Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadist adalah perkataan, perbuatan takrir atau sifat yang disandarkan kepada nabi
Muhammad SAW. sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Hadist mengandung beberapa
aspek yang terkait dengan pandangan hidup yang dapat membawa manusia kejalan yang
benar dan menuju kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dari beberapa aspek
tersebut, secara global terkandung materi tentang kegiatan belajar mengajar atau pendidikan
yang tentunya membutuhkan komponen-komponen pendidikan, diantaranya yaitu pendidik
dan peserta didik.
Pendidik dalam proses pendidikan adalah salah satu factor yang sangat penting untuk
mencapai tujuan pendidikan. Selain pendidik, peserta didik juga mempunyai peran penting
dalam proses pendidikan, tanpa adanya peserta didik, maka pendidik tidak akan bisa
menyalurkan pengetahuan yang dimilikinya sehingga proses pembelajaran tidak akan terjadi
dan menghambat tercapainya tujuan pendidikan antara pendidik dan peserta didik harus
sejalan agar tujuan pendidikan dapat tercapai.
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang subjek pendidikan dalam kajian
Hadits Tarbawi.

B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1.      Apa pengertian subyek pendidikan ?
2.      Bagaimana penjelasan Hadits dan Al-Qur'an tentang subyek pendidikan ?

C. Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dalam pembahasan makalah ini adalah :
1. Mengetahui dan memahami pengertian subyek pendidikan.
2. Mengetahui dan mamahami penjelasan subyek pendidikan berdasarkan Hadits dan
Al-Qur'an

D. Metodologi Penelitian
Penyusunan makalah ini menggunakan metodologi pendekatan kajian pustaka (studi
pustaka) dengan cara mengumpulkan data dan informasi melalui dokumen-dokumen
tertulis seperti literature buku, kitab, maupun dokumen elektronik seperti website yang
berkaitan dengan materi sebagai data pendukung.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Subyek Pendidikan


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa Subyek merupakan pelaku
atau orang yang sedang melakukan, sedangkan Pendidikan artinya proses pengubahan sikap
dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik. Menurut pengertian tersebut,
pendidikan dimaknai sebagai upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan melalui proses
pelatihan dan cara mendidik.
Dengan demikian, subyek pendidikan dapat diartikan sebagai "Orang atau kelompok
yang bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan sehingga materi yang diajarkan atau
yang disampaikan dapat dipahami oleh obyek pendidikan (pelajar,murid)".
Dengan kata lain bahwa subyek pendidikan itu adalah pendidik. Subyek pendidikan
yang dipahami oleh kebanyakan para ahli yaitu orang tua, guru-guru di sekolah (dalam
lingkup Formal) maupun dalam lingkaran informal atau masyarakat. Pendidikan pertama
yang kita ketahui selama ini adalah lingkungan keluarga (orang tua).
Salah satu unsur penting dalam proses pendidikan adalah pendidik.  Secara umum,
pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik. Sementara secara
khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang-orang yang bertanggung
jawab atas perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh
potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan
nilai-nilai ajaran Islam. Pendidik dalam konteks ini bukan hanya terbatas pada orang-orang
yang bertugas di sekolah, tetapi semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan anak
mulai sejak dalam kandungan hingga ia dewasa, bahkan sampai menunggal dunia. Dalam
ajaran Islam, pendidik (Guru) mendapatkan penghargaan yang tinggi. Begitu tingginya
penghargaan itu sehingga menempatkan kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan Nabi
dan Rasul. Hal ini dikarenakan guru selalu terkait dengan ilmu (pengetahuan); sedangkan
Islam sangat menghargai pengetahuan.
Dalam perspektif islam, pendidik yang paling utama atau yang paling bertanggung
jawab adalah orang tua. Karena anak (murid) itu adalah anak mereka, artinya Allah telah
menitipkan anak itu kepada kedua orang tua itu. Di dalam Alqur’an Allah mengatakan,
jagalah dirimu dan ahli familimu dari ancaman neraka. “Mu” pada kalimat “jagalah dirimu”
adalah kedua orang tua yaitu ayah dan ibu. Bagaimana kedua orang tua menjaga nya? Yaitu
dididik agar menjadi orang saleh dan tidak akan masuk neraka. “saleh” disini ialah saleh
tidak akan masuk neraka. Yaitu saleh menurut yang punya neraka, bukan menurut orang tua
itu.

