Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ARTI, KEGUNAAN, OBJEK, DAN  METODE FILSAFAT

DI SUSUN OLEH:
AHMAD FADHIL AL WAFI

AULIYA RAHAYU

TAFDIL

FAKULTAS TARBIYAH

TADRIS BAHASA INGGRIS

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BONE

2021
KATA PENGANTAR
ِ ‫س ِم هَّللا ِ ال َّر ْح َم ِن ال َّر ِح‬
‫يم‬ ْ ِ‫ب‬
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya. Makalah ini yang berjudul “ARTI, KEGUNAAN, OBJEK,
DAN  METODE FILSAFAT”.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun, selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.

WATAMPONE, MARET 2021


DAFTAR ISI
I. KATA PENGANTAR
II. DAFTAR ISI
III. BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
2. Rumusan Masalah
IV. BAB II PEMBAHASAN
1. Arti Filsafat
2. Kegunaan Filsafat
3. Objek Filsafat
4. Metode Filsafat
V. BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan
VI. DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B erbicara tentang kelahiran dan perkembangan filsafat, pada awal kelahirannya


tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan (ilmu) pengetahuan yang
muncul pada masa peradaban Kuno (masa Yunani). Pada tahun 2000 SM,
bangsa Babylon yang hidup di lembah Sungai Nil (Mesir) dan Sungai Efrat telah
mengenal alat pengukur berat, tabel bilangan berpangkat, tabel perkalian menggunakan
sepuluh jari.

Piramida yang merupakan salah satu keajaiban dunia itu, ternyata pembuatannya
menerapkan geometri dan matematika, menunjukkan cara berpikirnya yang sudah
tinggi. Selain itu, mereka pun sudah dapat mengadakan kegiatan pengamatan benda-
benda langit, baik bintang, bulan, maupun matahari sehingga dapat meramalkan
gerhana bulan ataupun gerhana matahari. Ternyata ilmu yang mereka pakai dewasa ini
disebut astronomi. Di India dan China, saat itu telah ditemukan cara pembuatan kertas
dan kompas (sebagai petunjuk arah).

B. Rumusan Masalah
1. Apa arti dari filsafat?
2. Apa kegunaan filsafat?
3. Apa Objek filsafat?
4. Apa Metode dari filsafat?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui arti filsafat
2. Untuk mengetahui kegunaan filsafat
3. Untuk mengetahui objek filsafat
4. Untuk mengetahui metode dari filsafat?
PEMBAHASAN

1. ARTI FILSAFAT
Orang yang berfilsafat dapat diumpamakan sebagai seseorang yang berpijak
di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang , ia ingin mengetahui hakikat dirinya
dalam kemestaan alam, Karakteristiknya berfikit filsafat yang pertama adalah
menyeluruh, yang kedua mendasar.
Pengertian filsafat dalam sejarah perkembangan pemikiran kefilsafatan
antara satu ahli filsafat dan ahli filsafat lainnya selalu berbeda serta hampir sama
banyaknya dengan ahli filsafat itu sendiri. Pengertian filsafat dapat ditinjau dari dua
segi yakni secara etimologi dan terminologi.

A. Filsafat secara etimologi

Kata filsafat dalam bahasa Arab dikenal denga istilah Falsafah dan dalam
bahasa Inggris dikenal istilah Phylosophy serta dalam bahasa Yunani dengan
istilah Philosophia. Kata Philosophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta
(love) dan sophia yang berarti kebijasanaan (wisdom) sehingga secara etimologis
istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang
sedalam-dalamnya. Dengan demikian, seorang filsuf adalah pencinta atau pencari
kebijaksanaan. Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Phytagoras (582−486
SM). Arti filsafat pada waktu itu, kemudian filsafat itu diperjelas seperti yang
banyak dipakai sekarang ini dan juga digunakan oleh Socrates (470−390 SM) dan
filsuf lainnya.

B. Filsafat secara terminologi

Secara terminologi adalah arti yang dikandung oleh istilah filsafat. Hal ini
disebabkan batasan dari filsafat itu sendiri banyak maka sebagai gambaran
diperkenalkan beberapa batasan sebagai berikut.

