Anda di halaman 1dari 24

AKAL DAN HATI PADA DEWASA INI

( Pasca Modern Abad 20-an )

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Filsafat Umum

Dosen Pengampu : Wulan Tini, M.Pd.

Di susun oleh :

Kelompok 8
Nadira Syifa Maharani 20.04.0850
Putri Widi Lestari 20.04.0825

Pendidikan Islam Anak Usia Dini

Sekolah Tinggi Agama Islam Persatuan Islam

Bandung

2021
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Shalawat, rahmat, dan salam
selalu tercurahkan kepada Baginda alam nabi besar Muhammad SAW. atas limpahan
rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Akal dan
Hati Pada Dewasa Ini tepat pada waktunya. Penulisan makalah ini merupakan tugas yang
diberikan dalam mata kuliah Filsafat Ilmu di Sekolah Tinggi Agama Islam Persis.

Kami merasa masih banyak kekurangan baik dalam teknis penulisan maupun
materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mohon
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi penyempurnaan penulisan
makalah ini. Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian makalah ini, khususnya kepada
dosen pengajar, Wulan Tini, M.Pd. yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Akhir kata, kami berharap semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi
kami maupun rekan-rekan, sehingga dapat menambah pengetahuan kita bersama.

Bandung, 28 September 2021

Penyusun

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar...................................................................................................................ii
Daftar Isi...........................................................................................................................iii
Bab I Pendahuluan............................................................................................................1
A. Latar belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
C. Tujuan....................................................................................................................2
Bab II Kajian Pembahasan................................................................................................3
A. Akal dan Hati Pasca Modern abad ke-20 an...........................................................3
B. Keseimbangan indera akal dan hati........................................................................9
C. Filsafat ilmu terhadap logika, etika, tanggung jawab moral keilmuan, dan
pendidikan....................................................................................................................12
Bab III Analisis...............................................................................................................16
Bab IV Penutup...............................................................................................................20
A. Kesimpulan..............................................................................................................20
B. Rekomendasi............................................................................................................21
Daftar Pustaka..................................................................................................................22

iii
Bab I
Pendahuluan

A. Latar belakang
Secara historis filsafat merupakan induk ilmu, dalam
perkembangannya ilmu makin terspesifikasi dan mandiri, namun
mengingat banyaknya masalah kehidupan yang tidak bisa dijawab oleh
ilmu, maka filsafat menjadi tumpuan untuk menjawabnya.

Filsafat memberi penjelasan atau jawaban substansial dan radikal


atas masalah tersebut. Sementara ilmu terus mengembangakan dirinya
dalam batas-batas wilayahnya, dengan tetap dikritisi secara radikal. Proses
atau interaksi tersebut pada dasarnya merupakan bidang kajian Filsafat
Ilmu, oleh karena itu filsafat ilmu dapat dipandang sebagai upaya
menjembatani jurang pemisah antara filsafat dengan ilmu, sehingga ilmu
tidak menganggap rendah pada filsafat, dan filsafat tidak memandang ilmu
sebagai suatu pemahaman atas alam secara dangkal.

Pada dasarnya filsafat ilmu merupakan kajian filosofis terhadap


hal-hal yang berkaitan dengan ilmu, dengan kata lain filsafat ilmu
merupakan upaya pengkajian dan pendalaman mengenai ilmu (Ilmu
Pengetahuan/Sains), baik itu ciri substansinya, pemerolehannya, ataupun
manfaat ilmu bagi kehidupan manusia. Pengkajian tersebut tidak terlepas
dari acuan pokok filsafat yang tercakup dalam bidang ontologi,
epistemologi, dan axiologi dengan berbagai pengembangan dan
pendalaman yang dilakukan oleh para ahli.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi akal dan hati pada dewasa ini (pasca modern – abad 20-an)?.
2. Apa yang melatarbelakangi keseimbangan antara indera, akal, dan hati pada
pasca modern ini?.

1
3. Apa peranan filsafat ilmu terhadap logika, etika, tanggung jawab moral
keilmuan, dan pendidikan?.

C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami apa definisi akal dan hati pada dewasa ini (pasca
modern – abad 20-an).
2. Mengetahui dan memahami apa yang melatarbelakangi keseimbangan antara
indera, akal, dan hati pada pasca modern ini.
3. Mengetahui dan memahami apa peranan filsafat ilmu terhadap logika, etika,
tanggung jawab moral keilmuan, dan pendidikan.