B. Penjelasan Hadits Mengenai Subyek Pendidikan


1. Sifat dan Sikap Pendidik

‫ هُ ُأ ْل ِج َم‬C‫عن أبي هريرة قال قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم َم ْن ُسِئ َل ع َْن ِع ْل ِم َعلِ َمهُ ثُ َّم َكتَ َم‬
‫ْث َأبِ ْي‬ ُ ‫ ِدي‬C‫ى َح‬C ‫بن َع ْم ٍر َوقَا َل َأبُو ِعي َْس‬ ِ ‫َار َوفِي ْالبَا‬
ْ ِ‫ب ع َْن َجابِ ٍر َو َع ْب ِدهللا‬ ٍ ‫يَوْ َم اَ ْلقِيَا َم ِة بِلِ َج ِام ِم ْن ن‬
)‫ْث َح َس ٌن (أخرجه أب داود والترمذ ي‬ ٌ ‫يرةَ َح ِدي‬ َ ‫هُ َر‬

2
Artinya:
”Dari Abu Huroiroh RA. berkata: Rasullullah SAW bwrsabda: barang siapa yang ditanya
sesuati ilmu kemudian ia menyembunyikannya, maka ia nanti pada hari kiamat di kendalikan
dengan tali kendali dari api neraka.”(Hadits .Riwayat Abu Daud dan al-Turmudzi)

Hadits ini menerangkan bahwa diantara sifat seorang guru yang baik adalah
menyebarluaskan ilmu baik dengan melalui pengajaran, pembelajaran, menulis buku,
internet, dan lain-lain. Ilmu hendaknya dikonsumsi oleh seluruh umat manusia. Secara luas,
agar manfaatnya lebih luas dan masyarakat dapat pancaran sinarnya ilmu. Kewajiban seorang
alim adalah menyampaikan ilmu kepada orang lain disamping mengamalkannya untuk diri
sendiri.
Dalam hadits Rasulullah disebutkan bahwa yang artinya: “sampaikanlah kepadaku
walau satu ayat.” Maksudnya, sampaikanlah ilmu atau pelajaran dari Nabi walaupun sedikit
sesuai dengan kemampuan, atau sesuai ilmu yang diketahuinya. Menyampaikannya
hukumnya wajib dan menyimpannya merupakan perbuatan berdosa yang disebut
dengan khatim al-ilmi.  Beritakanlah kisah-kisah tentang bani israil yang disebut dengan
israiliyat asal tidak berdosa yakni tidak berbohong dan tidak berdusta, tetapi ada dasar
periwayatan yang kuat.
Ancaman orang yang berdusta dalam pemberitaan dari Nabi seperti membuat hadits
bohong (hadits maudhu’) adalah neraka. Tugas guru adalah menyampaikan ilmu, ayat, hadits
dan tidak boleh menyimpannya. Orang yang menyimpan ilmu ancamannya besar seperti yang
disebutkan dalam hadits berikut.
Pada hadits diatas Rasul bersabda:
ُ‫َم ْن ُسِئ َل ع َْن ِع ْل ِم َعلِ َمه‬
“Barang siapa yang ditanya sesuatu ilmu”

Barang siapa yang ditanya tentang suatu ilmu yang dibutuh kan oleh penanya dalam
urusan agama, baik menyangkut ilmu fardhu ain maupun fardhu kifayah.
ُ‫ثُ َّم َكتَ َمه‬
“kemudian ia menyembunyikannya”

Maksud dari menyembunyikan ilmu ialah tidak mau menjawab pertanyaan yang
dihadapi oleh seseorang atau malah melarang buku yang dibaca.
ٍ ‫ُأ ْل ِج َم يَوْ َم اَ ْلقِيَا َم ِة بِلِ َج ِام ِم ْن ن‬
‫َار‬
“ia nanti pada hari kiamat dikendalikan dengan tali kendali dari api neraka”

Api neraka diletakkan pada mulut penyimpan ilmu sebagaimana tali kendali
diletakkan pada mulut binatang sebagai siksaannya. Al Thibhy berkata, bahwa api yang
diletakkan pada muludnya diserupakan dengan tali kendali pada binatang karena sama-sama
diam. Orang alim diam dengan ilmunya sedangkan binatang diam terkendali tidak dapat
melakukan kehendaknya secara bebas. Menurut Alsayyid, bahwa maksud ilmu disini adalah
ilmu yang wajib diajarkan seperti mengajarkan keislaman kepada orang kafir, mengajarkan
sholat pada waktunya, minta fatwa tentang halal dan haram bukan ilmu sunah yang tidak
merupakan keharusan (Tuhfat al-Ahwadziy). Sifat guru yang baik adalah terbuka , transparan,
murah hati, tidak pelit dalam ilmu agama maupun umum bagi siapa saja yang

3
memerlukannya. Ilmu yang diajarkan dan diberikan kepada orang lain justru manfaatnya
akan lebih banyak, ilmu itu akan bertambah dan tidak akan habis.

