Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“EMPIRISME (FILSAFAT BERBASIS PENGALAMAN)”

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

FILSAFAT UMUM

Dosen pengampu:

Iftitah, MA

Disusun Oleh Kelompok 9:

1. ADDHONIA BEATRICE AGATHA (1860308223252)


2. DESI RISKA SANDRA DEVI (1860308223224)
3. HALIMATUS SAKDIYAH (1860308223261)

PSIKOLOGI ISLAM 1A

FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN DAKWAH

UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG

OKTOBER 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani
sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Sholawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada teladan kita Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita
jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Kami sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas mata kuliah
Filsafat Umum dengan judul “Empirisme (Filsafat Berbasis Pengalaman)”. Penulis mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang membantu menyelenggarakan makalah ini. Ucapan terimakasih
tidak lupa penulis sampaikan kepada :

1. Prof. Dr. Maftuhin, M.Ag. Selaku rektor UIN SATU Tulungagung yang telah memberi
kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu di UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung.
2. Dr. Ahmad Rizqon Khamami, Lc., M.A selaku dekan Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah.
3. Bp. Iftitah, MA selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat Umum yang telah membimbing
dan memberikan masukan-masukan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu.
4. Civitas UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Yang telah memberikan izin dan fasilitas
kepada penulis untuk mencari dan mendapatkan tambahan pengetahuan dalam menyelesaikan
makalah ini.
5. Teman-teman PI 1A yang selalu mendukung penulis dalam pengerjaan makalah ini.

Dengan penuh harap, semoga jasa kebaikan mereka diterima Allah SWT dan tercatat sebagai
amal salih. Penulis sadar bahwa penyusunan makalah ini banyak terdapat kesalahan karena
keterbatasan penulis sebagai manusia biasa, untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi
kesempatan penulis dalam menyelesaikan tugas-tugas dimasa datang. Semoga dengan adanya makalah
ini bisa bermanfaat kepada siapa saja yang membaca.

Tulungagung, 22 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii

BAB I.............................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................................................................... 1

C. Tujuan..................................................................................................................................... 1

BAB II ............................................................................................................................................ 2

PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 2

A. Pengertian Empirisme ............................................................................................................ 2

B. Tokoh-Tokoh Aliran Empirisme ............................................................................................ 3

1. John Locke (1632-1704 M) ................................................................................................. 3

2. David Hume (1711-1776 M) ............................................................................................... 4

3. Herbert Spencer (1802-1903) .............................................................................................. 5

BAB III........................................................................................................................................... 7

PENUTUP...................................................................................................................................... 7

A. Kesimpulan ......................................................................................................................... 7

B. Saran ................................................................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................... 8

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai aliran filsafat, empirisme merupakan salah satu dari dua cabang filsafat
modern yang lahir pada zaman pencerahan. Bertentangan dengan rivalnya, rasionalisme,
yang menempatkan rasio sebagai sumber utama pengetahuan, empirisme justru memilih
pengalaman sebagi sumber utama pengetahuan baik lahiriah maupun batiniah.