2
Bab II
Kajian Pembahasan

A. Akal dan Hati Pasca Modern abad ke-20 an


Akal dan hati erat kaitannya dengan filsafat. Menurut
Poedjawijatna (1974:1) menyatakan bahwa kata filasafat berasal dari
bahasa Arab yang sangat berhubungan dengan kata Yunani, bahkan
asalnya, bahkan memang asalnya dari kata Yunani yaitu philoshopia.
Terdapat dua kata yaitu philo yang artinya cinta dalam arti yang luas, yaitu
ingin, dan karena itu lalu berusaha mencapai yang diinginkan itu; shopia
artinya kebijakan yang artinya pandai, pengertian yang mendalam. Jadi
bisa dilihat menurut artinya bahwa filsafat bisa dikatakan atau diartikan
ingin mencapai pandai.
Filsafat umum yang digunakan ada tiga yaitu Filsafat Yunani Kuno
(Ancient philoshopy), Filsafat Abad Tengah (Middle Ages Philoshophy),
dan Filsafat Modern (Modern Philoshophy). Filsafat Abad Yunani Kuno
didominasi oleh rasionalisme, Abad Pertengahan didominasi oleh agama
keristen, sedangkan filsafat Abad Modern didominasi oleh rasionalisme.
Sehingga Filsafat Abad yang ke-empat itu sering disebut Filsafat
kontemporer (Contemporary Philoshopy). Atau juga familiar dengan
istilah Filsafat Pasca-Modern (Post Modern Philoshopy). Atau sering
dikenal dengan Filsafat Posmo.
Banyak perdebatan bahkan ketidak puasan salah satu tokoh
pencetus pertama yang menentang pendewaan rasio yaitu Nietzsche
(1880-an). Maka dari itulah Nietzsche bisa disebut tokoh pertama Filsafat
Posmo.Nietzsche beranggapan bahwa dengan Rasionalisme dan kekeliruan
dalam menggunakam Rasionalisme lah yang membuat budaya Barat
hancur, sehingga Filsafat Rasionalisme perlu direkontruksi.
Suatu warisan kultural renaisans yang mencerminkan kelemahan
manusia modern adalah sika mendewakan rasio manusia secara

3
berlebihan. Pendewaan ini mengakibatkan adanya kecenderungan untuk
menyisihkan seluruh seluruh nilai dan norma yang berdasarkan agama
dalam memandang kenyataan kehidupan. Manusia modern yang mewarisi
sikap positivistik ini cenderung menolak keterkaitan antara substansi
jasmani dan substansi rohani manusia. Mereka juga menolak adanya hari
akhirat. Manusia terasing tanpa batas, kehilangan orientasi sebagai
konsekuensinya lahir trauma kejiwaan dan ketidakstabilan hidup.
Bila hubungan antara hati dan akal manusia telah diputuskan maka
manusia akan memperoleh kenyataan bahwa pertanyaan tentang rumusan
hidup ideal tidak akan pernah terjawab.memilih sains dan teknologi
sebagai satu-satunya gantungan hidup, atau meletakkannya sebagai
otoritas yang paling tinggi dalam kehiduan, berarti kita telah menyerahkan
kehidupan manusia kepada alat yang dibuatnya sendiri. Paham positivistik
memang akan bermuara pada sikap sekuralistik seperti itu.
Seodjatmoko (1984:202) mengatakan bahwa ilmu dan teknologi
sekarang ini berhadapan dengan pertanyaan pokok tentang jalan yang
harus ditempuh, pernyataan itu sebenarnya berkaisar pada masalah ketidak
mampuan manusia mengendalikan ilmu dan teknologi itu. Jalannya ilmu
dan teknologi tidak dapat lagi dikendalikan manusia. Pernyataan
pernyataan mengenai dirinya sendiri mengenai tujuan dan cara
pengembangannya tidak akan dijawab oleh ilmu teknologi tanpa menoleh
pada patokan mengenai moralitas, makna dan tujuan hidup , termasuk apa
yang lebih baik dan yang buruk kepada manusia modern. Patokan tentang
moralitas, makna dan tujuan hidup ternyata berakar pada agama, kata
Soedjatmoko (1984 : 203).
Pada aspek ekonomi terdapat pulan ancaman serius, menghadapi
ancaman rangkap tiga (habisnya sumber energy, inflasi, pengangguran)
dalam bidang ekonomi telah menyebabkan politisi tidak tahu lagi mana
yang harus diselesaikan terlebih dahulu, mereka bersama-sama dengan
media berdebat tentang prioritas, tanpa menyadari bahwa masalah-masalah

4
ekonomi itu dan juga masalah kesehatan dan lingkungan tadi sebenarnya
merupakan sebuah kritis tunggal d an (capra, 1998 : 9).
Kata capra, pada intelektual menyebut nama sumber kemunduran
tadi adalah keadaan semacam Vietnam, Watergate, dan bertahannya
perkampungan kumuh, kemiskinan dan kejahatan, namun tidak
seorangpun dari mereka. Demikian capra , mengenali persoalan
sebenarnya yang mendasari krisis itu menurut capra persoalan yang
sebenarnya adalah persoalan sistemik yang berarti persoalan itu saling
berhubungan dan saling bergantung. Menurut capra, awal persoalan itu
dimulai dari kekeliruan pemikiran.
Menurut pendapat kami, kami setuju bahwa budaya barat berada
dipinggir jurang kehancuran karena apabila kita hanya menggunakan rasio
tanpa menggunkan hati maka akan hampa atau tidak seimbang, alangkah
bagusnya apabila kita dalam melakuan sesuatu selalu menggunakan rasio
juga menggunakan hati agar hasil dari perbuatan kita yaitu tidak akan
menimbulkan kegiatan disatu pihak.
Dan melihat kemungkinna lain, yaitu harus ada tiga paradigma
(masing masing untuk budaya sains dan seni dan etika untuk merekayasa
kembali budaya dunia, ketiga paradigma itu harus diturunkan dari islam,
mengapa mengambil islam bukan I ching ? karena sekalipun seandainya
filsafat I ching itu dunia sebagai suatu keseluruhan, tetapi filsafat itu
belum pernah pernah mampu membangun suatu masyarakat atau Negara
sesuai dengan isi filsafat itu sedangkan islam, selain juga ajarannya juga
melihat dunia sebagai suatu keseluruhan telah membuktikan dirinya
mampu membentuk masyarakat Negara yang menrapkan isi filsafatnya itu,
yaitu Negara madinah pada zaman Nabi, Abu Bakar dan Umar kemudian
muncul lagi pada zaman Umar Bin Abdul Azis, dan sekali lagi pad zaman
makmud di Baghdat.
Sebenarnya untuk pengembangan budaya sains, paradigma ini
sungguh sesuai dan amat memadai, tetapi untuk mengembangkan budaya
dalam bidang seni dan etika paradigma itu tidak memadai. Yang dilakukan

