Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI


Disusun & Diajukan Untuk Tugas Terstruktur Dalam Mata Kuliah :
PENDIDIKAN PANCASILA

Disusun Oleh Kelompok 1:


AYU SINTANA
ANGGRA HELMA TIKA
SAID AL HUDRI

Dosen Pembimbing :
ELVINA ASMI,M.Pd

MAHASISWA JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KERINCI
TAHUN AKADEMIK 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya kepada penulis, sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun yang menjadi judul makalah ini adalah
“Pancasila sebagai Ideologi”
Tujuan saya  menulis makalah ini yang utama untuk memenuhi tugas dari
dosen pembimbing saya ” Elvina Asmi, M.Pd” dalam mata kuliah Pendidikan
Pancasila. Mudah-mudahan dengan adanya pembuatan makalah ini dapat
memberikan manfaat berupa ilmu pengetahuan yang baik bagi penulis maupun
bagi para pembaca.
Kerinci, September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 2
A. Pancasila Sebagai Ideologi Negara....................................................... 2
B. Ideologi Liberalisme dan Ideologi Sosialisme..................................... 4
1. Liberalisme..................................................................................... 4
2. Sosialisme....................................................................................... 5
C. Peran dan Fungsi Ideologi Pancasila.................................................... 8
BAB III PENUTUP......................................................................................... 12
A. Kesimpulan........................................................................................... 12
B. Saran..................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai dasar Negara Indonesia Pancasila memegang peranan penting
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila pada hakikatnya
merupakan hasil penuangan atau pemikiran seseorang atau sekelompok orang.
Pancasila diangkat dari nilai – nilai adat istiadat kebudayaan serta nilai religius
yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia. Melalui
pendidikan Pancasila warga Negara Republik Indonesia diharapkan mampu
memahami, menganalisis dan menjawab masalah – masalah yang dihadapi
oleh masyarakat bangsanya secara berkesinambungan dan konsisten dengan
cita – cita dan tujuan nasional seperti digariskan di dalam pembukaan UUD
1945.
Pancasila adalah ideologi Bangsa Indonesia. Dengan pedoman
Pancasila para pendahulu kita bisa mempersatukan berbagai golongan dan
kelompok. Selain ideologi Pancasila ada banyak ideologi lain yang
berkembang di dunia yaitu ideologi Liberalisme, Kapitalisme, Komunisme
dan Sosialisme. Semua itu memiliki banyak perbedaan dengan ideologi
Pancasila. Maka dari itu makalah ini akan membahas berbagai perbedaan
ideologi Pancasila dengan beberapa ideologi yang berkembang di dunia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Pancasila Sebagai Ideologi Negara?
2. Apa pengertian Ideologi Liberalisme dan Ideologi Sosialisme?
3. Bagaimana Peran dan Fungsi Ideologi Pancasila?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pancasila Sebagai Ideologi Negara
Ideologi berasal dari kata yunani yaitu iden yang berarti melihat, atau
idea yang berarti raut muka, perawakan, gagasan buah pikiran dan kata logi
yang berarti ajaran. Dengan demikian ideologi adalah ajaran atau ilmu tentang
gagasan dan buah pikiran atau science des ideas (AL-Marsudi, 2001:57).1
Puspowardoyo (1992 menyebutkan bahwa ideologi dapat dirumuskan
sebagai komplek pengetahuan dan nilai secara keseluruhan menjadi landasan
seseorang atau masyarakat untuk memahami jagat raya dan bumi seisinya
serta menentukan sikap dasar untuk mengolahnya. Berdasarkan pemahaman
yang dihayatinya seseorang dapat menangkap apa yang dilihat benar dan tidak
benar, serta apa yang dinilai baik dan tidak baik.
Bila kita terapkan rumusan ini pada Pancasila dengan definisi-definisi
filsafat dapat kita simpulkan, maka Pancasila itu ialah usaha pemikiran
manusia Indonesia untuk mencari kebenaran, kemudian sampai mendekati
atau menanggap sebagai suatu kesanggupan yang digenggamnya seirama
dengan ruang dan waktu.
Kemudian isi rumusan filsafat yang dinamakan Pancasila itu kemudian
diberi status atau kedudukan yang tegas dan jelas serta sistematis dan
memenuhi persyaratan sebagai suatu sistem filsafat. Termaktub dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke empat maka filsafat
Pancasila itu berfungsi sebagai Dasar Negara Republik Indonesia yang
diterima dan didukung oleh seluruh bangsa atau warga Negara Indonesia.
Demikian isi rumusan sila-sila dari Pancasila sebagai satu rangkaian
kesatuan yang bulat dan utuh merupakan dasar hukum, dasar moral, kaidah
fundamental bagi peri kehidupan bernegara dan masyarakat Indonesia dari
pusat sampai ke daerah-daerah.
Kalau dikaji dari butir-butir kelima sila dalam ideologi Pancasila
tersebut, sebenarnya sudah mencakup gambaran pembentukan karakter
1
Al-Marsudi, Subandi. Pancasila dan UUD 1945 Dalam Paradigma Reformasi, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h. 57

2
manusia Indonesia yang ideal, sebagai mana yang diharapkan para penggali
dari pancasila itu sendiri. Gambaran pembentukan manusia Indonesia
seutuhnya itu, dapat diilustrasikan  Pada sila pertama tersirat bagaimana
manusia Indonesia berhubungan dengan Tuhannya atau kepercayaannya. Pada
sila kedua tergambar bagaimana manusia Indonesia harus bersikap hidup
dengan orang lain sebagaimana layaknya manusia yang punya pikiran dan
ahklak hingga dia bisa bersikap sebagai mahkluk yang tertinggi dibandingkan
dengan mahkluk lainnya yaitu binatang. Sila ketiga menerangkan bagaiama
manusia Indonesia menciptakan suatu pandangan betapa pentingnya arti
persatuan dan kesatuan bangsa dari pada bercerai berai seperti pada pepatah
bersatu kita teguh dan bercerai kita runtuh.  Sila keempat telah menegaskan
bagaimana manusia Indonesia mengimplementasikan cara bersikap dan
berpendapat serta memutuskan sesuatu menyangkut kepentingan umum secara
bijak demi kelangsungan kehidupan berdemokrasi yang  terlindungi antara
hak dan kewajibannya berimbang dalam mengimplementasikannya.2  
Pada sila kelima dijabarkan bagaimana manusia Indonesia
mewujudkan suatu keadilan dan kemakmuran bagi seluruh masyarakat
Indonesia itu sendiri. Dari penjabaran kelima sila tersebut di atas, maka sudah
sepantasnya bahwa Pancasila beserta kelima silanya itu layak dijadikan
sebagai pandangan dan pegangan hidup serta dijadikan sebagai pembimbing
dalam menciptakan kerangka berpikir untuk menjalankan roda demokratisasi
dan diimplementasikan dalam segala macam praktik kehidupan menyangkut
berbangsa, bernegara dan bermasyarakat di dalam Negara kesatuan Republik
Indonesia tercinta ini. maka mengamalkan dan mengamankan Pancasila
sebagai dasar Negara mempunyai sifat imperatif dan memaksa, artinya setiap
warga Negara Indonesia harus tunduk dan taat kepadanya. Siapa saja yang
melangggar Pancasila sebagai dasar Negara, harus ditindak menurut hukum
yakni hukum yang berlaku di Indonesia.
B. Ideologi Liberalisme dan Ideologi Sosialisme
3. Liberalisme

2
Ibid, h. 58

3
Liberalisme adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi
politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai
politik yang utama. Liberalisme tumbuh dari konteks masyarakat Eropa
pada abad pertengahan. Ketika itu masyarakat ditandai dengan dua
karakteristik berikut. Anggota masyarakat terikat satu sama lain dalam
suatu sistem dominasi kompleks dan kukuh, dan pola hubungan dalam
system ini bersifat statis dan sukar berubah.3
Pemikiran liberal (liberalisme) berkembang sejak masa Reformasi
Gereja dan Renaissans yang menandai berakhirnya Abad Pertengahan
(abad V-XV). Disebut liberal, yang secara harfiah berarti bebas dari
batasan (free from restraint), karena liberalisme menawarkan konsep
kehidupan yang bebas dari pengawasan gereja dan raja. Ini berkebalikan
total dengan kehidupan Barat Abad Pertengahan ketika gereja dan raja
mendominasi seluruh segi kehidupan manusia.
Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang
bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham
liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan
agama. Liberalisme menghendaki adanya, pertukaran gagasan yang bebas,
ekonomi pasar yang mendukung usaha pribadi (private enterprise) yang
relatif bebas, dan suatu sistem pemerintahan yang transparan, dan menolak
adanya pembatasan terhadap pemilikan individu. Oleh karena itu paham
liberalisme lebih lanjut menjadi dasar bagi tumbuhnya kapitalisme.
Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam
sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama mendasarkan
kebebasan mayoritas. Bandingkan Oxford Manifesto dari Liberal
International: "Hak-hak dan kondisi ini hanya dapat diperoleh melalui
demokrasi yang sejati. Demokrasi sejati tidak terpisahkan dari kebebasan
politik dan didasarkan pada persetujuan yang dilakukan dengan sadar,
bebas, dan yang diketahui benar (enlightened) dari kelompok mayoritas,

3
Firdaus Syam, M.A. 2007. Pemikiran Politik Barat. Jakarta. Bumi Aksara hlm 245

4
yang diungkapkan melalui surat suara yang bebas dan rahasia, dengan
menghargai kebebasan dan pandangan-pandangan kaum minoritas.4
Masyarakat yang terbaik (rezim terbaik), menurut paham
liberalisme adalah yang memungkinkan individu mengembangkan
kemampuan-kemampuan individu sepenuhnya. Dalam masyarakat yang
baik semua individu harus dapat mengembangkan pikiran dan bakat-
bakatnya. Hal ini mengharuskan para individu untuk bertanggung jawab
atas tindakannya, dan tidak menyuruh seseorang melakukan sesuatu
untuknya atau seseorang untuk mengatakan apa yang harus dilakukan.
Ciri-ciri ideologi liberalisme
1. Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik
2. Anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk
kebebasan
3. berbicara, kebebasan beragama dan kebebasan pers.
4. Pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas.
Keputusan
5. yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat dapat belajar
membuat
6. keputusan diri sendiri.
7. Kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang
buruk.
8. Semua masyarakat dikatakan berbahagia apabila setiap individu atau
sebagian terbesar individu berbahagia.
9. Hak-hak tertantu yang tidak dapat dipindahkan dan tidak dapat
dilanggar oleh kekuasaan manapun..
4. Sosialisme
Sosialisme sebagai ideologi, telah lama berkembang sejak ratusan
tahun yang lalu. Sosialisme sendiri berasal dari bahasa Latin yakni socius
(teman). Jadi sosialisme merujuk kepada pengaturan atas dasar prinsip
pengendalian modal, produksi dan kekayaan oleh kelompok.

4
Deliar Noer. Pemikiran Politik di Negeri Barat. (Mizan Pustaka.1997), h. 23

5
Istilah sosialisme pertama kali dipakai di Prancis pada tahun 1831
dalam sebuah artikel tanpa judul oleh Alexander Vinet. Pada masa ini
istilah sosialisme digunakan untuk pembedaan dengan indvidualisme,
terutama oleh pengikut-pengikut Saint-Simon, bapak pendiri sosialisme
Prancis. Saint-Simon lah yang menganjurkan pembaruan pemerintahan
yang bermaksud mengembalikan harmoni pada masyarakat.
Pada akhir abad ke-19, Karl Marx dan Friedrich Engels
mencetuskan apa yang disebut sebagai sosialisme ilmiah. Ini untuk
membedakan diri dengan sosialisme yang berkembang sebelumnya. Marx
dan Engels menyebut sosialisme tersebut dengan sosialisme utopia, artinya
sosialisme yang hanya didasari impian belaka tanpa kerangka rasional
untuk menjalankan dan mencapai apa yang disebut sosialisme. Oleh
karena itu Marx dan Engels mengembangkan beberapa tesis untuk
membedakan antara sosialisme dan komunisme. Menurut mereka,
sosialisme adalah tahap yang harus dilalui masyarakat untuk mencapai
komunisme. Dengan demikian komunisme atau masyarakat tanpa kelas
adalah tujuan akhir sejarah. Konsekwensinya, tahap sosialisme adalah
tahap kediktatoran rakyat untuk mencapai komunisme, seperti halnya
pendapat Lenin yang mengatakan bahwa Uni Sovyet berada dalam tahap
sosialisme.5
Dalam perkembangannya hingga pertengahan abad ke-20,
sosialisme memiliki beberapa cabang gagasan. Secara kasar pembagian
tersebut terdiri dari pertama adalah Sosialisme Demokrasi, kedua adalah
Marxisme Leninisme, Ketiga adalah anarkisme dan sindikalisme. Harus
diakui bahwa pembagian ini sangatlah sederhana mengingat begitu banyak
varian sosialisme yang tumbuh dan berkembang hingga saat ini. Sebagai
contoh Marxisme yang di satu sisi dalam penafsiran Lenin menjadi
Komunisme dan berkembang menjadi Stalinisme dan Maoisme. Disisi lain
Marxisme berkembang menjadi gerakan Kiri Baru dalam pemahaman para
pemikir seperti Herbert Marcuse di era 1970an. Sama halnya dengan

5
Setiadi, Elly M..Pendidikan Pancasila. (Jakarta : Gramedia 2003), h. 34

6
anarkisme yang terpecah menjadi beberapa aliran besar seperti anarkisme
mutualis dengan bapak pendirinya yakni P J Proudhon dan anarkis
kolektivis seperti Mikhail Bakunin. Anarkisme juga memberi angin bagi
tumbuhnya gerakan gerakan sindikalis yang menguasai banyak pabrik di
Barcelona semasa Perang Saudara Spanyol 1936-1939.
Hingga saat ini, partai-partai Sosial Demokrat masih tetap berdiri
seperti halnya di Eropa seperti Jerman, Belanda, Norwegia dan Prancis.
Beberapa yang menganut sosialisme juga seperti halnya partai-partai
buruh seperti di Inggris dan Itali. Partai-partai Komunis banyak yang
membubarkan diri atau bertahan dengan berganti nama dan mencoba
untuk tetap hidup dengan ikut pemilu di negara-negara Eropa Timur
setelah runtuhnya Uni Sovyet. Beberapa diantaranya bahkan bisa berkuasa
kembali seperti di Polandia dan Ceko dengan jalan yang demokratis
Sosialisme mulai digunakan sejak awal abad ke-19. Pada tahun
1827, istilah ini awalnya digunakan untuk menyebut pengikut Robert
Owen (1771-1858) di Inggris. Istilah ini juga mengacu pada para pengikut
Saint Simon (1760-1825) di Perancis. Bersama Fourier (1772-1832) dari
Perancis, Robert Owen dan Saint Simon membuat rumusan sebuah
pemikiran mengenai sosialisme.
Ciri khas ideologi sosialisme
Sosialisme lahir sebagai akibat perkembangan kapitalisme.
Sosialisme merupakan suatu paham yang menjadikan kebersamaan
sebagai tujuan hidup manusia dan mengutamakan segala aspek kehidupan
bersama manusia. Kepentingan bersama dan kepentingan individu harus
dikesampingkan. Negara harus selalu campur tangan dalam segala
kehidupan, demi tercapainya tujuan negara.
Kesengsaraan kaum buruh akibat penindasan kaum kapitalis
menimbulkan pemikiran para cendekiawan untuk mengusahakan
perbaikan nasib.6
Adapun ciri khas sosialisme sebagai berikut :

6
L. Andriani Purwastuti,. Pendidikan Pancasila(. Yogyakarta : UNY Press, 2002), h. 56

7
a. Hak milik pribadi atas alat-alat produksi mesin diakui secara terbatas.
b. Mencapai kesejahteraan dengan cara damai dan demokratis.
c. Berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat dan perbaikan nasib
buruh dengan luwes secara bertahap.
d. Negara diperlukan selama-lamanya.
C. Peran dan Fungsi Ideologi Pancasila
Sebagai ideologi, yaitu selain kedudukannya sebagai dasar Negara
kesatuan republik Indonesia Pancasila berkedudukan juga sebagai ideologi
nasional Indonesia yang dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan
bernegara.
Sebagai ideologi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila sebagai ikatan
budaya (cultural bond) yang berkembangan secara alami dalam kehidupan
masyarakat Indonesia bukan secara paksaan atau Pancasila adalah sesuatu
yang sudah mendarah daging dalam kehidupanehari-hari bangsa Indonesia.
Sebuah ideologi dapat bertahan atau pudar dalammenghadapi perubahan
masyarakat tergantung daya tahan dari ideologi itu.
Alfian mengatakan bahwa kekuatan ideologi tergantung pada kualitas
tiga dimensi yang dimiliki oleh ideologi itu, yaitu dimensi realita, idealisme,
dan fleksibelitas. Pancasila sebagai sebuah ideologi memiliki tiga dimensi
tersebut:7
1. Dimensi realita, yaitu nilai-nilai dasar yang ada pada ideologi itu yang
mencerminkan realita atau kenyataan yang hidup dalam masyarakat
dimana ideologi itu lahir atau muncul untuk pertama kalinya paling tidak
nilai dasar ideologi itu mencerminkan realita masyarakat pada awal
kelahirannya.
2. Dimensi Iidalisme, adalah kadar atau kualitas ideologi yang terkandung
dalam nilai dasar itu mampu memberikan harapan kepada berbagai
kelompok atau golongan masyarakat tentang masa depan yang lebih baik
melalui pengalaman dalam praktik kehidupan bersama sehari-hari.

7
Alfian dan Oesman O., Pancasila Sebagai Ideologi : Dalam Berbagai Bidang Kehidupan
Bermasyarakat, Berbangsa Dan Bernegara, (Jakarta: BP7. 1992), h. 20

8
3. Dimensi Fleksibelitas atau dimensi pengembangan, yaitu kemampuan
ideologi dalam mempengaruhi dan sekaligus menyesuaikan diri dengan
perkembangan masyarakatnya. Mempengaruhi artinya ikut wewarnai
proses perkembangan zaman tanpa menghilangkan jati diri ideologi itu
sendiri yang tercermin dalam nilai dasarnya. Mempengaruhi berarti
pendukung ideologi itu berhasil menemukan tafsiran –tafsiran terhadap
nilai dasar dari ideologi itu yang sesuai dengan realita -realita baru
yang muncul di hadapan mereka sesuai perkembangan zaman.
Menurut Dr.Alfian Pancasila memenuhi ketiga dimensi ini sehingga
pancasila dapat dikatakan sebagai ideologi terbuka. Fungsi Pancasila sebagai
ideologi Negara, yaitu:8
1. Memperkokoh persatuan bangsa karena bangsa Indonesia adalah bangsa
yang majemuk.
2. Mengarahkan bangsa Indonesia menuju tujuannya dan menggerakkan serta
membimbing bangsa Indonesia dalam melaksanakan pembangunan.
3. Memelihara dan mengembangkan identitas bangsa dan sebagai dorongan
dalam pembentukan karakter bangsa berdasarkan Pancasila.
4. Menjadi standar nilai dalam melakukan kritik mengenai kedaan bangsa
dan Negara.
Pancasila jika akan dihidupkan secara serius, maka setidaknya dapat
menjadi etos yang mendorong dari belakang atau menarik dari depan akan
perlunya aktualisasi maksimal setiap elemen bangsa. Hal tersebut bisas saja
terwujud karena Pancasila itu sendiri memuat lima prinsip dasar di dalamnya,
yaitu: Kesatuan/Persatuan, kebebasan, persamaan, kepribadian dan prestasi.
Kelima prinsip inilah yang merupakan dasar paling sesuai bagi pembangunan
sebuah masyarakat, bangsa dan personal-personal di dalamnya.
Menata sebuah negara itu membutuhkan suatu konsensus bersama
sebagai alat lalu lintas kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanpa konsensus
tersebut, masyarakat akan memberlakukan hidup bebas tanpa menghiraukan
aturan main yang telah disepakati. Ketika Pancasila telah disepakati bersama

8
Ibid, h. 23

9
sebagai sebuah konsensus, maka Pancasila berperan sebagai payung hukum
dan tata nilai prinsipil dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara.
Dan sebagai ideologi yang dikenal oleh masyarakat internasional,
Pancasila juga mengalami tantangan-tantangan dari pihak luar/asing. Hal ini
akan menentukan apakah Pancasila mampu bertahan sebagai ideologi atau
berakhir seperti dalam perkiraan David P. Apter dalam pemikirannya “The
End of Idiology”. Pancasila merupakan hasil galian dari nilai-nilai sejarah
bangsa Indonesia sendiri dan berwujud lima butir mutiara kehidupan
berbangsa dan bernegara, yaitu religius monotheis, humanis universal,
nasionalis patriotis yang berkesatuan dalam keberagaman,demokrasi dalam
musyawarah mufakat dan yang berkeadilan sosial. Dengan demikian Pancasila
bukanlah imitasi dari ideologi negara lain, tetapi mencerminkan nilai amanat
penderitaan rakyat dan kejayaan leluhur bangsa. Keampuhan Pancasila
sebagai ideologi tergantung pada kesadaran, pemahaman dan pengamalan para
pendukungnya. Pancasila selayaknya tetap bertahan sebagai ideologi terbuka
yang tidak bersifat doktriner ketat. Nilai dasarnya tetap dipertahankan, namun
nilai praktisnya harus bersifat fleksibel. Ketahanan ideologi Pancasila harus
menjadi bagian misi bangsa Indonesia dengan keterbukaannya tersebut.
           Untuk itu kita sebagai generasi penerus bangsa harus mampu menjaga
nilai – nilai tersebut. Untuk dapat hal tersebut maka perlu adanya berbagai
upaya yang didukung oleh seluruh masyarakat Indonesia. Upaya–upaya
tersebut antara lain :
1. Melalui dunia pendidikan, dengan menambahkan mata pelajaran khusus
pancasila pada setiap satuan pendidikan bahkan sampai ke perguruan
tinggi.
2. Lebih memasyarakatkan pancasila.
3. Menerapkan nilai – nilai tersebut dalam kehidupan sehari – hari.
4. Memberikan sanksi kepada pihak – pihak yang melakukan pelanggaran
terhadap pancasila.
5. Menolak dengan tegas faham – faham yang bertentangan dengan
pancasila.

10
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Pancasila adalah
bagian dari Ideologi bangsa yang diangkat dari nilai – nilai adat istiadat
kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup
masyarakat Indonesia. Ideologi dapat diartikan sebagai suatu gagasan dan
buah pikiran yang dikembangkan secara keseluruhan yang tersusun secara
sistematis untuk mewujudkan tujuan dan cita- cita suatu Negara. Pancasila
sebagai Ideologi bangsa menunjukkan adanya keseimbangan ide dan gagasan
serta tidak bersifat absolute dalam memandang manusia dan kehidupan
bernegara, sedangkan Liberalisme, Komunisme lebih bersifat mutlak atau
totaliter. Keduanya juga cenderung menutup mata akan adanya dampak
individualisme dan persaingan. Selain itu, jika dibandingkan dengan
Pancasila, Sosialisme sering dikatakan sebagai antitesa Kapitalisme, yang
tingkah laku ekonomi dikuasai oleh kepentingan untuk memperoleh
keuntungan maksimal lewat persaingan bebas, sistem pasar, dan harga.
B. Saran
Demikian makalah yang kami susun, semoga dapat memberikan
manfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya. Penyusun
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah kami.

12
DAFTAR PUSTAKA

Al-Marsudi, Subandi. 2001. Pancasila dan UUD 1945 Dalam Paradigma


Reformasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

Alfian dan Oesman O. 1992. Pancasila Sebagai Ideologi : Dalam Berbagai


Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa Dan Bernegara, Jakarta:
BP7.

Deliar Noer. 1997. Pemikiran politik di Negeri Barat. Mizan Pustaka.

Firdaus Syam, M.A. 2007. Pemikiran Politik Barat. Jakarta. Bumi Aksara.

L. Andriani Purwastuti, 2002. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : UNY Press,

Setiadi, Elly M. 2003. Pendidikan Pancasila. Jakarta : Gramedia

13

Anda mungkin juga menyukai