ُ‫ َده‬C ‫ ِع ْن‬C‫ا‬C َ‫اربُونَ فََأقَ ْمن‬C ِ Cَ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َونَحْ نُ َشبَبَةٌ ُمتَق‬
َ ‫ي‬ َّ ِ‫ث قَا َل َأتَ ْينَا النَّب‬
ِ ‫ك ْب ِن ْال ُح َوي ِْر‬
ِ ِ‫ع َْن َأبِي ُسلَ ْي َمانَ َمال‬
‫ ِإلَى‬C‫ا َل ارْ ِجعُوا‬Cَ‫ َع َّم ْن تَ َر ْكنَا فِي َأ ْهلِنَا فََأ ْخبَرْ نَاهُ َو َكانَ َرفِيقًا َر ِحي ًما فَق‬C‫ِع ْش ِرينَ لَ ْيلَةً فَظَ َّن َأنَّا ا ْشتَ ْقنَا َأ ْهلَنَا َو َسَألَنَا‬
‫ُؤ َّم ُك ْم‬CCَ‫ ُد ُك ْم ثُ َّم لِي‬C‫صالَةُ فَ ْليَُؤ ِّذ ْن لَ ُك ْم َأ َح‬ َ ‫صلِّي َوِإ َذا َح‬
ْ ‫ض َر‬
َّ ‫ت ال‬ َ ‫ ُأ‬C‫ َك َما َرَأ ْيتُ ُمونِي‬C‫صلُّوا‬ َ ‫َأ ْهلِي ُك ْم فَ َعلِّ ُموهُ ْم َو ُمرُوهُ ْم َو‬
‫رواه البخارى‬ .‫َأ ْكبَ ُر ُك ْم‬
Artinya “Abu Sualiman Malik ibn al-Huwayris berkata: Kami, beberapa orang pemuda
sebaya  datang kepada Nabi saw., lalu kami menginap bersama beliau selama 20
malam. Beliau menduga bahwa kami telah merindukan keluarga dan menanyakan apa yang
kami tinggalkan pada keluarga. Lalu, kami memberitahukannya kepada Nabi. Beliau adalah
seorang yang halus perasaannya dan penyayang lalu berkata: “Kembalilah kepada
keluargamu! Ajarlah mereka, suruhlah mereka dan salatlah kamu sebagaimana kamu
melihat saya mengerjakan salat. Apabila waktu salat telah masuk, hendaklah salah seorang
kamu mengumandangkan azan dan yang lebih senior hendaklah menjadi imam.” (HR.
Bukhari)

‫ا‬CCَ‫ر َكبِي َرن‬Cْ ِّ‫يُوق‬


َ ‫ َو‬C‫يرنَا‬
َ ‫ ِغ‬C‫ص‬ َ ‫« لَي‬ -‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬
َ ‫رْ َح ْم‬CCَ‫ْس ِمنَّا َم ْن لَ ْم ي‬ َ َ‫ال ق‬ َ َ‫س ق‬
ٍ ‫َع ِن اب ِْن َعبَّا‬
ِ ‫َويَْأ ُمرْ بِ ْال َم ْعر‬
‫ رواه الترمذى‬.‫ُوف َويَ ْنهَ َع ِن ْال ُم ْن َك ِر‬
Artinya ”Ibn Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: Bukanlah termasuk
golongan kami orang yang tidak menyayangi yang lebih kecil, tidak memuliakan yang lebih
besar, tidak menyuruh berbuat makruf, dan tidak mencegah perbuatan munkar.” (HR.
Tirmidzi)

Penjelasan: Kedua hadits diatas menjelaskan bahwa sebagai manusia termasuk


pendidik harus memiliki kasih sayang. Rasulullah Saw memberikan contoh dengan
memperlakukan para sahabat dengan penuh santun dan kasih sayang. Jika Rasulullah
menyampaikan ajaran islam kepada sahabat dan umatnya dengan bersikap kasar dan tanpa
kasih sayang, maka tidak akan ada yang mengikutinya.
Sifat kasih sayang memiliki peran penting dalam pendidikan. Dengan adanya kasih
sayang dapat membangun hubungan dan interaksi yang baik antara pendidik dan peserta
didik. Seorang pendidik dalam memberikan pembelajaran dan pendidikan harus dilakukan
dengan penuh kasih sayang agar peserta didik dapat menerima apa yang disampaikan dengan
hati yang tenang dan nyaman.

