Anda di halaman 1dari 18

Sabar dan Taubat Dalam Al-Qur’an

Oleh:
Shariani dan Nurfadillah
Prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam
IAI Muhammadiyah Sinjai
E-mail: Shariani2709@gmail.com Nrfdillah2002@gmail.com

Abstrak

Taubat dan sabar merupakan upaya yang harus dilakukan oleh manusia
agar manusia selamat dunia dan akhirat. Dengan bertaubat berarti kita
menyesali semua dosa yang telah kita perbuat, baik yang kita sengaja atau tidak
kita sengaja karena sebagai manusia kita pasti tidak lepas dari yang namanya
dosa, baik dosa kepada sang pencipta yaitu Allah SWT atau dengan sesama
manusia. Dalam agama, sabar merupakan satu di antara stasiun-stasiun
(maqamat) agama, dan satu anak tangga dari tangga seorang salik dalam
mendekatkan diri kepada Allah. Taubat adalah aktivitas meninjau atau menelaah
tindakan-tindakan yang pernah diperbuat atau menyesali kesalahan-kesalahan
pada masa lampau, yang disertai dengan komitmen untuk berubah menjadi lebih
baik.

Kata Kunci: Sabar, Taubat

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Taubat dan sabar merupakan upaya yang harus dilakukan oleh manusia
agar manusia selamat dunia dan akhirat. Dengan bertaubat berarti kita
menyesali semua dosa yang telah kita perbuat, baik yang kita sengaja atau
tidak kita sengaja karena sebagai manusia kita pasti tidak lepas dari yang
namanya dosa, baik dosa kepada sang pencipta yaitu Allah SWT atau
dengan sesama manusia. Taubat itu merupakan solusi dan setelah bertaubay
kita diharapkan untuk tidak melakukan kesalahan-kesalahan yang dulu

1
pernah kita lakukan dan menuju pada pribadi yang lebih baik karena telah
bersih dari dosa-dosa.
Sabar adalah sifat yang harus dimiliki oleh setiap manusia agar ia selalu
merasa cukup dan selalu syukur terhadap apa yang Allah takdirkan
kepadanya. Dengan melalui pintu sabar maka akan terbuka pintu-pintu yang
lain seperti tabah, baik hati, berprasangka baik dan sebagainya. Makadari itu
kita sebagai manusia harus selalu menumbuh kembangkan sifat sabar. Dan
dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai taubat dan sabar.1
2. Metode
Penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah metode kualitatif dengan
jenis library reseach atau penelitian kepustakaan. Studi kepustakaan adalah
penelitian yang menggunakan berbagai jenis materi dalam mengumpulkan
data dan informasi yang peniliti kumpulkan melalui hasil bacaan melalui
dokumen, ensiklopedia, kamus, jurnal, majalah, buku, dan lain sebagainya
yang berasal dari diperpustkaan.
Studi kepustakaan mengumpulkan berbagai referensi literatur atau
hasil penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan dan memiliki
relevansi pada tema atau pembahasan sebagai landasan yang dilakukan
peneliti untuk mendapatkan dasar untuk memperkaya kekhasanahan penulis
pada landasan teori yang digunakan. Sedangkan dalam mencari sumber
bacaan yang dijadikan acuan peneliti juga harus selektif dalam memilih
karena tidak semua dapat dijadikan sebagai referensi penelitian. Maka
dalam mendapatkan bahan bacaan dari literatur lainya harus memerlukan
ketekunan, keuletan, kejelian dan kerajinan untuk mengumpulkan data
tersebut baik referensi sumber data yang bersifat primer maupun yang
sekunder.
Sedangkan ahli lain menuturkan bahwa studi kepustakaan berkaitan
erat dengan budaya, norma dan nilai pada situasi sosial yang diteliti. Oleh
kareana itu menjadi penting dalam penelitian kepustakaan untuk