5
dibarat ini selama ini adalah paradigma sains, itu digunakan dalam
pengembangan budaya sains, dan dipaksakan juga digunakan dalam
pengembangan budaya seni dan etika, dan disinilah letak penyebab awal
itu seharusnya untuk pengembangan budaya sains digunakan paradigma
sains, untuk budaya seni digunakan paradigma lain yang sesuai, demikian
juga untuk pengembangan budaya etika.
Jauh sebelum munculnya kesadaran akan kehancuran budaya barat,
Nietzsche (1844-1900) telah meningkatkan orang akan kekeliruannya
dalam mendewakan rasio. Hadermas misalnya mengatakan bahwa
Nietzsche adalah titik balik kesadaran manusia akan rasinalistanya
(Sunardi, 1996 : V). ia sangat keritis terhadap cita-cita modernisme yang
berkuasa di Erofa pada waktu itu, kepercayaan akan proses sudah
dilecehkan Nietzsche sejak akhir abad lalu. Kegairahan orang akan
rasionalisme ketika itu dirombak oleh Nietzsche, jika akhir akhir ini orang
menderita demam dekonstruksi, maka Nietzsche yang menjadi
pencetusnya.
Dari analisis filsafat dan sejarah kebudayaan kita mengetahui
bahwa budaya barat di susun dengan menggunakan hanya satu paradigma,
yaitu paradigma sains (Scientific Paradigma). Paradigma ini di susun
berdasarkan warisan Descartesdan Newton. Warisan dua tokoh ini
merupakan inti pembahasan dari capra,ia menyatakan bahwa paradigma
yang diturunkan dari cartesian dan Newtonian itulah bahwa yang
menghasilkan paradigma tunggal yang digunakan dalam mendesains
budaya barat. Kesalahan terjadi karena karena paradigma itu tidak melihat
alam ini pada bagian yang emperiknya saja.
Haedar Nashir, dalam agama dan kritis kemanusiaan modern
(1990) mengungkapkan bahwa beberapa segi menarik pada krisis manusia
modern. Pendewaan rasio manusia telah menjerumuskan manusia pada
sekularisasi kedadaran dan pencciptaan ketidak berartian hidup,penyakit
mental justru menjadi penyakit zaman seperti keserakahan, penyakit
mental justru melakukan kekerasan. Kekerasan itu amat mungkin

6
berkembang karena adanya pandangan bahwa ukuran keberhasilan
seseorang adalah sejauh mana ia mampu mengumpulkan materi dan
symbol-simbol lahirlah yang bersifat formal.
Ancaman lain masih ada, kelebihan penduduk dan teknologi
industri telah menjadi penyebab terjadinya degradasi hebat pada
lingkungan alam sepenuhnya menjadi gantungan hidup kita. Yang ini pun
mengancam kesehatan, dan kesejahtraan umat manusia. Kota-kota besar
telah diselimuti asal tebal yang berwarna kuning-kuningan yang tersa
nenyesatkan dada.polusi udara yang terus menerus ini tidak hanya
mempengaruhi manusia melainkan juga menggaanggu system
ekologi.polusi udara membunuh tumbuh-tumbuhan dan mengubah secara
drastis polusi hewan yang tergantung pada tetumbuhan itu.
Secara rinci menjelaskan bahwa yang mengancam kehidupan ras
manusia. Dan ketidak mampuan kaum intelektual mencari jalan
mengatasinya. Cata capra kita telah menimbun puluhan senjata nuklir,
yang cukup untuk menghancurkan dunia beberapa kali, dan perlombaan
senjata itupun berlanjut dengan kecepatan yang melaju. Pada bulan
November 1978. Sewaktu Amerika Serikat dan Uni Soviet sedang
menyelesaikan babak kedua pembicaraan pembatasan senjata nuklir dan
dua tahun kemudian program tersebut memuncak dalam ledakan militer
terbesar dalam secara anggaran belanja 5 tahun untuk pertahanan sebesar
1000 Miliar dolar.sejak itu pabrik senjata yang kekuatan penghancurnya
belum pernah tertandingi.
Pembuatan senjata besar-besaran oleh negara kaya dan pembelian
senjata besar-besaran oleh Negara miskin cukup menyebabkan capra
heran. Tentu saja pada umumnya manusia normal akan heran karena pihak
lain lebih dari 15 juta orang sebagian besar ana-anak meninggal karena
kelaparan setiap tahun,500 juta lainnya kekurangan gizi serius, hamper 40
% penduduk dunia tidak mempunyai peluang untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan professional, 35 % pendudik dunia kekurangan air
bersih, sementara Negara-negara sedang berkembang menghabiskan biaya

7
untuk persenjataan 3 kali lebih besar ketimbang untuk kesehatan, dunia
sedang penuh kontradiksi.
Tiga dasa warsa menjelang terakhirnya abad ke-20, terjadi
perkembangan baru yang mulai menyadari bahwa manusia selama ini telah
salah dalam menjalani kehidupanya. Dunia ilmu muncul pandangan yang
menggugat paradigma positivistic. Tokoh seperti Kuhn (1970) telah
mengisyaratkan adanya upaya pendobrakan ia mengatakan bahwa
kebenaran ilmu bukanlah suatu kebenaran Sui generis (objektif). Dengan
mengatakan bahwa kebenaran ilmu bukanlah suatu kebenaran ilmu
bukanlah suatu kebenaran positivism ang menjadikan Rasionalisme
sebagai andalan satu-satunya.
Hermer Suwardi, guru besar filsafat ilmusarjana Universitas
Padjajaran Bandung dengan mengecam paradigma filsafat ilmu yang
digunakan dibarat. Filsafat ilmu yang di Barat, katanya, hanya
mengandalkan satu paradigm ini tidak mampu melihat alam semesta
secara keseluruhan. Karena ini ia mengusulkan paradigm baru yaitu
paradigma ilmu yang tersumber pada Tuhan.
Capra telah menulis buku yang di siapkan dalam jangka panjang.
Mula-mula ia menulis The Tao Of Physies. Buku ini telah menggerakkan
dunia filsafat khususnya filsafat fisika , dalam buku ini capra mencoba
memperhatikan hubungan antara revolusi spiritual dengan Fisika (capra,
1998:xxiii) enam tahun kemudia ia menerbitkan buku penting, The
Turning point : Science, Society and The Rising Culture, dalam edisi
bahasa Indonesia titik balik perdaban.
Apa saja isi filsafat zaman pasca zaman modern itu? Isinya hanya
tetapi ada yang paling penting, filsafat pasca modern tidak puas terhadap
Rasionalisme, karena itu Rasionalisme harus didekonstruksi yang baru?
Saya kira belim ada yang sungguh-sungguh penting dan mendasar. Para
filosof dekonstruksi (yaitu para filosof pasmo) baru hamper selesai
membicarakan cara merekonstruksi filsafat baru, mereka masih
menyelesaikan metodologinya.

8
B. Keseimbangan indera akal dan hati
Kemantapan hidup hanya ditentukan dua hal: kaidah sains dan
filsafat di satu pihak dan pihak agama di pihak lain. Kedua-duanya telah
diragukan pada masa sofisme itu. Tentu saja sistem kehidupan telah kacau
karena sistem nilai telah kacau.
Lihatlah persoalan ini dengan cara lain, melalui alur lain. Bila
dasar-dasar sains (maksudnya dasar-dasar teori sains) harus apriori (seperti
yang di usulkan oleh Kant), berarti dasar-dasar sains itu sudah berada di
dalam daerah filsafat, jadi bukan lagi daerah sains. Jika kebenaran sains
dicari dasarnya dari daerah filsafat, berarti sains itu sudah relatif karena
filsafat sudah jelas relatif pada dasarnya.
Sebenarnya kebenaran sains sudah jelas bila ukuran kebenarannya
diukur dengan ukuran sains. Ukuran kebenaran sains ialah kelogisan dan
bukti empiris. Sains benar bila ia mempunyai bukti logis dan empiris. Kata
logis disini ialah adanya hubungan sebab-akibat antara satu variabel dan
variabel lainya. Dan bukti empiris maksudnya bukti nyata yang dapat di
ukur, dapat di indera yang merupakan bukti nyata tentang adanya
hubungan itu.
Kant mengatakan bila sains dan filsafat hanya dijadikan alat,
persoalannya di anggap selesai karena hidup memang memerlukan alat.
Jadi kita tidak perlu mencari dasar-dasarnya yang rumit itu seperti yang
dilakukan oleh Kant. Akan tetapi, akan tetapi mungkin ada sebab lain yang
memaksa Kant menempuh jalan itu. Sains berguna, filsafat berguna, iman
berguna pada posisi atau daerah masing-masing. Sains, filsafat, iman (hati)
masing-masing mempunyai kebenaran, sesuai dengan ukuran masing-
masing. Berikut ini adalah uraian yang relatif sistematis mengenai
argumen yang di ajukan diatas.
Menurut al-Syaibani (1979:130), manusia memiliki tiga kekuatan
atau potensi yang sam pentingnya, laksana sebuah segitiga yang sisinya
sama panjang. Potensi yang dimaksud ialah akal, jasmani, dan roh. Islam
tidak dapat meneriam materialisme mengajarkan benda terpisah dari roh,

9
atau sebaliknya spritualisme yang mengajarkan roh sama sekali terpisah
dari benda. Islam tidak membenarkan akal tidak berkuasa merajalela
sehingga menjadi pengetahuan yang diperoleh akal menjadi tidak
terkendali. Islam berpendapat bahwa manusia mungkin maju bila terjadi
perkembangan yang harmonis antara jasmani, akal dan roh.
Potensi manusia itu dapat di telusuri, misalnya dengan
memperhatikan cara manusia bereaksi lingkungannya. Potensi-potensi itu
lebih jelas, bila kita memperhatikan manusia memperhatikan cara manusia
memperoleh pengetahuan. Secara umum manusia memperoleh perhatian
melalui tiga jalan. Pertama, potensi jasmani yang berupa indera. Kedua,
potensi akal (untuk objek yang tidak dapat di indera, tidak empiris).
Ketiga, potensi hati (suara hati).
Pengetahuan Manusia
Macam Objek Paradigma Metode Ukuran
Pengetahua
n
Sains Empiris Positivistis Sains Logis dan
bukti
empiris
Filsafat Abstrak, Logis Rasio Logis
Logis
Mistik Abstrak, Mistis Mistik Rasa yakin,
Supralogis kadang-
kadang
empiris

Penggambaran potensi-potensi itu adalah sekedar penggambaran


secara garis besarnya. Rinciannya tidak akan presis seperti itu. Di dalam
matriks itu seolah-olah potensi itu masing-masing bekerja secara betul-
betul terpisah dan sendiri-sendiri. Sebenarnya tidaklah demikian.
Pembagian itu di dilakukan dengan maksud bahwa dalam memperoleh
pengetahuan, ada potensi tertentu yang di dominasinya paling besar.