‫ْض اَ ْم ِر ِه قَا َل‬ َ ‫ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ ْم اِ َذا بَ َع‬  ُ‫صلَّى هللا‬


ِ ‫ث اَ َحدًا ِم ْن اَصْ َحابِ ِه فِى بَع‬ َ ِ‫ قَا َل َكانَ َرسُو ُل هللا‬C‫ع َْن اَبِي ُمو َسى‬
‫ رواه مسلم‬C‫ تُ َع ِّسرُوا‬Cَ‫بَ ِّش ُر َوالَ تُنَـفِّرُوا َويَ ِّسرُوا َوال‬
Artinya : “Dari Abu Musa beliau berkata, “ Rasulullah SAW apabila mengutus salah satu
orang sahabatnya untuk mengerjakan sebagian perintahnya selalu berpesan “ Sampaikan

4
berita gembira oleh kalian dan janganlah kalian menimbulkan rasa antipati, berlaku
mudahlah kalian dan janganlah kalian mempersulit.” (HR. Muslim)

‫ا‬CC‫ا َولَ ِك ْن بَ َعثَنِ ْي ُم َعلِّ ًم‬CCً‫ا ً َوالَ ُمتَ َعنِّت‬C‫ ِإ َّن هللاَ لَ ْم يَ ْب َع ْثنِ ْي ُم ْعنِت‬:‫لم‬CC‫ ِه َوس‬C‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي‬
َ ِ‫ع َْن عَاِئ َشةَ قَا َل قَا َل َرسُو ُل هللا‬
‫رواه مسلم‬ .‫ُميَ ِّسرًا‬
Artinya : “Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda kepada ‘Aisyah:
“Sesungguhnya Allah tidak mengutusku sebagai orang yang menyusahkan dan merendahkan
orang lain. Akan tetapi, Allah mengutusku sebagai seorang pengajar (guru) dan pemberi
kemudahan.” (HR. Muslim)

Dari kedua hadits diatas sudah jelas bahwa seorang pendidik harus memiliki prinsip
motivasi dan memudahkan serta tidak mempersulit peserta didik dalam proses pendidikan
dan pembelajaran. Hal ini dilakukan agar dapat meningkatkan semangat belajar peserta didik.
Motivasi dapat dilakukan dengan pemberian nilai, pemberian pujian, dan lain-lain.
Dalam pembelajaran, pendidik hendaknya memberikan kemudahan pada peserta
didiknya, salah satunya dalam penyampaian materi. Dalam penyampaian materi pendidik
dapat menggunakan media pembelajaran agar anak didiknya dapat memahami apa yang
disampaikan dengan mudah.

َّ َ‫م يَتَخَ َّولُنَا بِ ْال َموْ ِعظَ ِة فِي اَأْلي َِّام َك َراهَة‬Cَ َّ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسل‬
‫ رواه‬.‫ا‬CCَ‫آ َم ِة َعلَ ْين‬C‫الس‬ َ ‫ع َْن ا ْب ِن َم ْسعُو ٍد قَا َل َكانَ النَّبِ ُّي‬
‫البخارى‬
Artinya : ”Dari Ibnu Mas'ud, Nabi SAW. selalu menyelingi hari-hari belajar untuk kami
untuk menghindari kebosanan kami.”

Hadits tersebut menjelaskan bahwa seorang pendidik hendaknya mengetahui dan


mengerti kondisi dan keadaan peserta didiknya. Manusia pada dasarnya memiliki rasa bosan.
Untuk menghindari kebosanan pada diri peserta didik, pendidik dapat menyelingi waktu
belajar dan memberikan waktu istirahat. Pembagian waktu belajar perlu dilakukan agar apa
yag disampaikan pendidik dapat diterima dengan baik oleh peserta didik tanpa ada rasa lelah
dan bosan.

2. Kedudukan Pendidik
‫م ِإنَّ َما َأنَا لَ ُك ْم بِ َم ْن ِزلَ ِة ْال َوالِ ِد ُأ َعلِّ ُم ُك ْم فَِإ َذا َأتَى َأ َح ُد ُك ْم‬Cَ َّ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسل‬ َ َ‫ع َْن َأبِي هُ َر ْي َرةَ قَا َل ق‬
َ ِ‫ال َرسُو ُل هللا‬
‫ْأ‬
ِ ْ‫ار َويَ ْنهَى ع َْن ال َّرو‬
‫ث‬ ٍ ‫ َوالَ يَ ْستَ ِطبْ بِيَ ِمينِ ِه َو َكانَ يَ ُم ُر بِثَالَثَ ِة َأحْ َج‬C‫ْالغَاِئطَ فَالَ يَ ْستَ ْقبِلْ ْالقِ ْبلَةَ َوالَ يَ ْستَ ْدبِرْ هَا‬
‫َوال ِّر َّم ِة رواه أبو داود‬
Artinya : “Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya
saya menempati posisi orangtuamu. Aku akan mengajarmu. Apabila salah seorang kamu
mau buang hajat, maka janganlah ia menghadap atau mebelakangi kiblat, janganlah ia