Ilmu-ilmu empiris ini memperoleh bahan-bahan untuk sesuatu yang dinyatakan


sebagai hasil atau fakta dari sesuatu yang dapat diamati dengan berbagai cara. Bahan-bahan
ini terlebih dahulu harus disaring, diselidiki, dikumpulkan, diawasi, diverifikasi,
diidentifikasi, didaftar, dan diklasifikasikan secara ilmiah.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis ingin menyampaikan apa pengertian aliran
empirisme dari berbagai ahli dan menyampaikan bahwa data empiris masih memiliki
kekurangan untuk mengkaji berbagai informasi dan pengetahuan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Empirisme?
2. Siapa saja tokoh-tokoh yang mengembangkan paham Empirisme?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Empirisme.
2. Mengetahui siapa saja tokoh-tokoh Empirisme.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Empirisme
Empirisme berasal dari Bahasa Yunani yaitu empiria yang artinya coba-coba atau
pengalaman. Empirisme merupakan lawan dari rasionalisme. Empirisme menekankan pada
empiric atau pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Hal ini dapat dilihat bila
memperhatikan pertanyaan seperti “Bagaimana orang mengetahui es itu dingin?” Seorang
empiris akan mengatakan, “karena orang tersebut telah merasakan sendiri bahwa es itu
dingin”. Bagaimana dia mengetahui es itu dingin? Dengan menyentuh langsung lewat alat
peraba.dengan kata lain, seorang empiris akan mengatakan bahwa pengetahuan itu
diperoleh lewat pengalaman-pengalaman inderawi yang sesuai.1
Oleh sebab itu, empirisme dinisabatkan kepada faham yang memilih pengalaman
sebagai sumber utama pengetahuan yang dimaksudkan dengannya ialah baik pengalaman
lahiriah yang menyangkut dunia maupun pengalaman batiniyah yang menyangkut pribadi
manusia.2
Sedangkan menurut Sutarjo menyatakan bahwa empirisme merupakan aliran yang
mengakui bahwa pengetahuan itu pada hakikatnya didasarkan atas pengalaman atau empiri
melalui alat indra (empiri). Empirisme menolak pengetahuan yang semata-mata didasarkan
akal, karena dapat dipandang sebagai spekulasi belaka dan tidak berdasarkan realitas
sehingga berisiko tidak sesuai dengan kenyataan. Pengetahuan sejati harus didasarkan pada
kenyataan sejati, yaitu realitas.3
Empirisme sangat bertentangan dengan rasionalisme yang mengatakan bahwa akal
adalah alat pencari dan pengukur pengetahuan. Pengetahuan dicari dengan akal, temuannya
diukur dengan akal pula. Dicari dengan akal artinya dicari dengan berfikir logis. Diukur
dengan akal artinya diuji apakah temuan itu logis atau tidak.bila logis berarti benar, bila

1
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010) hal. 163
2
Juhaya S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat & Etika, (Jakarta: Kencana, 2005). hal.105
3
Sutardjo, Pengantar Filsafat Edisi Revisi,(Bandung: Refika Aditama,2009), hal. 117

2
tidak logis berarti salah. Jadi sumber pengetahuan bagi paham Rasionalisme adalah akal
yang logis.4

Dari uraian di atas tentang empirisme dan rasionalisme memiliki kekurangannya


masing-masing. Empiris (pengalaman) belumlah menjadi sebuah pengetahuan, karena
masih merupakan bahan yang belum berbentuk. Pengalaman itu menjadi sebuah
pengetahuan setelah diolah, dibentuk oleh akal kita. Begitupula dengan akal (rasio) belum
juga dapat menjadi sebuah pengetahuan, karena manusia memiliki akal yang terbatas.
Sehingga terkadang orang menafsirkan sesuatu dengan akalnya sama-sama logis padahal
sesuatu itu tidak sama, seperti ayam dan telur. Tanpa melibatkan konsep penciptaan tidak
dapat ditemukan mana dari keduanya yang pertama kali ada. Adanya telur karena ayam,
adanya ayam juga karena telur. Karena tidak pernah ditemukan ayam melahirkan seorang
anak ayam sebelum telur. Oleh karena itu pengetahuan perlu ditinjau dari kemungkinan
sumber lain.
Teori makna dan empirisme selalu harus dipahami lewat penafsiran pengalaman.
Kalau kaum rasionalis berpendapat bahwa manusia sejak lahir di karuniai idea oleh Tuhan
yang dinamakan “idea innatae” (idea terang benderang atau idea bawaan), maka pendapat
empiris berlawanan mereka mengatakan bahwa waktu lahir jiwa manusia adalah putih
bersih ( tabula rasa), tidak ada bekal dari siapapun yang merupakan “idea innatae”.

B. Tokoh-Tokoh Aliran Empirisme


1. John Locke (1632-1704 M)
John Locke lahir tanggal 29 Agustus 1632 di Wrington, Inggris. Di samping
sebagai seorang ahli hokum, ia juga menyukai filsafat dan teologi, mendalami ilmu
kedokteran dan penelitian kimia.
Bagi Locke, mula-mula rasio manusia harus dianggap sebagai “lembaran kertas
putih” dan seluruhnya isinya berasal dari pengalaman. Bagi Locke, pengalaman ada 2,
yaitu : pengalaman lahiriah (sensation) dan pengalaman batiniah (reflection). Kedua
sumber pengalaman ini menghasilkan ide-ide tunggal atau sederhana (simple ideas).5