1
Mega Sholihah, “Taubat dan Sabar”, (megasholihah33.blogspot.com., diakses pada 26 Juli
2015).

2
memerhatikan berbagai sumber data visual yang akan dijadikanladasan
teori dalam penelitian, karena penggunaan referensi yang tidak memenuhi
unsur relefansi yang akan diteliti berakibat pada ketidakvalidan terhadap
hasil penelitian yang dilakukan peneliti.
3. Rumusan Masalah
a. Apa definisi dari sabar dan taubat?
b. Bagaimana hakikat sabar dan taubat?
c. Apa saja dalil-dalil tentang sabar dan taubat?
d. Bagaimana konsep sabar dan taubat?
B. PEMBAHASAN
1. Definisi Sabar dan Taubat
a. Definisi Sabar
Sabar (al-shabru) menurut bahasa adalah menahan diri dari keluh
kesah. Bersabar artinya berupaya sabar. Ada pula al-shibru dengan
mengkasrah-kan shadartinya obat yang pahit, yakni sari pepohonan
yang pahit. Ada yang berpendapat, “Asal kalimat sabar adalah keras
dan kuat. Al-Shibru tertuju pada obat yang terkenal sangat pahit dan
sangat tidak menyenangkan. Ada pula yang berpendapat, "Sabar itu
diambil dari kata mengumpulkan, memeluk, atau merangkul. Sebab,
orang yang sabar itu yang merangkul atau memeluk dirinya dari
keluh-kesah. Ada pula kata shabrah yang tertuju pada makanan.
Pada dasarnya, dalam sabar itu ada tiga arti, menahan, keras,
mengumpulkan, atau merangkul, sedang lawan sabar adalah keluh-kesah.
Menurut M. Quraish Shihab pengertian sabar sebagai “menahan
diri atau membatasi jiwa dari keinginannya demi mencapai sesuatu yang
baik atau lebih baik (luhur)”. Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah,
sabar artinya menahan diri dari rasa gelisah, cemas dan amarah;
menahan lidah dari keluh kesah; menahan anggota tubuh dari
kekacauan.
Menurut Achmad Mubarok, pengertian sabar adalah tabah hati
tanpa mengeluh dalam menghadapi godaan dan rintangan dalam jangka

3
waktu tertentu dalam rangka menca pai tujuan. Menurut Muhammad
Rabbi Muhammad Jauhari, sabar adalah bertahan diri untuk
menjalankan berbagai ketaatan, menjauhi larangan dan menghadapi
berbagai ujian dengan rela dan pasrah. Ash Shabur (Yang
Mahasabar) juga merupakan salah satu asma'ul husnaAllah SWT.,
yakni yang tak tergesa-gesa melakukan tindakan sebelum waktunya.
Dalam kitab At-Ta’rifat karangan As-Syarif Ali Muhammad Al-
Jurjani disebutkan bahwa sabar adalah, “sikap untuk tidak mengeluh
karena sakit, baik karena Allah Swt. apalagi bukan karena Allah Swt.
Itulah sebabnya Allah Swt. memberikan pujian atau semacam
penghargaan terhadap kesabaran nabi Ayyub As. Sedangkan menurut
ahli tasawuf sabar adalah Pada hakikatnya sabar merupakan sikap berani
dalam menghadapi kesulitan-kesulitan. Menurut Al-Kharraz sabar
adalah sebuah isim (nama) yang mengandung makna-makna lahir dan
batin. Sedangkan menurut Tustari berkata, tidak disebut dengan satu
perbuatan jika tanpa sabar, dan tidak ada pahala yang lebih besar dari
pada sabar dan tidak ada bekal yang paling baik kecuali takwa
Dalam agama, sabar merupakan satu di antara stasiun-stasiun
(maqamat) agama, dan satu anak tangga dari tangga seorang salik
dalam mendekatkan diri kepada Allah. Struktur maqamat agama terdiri
dari (1) Pengetahuan (ma'arif) yang dapat dimisalkan sebagai pohon,
(2) sikap (ahwal) yang dapat dimisalkan sebagai cabangnya, dan (3)
perbuatan (amal) yang dapat dimisalkan sebagai buahnya.2
b. Definisi Taubat
Taubat adalah aktivitas meninjau atau menelaah tindakan-tindakan
yang pernah diperbuat atau menyesali kesalahan-kesalahan pada masa
lampau, yang disertai dengan komitmen untuk berubah menjadi lebih
baik.

2
Sukino, “Konsep Sabar Dalam Al-Quran Dan Kontekstualisasinya Dalam Tujuan Hidup
Manusia Melalui Pendidikan (The Concept of Patient in Al-Quran and Kontekstualisasinya in
Purpose Human Life Through Education)”, (Jurnal RUHAMA Volume 1 No.1, Mei 2018), h. 66.

4
Taubat adalah kembali kepada Tuhan Yang Maha Penutup segala
kekurangan dan Yang Maha tahu segala yang ghaib. Itu adalah
permulaan jalan menuju Allah dan merupakan modal bagi orang-orang
yang akan memperoleh kemenangan. Taubat bagaikan deterjen yang
mampu menghilangkan noda pada pakaian, dengan taubat seseorang
dapat kembali bersih, dengan taubat dosa seseorang menjadi terampuni.
Maka taubat adalah kembalinya seorang hamba pada jalan kebenaran dan
diridhoi oleh Allah, setelah sebelumnya berada dalam kemaksiatan yang
menyebabkan dirinya jauh dari Allah. Kini dengan penuh kesadaran,
penyesalan, dan keyakinan kembali kepada jalan kebenaran.3
2. Hakikat Sabar dan Taubat
a. Hakikat Sabar
Dalam menganalisis pandangan Prof. Dr.Hamka dan Prof. Dr.
Quraish Shihab mengenai hakikat sabar, bahwasanya hakikat kesabaran
adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan diri, menaati
perintah Allah, dan menghadapi ujian dan cobaan dari Allah.
Kesabaran tersebut, hendaknya dibarengi dengan memuji Tuhan agar
tetap dalam lindungan Allah Swt. Hamka menegaskan bahwa orang-
orang mu’min yang berjuang menegakkan kebenaran Ilahi, supaya
mereka memegang teguh kesabaran dan takwa. Sabar yang berarti tabah,
jangan tergoncang oleh sepak terjang, tingkah laku dan tipu daya busuk
musuh-musuh Allah swt. Sebab yang demikian akan mengurangi tenaga
mereka yang sedang berjuang. Agar kesabaran bisa teguh, hendaknya
selalu diberi dasar takwa, karena takwa adalah hubungan pribadi dengan
Allah. Pribadi yang bertakwa itulah yang akan sanggup menahan hati
memiliki ketabahan dan tetap bersabar sehingga berjalan terus menuju
apa yang dimaksud.Di ayat lain, seperti QS al-Baqarah (2): 153.
Hamka mengatakan bahwa sebuah tujuan besar seperti menegakkan
tauhid—yakni tauhid yang bebas dari kemusyrikan, dan tauhid yang
tidak tercampur khurafat dan takhayul—tentu tidaklah mudah, banyak

3
Baharuddin, Paradigma Psikologi Islam, (Yogyakarta: Pustaka pelajar,2004), h. 2

5
rintangan, cobaan, dan godaan yang menghadang. Semuanya itu harus
dijalani dan dibarengi dengan kesabaran, di samping juga harus disertai
dengan shalat sebagai jalan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Tampaknya pendekatan yang dilakukan oleh Hamka tersebut
didasari oleh pengalaman-pengalaman yang ia alami ketika menjalankan
dakwahnya di Minangkabau dan Sumatra. Dalam upayanya memberantas
praktik-praktik keagamaaan yang menyimpang dan memurnikannya,
Hamka kerap dituduh telah sesat dan bahkan dicap kafir. Ini pula yang
pernah dialami oleh ayahnya, Abdul Karim Amrullah. Cemoohan dan
tuduhan semacam ini menjadi sebuah konsekuensi seorang mubaligh
seperti dirinya. Oleh karena itu, bagi seorang mubaligh diperlukan
kesabaran yang tinggi
Dalam pandangan Hamka, nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad
saw., semuanya mengalami kesulitan dalam menyampaikan risalah
dakwah. Kemenangan mereka hanya ada pada kesabaran. Nabi Ya’qub
a.s. misalnya, ia sabar menunggu pulang anaknya yang hilang lebih dari
25 tahun, bahkan sampai berputih mata, dan akhirnya Yusuf a.s. kembali
juga. Tujuh tahun Yusuf a.s. menderita dipenjara karena suatu fitnah,
namun dengan kesabarannya, ia jalani nasibnya; akhirnya dia dipanggil
untuk menjadi menteri besar. Bertahun-tahun Ayub a.s menderita
penyakit sehingga tersisih dari anak istri, akhirnya penyakitnya
disembuhkan Allah dan setelah pulang ke rumah didapatinya anak yang
10 telah menjadi 20 oleh karena semuanya sudah kawin dan beranak.
Demikian pula Ibrahim a.s dapat menyempurnakan kalimat-kalimat ujian
Tuhan karena sabar, Musa a.s. bersama Bani Israilnya, dan Ismail a.s.
yang membangun angkatan Arab menuju peradaban baru, dan Isa al-
Masih dengan hawariyyin semuanya dilewatinya dengan sabar.
Lebih lanjut Hamka memberi anjuran agar jangan memperdulikan
halangan orang yang menghalangi dan kebencian orang yang benci,
melainkan lebih baik sabar, tahan hati dan tabah. Sabar yang indah,
maksudnya sikap tenang tidak lekas marah, tidak naik darah, menerima

6
cemoohan itu dengan senyum simpul, jangan termenung dan putus asa,
lanjutkan usaha dan jangan berhenti di tengah jalan.4
b. Hakikat Taubat
Hakikat taubat yaitu perasaan hati yang menyesali perbuatan maksiat
yang sudah terjadi, lalu mengarahkan hati kepada Allâh Azza wa Jalla
pada sisa usianya serta menahan diri dari dosa. Melakukan amal shaleh
dan meninggalkan larangan adalah wujud nyata dari taubat.
Taubat mencakup penyerahan diri seorang hamba kepada Rabbnya,
inabah (kembali) kepada Allâh Azza wa Jalla dan konsisten menjalankan
ketaatan kepada Allâh. Jadi, sekedar meninggalkan perbuatan dosa,
namun tidak melaksanakan amalan yang dicintai Allâh Azza wa Jalla ,
maka itu belum dianggap bertaubat.
Seseorang dianggap bertaubat jika ia kembali kepada Allâh Azza wa
Jalla dan melepaskan diri dari belenggu yang membuatnya terus-menerus
melakukan dosa. Ia tanamkan makna taubat dalam hatinya sebelum
diucapkan lisannya, senantiasa mengingat apa yang disebutkan Allâh
Azza wa Jalla berupa keterangan terperinci tentang surga yang dijanjikan
bagi orang-orang yang taat, dan mengingat siksa neraka yang ancamkan
bagi pendosa. Dia berusaha terus melakukan itu agar rasa takut dan
optimismenya kepada Allâh semakin menguat dalam hatinya. Dengan
demikian, ia berdoa senantiasa kepada Allâh Azza wa Jalla dengan penuh
harap dan cemas agar Allâh Azza wa Jalla berkenan menerima taubatnya,
menghapuskan dosa dan kesalahannya.5
Taubat itu tersusun atas tiga perkara yang sebati dan tersusun berdasarkan
tertib urutannya, yaitu: ilmu, ke-adaan, dan perbuatan. Maka susunan dan
tertibnya adalah ilmu yang pertama, kemudian keadaan yang kedua, dan yang
terakhir adalah perbuatan. Yang pertama mengha-ruskan yang kedua dan yang
kedua mengharuskan yang ketiga. Adapun ilmu (pengetahuan), yaitu:
mengetahui besarnya dosa. Dan dosa itu menjadi hijab (dinding) an-tara

4
Hamka (Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah), Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka
Panjimas,1984), h. 15.
5
Almanhaj, “Taubat: Pengertian, Hakikat, Syarat dan Keutamaan”, (diakses dari almanhaj.or.id.)

7
hamba dan Allah Ta’ala. Apabila ia mengetahui yang demikian dengan
marifah yang teguh, dengan suatu tekat keyakinan di hatinya, niscaya
berkobarlah perasaan pedih di hati, diakibatkan hilangnya zat yang
dikasihi itu. Orang yang kehilangan kekasih tentu akan merasa sedih dan
pe-dih. Kalau hilangan kekasih karena perbuatannya, niscaya ia akan
menyesali perbuatannya. Dan rasa sesal itu akan menyebabkan suatu
tindakan lain yang berkaitan dengan waktu sekarang, waktu yang lalu,
dan waktu yang akan datang.Yang berkaitan dengan waktu sekarang
adalah dengan meninggalkan dosa yang dikerjakannya. Dan yang
menyangkut dengan waktu yang akan datang adalah dengan bercita-cita
sekuat tenaga untuk meninggalkan dosa yang menyebabkan jauh dari
Allah hingga mening-gal dunia. Dan yang menyangkut waktu yang lalu
adalah dengan memperbaiki kembali apa yang hilang itu dengan
penambalan jikalau bisa ditambalkan atau pengganti yang sebanding
dengan perbuatan dosa yang dilakukan. Ilmu adalah tempat munculnya
segala kebajikan, dan ilmu akan membangkitkan iman dan yakin, iman
adalah ibarat pembenaran, bahwa dosa itu adalah racun yang
membinasakan.
Dan yakin, adalah ibarat dari penguatan pembenaran ini, meniadakan
keraguan daripadanya dan menguatkan serta meneguhkan hati. Jadi ilmu
adalah yang membangkitkan keimanan yang menyebabkan rasa sesal di
hati karena telah melakukan dosa dan menjauh dari Allah. Dengan sesal
akhirnya diri mengakui kekhilafannya dan mencoba untuk
memperbaikinya, meraih kembali cinta kepada Allah yang mulai pupus
dari hatinya, seolah-olah ia mendapatkan kembali sinar matahari setelah
sekian lama berada dalam kegelapan. Dengan sinar itu menjadi hangatlah
hatinya dan muncullah sebuah keyakinan bahwa ia mampu meninggalkan
dosa dan maksiat kemudian muncullah jiwa ketaatan dan kecintaan
kepada Allah Ta’ala. Taubat haruslah menyeluruh, mengetahuinya
dengan ilmu, menyesali, dan meninggalkan pada masa sekarang, masa
yang akan datang danmemperbaiki kembali apa-apa yang terjadi di masa

8
lampau. Sahal bin Abdullah At-Tusturi mengatakan dalam (al-Ghozali,
Ihya Ulumuddin; 931), “Taubat itu adalah penggantian perbuatan yang
tercela, dengan perbuatan yang terpuji”.Tentang apa dan dari apa taubat
itu dilakukan; antara dosa kecil dan dosa besar Sebelum melakukan
taubat nasuha maka kita harus mengenal dosa itu sendiri, karena taubat
adalah mening-galkan dosa maka tidak mungkin kita dapat meninggalkan
dosa itu tanpa kita mengenal dosa itu sendiri. Jadi kalau taubat itu wajib
dilakukan setelah melakukan kesalahan maka mengenal dan mengetahui
dosa itu adalah wajib.Manusia pada dasarnya mempunyai perilaku dan
sifat yang kompleks, dari sifat dan perilaku yang baik seperti malaikat
hingga sifat dan perilaku yang buruk seperti setan. 6
3. Dalil-dalil Terkait Sabar dan Taubat
a. Ayat Tentang Sabar
1) Q. S Ali Imran Ayat 200

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan


kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan
negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung”.
(Q. S. Ali Imran ayat 200)
2) Q. S Al-Baqarah Ayat 155

Artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu,


dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang
yang sabar”.

6
Zakiyah Drajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT. Bulan Bintang,1993), h. 47

9
3) Q. S Az-Zumar Ayat 10

Artinya: “Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman.


bertakwalah kepada Tuhanmu". orang-orang yang berbuat baik di
dunia ini memperoleh kebaikan. dan bumi Allah itu adalah luas.
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang
dicukupkan pahala mereka tanpa batas”.
4) Q. S. Ar-Rad Ayat 22

Artinya: “Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan


Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki
yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-
terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang
Itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik)”.
5) Q. S. Al-Baqarah Ayat 153

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan


shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang
yang sabar”.
6) Q. S. Asy-Syuara Ayat 43

Artinya: “Tetapi orang yang bersabar dan mema`afkan


sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal
yang diutamakan.”

10
7) Q. S. Muhammad Ayat 31

Artinya: “Dan Sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji


kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan
bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik
buruknya) hal ihwalmu”.7
b. Ayat Tentang Taubat
1) Q. S. Al-Baqarah Ayat 186

Artinya: “dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu


tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia
memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi
(segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku,
agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (Q.S Al-Baqarah:
186).8
2) Q. S. Az-Zumar Ayat 53

Artinya “Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui


batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa
dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa

7
Sukino, “Konsep Sabar Dalam Al-Quran Dan Kontekstualisasinya Dalam Tujuan Hidup
Manusia Melalui Pendidikan (The Concept of Patient in Al-Quran and Kontekstualisasinya in
Purpose Human Life Through Education)”, (Jurnal RUHAMA Volume 1 No.1, Mei 2018), h. 68-
69.
8
Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 29.

11
semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang”. (QS. Az-Zumar : 53).9
3) Q. S. Al-Baqarah Ayat 37

Artinya: “Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari


Tuhannya, Maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah
Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Baqarah:
37).10
4) Q. S. Al-Maidah Ayat 39

Artinya: “Maka Barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri


itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri,
Maka Sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS Al-Maidah:
39).11
5) Q. S. At-Thaghabun Ayat 14

Artinya “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya di antara


isteri-isterimu dan anakanakmu ada yang menjadi musuh
9
Al-Qur‟an dan Terjemahnya, h. 465
10
Al-Qur‟an dan Terjemahnya, h. 7.
11
Al-quran dan terjemahnya, h. 110

12
bagimu. Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu
memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka)
Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
(Q. S. At-Thaghabun : 14).12
4. Konsep Sabar dan Taubat
a. Ruang Lingkup Sabar dan Taubat
1) Ruang Lingkup Sabar
Pendidikan sabar merupakan upaya menumbuh kembangkan
sikap yang mampu menerima beban moral, sanggup menerima sesuatu
yang tidak disenanginya, dan mampu menahan diri dari
kecenderungan hawa nafsunya dengan hati yang tabah. Dengan
demikian, pembagian sabar menjadi tiga macam, yaitu:
a) Ketabahan menerima perintah Allah dan melaksanakannya yang
disebut “sabar ‘ala al-ta’ah”.
b) Ketabahan menerima cobaan Allah yang sering menimpa dirinya,
keluarganya dan harta kekayaannya yang disebut “ sabar ‘ala al-
musibah”.
c) Ketabahan meninggalkan maksiat, baik yang akan dihadapinya
maupun yang sedang dikerjakannya yang disebut “ sabar ‘ala al-
ma’siyah”.
Mendidik diri untuk sabar, dimulai dari pemahaman bahwa
seluruh cobaan diberikan oleh Allah kepada kita, pasti mempunyai
hikmah yang sangat dalam, bisa bermaksud menegur hamba yang
sudah lupa pada-Nya, bisa bermaksud menguji dan sebagainya. Lalu
memahami lagi bahwa cobaan itu pasti ada batasnya, dan diberi
pahala bagi orang yang sanggup menerimanya dengan ketabahan.
Kemudian manusia tidak boleh terlalu mencintai sesuatu melebihi
dari kecintaannya kepada Allah, karena seseorang tidak bisa bersabar
kalau sesuatu yang dicintainya dicabut kembali oleh Allah. Semakin
sering ditimpa cobaan, semakin kuat menerimanya. Semakin kuat
12
Al-Qur‟an dan Terjemahnya, h. 558

13
menerima cobaan, semakin kuat kesabarannya. Maka cobaan yang
menimpa manusia dapat dijadikan sebagai latihan pendidikan hati
untuk menperkuat kesabaran kita.13
2) Ruang Lingkup Taubat
Taubat mencakup penyerahan diri seorang hamba kepada Rabbnya,
inabah (kembali) kepada Allâh Azza wa Jalla dan konsisten
menjalankan ketaatan kepada Allâh. Jadi, sekedar meninggalkan
perbuatan dosa, namun tidak melaksanakan amalan yang dicintai
Allâh Azza wa Jalla, maka itu belum dianggap bertaubat.
Seseorang dianggap bertaubat jika ia kembali kepada Allâh Azza
wa Jalla dan melepaskan diri dari belenggu yang membuatnya terus-
menerus melakukan dosa. Ia tanamkan makna taubat dalam hatinya
sebelum diucapkan lisannya, senantiasa mengingat apa yang
disebutkan Allâh Azza wa Jalla berupa keterangan terperinci tentang
surga yang dijanjikan bagi orang-orang yang taat, dan mengingat siksa
neraka yang ancamkan bagi pendosa. Dia berusaha terus melakukan
itu agar rasa takut dan optimismenya kepada Allâh semakin menguat
dalam hatinya. Dengan demikian, ia berdoa senantiasa kepada Allâh
Azza wa Jalla dengan penuh harap dan cemas agar Allâh Azza wa
Jalla berkenan menerima taubatnya, menghapuskan dosa dan
kesalahannya.14
b. Syarat dan Bentuk Sabar dan Taubat
1) Syarat Sabar dan Taubat
Taubat adalah tindakan yang wajib dilakukan atas setiap
dosa. Jika pelanggaran itu berkaitan antara seorang hamba dengan
Allah Ta‟ala dan tidak berkaitan dengan hakhak orang lain. Maka
syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah
a) Hendaknya ia harus menghentikan perbuatan maksiat itu.

13
Mahjudin. “Pendidikan hati”, (Jakarta Pusat. Klam Mulia. 2000), h. 46.
14
Almanhaj, “Taubat: Pengertian, Hakikat, Syarat dan Keutamaan”, (diakses dari almanhaj.or.id.)

14
b) Harus menyesali karena pernah melakukannya. Makna tobat
secara definitif adalah seseorang mustahil menjadi menyesal
yang sungguh-sungguh selama orang masih menetapi dosa atau
berbuat dosa yang sejenisnya, sebab itulah penyesalan
merupakan syarat utama untuk bertobat. Sedangkan dalil dari
hadits Nabi yang artinya : “Seorang yang tobat dari dosa seperti
orang yang tidak punya dosa, dan jika Allah mencintai seorang
hamba pasti dosa tidak akan membahayakannya”. (HR. Ibnu
Mas'ud dan dikeluarkan oleh Ibnu Majjah).
c) Bertekad tidak mengulangi lagi untuk selama-lamanya.
Apabila kurang salah satu dari ketiganya, maka tidak sahlah
taubatnya. Apabila maksiat (pelanggaran) itu berkaitan dengan hak
orang lain, maka syaratnya terdiri dari empat perkara. Yaitu ketiga
syarat di atas, ditambah hendaknya ia menyelesaikan hak kpd yang
bersangkutan. Apabila itu berupa uang atau barang, maka ia
dikembalikan kepadanya. Apabila berupa tuduhan dan sejenisnya,
maka harus diperbaiki atau dengan memohon maaf kepadanya.
Apabila berupa gunjingan, maka ia harus meminta penghalalan
darinya. Ia pun harus bertaubat atas segala dosa-dosa tersebut.
Apabila ia hanya bertaubat terhadap sebagian pelanggaran saja,
maka taubatnya sah (menurut para ahli), tetapi hanya terbatas
pada dosa-dosa itu saja, dan ia masih harus menanggung dosa sisanya
(yang belum bertaubat).15
Adapun syarat sabar yaitu:
a) Ketabahan menerima perintah Allah dan melaksanakannya yang
disebut “sabar ‘ala al-ta’ah”.
b) Ketabahan menerima cobaan Allah yang sering menimpa dirinya,
keluarganya dan harta kekayaannya yang disebut “ sabar ‘ala al-
musibah”.

15
HAMKA (Haji abdul Malik Karim Amrullah, “tafsir al-azhar”, (PT. PUSTAKA PANJIMAS,
Jakarta, 1989), h. 393.

15
c) Ketabahan meninggalkan maksiat, baik yang akan dihadapinya
maupun yang sedang dikerjakannya yang disebut “ sabar ‘ala al-
ma;siyah”.
Mendidik diri untuk sabar, dimulai dari pemahaman bahwa
seluruh cobaan diberikan oleh Allah kepada kita, pasti mempunyai
hikmah yang sangat dalam, bisa bermaksud menegur hamba yang
sudah lupa pada-Nya, bisa bermaksud menguji dan sebagainya. Lalu
memahami lagi bahwa cobaan itu pasti ada batasnya, dan diberi
pahala bagi orang yang sanggup menerimanya dengan ketabahan.16
2) Bentuk Sabar dan Taubat
Adapun bentuk-bentuk taubat yakni
a) Wajib. Taubat yang wajib adalah taubat dari meninggalkan
perintah atau meninggalkan larangan. Taubat jenis ini wajib
dilaksanakan bagi semua orang mukallaf sebagaimana yang
telah diperintahkan oleh Allah SWT dalam kitab-Nya, dan
yang melalui lidah para utusanNya.
b) Dianjurkan (Sunnah). Sedangkan taubat yang dianjurkan adalah
taubat yang dilakukan karena meninggalkan perkara-perkara
yang dianjurkan (sunah) atau mengerjakan perkaraperkara yang
tidak disenangi (makruh). Barang siapa yang melakukan taubat
jenis pertama, maka ia termasuk diantara orang-orang yang
baik dan barang siapa yang melakukan taubat jenis yang
kedua maka ia merupakn bagian dari orang-orang yang paling
dulu masuk surga lagi didekatkan (kepada Allah). Dan barang
siapa yang tidak mengerjakan taubat jenis pertama, maka ia
termasuk orang-orang yang dzalim, adakalanya ia termasuk
orang-orang kafir, dan adakalanya ia termasuk orang-orang fasik
(pendosa).17
Berdasarkan konteksnya, sabar dapat dibagi menjadi tiga bagian:
16
Mega Sholihah, “Taubat dan Sabar”, (megasholihah33.blogspot.com., diakses pada 26 Juli
2015).
17
Ibn Taimiyyah, “Memuliakan diri dengan taubat”, (Mitra Pustaka, Yogyakarta), h. 18-19.

16
a) Sabar dalam ketaatan (al-shabru ‘ala al-tha’ah).
b) Sabar meninggalkan maksiat
c) Sabar ketika ditimpa musibah
Menurut Ibnu ‘Ajibah, orang sabar jika diklasifikasikan
berdasarkan tingkatannya dapat dibagi menjadi tiga:
a) Sabar tingkatan awwam.
b) Sabar tingkatan orang khusus (khawash).
c) Sabar tingkat khawashul khawas.18
C. KESIMPULAN
Dalam agama, sabar merupakan satu di antara stasiun-stasiun (maqamat)
agama, dan satu anak tangga dari tangga seorang salik dalam mendekatkan
diri kepada Allah. Taubat adalah aktivitas meninjau atau menelaah tindakan-
tindakan yang pernah diperbuat atau menyesali kesalahan-kesalahan pada masa
lampau, yang disertai dengan komitmen untuk berubah menjadi lebih baik.
Taubat adalah kembali kepada Tuhan Yang Maha Penutup segala kekurangan
dan Yang Maha tahu segala yang ghaib. Itu adalah permulaan jalan menuju Al-
lah dan merupakan modal bagi orang-orang yang akan memperoleh
kemenangan.

18
Mega Sholihah, “Taubat dan Sabar”, (megasholihah33.blogspot.com., diakses pada 26 Juli
2015).

17
DAFTAR PUSTAKA

Sholihah, Mega. “Taubat dan Sabar”, megasholihah33.blogspot.com., diakses


pada 26 Juli 2015.

Sukino. “Konsep Sabar Dalam Al-Quran Dan Kontekstualisasinya Dalam


Tujuan Hidup Manusia Melalui Pendidikan (The Concept of Patient in Al-
Quran and Kontekstualisasinya in Purpose Human Life Through
Education)”. Jurnal RUHAMA Volume 1 No.1, Mei 2018.

Baharuddin. Paradigma Psikologi Islam, Yogyakarta: Pustaka pelajar,2004)

Hamka (Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah), Tafsir Al-Azhar, Jakarta:
Pustaka Panjimas,1984.

Almanhaj, “Taubat: Pengertian, Hakikat, Syarat dan Keutamaan”, diakses dari


almanhaj.or.id.

Drajat, Zakiyah. “Ilmu Jiwa Agama”, Jakarta: PT. Bulan Bintang,1993.

Mahjudin. “Pendidikan hati”, Jakarta Pusat. Klam Mulia. 2000.

Taimiyyah, Ibn. “Memuliakan diri dengan taubat”, Mitra Pustaka, Yogyakarta.

18

Anda mungkin juga menyukai