5
beristinjak (membersihkan dubur sesudah buang air) dengan tangan kanan. Beliau
menyuruh beristinjak (kalau tidak dengan air), dengan tiga batu dan melarang beristinjak
dengan kotoran (najis) dan tulang.”
Seorang pendidik berperan sebagai orang tua bagi peserta didiknya. Dalam hadits
diatas, Rasulullah SAW menempatkan dirinya sebagai orangtua dari para sahabatnya.
Rasulullah mengajari para sahabat bagaimana cara istinja’, yang harusnya hal tersebut
diajarkan oleh orang tua.
Pendidik adalah orang tua, sedangkan peserta didik adalah anak. Pendidik
bertanggung jawab terhadap perkembangan perilaku dan pendidikan anak di sekolah. Jadi,
pendidik bukan hanya bertanggung jawab dalam pemberian ilmu dan pemberian nilai, akan
tetapi juga bertanggung jawab atas sikap dan perilaku peserta didik. Seorang pendidik
diharapkan dapat memberikan kasih sayangnya dengan tulus layaknya kasih sayang orangtua
terhadap anaknya.
       
3. Keutamaan Pendidik
ٌ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل َأالَ ِإ َّن ال ُّد ْنيَا َم ْلعُونَةٌ َم ْلع‬
َّ‫ُون َما فِيهَا ِإال‬ َ ِ ‫ْت َرسُو َل هَّللا‬
ُ ‫عن أبى هُ َر ْي َرةَ يَقُو ُل َس ِمع‬
‫ِذ ْك ُر هَّللا ِ َو َما َواالَهُ َوعَالِ ٌم َأوْ ُمتَ َعلِّ ٌم رواه الترمذى‬
Artinya :“Abu Hurairah meriwayatkan  bahwa dia mendengar Rasulullah saw bersabda:
“Ketahuilah ! bahwa sesungguhnya dunia dan segala isinya terkutuk kecuali zikir kepada
Allah dan apa yang terlibat dengannya, orang yang tahu (guru) atau orang yang belajar.”

Hadits diatas menjelaskan bahwa pendidik  adalah orang yang terbebas dari kutukan
Allah SWT. Namun tidak semua pendidik mendapatkan keistimewaan itu. Pendidik yang
dimaksud adalah orang yang memiliki ilmu dan mengamalkan ilmunya serta mengajarkan
ilmunya dengan ikhlas hanya untuk mendapatkan ridho Allah SWT.

C. Penjelasan Al-Qur'an Mengenai Subyek Pendidikan


Didalam al-Qur’an semangat pendidikan jelas tertuang didalam surat Al-'Alaq ayat
pertama turun kepada Rasulullah saw, yaitu perintah “Iqra’. Suatu perintah yang menegaskan
arti penting membaca. Nasir Baki dalam menjelaskan kata “iqra’ sebagai sinyalemen, bahwa
Islam dibangkitkan dengan cara mengajak kepada manusia untuk berpikir. Sinyalemen
tersebut dapat dimaknai sebagai titik point urgensi pendidikan bagi setiap insan, karena
melatih berpikir adalah bagian dari tugas pendidikan.
Al-qur’an memuat segala hal untuk mengatur hidup kita, termasuk masalah
pendidikan. Dalam pendidikan tentunya ada yang namanya subjek pendidikan. Dalam
bahasan dibawah ini akan diuraikan beberapa dalil tentang subjek pendidikan dalam al-
qur’an, diantaranya adalah:

1. Q.S Al-Kahfi Ayat: 66


‫ك َعلَ ٰ ٓى َأن تُ َعلِّ َم ِن ِم َّما ُعلِّ ْمتَ ُر ْشدًا‬
َ ‫ال لَهۥُ ُمو َس ٰى هَلْ َأتَّبِ ُع‬
َ َ‫ق‬
Terjemahan Ayat

6
“ Musa berkata kepada khidhr: bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan
kepadaku ilmu yang benar diantara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu? (Q.S. Al-
Kahfi ayat: 66)”.