1) Plato, berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan yang mencoba


untuk mencapai pengetahuan tentang kebenaran yang asli karena
kebenaran itu mutlak di tangan Tuhan.

2) Aristoles, berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang


meliputi kebenaran yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika,
logika, retorika, etika, dan estetika.

3) Prof. Dr. Fuad Hasan, filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir
radikal, artinya mulai dari radiksnya suatu gejala, dari akaranya suatu hal
yang hendak dipermasalahkan.
4) Immanuel Kant, filsuf barat dengan gelar raksasa pemikir Eropa
mengatakan filsafat adalah ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan
yang mencakup di dalamnya empat persoalan:
a) apa dapat kita ketahui, dijawab oleh metafisika?
b) apa yang boleh kita kerjakan, dijawab oleh etika?
c) apa yang dinamakan manusia, dijawab oleh antropologi?
d) sampai di mana harapan kita, dijawab oleh agama?
5) Rene Descartes, mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan)
tentang hakikat bagaimana alam maujud yang sebenarnya.

Filsafat adalah feeling (lave) in wisdom. Mencintai mencari menuju


penemuan kebijaksanaan atau kearifan. Mencintai kearifan dengan melakukan
proses dalam arti pencarian kearifan sekaligus produknya.1) Di dalam proses
pencarian itu, yang dicari adalah kebenaran-kebenaran prinsip yang bersifat
general. 2) Prinsip yang bersifat general ini harus dapat dipakai untuk
menjelaskan segala sesuatu kajian atas objek filsafat. Pengertian filsafat tersebut
memberikan pemahaman bahwa filsafat adalah suatu prinsip atau asas keilmuan
untuk menelusuri suatu kebenaran objek dengan modal berpikir secara radikal

2. KEGUNAAN FILSAFAT

Secara teoritis, kalau dibandingkan antara filasafat dengan ilmu-ilmu lain,


maka nyata sekali perbedaannya. Ilmu-ilmu lain membatasi yang diperiksaanya
dan dipikirkanya pada suatu bagian dari alam, atau pada suatu kumpulan
paristiwa, filsafat menyelidiki dan memikirkan seluruh alam. Plato mengatakan,
bahwa filsafat itu tak lain dari pada pengetahuan tentang segala yang ada.
Menurut’ aristoteles kewajiban filsafat itu ialah menyelidiki sebab dan asas segala
benda. Berhubungan dengan sifatya sebagai ilmu yang seumum-umumnya itulah,
maka Leibnis membandingkan filsafat itu dengan akar suatu pohon, sedangkan
dahan pohon-pohon itu terjadi dari ilmu-ilmu lain satu persatu. Fichte maju
selangkah lagi dan memberi kepada filsafat nama Wissenschaftslehre, yaitu ilmu
dari pada ilmu-ilmu. Maksudnya filsafat itu ialah ilmu yang umum, yang menjadi
dasar segala ilmu yang lain. Pada Herbart kewajiban filsafat itu ialah mengerjakan
pengertian yang dipakai oleh ilmu-ilmu yang lain. Dekat sekali dengan paham
Herbart ini ialah paham Paul Natorp yang menganggap filsafat itu
Grungwissenschaft, yaitu ilmu dasar, yang hendak menentukan kesatuan
pengetahuan manusia dengan jalan menunjukkan dasar akhir yang sama, yang
memikul sekaliannya.
Kalau diperhatikan batas-batas pengertian filasafat yang dikemukakan di
atas, nyata sekali, bahwa yang menjadi soal yang terpenting bagi filsafat itu ialah
bagimana mencocokan hasil-hasil yang diperoleh berbagi ilmu-ilmu itu. Terhadap
kepada kebenaran yang dikemukakan oleh ilmu-ilmu itu satu persatu, filsafat
hendak mengemukakan kebenaran yang melingkungi sekalian kebenaran-
kebenaran itu, atau dengan pendek kebenaran yang terkhir dan sempurna.
Filsafat sebagai ilmu, sebagai teori seperti yang diuraikan ini; memberi
kepuasan kepada keinginan manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan
tertib, akan kebenaran, tetapi disini telah teranglah arti filsafat itu lebih luas dari
pada memberi kepuasan teori saja. Hasil dari pada usaha manusia dengan
sungguh-sungguh memikirkan seluruh kenyataan tentu berpengaruh atas
hidupnya. Maka tampak kepada kita, bahwa filsafat yang bersifat teori itu dengan
sendirinya bermuara pada kemauan dan perbuatan manusia yang praktis.
Sesungguhnya sejak dari semula selain dari pada aliran-aliran filsafat yang
semata-mata hendak mencari kebenaran yang terakhir yang melingkungi dan
menjadi dasar segala kebenaran itu, terdapat aliran-aliran filsafat yang
menghendaki tuntunan atau pegangan untuk kemauan dan perbuatan manusia.
Filsuf-filsuf golongan itu tidak puas dengan kebenaran saja, mereka menghendaki
tutunan, pimpinan dalam hidupnya. Dalam penjelmaan yang banyak, yang
manakah yang baik, yang manakah yang buruk. Apa yang harus dikerjakan
manusia dalam hidupnya. Nyata sekali bahwa golongan yang kedua ini kewajiban
filsafat itu tidaklah terutama membari kepuasan teori, tetapi memenuhi sesuatu
yang praktis. Dengan filsafat mereka hendak mendapat pemandangan tentang
seluk-beluk dunia dan hidup dan pedoman didalamnya. Sementara itu kalau di
timbang benar-benar pertentangan antara kedua golongan aliran itu tidaklah begitu
besar, dan dapat dianggap sebagai perbedaan aksen saja. Hal itu sebanarnya sudah
diletakkan dalam sifat jiwa manusia, yang didalamnya mengandung baik pikiran
maupun kemampuan. Pikiran memberi manusia pengetahuan yang dapat
dipakainya sebagi pedoman dalam perbuatannya, sedangkan kemauanlah yang
menjadi dorongan perbuatan manusia. Kalau dipahami benar-benar arti pikiran
bagi kemauan dan perbuatan baik kemauan dan perbuatan manusia seorang
maupun kemauan dan perbuatan segolongan menusia, dapat menginsafkan dengan
sesungguhnya kepentingan filsafat, yaitu arti dan guna manusia dengan insaf
memikirkan segala sesuatu didalam dan diluar dirinya. Bagi manusia seorang
berfilsafat itu berarti mengatur hidupnya seinsaf-insafnya, sesentral-sentralnya
dengan perasaan tanggungjawab.
Bagi suatu masyarakat atau bangsa filsafat itu tak kurang pentingnya, sebab
yang menjadi inti, sari atau jiwa suatu kebudayaan pada suatu tempat dan masa itu
tidaklah lain dari pada pikiran –pikiran ahli pikir bangsa itu pada tempat dan masa
itu. Dalam tiap-tiap zaman filsafatlah dalam arti yang seluas-luasnya yang
menetapkan, apa yang dikehendaki, apa yang dicita-citakan suatu masyarakat, apa
yang baik dan yang buruk, apa yang beharga dan tak berharga. Pengetahuan
dunia, kebahagiaan manusia, kebaikan dan keadilan tidaklah lagi dinantikan dari
tenaga-tenaga yang gaib, tetapi dari pikiran dan perbuatan manusia sendiri, dan
filsafat tidak lain daripada ilmu yang mencari kebenaran itu, agar dapat dipakai
oleh manusia untuk kebahagiaan hidupnya.
Filsafat mengajarkan kita hidup dengan lebih sadar dan insaf, memberikan
pandangan tentang manusia tentang hidupnya dalam menerobos sampai
intisarinya, sehingga kita akan lebih tegas dalam melihat baik keunggulannya,
kebesaranya maupun kelemahanya dan keterbatasanya. Dengan ini dapat kita
peroleh perhatian bagi sifat kepribadian yang menyendirikan setiap orang, dan
hati kita terbuka buat “rahasia” yang menjelma dalam setiap perseorangan dan
akhirnya berarti hati kita terbuka bagi sumber segala rahasia ialah Tuhan
(soetiono,hanafie,2007:110).
Menilik kepada pentingnya kedudukan filsafat sebagai pusat, sebagai
intisari dari pikiran suatu bangsa, yang terjelma dari penghidupan masyarakat dan
kebudayaan, telah selayaknya orang menjadi pemimpin dalam pekerjaan
pembangunan negara indonesia yang sedang kita bentuk bersama-sama,
mempunyai kewajiban mendasarkan usaha dan perbuatanya atas dasar
pertimbangan filsafat , yaitu agar setiap usaha, pekerjaan atau ciptaanya tidak
tergantung dari awang-awang, tetapi berdasarkan atas kesungguahan mencari
pokok kebenaran yang sedalam dalamnya, atau sekurang-kurangyna mereka harus
dapat menempatkan dan menghargai aliran-aliran yang berkuasa didunia sekarang
sampai pada dasar dan pokoknya yang terkhir, sehingga mereka mempunyai
pedoman bagi segala usaha dan perbuatan mereka.
Dari urain di atas jadi kegunaan filsafat filsafat dapat di kelompokkan
menjadi guna filsafat secara teoritis dan guna filsafat secara praktis. Guna filsafat
secara teoritis yakni, sebagai sumber ilmu lain, membantu dalam membuat
definisi, pemersatu ilmu, dan sebagai pemberi penfsiran yang terdalam, sedangkan
guna filsafat secara praktis yakni, sebagai pendorong berfikir kritis dan sebagai
pembangun hidup kemanusiaan. Menurut’ Salam (1988:24) filsafat mempunyai
kegunaan sebagai berikut:
1.) Melatih diri untuk berfikir kritis dan runtut serta menyusun hasil pemikiran
tersebut secara sistematis.
2.) Menambah pandangan dan cakrawala yang lebih luas agar tidak berpikir dan
bersikap sempit dan tertutup.
3.) Melatih diri melakukan penelitian, pengkajian, dan memutuskan atau
mengambil kesimpulan mengenai sesuatu hal secara mendalam dan komperhensif.
4.) Menjadikan diri bersikap dinamis dan terbuka menghadapi berbagai problem.
5.) Membuat diri menjadi menusia yang penuh toleransi dan tenggang rasa.
6.) Menjadi alat yang berguna bagi manusia baik untuk kepentingan pribadi
maupun dalam hubungan dengan orang lain.
7.) Menyadari kedudukan manusia sebagai makhluk pribadi dalam hubunganya
dengan orang lain, alam sekitar, dan Tuhan Yang Maha Esa.
8.) Menjadikan manusia lebih taat kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Secara umum guna filsafat, yaitu membawa berfikir logis, runtut dan
sisitematis; mengarahkan untuk memiliki wawasan luas; mengarahkan untuk tidak
bersikap statis; membantu berfikir secara mendalam; memambah ketakwaan;
menjadikan manusia sadar akan kedudukannya.

3. OBJEK FILSAFAT

1. OBJEK MATERIA FILSAFAT


Ialah segala sesuatu yang menjadi masalah filsafat , segala sesuatu yang
dimasalahkan oleh atau dalam filsafat. Tiga persoalan pokok (1) hakikat tuhan, (2)
hakikat Alam dam (3) hakikat manusia
2. OBJEK FORMA FILSAFAT
Ialah usaha mencari keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya sampai
keakarnya) tentang obyek materi filsafat.

4. METODE FILSAFAT

Metode filsafat adalah cara bertindak menurut sistem aturan tertentu


berdasarkan objek formal yang ditentukan menurut suatu pendapat dan pemikiran
khas untuk berfilsafat.Metode filsafat terus berubah dan berkembang seiring
dengan perkembangan filsafatnya itu sendiri. Meskipun disebut perkembangan,
bukan berarti penemuan terbaru adalah metode yang terbaik. Nyatanya, dalam
dunia filsafat yang spekulatif, tidak ada metode terbaik.Yang ada adalah metode
tepat guna untuk suatu kebutuhan filsafat tertentu atau kembali kepada efektifitas
filosofnya sendiri dalam menggunakan metode tersebut. Berikut ini adalah
beberapa metode filsafat berdasarkan urutan kronologi sejarah zamannya.

1.Metode Kritis
Plato dan Sokrates adalah filosof yang menggunakan dan mengembangkan
metode ini. Metode kritis bersifat analisa istilah dan pendapat, kemudian
disistematiskan dalam hermeneutika yang menjelaskan keyakinan dan berbagai
pertentangannya.
Caranya adalah dengan bertanya, membedakan, membersihkan,
menyisihkan dan menolak suatu keyakinan. Dengan begitu, akhirnya akan
ditemukan keyakinan yang terbaik di antaranya. Keyakinan atau filsafat terbaik
inilah yang dikatakan hakikat sesuatu yang lebih baik.

2.Metode Filsafat Intuitif


Metode yang dikembangkan oleh Bergson dan Plotinus ini sering dikatakan
tidak bertumpu pada intelek dan rasionalisasi manusia, tetapi tidak bersifat anti-
intelektual. Manusia terkadang harus mengambil jarak dan berjauhan dengan
logika, serta menyerahkan diri pada kemurnian kenyataan dan keaslian fitrah
manusia.
Bukan berarti pula bahwa logika harus dibungkam dan rasio ditinggalkan.
Tetapi metode ini mengajak kita berpikir dalam semangat untuk bisa menganalisis
suatu keyakinan tanpa terjerat oleh rasio dan logika. Agak sulit untuk
dibayangkan namun akan mengalir ketika dicoba dilakukan.

3.Metode Skolastik
Metode ini berkembang pada Abad Pertengahan. Thomas Aquinas (1225-
1247) merupakan salah satu penganjurnya. Pada masa Klasik, Aristoteles juga
dikatakan sebagai pengguna metode ini. Sesuai dengan namanya, metode
skolastik menunjukkan kaitan yang erat dengan metode mengajar.
Seseorang (biasanya seorang guru/senior) akan membacakan atau
mengutarakan suatu pokok bahasan filsafat. Kemudian pokok bahasan tersebut
akan diberi penafsiran dan komentar oleh filsuf lain. Agar topik dipahami, semua
istilah, ide dan kenyataan dirumuskan, dibedakan dan diuji dari segala sisi. Segala
pro dan kontra kemudian dihimpun dan dibandingkan. Melalui proses ini, yang
disebut “lectio” diharapkan tercapai suatu pemahaman baru yang lebih baik.
Namun, jika tidak berhasil, maka akan dilanjutkan ke tahap “disputatio” atau
perdebatan.

4.Metode Filsafat Matematis


Descartes menyebut metode ini dengan sebutan “metode analistis”. Menurut
Descartes ada keteraturan dan ketersusunan alami dalam kenyataan yang
berhubungan dengan pengertian manusia. Ketersusunan alam ini dapat
diungkapkan dengan cara penemuan (via inventionis).Penemuan itu ditemukan
dengan cara melakukan empiris rasional, atau mencari hal nyata yang telah
dialami oleh seseorang. Metode ini mengintegrasikan segala kelebihan logika,
analisa geometris dan aljabar dan menghindari kelemahannya.

5.Metode Empiris-Eksperimental
Para penganut empiris sangat dipengaruhi oleh sistem dan metode
Descartes, terutama dalam menekankan data kesadaran dan pengalaman
individual yang tidak dapat diragukan lagi. Bagi mereka, pengalaman (empeiria)
adalah sumber pengetahuan yang lebih dipercaya ketimbang rasio.
David Hume (1711-1776) adalah penyusun filsafat Empirisme ini dan
menjadi antitesa terhadap Rasionalisme. Perbedaan utama metode ini dari metode
dekrates adalah metode ini juga membutuhkan eksperimen yang ketat guna
mendapatkan bukti kebenaran empiris yang sejati.