10
Dalam kenyataan potensi itu saling membantu dalam memperoleh
pengetahuan. Tatkala seseorang bekerja untuk memperoleh pengetahuan
sains, potensi inderalah yang mengambil paling besar. Dan juga akan
kelihatan bahwa ukuran kebenaran teori sains pada akhirnya ditentukan
oleh ukuran yang bersifat material, inderawi. Di dalam pencarian sains,
indera dibantu oleh akal. Sebabnya ialah indera mempunyai keterbatasan.
Dengan mengandalkan indera semata, manusia tidak akan memperoleh
sains yang bermutu tinggi, bahkan banyak yang salah. Keterbatasan indera
terletak pada sirinya sendiri.
Contoh: kalau terjadi gerhana, pukullah kentongan, gerhana itu
akan menghilang (berhenti). Menurut indera hal itu benar karena secara
empiris. Akan tetap, akal menyatakan bahwa menghilangnya gerhana itu
bukan karena ada kentongan dipukul, karena kentongan tidak dipukul pun
gerhana akan menghilang.

C. Filsafat ilmu terhadap logika, etika, tanggung jawab moral


keilmuan, dan pendidikan.

1. Etika
Etika adalah cabang dari filsafat yang membicarakan tentang nilai
baikburuk. Etika disebut juga Filsafat Moral. Etika membicarakan tentang
pertimbanganpertimbangan tentang tindakan-tindakan baik buruk, susila
tidak susila dalam hubungan antar manusia. Etika dari bahasa Yunani
ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Sedangkan moral dari kata
mores yang berarti cara hidup atau adat. Ada perbedaan antara etika dan
moral. Moral lebih tertuju pada suatu tindakan atau perbuatan yang sedang
dinilai, bisa juga berarti sistem ajaran tentang nilai baik buruk. Sedangkan
etika adalah pengkajian secara mendalam tentang sistem nilai yang ada,
Jadi etika sebagai suatu ilmu adalah cabang dari filsafat yang membahas
sistem nilai (moral) yang berlaku. Moral itu adalah ajaran system nilai
baik-buruk yang diterima sebagaimana adanya, tetapi etika adalah kajian

11
tentang moral yang bersifat kritis dan rasional. Dalam perspektif ilmu,
istilah ajaran moral Jawa berbeda dengan Etika Jawa dalam hal cakupan
pembahasannya. Banyak pendapat tentang etika, dalam tulisan ini sengaja
hanya dikutip sedikit pendapat yang memadai.
Secara umum etika diklasifikasikan menjadi dua jenis; pertama
etika deskriptif yang menekan pada pengkajian ajaran moral yang berlaku,
membicarakan masalah baik-buruk tindakan manusia dalam hidup
bersama. Yang ke dua etika normatif, suatu kajian terhadap ajaran norma
baik buruk sebagai suatu fakta, tidak perlu perlu mengajukan alasan
rasional terhadap ajaran itu, cukup merefleksikan mengapa hal itu sebagai
suatu keharusan. Etika normatif 82 terbagi menjadi dua: etika umum yang
membicarakan tentang kebaikan secara umum, dan etika khusus yang
membicarakan pertimbangan baik buruk dalam bidang tertentu. Dalam
kehidupan sehari-hari pengertian etika sering disamakan dengan moral,
bahkan lebih jauh direduksi sekedar etiket. Moral berkaitan dengan
penilaian baik-buruk mengenai halhal yang mendasar yang berhubungan
dengan nilai kemanusiaan, sedang etika /etiket berkaitan dengan sikap
dalam pergaulan, sopan santun, tolok ukur penilaiannya adalah pantas-
tidak pantas. Di samping itu ada istilah lain yang berkaitan dengan moral,
yaitu norma. Norma berarti ukuran, garis pengarah, aturan, kaidah
pertimbangan dan penilaian. Norma adalah nilai yang menjadi milik
bersama dalam suatu masyarakat yang telah tertanam dalam emosi yang
mendalam sebagai suatu kesepakatan bersama (Charis Zubair: 20) Norma
ada beberapa macam: norma sopan santun, norma hukum, norma
kesusilaan (moral), norma agama. Masingmasing norma ini mempunyai
sangsi. Fenomena yang terjadi dalam masyarakat Indonesia dewasa ini
adalah bahwa masyarakat hanya takut pada norma hukum yang mempuyai
sangsi yang jelas dan tegas yang pelaksanaannya berdasarkan kekuatan
memaksa. Sedang norma moral yang pelaksanaannya berdasarkan
kesadaran sebagai manusia, tidak ada sangsi yang nyata mulai
ditinggalkan.