Dalam pertemuan kedua tokoh itu (Nabi Khidir dan Nabi Musa), Nabi Musa berkata
kepadanya, yakni kepada hamba Allah yang memperoleh ilmu khusus itu, “bolehkah aku
mengikutimu secara bersungguh-sungguh supaya engkau mengajarkan kepadaku sebagian
dari apa, yakni ilmu-ilmu, yang telah diajarkan allah kepadamu untuk menjadi petunjuk
bagiku menuju kebenaran?” dia menjawab, “sesungguhnya engkau, hai musa, sekali-kali
tidak akan sanggup sabar bersamaku.” Yakni, peristiwa-peristiwa yang engkau akan alami
bersamaku akan membuatmu tidak sabar. Dan, yakni padahal, bagaimana engkau dapat sabar
atas sesuatu, yang engkau belum jangkau secara menyeluruh hakikat beritanya?” engkau
tidak memiliki pengetahuan batiniah yang cukup tentang apa yang engkau lihat dan alami
bersamaku itu. 
Kata Attabi’uka asalnya adalah atba’uka dari kata tabi’a yakni mengikuti.
Penambahan huruf ta’ pada kata attabi’uka mengandung makna kesungguhan dalam upaya
mengikuti itu. memang demikianlah seharusnya seorang pelajar, harus bertekad untuk
bersungguh-sungguh mencurahkan perhatian bahkan tenaganya, terhadap apa yang akan
dipelajarinya. 
Bahwa ucapan nabi musa as, ini sungguh sangat halus. Beliau tidak menuntut untuk
diajar tetapi permintaannya diajukan dalam bentuk pertanyaan, “bolehkah aku
mengikutimu?”. Selanjutnya beliau menamai pengajaran yang diharapkannya itu sebagai
ikutan yakni beliau menjadikan diri beliau sebagai pengikut dan pelajar. Beliau juga
menggarisbawahi kegunaan pengajaran itu untuk dirinya secara pribadi yakni untuk menjadi
petunjuk baginya.

Nilai Pendidikan
Pada surat al-kahfi ayat 66 ini, kita dapat mengambil beberapa nilai-nilai pendidikan yaitu
antara lain:
a. Pendidikan bukan hanya dari orang tua, tetapi juga dari orang lain, seperti guru, dosen,
teman dan masyarakat.
b. Saat berbicara atau berlaku terhadap seorang pendidik haruslah menghormati dan
bersikap sopan santun kepadanya.
c. Menganggap bahwa pendidik lebih tahu dari diri kita.
d. Belajarlah dengan sungguh-sungguh, maka kita akan berhasil.

2. Q.S Al-Rahman Ayat 1-4


)٤( َ‫عَلَّ َمهُ ْالبَيَان‬ )٣( َ‫ق اإل ْن َسان‬
َ َ‫خَ ل‬ )٢( َ‫عَلَّ َم ْالقُرْ آن‬ )١( ‫الرَّحْ َم ُن‬
Terjemahan Ayat
(tuhan) yang maha pemurah
Yang telah mengajarkan al-qur’an
Dia menciptakan manusia
Mengajarnya pandai berbicara. (Q.S Al-Rahman ayat 1-4).

Kata Ar-Rahman telah dikemukakan antara lain ketika menafsiran surat fatihah dan
al-furqan. Dalam konteks ayat ini, dapat ditambahkan bahwa kaum musyrikin makkah tidak
mengenal siapa ar-rahman sebagaimana pengakuan mereka yang direkam oleh Q.S. Al-
Furqan (25): 60. Dimulainya surat ini dengan kata tersebut bertujuan juga mengundang rasa
ingin tahu mereka dengan harapan akan tergugah untuk mengakui nikmat-nikmat dan
beriman kepadanya. 

7
Kata Allama (mengajarkan) memerlukan dua objek. Banyak ulama’ yang
menyebutkan objeknya adalah kata al-isan (manusia) yang diisyaratkan oleh ayat berikutnya.
Thabathabai menambahkan bahwa jin juga termasuk karena karena surah ini ditujukan
kepada manusia dan jin. Kata al-insan pada ayat ini mencakup semua jenis manusia, sejak
nabi adam as. Sampai akhir zaman. 
Kata Al-Bayan pada mulanya berarti jelas. Kata tersebut disini dipahami oleh
thabathaba’i dalam arti “potensi mengungkap” yakni kalam/ucapan yang dengannya dapat
terungkap apa yang terdapat dalam benak. 

Nilai Pendidikan
Dari surat Ar-Rahman ayat 1-4 kita dapat mengetahui beberapa nilai pendidikan yang
terkandung didalamnya. Yaitu dikatakan bahwa allah telah mengajarkan al-qur’an kepada
manusia, sehingga manusia tersebut menjadi pandai, maksud ayat-ayat al-qur’an yang
diturunkan oleh allah kepada manusia itu bertujuan untuk memberi pedoman kepada manusia
agar manusia itu dapat memahami isi serta maknanya, sehingga manusia dapat bertingkah
laku yang sesuai dengan pedomannya yaitu al-qur’an.
Dalam kegiatan pembelajaran kita dapat mengartikan seorang guru yang mengajarkan
suatu ilmu kepada muridnya agar dapat dipahami apa yang diberikan oleh guru tersebut.
Sehingga ketika seorang guru memberikan evaluasi itulah yang dimaksud dengan pengajaran
disini. 

3. Q.S An-Najm Ayat 5-6


‫) ُذوْ ِم َّر ٍة فَا ْست ََوى‬5( ‫ َعلَّ َمهُ َش ِد ْي ُد ْالقُ َوى‬ )6(
Terjemahan Ayat
“ yang diajarkan kepadanya oleh (jibril) yang sangat kuat. Yang mempunyai akal yang
cerdas; dan (jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli”. (Q.S. An-Najm ayat 5-6).