6.Metode Transendental
Metode ini juga sering disebut dengan metode neo-skolastik. Immanuel
Kant (1724-1804) merupakan pelopor metode ini. Pemikiran Kant merupakan
titik-tolak periode baru bagi filsafat Barat. Ia mendamaikan dua aliran yang
berseberangan: rasionalisme dan empirisme. Dari satu sisi, ia mempertahankan
objektivitas, univesalitas dan keniscayaan suatu pengertian. Di sisi lain, ia juga
menerima pendapat bahwa pengertian berasal dari fenomena yang tidak dapat
melampaui batas-batasnya.
Kant menempatkan kebenaran bukan pada konsep tunggal, tetapi dalam
pernyataan dan kesimpulan lengkap. Ia membedakan dua jenis pengertian:
1.Pengertian analistis, yakni pengertian yang selalu bersifat apriori, misalnya
dalam ilmu pasti;
2.Pengertian sintesis, pengertian ini dibagi menjadi dua yakni: aposteriori singular
yang dasar kebenarannya pengalaman subjektif seperti ungkapan “Saya merasa
panas”, dan apriori yang merupakan pengertian universal dan pasti seperti
ungkapan “Suhu udara hari ini panasnya mencapai 34 derajat celcius”.
Intinya, metode ini menerima nilai objektif ilmu-ilmu positif, sebab terbukti telah
menghasilkan kemajuan hidup sehari-hari. Ia juga menerima nilai subjektif agama dan
moral sebab memberikan kemajuan dan kebahagiaan.
Dengan catatan syarat paling minimal yang mutlak harus dipenuhi dalam subjek
supaya objektifitasnya memungkinan. Seperti efek placebo obat yang sebetulnya tidak
dapat menyembuhkan, namun membuat seseorang percaya ia akan sembuh karena telah
meminumnya.
7.Metode Dialektis
Tokoh terkenal metode ini adalah Hegel, hingga terkadang metode ini
disebut dengan ‘Hegelian Method’. Nama lengkapnya adalah George Willhelm
Friedrich Hegel (1770-1831). Langkah awal metode ini ialah pengiyaan dengan
mengambil konsep atau pengertian yang lazim diterima dan jelas.
Kemudian membuat suatu anti tesis atau bantahan dari konsep atau
pengertian yang lazim tersebut. Setelah itu diambil kesimpulan dari keduanya dan
dibentuklah suatu sintesis dari keduanya. Pada akhirnya sintesis tersebut akan
menemui anti tesis lainnya, untuk kemudian disintesiskan kembali untuk
mendapatkan hahikat yang lebih baik lagi.

8.Metode Fenomenologis
Fenomena yang dimaksud disini bukanlah fenomena alamiah yang dapat
dicerap dengan observasi empiris seperti fenomena alam. Fenomena disini
merupakan makna aslinya yang berasal dari bahasa Yunani: phainomai, artinya
adalah “yang terlihat”. Jadi fenomena adalah data sejauh disadari dan sejauh
masuk dalam pemahaman. Metode fenomenologi dilakukan dengan melakukan
tiga reduksi (ephoc) terhadap objek, yaitu:
Mereduksi suatu objek formal dari berbagai hal tambahan yang tidak
substansial.
Mereduksi objek dengan menyisihkan unsur-unsur subjektif seperti
perasaan, keinginan dan pandangan. Pencarian objek murni tersebut disebut
dengan reduksi eidetis.
Reduksi ketiga bukan lagi mengenai objek atau fenomena, tetapi merupakan
wende zum subjekt (mengarah ke subjek), dan mengenai terjadinya penampakan
diri sendiri. Dasar-dasar dalam kesadaran yang membentuk suatu subjek
disisihkan.
Intinya metode ini melihat sesuatu dengan objektif tanpa melihat sisi
subjektifnya seperti kepentingan, perasaan, atau tekanan sosial. Bayangkan
bagaimana rasa penasaran seorang anak kecil yang belum mengerti apa-apa ketika
menemukan hal baru. Ia akan mengobservasinya dan melakukan apapun untuk
secara tidak sadar mempelajari dan mengenalnya, termasuk meremas dan
menendang kucing liar yang ia temukan di halaman belakang rumah. Metode ini
dipopulerkan oleh Edmund Husserl (1859-1938).

9.Metode Filsafat Eksistensialisme


Tokoh-tokoh terkemuka Eksistensialisme adalah Heidegger, Sartre, Jaspers,
Marcel dan Merleau-Point. Para tokoh eksistensialis tidak menyetujui tekanan
Husserl pada sikap objektif. Bagi kalangan eksistensialis, subjektifitas manusialah
yang pertama-tama dianalisa.
Karena bisa jadi sebetulnya sesuatu yang dianggap “ada” (exist) itu tidak
dapat “mengada” tanpa ada konteks pembentuk disekitarnya: perasaan manusia,
interaktifitas individu dalam suatu kelompok dan kepentingan tertentu. Beberapa
sifat eksistensialis ialah:
a.Subjektivitas individualis yang unik, bukan objek dan bukan umum.
b.Keterbukaan terhadap manusia dan dunia lain: internasionalitas dan
praksis bukan teori saja.
c.Pengalaman afektif dalam hubungan dengan dunia, bukan observasi.
d.Kesejarahan dan kebebasan, bukan essensi yang tetap.
e.Segi tragis dan kegagalan.

Pada dasarnya dalam analisa eksistensi itu, de facto mereka memakai


fenomenologi yang otentik, dengan observasi dan analisa teliti.
Setiap ungkapan, baik awam maupun ilmiah, berakar pada suatu
pengalaman langsung yang bersifat pra-reflektif dan pra-ilmiah. Melalui analisa
ungkapan pengalaman terbatas itulah, justru dapat ditemukan kembali pengalaman
yang lebih fundamental.

10.Metode Analitika Bahasa


Wittgenstein adalah tokoh dominan dalam metode ini. Ia mempelajari
filsafat dengan alasan yang kemungkinan sama dengan kebanyakan orang. Ia
penasaran dengan filsafat yang begitu membingungkan. Setelah melakukan
penelitian, ia menemukan bahwa kebingungan ini banyak disebabkan oleh bahasa
filosofis yang rancu dan kacau.
Bagaimana seseorang bisa mengetahui benar salahnya suatu pendapat,
sebelum ia mampu memastikan bahwa bahasa yang dipakai untuk menyampaikan
pertanyaan, pernyataan dan perbincangan itu adalah benar?
“Arti” bukanlah sesuatu yang berada “di belakang” bahasa; tidak ada arti
“pokok”. Arti kata tergantung dari pemakaiannya, makna timbul dari penggunaan.
Arti kata itu seluruhnya tergantung dari permainan bahasa (language games) yang
sedang dimainkan.
Metode ini meneliti dan membedakan permainan-permainan bahasa itu
untuk mendapatkan keyakinan yang lebih baik. Juga menetapkan peraturan
masing-masing bahasa agar tidak terjadi kekeliruan logis dan kesalahpahaman
yang disebabkan oleh kerancuan makna kata.
PENUTUP

 KESIMPULAN

Filsafat adalah ilmu yang tak terbatas karena tidak hanya ada suatu hal
tertentu dari realitas yang tertentu. Filsafat senantiasa mengajukan pertanyaan
tentang seluruh kesatuan yang ada. Filsafat pun selalu mempersoalkan hakikat,
prinsip, dan asas mengenai realitas yang ada, bahkan apa saja yang dapat
dipertanyakan, termasuk filosofi itu sendiri.
Filsafat juga adalah feeling (lave) in wisdom. Mencintai mencari menuju
penemuan kebijaksanaan atau kearifan. Mencintai kearifan dengan melakukan
proses dalam arti pencarian kearifan sekaligus produknya.
Orang yang berfilsafat dapat diumpamakan sebagai seseorang yang berpijak
di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang , ia ingin mengetahui hakikat dirinya
dalam kemestaan alam, Karakteristiknya berfikit filsafat yang pertama adalah
menyeluruh, yang kedua mendasar.
DAFTAR PUSTAKA
Lubis, Nur A. Fadhil. (2015). Pengantar Filsafat Umum. Medan:
Perdana Publishing. 

1.Ahmad hanafi, Ma, Pengantar filsafat islam , (Bulan Bintang Jakarta


1990)

Amsal Bakhtiar. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Bakhtiar A. 2012. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Beerling. 1998. Pengantar Filsafat Ilmu. Jakarta: Tiara Wacana.

Suhartono S. 2008. Pengantar Filsafat Ilmu. Makassar: Badan Penerbit


Universitas Negeri.

Anda mungkin juga menyukai