12
2. Moral
Esensi pembeda antara manusia dan makhluk lain adalah pada
aspek moralnya. Pada morallah manusia menemukan esensi
kemanusiaannya, sehingga etika dan moral seharusnya menjadi landasan
tingkah laku manusia debgan segala kesadarannya.
Ketika norma moral (moralitas) tidak ditakuti/dihargai maka
masyarakat akan kacau. Moralitas mempunyai nilai yang universal,
dimana seharusnya menjadi spirit landasan tindakan manusia.
Norma moral muncul sebagai kekuatan yang amat besar dalam
hidup manusia. Norma moral lebih besar pengaruhnya dari pada norma
sopan santun (pendapat masyarakat pada umumnya), bahkan dengan
norma hukum yang merupakan produk dari penguasa. Atas dasar norma
morallah orang mengambil sikap dan menilai norma lain. Norma lain
seharusnya mengalah terhadap norma moral.
(Magnis Suseno: 21) Thomas Aquinas berpendapat bahwa suatu
hukum yang bertentangan dengan hukum moral akan kehilangan
kekuatannya. Mengapa manusia harus beretika/bermoral? Dalam tulisan
ini selanjutnya istilah etika dan moral mempuyai arti yang sama untuk
merujuk pada penilaian perbuatan baik-buruk dengan alasan rasional.
Kenapa manusia dalam kehidupannya harus 83 beretika. Kenapa segala
tindakan manusia tidak lepas dari penilaian, sementara makhluk lain tidak?
Untuk menjawab pertanyaan ini sebaiknya kita telusuri bebarapa anggapan
dasar tentang hakekat manusia.
Menurut ahli biologi Inggris Charles Robert Darwin yang juga
senada dengan Aristoteles bahwa ada perkembangan dari taraf-taraf
kehidupan yaitu, benda mati-tumbuh-tumbuhanbinatang-manusia.
(Sunoto, 63-65 )
 Benda mati = tidak hidup (berkembang) hanya mengalami
perubahan karena proses tertentu.

13
 Tumbuh-tumbuhan = benda mati+hidup (berkembang)
 Binatang = benda mati+ hidup (berkembang)+nafsu
 Manusia = benda mati+ hidup (berkembang)+nafsu+akal

Secara umum yang membedakan manusia dengan binatang adalah


pada akalnya. Akal merupakan unsur pembeda, bukan unsur yang
membuat manusia lebih unggul dengan makhluk lain. Akal memnpunyai
dua aspek dalam penggunaannya jika digunakan secara benar akan
meningkatkan taraf kemanusiaaannya, tetapi jika digunakan secara tidak
benar akan menurunkan derajat manusia menjadi binatang bahkan lebih
rendah dari binatang.
3. Pendidikan
Made Pidarta (2007:86) mengutip Zanti Arbi mengungkapkan
tentang tujuan filsafat pendidikan, yaitu menginspirasi, menganalisis,
mengpreskripkan, dan menginvestigasi. Maksud menginspirasi yaitu
memberikan inspirasi kepada para pendidik untuk melaksanakan ide
tertentu dalam pendidikan. Melalui filsafat tentang pendidikan, filosof
memaparkan idenya: Bagaimana pendidikan itu? Ke mana diarahkan
pendidikan itu? Siapa saja yang patut menerima pendidikan? dan
bagaimana cara mendidik dan peran pendidik?
Selanjutnya yang dimaksud dengan menganalisis dalam filsafat
pendidikan adalah memeriksa secara teliti bagain-bagian pendidikan agar
dapat diketahui secara jelas validasinya. Hal ini perlu dilakukan agar
penyusunan konsep pendidikan secara untuh tidak terjadi kerancuan,
tumpang tindih, serta arah yang simpang siur. Mendeskriptifkan dalam
filsafat pendidikan pendidikan adalah upaya mejelaskan atau memberi
pengarahan kepada pendidik melalui filsafat pendidikan.
Yang dijelaskan dapat berupa hakikat manusia, aspek peserta didik
yang perlu dikembangkan, batas-batas keterlibatan pendidik, arah dan
target pendidikan sesuai dengan minat dan bakat peserta didik. Maksud
menginvestigasi adalah memeriksa atau meneliti kebenaran teori

14
pendidikan. Pendidik tidak dibenarkan begitu saja mengambil konsep atau
teori pendidikan untuk dipraktikkan di lapangan.
Bab III
Analisis

Filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia. Philo yang


berarti cinta dalam arti luas, yaitu ingin dan karena itu lalu berusaha
mencapai yang dinginkan itu; shopia artinya kebijakan dalam arti pandai,
pengertian yang mendalam, cinta pada kebijakan (Ahmad Tafsir, 2001: 9).
Filsafat memang dimulai dari rasa yang ingin tahu.
Keingintahuan manusia ini kemudian melahirkan pemikiran. Manusia
memikirkan apa yang ingin diketahuinya. Pemikiran inilah yang kemudian
disebut sebagai filsafat. Dengan berfilsafat manusia kemudian menjadi
pandai. Pandai artinya juga tahu atau mengetahui, dengan kepandaiannya
manusia harusnya menjadi bijaksana. Bijaksana adalah tujuan dari
mempelajari filsafat itu sendiri. Filsafat merupakan kegiatan pikiran.
Pikiran manusia ini menerawang dan menelaah segala yang ada
di alam semesta. Penelaah ini melahirkan tentang realitas itu, tentang segala
itu. Upaya mengetahui segala itu dilakukan secara sistematis, artinya
menggunakan hukum berfikir. Pikiran filosofis ini mencari hakikat segala
sesuatu itu sampai pengertian yang paling dasar, paling dalam. Menurut
Rassel (2004:xiii), filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah
antara teologi dan sain. Filsafat berisiksan pemikiran-pemikiran mengenai
masalah-masalah yang secara definitif belum jelas pengertiannya.
Tugas utama filsafat adalah memberikan analitis secara kritis
terhadap asumsi-asumsi dan konsep sains, dan mengadakan sistematisasi
sain. Dalam pengertian luas, filsafat berusaha mengintegrasikan
pengetahuan manusia dari berbagi lapangan pengalaman manusia yang
berbeda-beda dan menjadikan sutau pandangan yang konprehensip tentang
alam semesta, hidup, dan makna hidup. Dari pendapat Titus diatas, filsafat
adalah kegiatan manusia terutama aspek berfikirnya.

15
Senada dengan Made Pidarta, J.M.Daniel 1986:26) mengatakan bahwa
filsafat memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Inspirasional, yaitu tujuan filsafat pendidikan yang menyatakan cita-cita
utopia bagi pendidikan manusia, baik pendidikan formal maupun informal.
2. Analitik, menemukan dan menafsirkan makna dalam percakapan/bahasa
dan praktek pendidikan.
3. Preskriptif, yaitu tujuan filsafat pendidikan memberikan panduan yang
jelas dan tepat bagi praktik pendidikan.
4. Investigasi, yaitu tujuan filsafat pendidikan menyelidiki kebijakan dan
praktek pendidikan yang diadopsi. Filsafat pendidikan Islam tentu sangat
diperlukan sebagai aplikasi filsafat dalam pendidikan. Hal ini mengingat
bahwa tujuan dari pendirian lembaga pendidikan senantiasa berhubungan
dengan individu dan masyarakat yang menyelenggarakan dan
mengkonsumsi pendidikan.
Oleh karena itu, pengelola pendidikan harus memahami filsafat
pendidikan sebagai basis penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidikan,
termasuk di dalamnya metode dalam pendidikan. Metode merupakan
langkah atau cara menyelenggarakan pendidikan. Karenanya, metode
merupakan salah satu hal krusial yang perlu dirumuskan.
Dalam serangkaian aktifitas belajar-mengajar, metode seringkali
menjadi satu hal yang inheren, sehingga pengajar maupun pelajar kerap
mengabaikannya. Karenanya, sekalipun tidak dipikirkan, metode tetap
includ di dalam proses kependidikan. Menurut H.M. Arifin metode dalam
pandangan filosofis pendidikan merupakan alat yang dipergunakan untuk
mencapai tujuan pendidikan. Alat itu mempunyai fungsi yang bersifat
polipragmatis yakni bilamana metode itu mengandung kegunaan yang serba
ganda di satu sisi memberikan manfaat dan berdampak positif.
Namun, di sisi lain bisa menjadi sesuatu yang membahayakan dan
berdampak negatif sebagaimana media yang berbasis IT (informsi
teknologi) dan monopragmatis atau alat yang hanya dapat dipergunakan

16
untuk mencapai satu macam tujuan saja seperti laboratorium. Sebagai
sebuah disiplin ilmu, filsafat pendidikan islam sudah dipastikan memiliki
metode pengembangan dan pengkajiannya yang khas, karena metode inilah
sesungguhnya yang memberikan petunjuk operasional dan teknis dalam
mengembangkan suatu ilmu.
Sebagai suatu metode, pengembangan suatu ilmu biasanya
memerlukan empat hal sebagai berikut:
1. Bahan-bahan yang akan digunakan untuk pengembangan filsafat
pendidikan. Dalam hal ini dapat berupa bahan tertulis yaitu, al-
Quran dan al-Hadist yang disertai pendapat ulama.
2. Serta para filosof lainnya; dan bahan yang diambil dari
pengalaman
empirik dalam praktik pendidikan.
3. Metode pencarian bahan. Untuk mencari bahan-bahan yang
bersifat tertulis dapat dilakukan melalui studi kepustakaan dan
studi lapangan yang masing-masing prosedurnya telah diatur
sedemikan rupa. Namun demikian, khusus dalam menggunakan al-
Quran dan Al-Hadist dapat digunakan jasa Ensiklopedi al-Quran
semacam mu’jam al-Mufahras li alfazh al-Quran al-Karim,
karangan Muhammad Fuad Abd Al-Baqi (Kamus untuk mencari
ayat-ayat yang diperlukan), dan mu’jan al-Mufahras li alfazh al-
Hadist karangan Weinseink (Kamus untuk mencari hadist yang
diperlukan)
4. Metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin mengajukan
alternatif metode analitis-sintetis, yaitu suatu metode yang
berdasarkan pendekatan rasional dan logis terhadap sasaran
pemikiran secara indukatif, dedukatif, dan analisa ilmiah.
5. Metode pendekatan. Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam
analisa, dan berhubungan dengan teori-teori keilmuan tertentu yang
akan dipilih untuk menjelaskan fenomena tertentu pula.
Selanjutnya, karena yang ingin dikembangkan dan dikaji masalah

17
filsafat pendidikan Islam, maka pendekatan yang harus digunakan
adalah perpaduan dari ketiga ilmu tersebut yaitu filsafat, ilmu
pendidikan, dan keislaman (Abuddin Nata, 2005: 20-24).
Secara filosofis, hakikat pendidikan berkaitan dengan hakikat para
pendidik, anak didik, lembaga pendidikan, dasar-dasra dan tujuan
pendidikan, hak dan kewajiban, tugas dan kedudukan semua yang terlibat
dalam pendidikan. Selain itu, secara epistemologi sumber-sumber dan tolak
ukur pendidikan dikaji secara kritis dan mendalam sehingga akan berjalan
harmonis dengan tujuan pendidikan yang dimaksudkan. Ahmad D. Marimba
(1980: 45) mengartikan pendidikan Islam sebagai usaha untuk membimbing
keterampilan jasmaniah dan rohaniah berdasarkan nilai-nilai yang
terkandung dalam ajaran Islam menuju terbentuknya kepribadian utama
menurut ukuran-ukuran Islam.
Ukuran-ukuran Islam ditujukan pada akhlak anak didik, perilaku
konkrit yang memberi manfaat kepada kehidupannya di masyarakat. Hasan
Langgulung (1980:23) mengatakan bahwa pendidikan Islam ialah
pendidikan yang memiliki empat fungsi, yaitu (1.) Fungsi edukatif, artinya
mendidik dengan tujuan memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik
agar terbebas dari kebodohan; (2.) Fungsi pengembangan kedewasaan
berfikir melalui proses transmisi ilmu pengetahuan; (3.) Fungsi penguatan
keyakinan terhadap kebenaran dengan pemahaman ilmiah; (4.) Fungsi
ibadah sebagai bagian pengabdian hamba kepada Sang Pencipta yang telah
menganugerahkan kesempurnaan jasmani dan rohani kepada manusia.
Sebagaimana Allah S.W.T berfirman dalam surah At-Tin ayat 4:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya.”

18
Bab IV
Penutup

A. Kesimpulan
Filsafat berasal dari bahasa yunani yang telah diarahkan, kata ini
berasal dari dua kata “philos” dan “shopia” yang berarti pecinta
pengetahuan, konon yang pertama kali menggunakan kata “philoshop”
adalah Socrates (dan masih konon juga). Fisafat yang umun digunakan ada
tiga yaitu filsafat yunani kuno (Ancient Philosophy), filsafat abad tengah
(Middle Ages Philosophy), dan filsafat modern (Modern Philosophy).
Orang yang mula-mula sekali menggunakan akal secara serius
adalah orang yunani yang bernama Thales (kira-kira Tahun 624-546 SM)
orang inilah di gelari bapak filsafat.Jika munculnya Socrates dapat di
anggap sebagai reaksi terhadap akal yang terlalu mendominasi manusia.
Tokoh-tokoh filsafat pasca modern cukup banyak yaitu seluruh
tokoh filsafat dekonstruksi seperti Arkoun, Derrida, Foucault,
wittgenstien.
Muzayyin Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat
pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar,
sistematis, logis, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, yang
tidak hanya di latarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam saja,
melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu yang relevan.
Pendapat ini memberikan petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat
pendidikan Islam adalah maslah-masalah yang terdapat dalam kegiatan
pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum,
dan metode lingkungan.
Karena itu dalam mengkaji filsafat pendidikan Islam seseorang
akan diajak memahami konsep tujuan pendidikan, konsep gyry yang baik,

19
konsep kurikulum, dan seterusnya yang dilakukan secara mendalam,
sistematik, logis, radikal dan universal berdasarkan tuntutan agama Islam,
khususnya berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadist (Abuddin Nata, 2005:16).
Jadi, janganlah berpikiran bahwasanya filsafat adalah ilmu yang
menyesatkan ataupun radikal. Karena filsafat mengajarkan kita untuk berpikir
secara sistematis dan teratur, ilmu filsafat ini sangat membantu dalam
pembelajaran maupun pendidikan, banyak cabang-cabang ilmu filsafat yang
digunakan contohnya saja filsafat pendidikan islam dalam pengkaderan, ilmu
filsafat ini bisa diterapkan dalam perkaderan karena di dalam ilmu ini
mempelajari tentang pemikiran yang mendasar, sistematis, logis, dan
menyeluruh tentang pendidikan yang tidak hanya di latarbelakangi oleh
pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari
ilmu-ilmu yang relevan.

B. Rekomendasi
Filsafat merupakan induk dari segala ilmu yang diharapkan dapat
menjadikan pedoman bagi manusia untuk mencari sebuah kebenaran yang
hakiki, dengan demikian diharapkan manusia dapat lebih bisa berpikir
kritis yang positif serta dapat menjadi manusia yang bijaksana dalam
menghadapi segala permasalahan kehidupan.

20
Daftar Pustaka

Tafsir, Ahmad. 1990, Filsafat Umum akal-dan-hati-sejak-Thales-


sampai-Chapra. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.
Suriasumantri, Jujun S. 2003, Filsafat Ilmu Sebagai Penghantar
Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Asmoro Achmadi.2008. Filsafat Umum. Jakarta : PT. RAJA
GRAFINDO PERSADA.
Abdullah, Hamid & Mulyono, 1985. Sejarah Kebudayaan Barat dan
Perkembangan Pemikiran Modern. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Achmadi, Asmoro, Drs., 2001, Filsafat Umum, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada
Mudhofir, Ali, 2001. Kamus Filsuf Barat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Bertens, K., Dr., 1996, Filsafat Barat Abad XX Jilid II Prancis.
Jakarta:Gramedia
Hadiwijono, Harun, 1985. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta:
Kanisius.
Bagus, Lorens, 1996. Kamus Filsafat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Praja, Juhaya S., Prof. Dr.,2010, Aliran-Aliran Filsafat & Etika,
Jakarta: Kencana.
Scruton, Roger, 1986, Sejarah Singkat Filsafat Modern Dari Descartes
Sampai Wittgenstein, Jakarta: PT. Pantja Simpati.
Solomon, Robert C & Kathleen M. Higgins, 2002. Sejarah Filsafat.
Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

21

Anda mungkin juga menyukai