4
Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, (Bandung:Rosdakarya, 2006), hal. 30
5
Juhaya S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat & Etika, (Jakarta: Kencana, 2005). hal.110

3
Ide sederhana merupakan ide yang tidak bisa dibagi atau dianalisis menjadi ide-ide
yang lebih sederhana lagi. Ide sederhana bisa diperoleh melalui pengindraan ataupun
refleksi, dan pikiran menerimanya secara pasif.
Selain ide tunggal atau sederhana, John Locke juga mengenalkan mengenai ide
kompleks (complex ideas). Ide kompleks merupakan kumpulan dari ide sederhana dan
diperoleh melalui proses kognitif, pikiran secara aktif mengombinasikan ide-ide
sederhana menjadi ide kompleks. Bagi Locke, pikiran hanya bisa mengolah dan
mengatur ide-ide yang sudah ada, dan pikiran tidak bisa menciptakan atau
memusnahkan ide.
Locke juga berbicara tentang realitas atau objek yang mungkin diteliti oleh sains,
dan objek yang tidak mungkin diteliti. Locke membagi kualitas dari suatu objek
menjadi 2, yaitu: kualitas primer dan kualitas sekunder. Kualitas primer adalah kualitas
atau karakteristik yang melekat dan tidak terpisahkan dari objek, serta lepas dari
pengaruh persepsi, seperti bentuk dan ukuran suatu objek. Sedangkan, kualitas
sekunder adalah kualitas objek yang merupakan hasil dari pengindraan dan dipengaruhi
oleh pengalaman orang yang mengalaminya, seperti warna, bau, ataupun suara.
Sehubungan dengan itu, menurut Locke, sains hanya mungkin mendapatkan
pengetahuan objektif dan valid jika hanya melakukan penelitian terhadap kualitas
primer dari suatu objek, sedangkan penelitian terhadap kualitas sekunder dari objek
tersebut hanya akan menghasilkan kemungkinan-kemungkinan dan ketidakpastian.6

2. David Hume (1711-1776 M)


Hume lahir pada tanggal 7 Mei 1711 di Edinburgh Inggris dan meninggal pada
tanggal 25 Agustus 1776.7 Hume sepakat dengan Locke bahwa pengetahuan hanya
mungkin diperoleh melalui pengalaman, baik pengalaman internal maupun eksternal.
Hume mengkritik tentang pengertian subtansi dan kausalitas (hubungan sebab akibat). 8
Ia tidak menerima subtansi, sebab yang dialami manusia hanya kesan-kesan saja
tentang beberapa ciri yang selalu ada bersama-sama. Dari kesan muncul gagasan.

6
Agus Abdul Rahman, Sejarah Psikologi dari Klasik Hingga Modern, (Depok: Rajawali Pers, 2019), hal.95-96
7
Ibid, hal. 86
8
Op. Cit, Juhaya, hal. 112

4
Kesan adalah hasil pengindraan langsung atas realitas lahiriah, sedang gagasan adalah
ingatan akan kesan-kesan.
Hume membagi kesan menjadi dua: kesan sensasi dan kesan refleksi. Kesan
sensasi adalah kesan-kesan yang masuk ke dalam jiwa yang tidak diketahui sebab-
musababnya. Misalnya (kita melihat sebuah meja kayu): benda yang saya lihat di depan
adalah meja. Kesan refleksi adalah hasil dari gagasan. Gagasan jika muncul kembali
ke dalam jiwa akan membentuk kesan-kesan baru. Kesan baru hasil pencerminan dari
ide sebelumnya inilah yang disebut dengan kesan refleksi. Misalnya, (kita melihat
sebuah meja dari besi): itu meja besi. Kita dapat menentukan bahwa itu meja walaupun
terbuat dari bahan yang berbeda, karena sebelumnya kita sudah ada kesan sensasi
terhadap meja kayu.
Sedangkan ia menolak tentang kausalitas dan menurutnya bahwa pengalaman
hanya memberi kita urutan gejala, tetapi tidak memperlihatkan kepada kita urutan
sebab-akibat. Hume lebih suka menyebut urutan kejadian. Jika kita bicara tentang
hukum alam atau sebab akibat, sebenarnya kita membicarakan apa yang kita harapkan,
yang merupakan gagasan kita saja, yang lebih didikte oleh kebiasaan atau perasaan kita
saja.9
Pengalaman lebih memberi keyakinan dibandingkan kesimpulan logika atau
kemestian sebab akibat. Hukum sebab akibat tidak lain hanya hubungan saling
berurutan saja dan secara konstan terjadi seperti api membuat air mendidih. Dalam api
tidak bisa diamati adanya "daya aktif" yang mendidihkan air. Daya aktif yang disebut
hukum kausalitas itu tidak bisa diamati. Dengan demikian kausalitas tidak bisa
digunakan untuk menetapkan suatu peristiwa yang akan datang berdasarkan peristiwa
terdahulu.10