Kata ‘Allamahul kepadanya bukan berarti bahwa wahyu tersebut bersumber dari
malaikat jibril. Seorang yang mengajar tidak mutlak mengajarkan sesuatu yang bersumber
dari sang pengajar. Bukankah kita mengajar anak kita membaca, padahal seringkali bacaan
yang diajarkan itu bukan karya kita? Menyampaikan atau menjelaskan  sesuatu secara baik
dan benar adalah salah satu bentuk pengajaran. Malaikat menerima wahyu dari allah dengan
tugas menyampaikannya secara baik dan benar kepada nabi saw. Dan inilah yang dimaksud
dengan pengajaran tersebut.
Kata Mirrah terambil dari kalimat amrartu al-haba yang berarti melilitkan tali guna
menguatkan sesuatu. Kata dzumirrah digunakan untuk menggambarkan kekuatan nalar dan
tingginya kemampuan seseorang. Al-biqa’i memahaminya dalam arti ketegasan dan kekuatan
yang luar biasa untuk melaksanakan tugas selainnya disertai dengan keikhlasan penuh. Ada
juga yang memahaminya dalam arti kekuatan fisik, akal dan nalar.  

Nilai Pendidikan
Berdasarkan penjelasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa sebagai subjek
pendidikan kita harus:
a. Dapat menjadi model dan teladan bagi murid-murid kelak
b. Menguasai materi yang akan diajarkan
c. Bersikap sewajarnya seorang guru tanpa ada sesuatu yang menyimpang.

4. Q. S An-Nahl 43-44

8
)43( َ ‫اس َألُوا َأهْ َل ال ِّذ ْك ِر ِإنْ ُك ْن ُت ْم اَل َتعْ َل ُم‬
‫ون‬ ْ ‫ك ِإال ِر َج اال ُن وحِي ِإ َلي ِْه ْم َف‬ َ ِ‫َو َم ا َأرْ َس ْل َنا ِمنْ َقبْل‬
 )44( ‫ُون‬ َ ‫اس َما نز َل ِإ َلي ِْه ْم َو َل َعلَّ ُه ْم َي َت َف َّكر‬ ِّ ‫ك‬
ِ ‫الذ ْك َر لِ ُت َبي َِّن لِل َّن‬ ْ ‫الزب ُِر َوَأ‬
َ ‫نزل َنا ِإ َل ْي‬ ُّ ‫ت َو‬ ِ ‫ِب ْال َب ِّي َنا‬
Terjemahan Ayat
“ dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang kami beri wahyu
kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu
tidak mengetahui. Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. 
Dan kami turunkan kepadamu al-qur’an, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa
yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”. (Q.S An-Nahl 43-
44).

Para ulama menjadikan kata rijal pada ayat ini sebagai alasan untuk menyatakan
bahwa semua manusia yang diangkat allah sebagai rasol adalah pria, dan tidak satupun
wanita. Memang dari segi bahasa, kata rijal yang merupakan bentuk jama’ dari kata rajul
seringkali dipahami dalam arti lelaki. Namun demikian, terdapat ayat-ayat al-qur’an yang
mengesankan bahwa kata tersebut tidak selalu dalam arti jenis kelamin lelaki. Ia digunakan
untuk menunjuk manusia yang memiliki keistimewaan atau ketokohan atau ciri tertentu yang
membedakan mereka dari yang lain. 
Kata ahl-adz-dzikri pada ayat ini dipahami oleh banyak ulama dalam arti para pemuka
agama yahudi dan nasrani. Mereka adalah orang-orang yang dapat memberi informasi
tentang kemanusiaan para rasul yang diutus allah. 
Kata in jika pada ayat diatas, yang biasanya digunakan menyangkut sesuatu yang
tidak pasti atau diragukan, mengisyaratkan bahwa persoalan yang dipaparkan oleh nabi saw
dan al-qur’an sudah demikian jelas sehingga diragukan adanya ketidaktahuan dan dengan
demikian, penolakan yang dilakukan kaum musyrikin itu bukan lahir dari ketidaktahuan,
tetapi dari sikap keras kepala.
Ayat az-zubur adalah jama’ dari kata zubur, yakni tulisan. Yang dimaksud disini
adalah kitab-kitab yang ditulis, seperti taurat, injil, zabur, dan shuhuf ibrohim as. Para ulama’
berpendaoat bahwa zubur adalah kitab-kitab singkat yang tidak mengandung syariat, tapi
sekedar nasihat-nasihat.
Thabathaba’i menegaskan bahwa diturunkannya al-qur’an kepada umat manusia dan
turunnya kepada nabi muhammad saw. adalah sama, dalam arti diturunkannya kepada
manusia dan turunnya kepada nabi muhammad saw. adalah agar mereka semua nabi dan
seluruh manusia mengambil dan menerapkannya. 

Nilai Pendidikan
Berdasarkan penjelasan diatas dalam surah an-nahl ayat 43-44 ada nilai pendidikan
yang terkandung didalamnya yaitu bahwa dalam dunia pendidikan kita dituntut untuk
berusaha mencari tahu apa yang kita pelajari, sehingga kita dapat memahami hal tersebut.
Dalam surah ini menjelaskan  bahwa kita diperintahkan untuk bertanya kepada orang yang
lebih tahu atau lebih pintar dari diri kita, dengan demikian kita akan dapat memahami sebuah
ilmu tidak hanya dengan pemahaman sepihak dari diri kita sendiri, melainkan penjelasan atau
pemaparan yang kita dapatkan dari orang lain. Orang lain tersebut dapat kita jadikan sebagai
guru, dan guru itulah yang berperan sebagai subjek pendidikan, karena gurulah yang akan
memberi pemahaman kepada kita tentang suatu hal yang tidak diketahui.  Sehingga materi
yang diajarkan atau yang disampaikan dapat dipahami oleh objek pendidikan. Pendidik
adalah individu yang mampu melaksanakan tindakan mendidik dalam situasi pendidikan
untuk mencapai tujuan pendidikan. 

9
Kita dapat membedakan pendidikan itu menjadi dua kategori yaitu:
a. Pendidik menurut kodrat, yaitu orang tua.
b. Pendidik menurut jabatan, yaitu guru. 

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Subyek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan, pengetahuan, emosi, dan
perasaan dan dapat dikembangkan sesuaikan dengan potensinya. Al-qur’an memuat
segala hal untuk mengatur hidup kita, termasuk masalah pendidikan. Dalam
pendidikan tentunya ada yang namanya subjek pendidikan. Subyek pendidikan adalah
siapa saja yang mewariskan ilmunya kepada kita. Seorang pendidik bisa saja
masyarakat, kakak, dan kedua orang tua dalam lingkup yang sederhana.
2. Sifat dan sikap yang dijelaskan dalam hadits dan dicontohkan oleh Nabi SAW adalah
sifat kasih sayang, memudahkan peserta didik, tidak mempersulit dan memahami
kondisi dan keadaan peserta didik.
3. Didalam hadits dijelaskan bahwa pendidik atau guru merupakan orangtua bagi anak
didiknya di Sekolah. Sehingga pendidik bertanggung jawab terhadap sikap dan
perilaku anak didik.Keutamaan pendidik yang disebutkan dalam hadits adalah tebebas
dari kutukan Allah.
4. Secara formal, pendidik/guru merupakan profesi yang memerlukan keahlian khusus.
Orang yang pandai berbicara dalam bidang-bidang tertentu, belum dapat disebut
sebagai guru. Karena untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi
untuk menjadi guru profesional yang harus menguasai betul seluk beluk pendidikan
dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan.
5. Kewajiban guru atau orang alim yaitu menyampaikan ilmu kepada orang lain yang
membutuhkan penjelasannya terutama anak didiknya.
6. Sifat guru yang baik adalah terbuka, transparan, dan pemurah dalam ilmu yang
dibutuhkan oleh masyarakat.
7. Larangan menyembunyikan ilmu syara’ yang dibutuhkan orang lain. Dan ancaman
penyimpan ilmu itu sejenis dengan perbuatannya, yakni diikat mulutnya dengan api
neraka, karena mulutnya bungkam tidak menjawab kebenaran.

B. Saran
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan dan kesalahan, baik dari segi penulisan maupun isi. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun. Kami juga
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid Khon. Hadits Tarbawi Hadits-hadits Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenamedia


Grup. 2012.
Abu Ahmad As Shidokare. Kitab Shahih Bukhari (Keutamaan Alqur’an no.4640). TK:
Pustaka Pribadi. 2009.
Ahmad Tafsir. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2014.
Muhammad  bin Ismail. Subulus Salam Syarah Bulughul Maram Kitab Thaharah. Jakarta:
Darus Sunnah Press. 2007.
http://ayloza.blogspot.co.id/2015/04/pendidik-dan-peserta-didik-serta.html
Ning Mukaromah, “Subjek Pendidikan Perspektif Al-Qur’an,” Ejournal, 2, (Januari, 1997), hlm.
3-4.
Wiwit Puji Lestari, “Konsep Pendidikan  Dalam Al-Qur’an,” Ejournal, 1, (Januari,2016,), hlm.
13-19 

11

Anda mungkin juga menyukai