ini dikatakan bahwa akal menemukan apa yang sudah terdapat dalam

susunan alam. Menurut idealisme objektif segala sesuatu baik dalam alam atau masyarakat

adalah hasil dari ciptaan ide universil. Pandangan filsafat seperti ini pada dasarnya mengakui

sesuatu yang bukan materi, yang ada secara abadi di luar manusia, sesuatu yang bukan materi

itu ada sebelum dunia alam semesta ini ada, termasuk manusia dan segala pikiran dan

perasaannya.

Filsuf idealis yang pertama kali dikenal adalah Plato. Ia membagi dunia dalam dua

bagian. Pertama, dunia persepsi, dunia yang konkret ini adalah temporal dan rusak; bukan

dunia yang sesungguhnya, melainkan bayangan alias penampakan saja. Kedua, terdapat alam

di atas alam benda, yakni alam konsep, idea, universal atau esensi yang abadi. Pandangan

dunia Plato ini mewakili kepentingan kelas yang berkuasa pada waktu itu di Eropa yaitu

kelas pemilik budak. Dan ini jelas nampak dalam ajarannya tentang masyarakat “ideal”. Pada

jaman feodal, filsafat idealisme obyektif ini mengambil bentuk yang dikenal dengan nama

Skolastisisme, system filsafat ini memadukan unsur idealisme Aristoteles (384-322 S.M),

yaitu bahwa dunia kita merupakan suatu tingkatan hirarki dari seluruh system hirarki dunia

semesta, begitupun yang hirarki yang berada dalam masyarakat feodal merupakan kelanjutan

dari dunia ke-Tuhanan. Segala sesuatu yang ada dan terjadi di dunia ini maupun dalam alam

semesta merupakan “penjelmaan” dari titah Tuhan atau perwujudan dari ide Tuhan.

Pikiran filsafat idealisme objektif ini dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari

dengan berbagai macam bentuk. Perwujudan paling umum antara lain adalah formalisme dan

doktriner-isme. Kaum doktriner dan formalis secara membuta mempercayai dalil-dalil atau
teori sebagai kekuatan yang maha kuasa , sebagai obat manjur buat segala macam penyakit,

sehingga dalam melakukan tugas-tugas atau menyelesaikan persoalan-persoalan praktis

mereka tidak bisa berfikir atau bertindak secara hidup berdasarkan situasi dan syarat yang

kongkrit.

C. Tokoh-tokoh Aliran Idealisme

1. J.G. Fichte (1762-1814 M)

Johan Gottlieb Fichte adalah filosof Jerman. Ia belajar teologi di Jena pada tahun

1780-1788. Filsafat menurut Fichte haruslah dideduksi dari satu prinsip. Ini sudah

mencukupi untuk memenuhi tuntutan pemikiran, moral, bahkan seluruh kebutuhan

manusia. Prinsip yang dimaksud ada di dalam etika. Bukan teori, melainkan prakteklah

yang menjadi pusat yang disekitarnya kehidupan diatur. Unsur esensial dalam

pengalaman adalah tindakan, bukan fakta.

Menurut Fichte, dasar kepribadian adalah kemauan; bukan kemauan irasional

seperti pada Schopenhauer, melainkan kemauan yang dikontrol oleh kesadaran bahwa

kebebasan diperoleh hanya dengan melalui kepatuhan pada peraturan. Kehidupan moral

adalah kehidupan usaha. Manusia dihadapkan kepada rintangan-rintangan, dan manusia

digerakkan oleh rasa wajib bahwa ia berutang pada aturan moral umum yang

memungkinkannya mampu memilih yang baik. Idealisme etis Fichte diringkaskan dalam

pernyataan bahwa dunia aktual hanya dapat dipahami sebagai bahan dari tugas-tugas kita.

Oleh karena itu, filsafat bagi Fichte adalah filsafat hidup yang terletak pada pemilihan

antara moral idealisme dan moral materialisme.

Menurut pendapatnya subjek “menciptakan” objek. Kenyataan pertama ialah

“saya yang sedang berpikir”, subjek menempatkan diri sebagai tesis. Tetapi subjek
memerlukan objek, seperti tangan kanan mengandaikan tangan kiri, dan ini merupakan

antitesis. Subjek dan objek yang dilihat dalam kesatuan disebut sintesis. Segala sesuatu

yang ada berasal dari tindak perbuatan sang Aku.

2. F.W.J. Shelling (1775-1854 M)

Friedrich Wilhelm Joseph Schelling sudah mencapai kematangan sebagai filosof

pada waktu ia masih amat muda. Pada tahun 1789, ketika usianya baru 23 tahun, ia telah

menjadi guru besar di Universitas Jena. Sampai akhir hidupnya pemikirannya selalu

berkembang.

Idealisme Schelling agak lebih objektif, karena menurut dia bukan-aku (objek) ini

sungguh-sungguh ada. Objek ini bukan hanya pertentangan belaka, melainkan

mempunyai nilai yang positif. Bagi Schelling, yang menjadi dasar kesungguhan dan

berpikir itu ialah aku. Dunia ini muncul daripada aku: dunia yang tak terbatas itu

sebenarnya tidak lain daripada produksi dan reproduksi dari ciptaan aku.

Kemudian diakuinya kesungguhan alam, malahan dinyatakan bahwa subjek yang

berpikir (aku) itu muncul daripada alam. Tetapi ini jangan dianggap sama sekali

bertentangan dengan pendapatnya semula, sebab aku yang muncul dari alam itu ialah aku

yang telah sadar. Alam itu merupakan proses evolusi, yang mengeluarkan budi yang

sadar serta lambat laun sadar akan dirinya (aku) dalam alam yang tak sadar.

3. G.W.F Hegel (1798-1857 M)

Hegel lahir di Stuttgart, Jerman pada tanggal 17 Agustus 1770. Ayahnya adalah

seorang pegawai rendah bernama George Ludwig Hegel dan ibunya yang tidak terkenal

itu bernama Maria Magdalena. Pada usia 7 tahun ia memasuki sekolah latin, kemudian

gymnasium. Hegel muda ini tergolong anak telmi alias telat mikir! Pada usia 18 tahun ia
memasuki Universitas Tubingen. Setelah menyelesaikan kuliah, ia menjadi seorang tutor,

selain mengajar di Yena. Pada usia 41 tahun ia menikah dengan Marie Von Tucher.

Karirnya selain menjadi direktur sekolah menengah, juga pernah menjadi redaktur surat

kabar. Ia diangkat menjadi guru besar di Heidelberg dan kemudian pindah ke Berlin

hingga ia menjadi Rektor Universitas Berlin (1830).

Pusat fisafat Hegel ialah konsep Geist (roh,spirit), suatu istilah yang diilhami oleh

agamanya. Istilah ini agak sulit dipahami. Roh dalam pandangan Hegel adalah sesuatu

yang real, kongkret, kekuatan yang objektif, menjelma dalam berbagai bentuk sebagai

world of spirit (dunia roh), yang menempatkan ke dalam objek-objek khusus. Di dalam

kesadaran diri, roh itu merupakan esensi manusia dan juga esensi sejarah manusia.

Untuk menjelaskan filsafatnya, Hegel menggunakan dialektika sebagai metode.

Yang dimaksud oleh Hegel dengan dialektika adalah mendamaikan, mengompromikan

hal-hal yang berlawanan. Proses dialektika selalu terdiri atas tiga fase. Fase pertama

(tesis) dihadapi antitesis (fase kedua), dan akhirnya timbul fase ketiga (sintesis). Dalam

sintesis itu, tesis dan antitesis menghilang. Dapat juga tidak menghilang, ia masih ada,

tetapi sudah diangkat pada tingkat yang lebih tinggi. Proses ini berlangsung terus.

Sintesis segera menjadi tesis baru, dihadapi oleh antitesis baru, dan menghasilkan sintesis

baru lagi, dan seterusnya.

D. Aliran Empirisme

Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua

pengetahuan berasal dari pengalaman manusia dan mengecilkan peranan akal. Pengalaman

sendiri dapat ditangkap dengan indera yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan

kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia.
Menurut Wikipedia bahasa Indonesia Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang

menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme

menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika

dilahirkan. Pendapat lain Empirisme yaitu aliran yang percaya bahwa sifat manusia

(termasuk kecerdasan dan kepribadian lainnya sepenuhnya diengarui oleh lingkungan.

Kaum empiris memegang teguh pendapat bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh

lewat pengalaman. Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan seorang empiris bahwa

sesuatu itu ada, dia akan berkata “tunjukkan hal itu kepada saya”. Dalam persoalan mengenai

fakta maka dia harus diyakinkan oleh pengalamannya sendiri. Jika kita mengatakan kepada

dia bahwa seekor harimau di kamar mandinya, pertama dia minta kita untuk menjelaskan

bagaimana kita dapat sampai kepada kesimpulan tersebut. Jika kemudian kita mengatakan

bahwa kita melihat harimau tersebut di dalam kamar mandi, baru kaum empiris akan mau

mendengar laporan mengenai pengalaman kita, namun dia hanya akan menerima hal tersebut

jika dia atau orang lain dapat memeriksa kebenaran yang kita ajukan, dengan jalan melihat

harimau itu dengan mata kepalanya sendiri.

E. tokoh-tokoh empirisme

Aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1561-1626) dan Thomas Hobes (1588-

1679), namun mengalami sistematisasi pada dua tokoh berikutnya, John Locke (1632-1704)

Berkeley (1685-1753) dan David Hume (1711-1776).

Pada pembahasan ini akan kita fokuskan pada pemikiran Hume yang dianggap

merupakan pemikiran puncak dari aliran empirisme.

David hume lahir di Edinbur, Skotlandia 1711. Ia pun menempuh pendidikannnya disana.

Keluarganya berharap agar ia kelak menjadi ahli hukum. Tetapi hume menyenangi filsafat
dan pengetahuan. Setelah dalam beberapa tahun belajar secara otodidak , ia pindah ke La

Fleche, Prancis. Sejak itu pula hingga wafatnya 1776 ia lebih banyak menghabiskan waktu

hidupnya di Prancis.

Ia menganalisis pengertian substansi, seluruh pengetahuan itu tak lain dari jumlah

pengalaman kita. Dalam budi kita tak ada suatu idea yang tidak sesuai dengan impression

yang disebabkan “hal” di luar kita. Adapun yang bersentuhan dengan indera kita itu sifat-

sifat atau gejala-gejala dari hal tersebut. Yang menyebabkan kita mempunyai pengertian

sesuatu yang tetap–substansi–itu tidak lain dari perulangan pengalaman yang demikian

acapkalinya. Subtansi itu hanya anggapan, khayal, yang sebenarnya tak ada. Manusia tidak

membawa pengetahuan bawaan dalam hidupnya. Sumber pengetahuan adalah pengamatan.

Pengamatan memberikan dua hal yaitu kesan-kesan (impressions) dan pengertian-pengertian

atau idea-idea (ideas).

Yang dimaksud dengan impressions atau kesan-kesan adalah pengamatan langsung yang

diterima dari pengalaman baik pengalaman lahiriah maupun pengalaman batiniah yang

menampakkan diri dengan jelas, hidup dan kuat seperti merasakan tangan terbakar. Adapun

ideas adalah gambaran tentang pengamatan yang hidup, samar-samar yang dihasikan dengan

merenungkan kembali atau ter-refleksikan dalam kesan-kesan yang diterima dari

pengalaman. Perbedaan kedua-keduanya terletak pada tingkat kekuatan dan garisnya menuju

jiwa dan jalan masuk kesadaran. Persepsi yang termasuk denagn kekuatan besar dan kasar

disebut impression (kesan) dan semua sensasim nafsu emosi termasuk kategori ini begitu

mereka masuk kedalam jiwa. Idea adalah gambaran kabur (faint image) tentang persepsi

yang masuk kedalam pemikiran.


Pemikirannya tentang eksistensi Tuhan adalah ketika kita percaya kepada Tuhan sebagai

pengatur alam ini kita berhadapan dengan dilema, kita berpikir tentang Tuhan menurut

pengalaman masing-masing sedangkan itu hanya setumpuk persepsi dan koleksi emosi saja.

Kemudian, bagaimana kita dapat mengatakan Tuhan itu Maha sempurna dan Maha Kuasa,

sedangkan di alam terjadi kejahatan dan berbagai bencana. Seharusnya alam ini juga

sempurna sesuai denga penciptanya tetapi ternyata tidak. Tuhan juga sumber kejahatan,

terbatas dan memiliki sifat mencintai dan membenci. Penelitiannya tentang dunia tidak

mampu membuktikan Tuhan kecuali Tuhan itu tidak sempurna.

F. Aliran kritisisme

Kritisime berasal dari kata Kritika yang merupakan kata kerja dari krinein yang artinya

memeriksa dengan teliti menguji dan membedakan. Adapun pengertian lebih lengkap

mengenai kritisime ialah suatu pengetahuan yang memeriksa dengan teliti, apakah suatu

pengetahuan yang didapat sesuai dengan realita kehidupan atau tidak. Selain itu, kritisisme

juga dapat diartikan sebagai pembelajaran yang menyelidiki Batasan-batasan kemampuan

rasio sebagai sumber pengetahuan manusia.

Sebagai sebuah hasil hasil pemikiran, tentunya kritisisme mempunyai ciri-ciri khusus

yang membedakannya dengan hasil pemikiran yang lain, diantaranya adalah menganggap

babhwa objek pengenalan berpusan pada subjek, menegaskan keterbatasan rasio manusia

dalam mengetahui realita atau hakikat sesuatu karena sebenarnya rasio hnya mampu

menjangkau gejala atau fenomena saja, kemudian menjelasksan bahwa pengenalan manusia

atas segala sesuatu itu diperoleh atas perpaduan antara peranan unsur Anaximenes priori

yang berasal dari rasio serta berupa ruang dan waktu dan peranan unsur apesteriori yang

berasal dari pengalaman yang berupa materi.


G. Biografi pelopor Kritisisme

Pelopor filsafat kritisisme ialah Immanuel kant. Ia adalah seorang filosof besar yang

muncul dalam pentas pemikiran filosofis zaman Aufklarung Jerman menjelang akhir abad ke

18. Ia lahir di Kongisben sebuah kota kecil di Rusia timur pada tanggal 22 april 1724.

Pada maret 1770, Ia diangkat menjadi professor logika dan metaafisika dengan disertai

mengenai bentuk dan azas-azas dari dunia inderawi dan budiah. Kant meninggal pada 12

Februari 1804 di Konigsbergpada usianya yang ke 87 tahun.

H. Pemikiran Immanuel kant

Immanuel kant adlah filsuf yang hidup pada puncak perkembangan “pencerahan”, yaitu suatu

masa dimana corak pemikiran yang menekankan kedalaman unsur rasionalitas berkembang

dengan pesatnya.

Pada periode kritis, kant menerima sebagai titik tolak bahwa ada pengertian tertentu yang

objektif. Metodenya merupakan Analisa kriteriologis mengenai titik pangkal itu. Analisa itu

dibedakan beberapa macam yaitu:

a. Analisa psikologis : yaitu penelitian proses atau jalan yang factual yang didapat dari

daya-daya dan potensi yang main peranan. Dengan memperhatikan peningkatan taraf

kegiatan, inferensi, asosiasi, proses belajar, dan sebagainya.

b. Analisa logis : dengan cara meneliti hubungan antara unsur-unsur isi pengertian satu

sama lain

c. Analisa ontologis : yaitu Analisa yang meneliti realitas subyek dan realitas objek menurut

adanya dan hubungan keduanya yang riil (kausalitas).

d. Analisa kriteriologis : yaitu Analisa ynag hanya menyelidiki relasi formal antara kegiatan

subjek sejau ia mengartikan dan menilai hal tertentu, dan objek sejauh itu merupakan
fenomin yang ditanggap menjadi yang ditanggapi. Jadi obyek dan kegiatan xubyek hanya

diambil dalam kebersamaan dan relasinya. Emudian dicari syarat-syarat mankaah yang

minimal harus dipenuhi pada pihak subyek.

I. Positivisme

Positivisme merupakan suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu-ilmu alam (empiris)

sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak spekulasi dari satu

filosofis atau metafisik. Dapat pula dikatakan positivisme ialah aliran yang berpendirian

bahwa filsafat itu hendaknya semata-mata mengenai dan berpangkal pada peristiwa-peristiwa

positif. Jadi dapat dikatakan titik tolak pemikirannya, apa yang telah diketahui adalah dalam

artian segala gejala dan segala yang tampak seperti apa adanya, sebatas pengalaman-

pengalaman objektif bukannya metafisika yang merupakan ilmu pengetahuan yang

berhubungan dengan hal-hal yang nonfisik atau tidak kelihatan.

Jadi positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya

sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktivitas yang berkenaan dengan metafisik.

Positivisme tidak mengenal adanya spekulasi, semua harus didasarkan pada data empiris,

karena aliran ini lahir sebagai penyeimbang pertentangan yang terjadi antara aliran

empirisme dan aliran rasionalisme.

Ajaran-ajaran didalam filsafat positivisme

Positivism mmeuat nilai-nilai dasar yang diambil dari tradisi ilmu alam, yang menempatkan

fenomena yang dikaji sebagai objek yang dapat dikontrol, digeneralisasi sehingga gejala

kedepan bia diramalkan yang manna positivism menganggap ilmu-ilmu dalam adalah

salahsatunya ilmu pengetahuan yang secara universal adalah valid. Ajaran filsafat positivism

dapat dipaparkan sebagai iberikut :


1. Positivisme bertolak belakang dengan pandangan bahwa filsafat positivisme hanya

mendasarkan pada kenyataan(realita, fakta) dan bkti terlebih dahulu.

2. Positivisme tidak bersifat metafisik, dan tidak menjelaskan tentang esensi.

3. Positivisme tidak lagi menjelaskan gejala-gejala alam sebagai ide abstrak. Gejala-gejala

alam diterangkan berbasis hubungan sebab-akibat dan dari itu kemudian didapatkan dalil-

dalil atau hukum-hukum yang tidak tergantung dari ruang dan waktu.

4. Positivisme menempatkan fenomena yang dikaji sebagai objek yang dapat digeneralisasi

sehingga kedepan dapat diramalkan.

5. Positivisme meyakini bahwa suatu realisasi (gejala) dapat direduksi menjadi unsur-unsur

yang saling terkait membentuk system yang dapat diamati.

Anda mungkin juga menyukai