3. Herbert Spencer (1802-1903)


Filsafat Herbert Spencer berfokus pada teori evolusi. Sembilan tahun sebelum
karya terkenal Darwin The Origin of Species (1859) diterbitkan, Spencer telah
menerbitkan sebuah buku tentang teori evolusi. Teori evolusi Spencer membahas

9
Op. Cit, Ali Maksum, hal. 136-137
10
Op. Cit, Amsal Bahtiar, hal. 100-101

5
tentang evolusi integrasi materi, evolusi kehidupan, evolusi pemikiran, evolusi
masyarakat dan evolusi moral. Empirisme terlihat jelas dalam filsafatnya tentang the
great unknowable. Menurut Spencer, kita hanya bisa melihat fenomena atau gejala.
Tentu saja di belakang fenomena-fenomena ini memiliki dasar yang absolut, tetapi
yang absolut tidak bisa kita kenal. Pada prinsipnya, persepsi kita hanya berkaitan
dengan hubungan antara fenomena. Spencer menyebut “the great unknowable” di balik
fenomena ini. Spencer mengatakan jelas bahwa metafisika tidaklah mungkin.
“Ide-ide keilmuan pada akhirnya adalah penyajian realitas yang tidak dipahami (the
great unknowable).” kata Spencer, penyebab semua ini adalah relativitas semua
pengakuan kita. Kita berpikir dengan cara menghubung-hubungkan pengetahuan,
pikiran kita itu dibentuk oleh gejala-gejala itu, karena itu tidak mungkin kita menembus
bagian belakang gejala tersebut. Kita percaya bahwa pemikiran dibentuk oleh
fenomena ini, dan ini menunjukkan bahwa rekonsiliasi antara sains dan agama menjadi
tidak mungkin. Apa yang dipahami? Biarkan sains berbicara hukumnya, biarkan ia
menolak Tuhan dan mengadopsi materialisme, biarkan agama membela Tuhan dan
menolak materialisme. Tidak ada cara untuk memahami agama; agama di belakang
fenomena.
Kesimpulannya, Pada prinsipnya persepsi kita hanya berkaitan dengan hubungan
antara fenomena. Penyebab semua ini adalah relativitas semua pengakuan kita. Kita
percaya bahwa pemikiran dibentuk oleh fenomena ini, dari sini kita tahu bahwa
rekonsiliasi antara sains dan agama menjadi tidak mungkin.

6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Empirisme berasal dari Bahasa Yunani yaitu empiria yang artinya coba-coba atau
pengalaman. Empirisme merupakan lawan dari rasionalisme. Empirisme menekankan
pada empiric atau pengalaman sebagai sumber pengetahuan. empirisme merupakan salah
satu dari dua cabang filsafat modern yang lahir pada zaman pencerahan. Bertentangan
dengan rivalnya, rasionalisme, yang menempatkan rasio sebagai sumber utama
pengetahuan, empirisme justru memilih pengalaman sebagi sumber utama pengetahuan
baik lahiriah maupun batiniah.
2. Tokoh-tokoh aliran Empirisme antara lain, John Locke, David Hume, dan Herbert
Spencer.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, penulis senantiasa dengan lapang dada menerima segala bimbingan dan arahan serta
kritik yang membangun demi perbaikan pada karya-karya ke depannya.

7
DAFTAR PUSTAKA

Praja, J. S. (2014). Aliran-Aliran Filsafat & Etika. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

Rahman, A. A. (2019). Sejarah Psikologi Dari Klasik Hingga Modern. Depok: Rajawali Pers.

Sutardjo. (2009). Pengantar Filsafat Edisi Revisi . Bandung: Refika Aditama.

Tafsir, A. (2006). Filsafat Ilmu. Bandung: Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai