Anda di halaman 1dari 9

KOMUNIKASi PUBLIK DAN MASSA

(Teori Normatif Media)

Oleh:
Listianti dan Anis Fuadi
Komunikasi dan Penyiaran Islam
IAI Muhammadiyah Sinjai

Abstrak
Media merupakan industri yang berubah dan berkembang yang menciptakan
lapangan kerja, barang, dan jasa, serta menghidupkan industri lain yang terkait; media
juga merupakan industri tersendiri yang memiliki peraturan dan norma-norma yang
menghubungkan institusi tersebut dengan masyarakat dan institusi sosial lainnya. Di lain
pihak, institusi media diatur oleh masyarakat. Media merupakan sumber kekuatan, alat
kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai
pengganti sumber daya lainnya.Teori normatif media membahas tentang apa dan
bagaimana seharusya media itu berperan dalam masyarakat. Mengetahui norma-norma
dan batasan yang sekiranya dapat dijadikan acuan oleh media massa untuk
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Sehingga peneliti mengkaitkan kedua bidang
kajian komunikasi tersebut dalam penelitian yang dilakukan. Metode yang digunakan adalah
metode kualitatif dengan jenis library reseach atau penelitian kepustakaan. Studi
kepustakaan adalah penelitian yang menggunakan berbagai jenis materi dalam
mengumpulkan data dan informasi yang peniliti kumpulkan melalui hasil bacaan melalui
dokumen, ensiklopedia, kamus, jurnal, majalah, buku, dan lain sebagainya yang berasal dari
diperpustkaan. Studi kepustakaan mengumpulkan berbagai referensi literatur atau hasil
penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan dan memiliki relevansi pada tema atau
pembahasan sebagai landasan yang dilakukan peneliti untuk mendapatkan dasar untuk
memperkaya kekhasanahan penulis pada landasan teori yang digunakan.

A. PENDAHULUAN
Fungsi dan kedudukan media merupakan salah satu kajian penting dalam ilmu
komunikasi (communication studies). Media yang dimaksud disini adalah
organisasi/perusahaan yang menggunakan communication technology maupun information
technology untuk menyampaikan pesan-pesan secara rutin kepada khalayak, seperti
surat kabar, majalah, radio, televisi (media massa) dan internet (media interaktif). Seiring
dengan kemajuan teknologi, kedudukan media semakin penting. Upaya untuk

1|Page
memahami katakter, perilaku, dan efek media terus dilakukan oleh ilmuwan dan praktisi
komunikasi seiring dengan meningkatnya peran media di dalam masyarakat. Menurut
Denis Mc Quail, media memiliki fungsi penting, karena:
Media merupakan industri yang berubah dan berkembang yang menciptakan
lapangan kerja, barang, dan jasa, serta menghidupkan industri lain yang terkait; media
juga merupakan industri tersendiri yang memiliki peraturan dan norma-norma yang
menghubungkan institusi tersebut dengan masyarakat dan institusi sosial lainnya. Di lain
pihak, institusi media diatur oleh masyarakat.
Media merupakan sumber kekuatan, alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam
masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti sumber daya lainnya. Media
merupakan forum yang semakin berperan untuk menampilkan peristiwa-peristiwa
kehidupan masyarakat, baik bertaraf nasional maupun internasional. Media berperan
sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja dalam pengertian pengembangan
bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata cara, mode,
gaya, hidup, dan norma-norma.
Media menjadi sumber dominan bagi individu dan masyarakat untuk memperoleh
gambaran dan citra realitas sosial; media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif
yang dibaurkan dengan berita dan hiburan. Edmund Burke (1729-1797) bahkan menyebut
media (pers) sebagai the Fourth Estate (pilar keempat) yang berfungsi sebagai
watchdog. Pilar pertama sampai ketiga adalah lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif,
sedangkan pilar keempat adalah industri media (pers). Suatu pemerintahan modern tidak
dapat melaksanakan pembangunan tanpa keikutsertaan media. Masyarakat dan media
memiliki hubungan interaksi timbal balik yang saling mempengaruhi antara satu dengan
lainnya dalam pembangunan bangsa.
Perilaku media tidak dapat dilepaskan dari kepentingan pihak-pihak yang terkait
dengan sistem media. Pihak-pihak tersebut adalah: (1) pekerja media (wartawan); (2)
pemilik media (pengusaha); (3) audiens (masyarakat); dan (4) regulator (pemerintah),
semua pihak yang terkait disebut stake holder. Kepentingan besar yang mempengaruhi
media pada dasarnya berujung pada dua kekuatan yaitu: kekuasaan politik (negara) dan
kekuasaan ekonomi (pengusaha).
Menurut Mufid, pergulatan dinamika media yang melibatkan jurnalis dan publik
di satu sisi, dan (market) dan negara di pihak lain, adalah rekonstruksi relasi-relasi
yang menghubungkan agensi dan struktur (variasi market dan negara, atau keduanya).
Penguasa otoritatif mengarahkan media sebagai apartus ideologi negara untuk

2|Page
kepentingan hegemonisasi politik. Sedangkan dalam lingkup kekuatan kapitalisme, media
massa merupakan alat produksi bagi kekuatan ekonomi tertentu untuk kepentingan
pemilik modal. Kedua kondisi ini membuat media tidak berdaya.
Media memiliki pengaruh yang kuat terhadap pembentukan pola pikir, sikap,
dan perilaku khalayak.1 Perwujudan fungsi normatif media sangat ditentukan oleh
profesionalisme media; sedangkan profesionalisme media dapat diketahui dari sejauh
mana perilaku media menjunjung tinggi peraturan maupun kode etik media yang berlaku
di Indonesia.2
B. METODE PENELITIAN
Penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah metode kualitatif dengan jenis library
reseach atau penelitian kepustakaan. Studi kepustakaan adalah penelitian yang
menggunakan berbagai jenis materi dalam mengumpulkan data dan informasi yang
peniliti kumpulkan melalui hasil bacaan melalui dokumen, ensiklopedia, kamus, jurnal,
majalah, buku, dan lain sebagainya yang berasal dari diperpustkaan.
Studi kepustakaan mengumpulkan berbagai referensi literatur atau hasil penelitian
yang sebelumnya pernah dilakukan dan memiliki relevansi pada tema atau
pembahasan sebagai landasan yang dilakukan peneliti untuk mendapatkan dasar untuk
memperkaya kekhasanahan penulis pada landasan teori yang digunakan. Sedangkan dalam
mencari sumber bacaan yang dijadikan acuan peneliti juga harus selektif dalam memilih
karena tidak semua dapat dijadikan sebagai referensi penelitian. Maka dalam
mendapatkan bahan bacaan dari literatur lainya harus memerlukan ketekunan, keuletan,
kejelian dan kerajinan untuk mengumpulkan data tersebut baik referensi sumber data
yang bersifat primer maupun yang sekunder.
Sedangkan ahli lain menuturkan bahwa studi kepustakaan berkaitan erat dengan
budaya, norma dan nilai pada situasi sosial yang diteliti. Oleh kareana itu menjadi penting
dalam penelitian kepustakaan untuk memerhatikan berbagai sumber data visual yang akan
dijadikanladasan teori dalam penelitian, karena penggunaan referensi yang tidak
memenuhi unsur relefansi yang akan diteliti berakibat pada ketidakvalidan terhadap hasil
penelitian yang dilakukan peneliti.
C. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sebenarnya teori normatif media?

1
Muhammad Anshar Akil, “Regulasi Media Di Indonesia (Tinjauan Uu Pers Dan Uu Penyiaran)”,
(Jurnal Dakwah Tabligh, Vol. 15, No. 2, Desember 2014 : 137 – 145), h. 138-139.
2
Ibid., h. 144.

3|Page
D. PEMBAHASAN
Teori normatif merupakan gagasan hak dan tenggung jawab mengenai bagaimana
idealnya pers atau media. Kesilutannya adalah media dalam masyarakat bebas, sebagian
besar memiliki kewajiban untuk membawa tujuan yang bernilai positif yang telah
ditetapkan dan menerimanya begitu saja.
Media diberi kebebasan untuk menentukan peran masing-masing di ruang publik,
akan tetapi media tidak boleh melakukan pemberitaan akan hal yang dapat memicu
konflik. Dalam sumber kewajban normatif ini yang paling mendasar adalah yang berasal
dari konteks sejarah yang membentuk peranan lembaga media.3
Teori normatif media massa menggagas pokok media seharusnya atau diharapkan,
dikelola, dan bertindak untuk kepentingan publik dan kebaikan masyarakat. Situasi ini
berangkat dari kenyataan bahwa media diasumsikan tidak hanya memiliki dampak
obyektif, tetapi juga menjalankan tujuan-tujuan sosial tertentu. Misalnya media bisa
digunakan untuk menghasilkan dampak yang direncanakan yang dianggap positif. Teori
normatif media mengajukan empat model yaitu:
1. Model pluralis liberal atau pasar (liberal pluralist or market model).
Model ini berdasarkan terori pers bebas yang memiliki kebebasan untuk
mengoperasikan alat publikasi tanpa izin atau campur tangan negara. Ranah publik
dilayani oleh pengoperasian pasar bebas ide. Akuntabilitas publik diraih dengan cara
pasar media dan pengaturan diri yang minimal dengan peranan minil untuk negara.
2. Model tanggung jawab sosial (social responsibility or public interest model).
Hak kebebasan penyiara dibarengi dengan kewajiban terhadap masyarakat luas
melebihi kepentingan pribadi. media memeliharan standar tinggi, tetapi campur tangan
pemerintah juga dilibatkan.
3. Model profesional (professional model).
Masyarakat sebagai pengawal standard nilai dan profesi jurnalisme. Otonomi
lembaga dan profesionalis dari jurnalisme menjadi jaminan terbaik sebagai bentuk
pengawasan terhadap pemegang otoritas.
4. Model media alternatif (alternatifve media model).
Model ini mewakil media non mainstream yang memiliki tujuan berbeda. Namun
terdapat nilai bersama, terutama pada arus bawah atau masyarakat umum serta oposisi
terhadap kekuasaan

3
Leonardy Chandra, “Teori Normatif Media dan Masyarakat”, (academia.edu.)

4|Page
Dalam hal ini, teori normatif media memandang bahwa media massa dianggap
sebagai media yang melayani tujuan sosial, termasuk dalam menyajikan foto jurnalistik
juga memperhatikan tanggung jawab sosial yang dimilikinya. Teori normatif mengacu
pada ide-ide tentang bagaimana struktur konten media seharusnya dan berperilaku
untuk kepentingan umum yang lebih luas atau untuk kebaikan masyarakat secara
keseluruhan.
Media melaksanakan sejumlah tugas penting dan esensial dalam menginformasikan
sesuatu kepada masyarakat dan selalu berpegang pada kepentingan publik. Oleh karena
itu, di dalam teori normatif media terdapat model tanggung jawab sosial. Teori ini
fokus pada sistem yang dioperasikan oleh media haruslah sesuai dengan prinsip dasar
yang sama, yang mengatur ke seluruh elemen masyarakat, terutama dalam kaitannya
dengan keadilan, keterbukaan, demokrasi dan pengertian akan nilai-nilai sosial dan
budaya yang diinginkan. Paling tidak, apa yang diinformasikan oleh media tidak
menimbulkan persoalan sosial atau pelanggaran yang ekstrem. Terdapat pula mekanisme
akuntabilitas terhadap khalayak.4
Teori Normatif Media lahir dari dua kubu yang saling berseberangan, yakni kubu
liertarian dan kubu otoritarian.
1. Libertarian Radikal
a. Dalam libertarianisme, publik yang baik dan rasional maka keberadaan media tidak
perlu diatur
b. Merupakan penganut first amandement absolutist. Mereka yang percaya dalam arti
ketat bahwa media harus benar-benar tidak diatur atau bebas
2. Otoritarian
a. Menempatkan segala bentuk komunikasi di bawah kontrol elite pemerintah atau
pihak yang memiliki otoritas.
b. Kontrol dirasa perlu untuk menjaga dan mempertahankan ketertiban sosial.
Asal Mula Libertarianisme yaitu Libertarianisme modern, diusung dari Eropa pada
abad ke-16. Sebuah era ketika aristokrasi feodal mempraktikkan kekuasaan sewenang-
wenang terhadap kehidupan banyak orang. Akhirnya berbagai gerakan sosial dan politis
mengemuka, salah satunya yang paling terkenal adalah Reformasi Protestan, yang
menuntut lebih banyak kebebasan bagi individu terhadap kehidupan dan pemikiran mereka
sendiri.

4
Agus Toto Widyatmoko, “Etika Menulis dengan Cahaya”, (JURNAL INTERAKSI, Vol 5 No. 2, Juli
2016 : 209-218), h. 212-213.

5|Page
Libertarianisme muncul sebagai lawan dari teori ototriter, sebuah ide yang
menempatkan segala bentuk komunikasi di bawah kontrol elite pemerintah, atau pihak
yang memiliki otoritas. Dalam Aeropagitica, sebuah selebaran penganut lebertarianisme
yang diterbitkan pada tahun 1644, John Milto menyatakan bahwa argumen yang jujur akan
selalu menang dalam melawan kebohongan dan penipuan dalam sebuah debat yang baik
dan adil. Ide tersebut kemudian menjadi bagian dari prinsip menemukan sendiri
kebenaran (self righting) yang kemudian dijadikan landasan bagi professional media
kontemporer untuk memelihara kebebasan media.
Abad 18, penganut libertarian mulai ragu dengan paham yang dianutnya karena pada
kenyataannya kebenaran tidak mudah ditemukan. Thomas Jefferson menjadi salah satu
orang yang mengubah keyakinannya dari kebebasan pers melalui penelitiannya yang
disebut demokratik self government. Menurut Jefferson, kebenaran adalah sesuatu yang
besar, dan akan menjadi lebih kuat bila dibiarkan sendiri, merupakan hal yang layak dan
cukup untuk melawan kekeliruan, serta tidak takut terhadap konflik, kecuali oleh campur
tangan manusia yang merampas senjata alaminya, yaitu argumen dan debat bebas.5
Teori-teori normatif media, mengandaikan fungsi-fungsi dan peran ideal media
massa. Namanya juga sesuatu yang ideal, maka teori ini mengasumsikan apa dan
bagaimana seharusnya media massa berfungsi dan berperan di tengah masyarakat.
Konsep publik sphere diperkenalkan oleh filosof Jerman, Jurgen Habermas. Publik
sphere merupakan sebuah situasi yang memungkinkan publik mendiskusikan berbagai hal
secara terbuka. “The publik sphere, takes place‟ when citizens exercising the rights to
assembly and association, gather as a publik bodies to discuss issues of the day,
specifically those of political concern”. Ruang publik (demikianlah terjemahan Indonesia
untuk publik sphere) berlangsung ketika warga Negara melaksanakan hak berkumpul
dan berserikat, guna mendiskusikan isu hari itu, terutama yang berkenaan dengan
masalah-masalah politik demikian dituturkan oleh Mc Quail.6
Dalam teori normatif media yang mengatakan bahwa media itu harus tahu dan
mampu untuk memberikan tanggung jawab kepada masyarakat luas terhadap
kebutuhannya dalam mendapatkan informasi. Serta bagaimana teori ini benar benar
dilakukan oleh setiap media massa dalam menerapkan apa dan bagaimana media itu
bertindak untuk masyarakat. Dengan mengetahui bahwa media massa mampu

5
Poppy Febriana, “Teori Normatif Media Massa”, (http://eprints.umsida.ac.id., 2017), h. 1-2.
6
Yunita Alfiana Aziza, “Peran Radio Suara Kota Dalam Memberikan Informasi Pembangunan
Kepada Masyarakat Kota Mataram”, (Universitas Islam Negeri Mataram: Mataram, 2020), h. 11.

6|Page
dijadikan sebagai alat transmisi untuk mewujudkan keinginan atau menghasilkan dampak-
dampak yang direncanakan tentu dalam hal yang positif.7
Teori Sistem Normatif Media Massa: Dennis Mc. Quail dalam bukunya Massa
Communication Theory (1987), antara lain, menjelaskan enam ragam teori sistem
normatif media massa yang dapat diterapkan dalam suatu negara, yaitu (1) Teori Sistem
Pers Otoriter, (2) Teori Sistem Pers Bebas, (3) Teori Sistem Pers Tanggung Jawab Sosial,
(4) Teori Sistem Pers Soviet, (5) Teori Sistem Pers Pembangunan, (6) Teori Sistem Pers
Demokratis Partisipan. Dari enam teori tersebut, empat di antaranya (1 s.d. 4) merupakan
buah pikiran Siebert, Peterson, dan Schramm yang terkenal dalam bukunya Four Theories
Of The Pers (196).
1. Teori Sistem Media Massa Otoriter.
Teori ini lazim diterapkan dalam masyarakat prademokrasi dan dalam masyarakat
yang masih didominasi kekuatan otoriter. Prinsip umum dari teori sistem media massa
otoriter adalah: (a) Media massa tidak boleh melakukan hal-hal yang dapat merusak
wewenang yang berlaku; (b) Media harus tunduk pada pemegang otoritas kekuasaan;
(c) Media harus menghindari perbuatan yang menentang nilainilai moral dan politik
dari kalangan dominan atau mayoritas; (d) Sensorship dibenarkan untuk menegakkan
prinsip-prinsip yang dianut; (e) Kecaman terhadap pemegang otoritas tidak dibenarkan;
(f) Kalangan wartawan dan profesional tidak memiliki indenpensi dalam organisasi
medianya.
2. Teori Sistem Media Massa Bebas.
Teori ini muncul pada abad ke-17 sebagai reaksi atas kontrol penguasa terhadap
pers, dan kini diterapkan di berbagai dunia yang menganut sistem demokrasi liberal.
Beberapa prinsip dari teori ini adalah: (a) tidak ada penyensoran terhadap publikasi; (b)
setiap orang bebas memiliki media dan tidak perlu ada izin atau lisensi; (c) kecaman
terhadap pemerintah tidak bisa dipidana; (d) wartawan memiliki otonomi profesional
yang kuat dalam organisasi medianya.
3. Teori Sistem Media Massa Tanggung Jawab Sosial.
Teori ini didasarkan pada pertimbangan bahwa sistem pada pasar bebas,
kenyataannya, telah gagal untuk memenuhi tujuan kebebasan pers dan tidak mampu
melindungi kepentingan masyarakat banyak. Prinsip-prinsip utamanya: (a) media harus
menerima dan memenuhi kewajiban tertentu kepada masyarakat; (b) kewajiban-

7
Yunita Alfiana Aziza, “Peran Radio Suara Kota Dalam Memberikan Informasi Pembangunan
Kepada Masyarakat Kota Mataram”, (Universitas Islam Negeri Mataram: Mataram, 2020), h. 63.

7|Page
kewajiban tersebut menyangkut keinformasian dengan standar kebenaran, akurasi,
objektivitas dan keseimbangan; (c) media bebas dalam melaksanakan tugasnya; (d)
media bersifat pluraristis dan merefleksikan kebinekaan masyarakat, memberikan
kesempatan yang sama untuk mengekspresikan berbagai sudut pandang, serta
memberikan jaminan hak jawab; (e) media harus menghindari diri dari setiap upaya
yang menjurus kepada tindak kejahatan, kekerasan, merusak tatanan sosial, atau
menyakiti kelompok-kelompok minoritas; (f) masyarakat dan publik memiliki hak
untuk menuntut standar kinerja yang tinggi dari pers, dan karenanya intervensi
dibenarkan mengingat media massa merupakan public good wartawan dan kalangan
professional bertanggung jawab terhadap masyarakat, pihak majikan, serta pasar.
4. Teori Sistem Media Massa Soviet.
Prinsip utamanya adalah: (a) media merupakan kaki tangan penguasa; (b) kalangan
swasta tidak dibenarkan memiliki media; (c) media harus memberikan pemikiran yang
lengkap dan objektif mengenai masyarakat dan dunia sesuai dengan ajaran Marxisme
dan Leninisme; (d) masyarakat berhak melakukan sensor dan memberikan hukuman
dalam upaya mencegah publikasi yang sifatnya antisosial.
5. Teori Sistem Media Massa Pembangunan.
Teori ini muncul tahun 60-an dan menjadi model di banyak negara berkembang, di
Asia, Afrika, Amerika Latin. Prinsip utamanya: (a) media harus menginformasikan
tugas-tugas positif pembangunan sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan; (b)
kebebasan media dibatasi sesuai dengan prioritas ekonomi dan kebutuhan masyarakat
negara berkembang; (c) isi media memprioritaskan kebudayaan dan bahasa nasional;
(d) memprioritaskan isi berita dan informasi tentang negara-negara tetangga; (e)
wartawan memunyai tanggung jawab dan kebebasan dalam menjalankan tugasnya; (f)
demi kepentingan Negara dibenarkan untuk ikut campur, memberikan pembatasan, dan
pengoperasioan media, melakukan penyesoran, memberikan subdisi, dan pengendalian
secara langsung.
6. Teori Sistem Media Massa Demokratis Partisipan.
Teori ini muncul belakangan dan diterapkan di negara-negara berkembang yang
menganut paham liberal. Prinsip utamanya: (a) setiap orang berhak mendapatkan akses
terhadap media dan berhak untuk dilayani; (b) media tidak tunduk pada penguasa; (c)
eksistensi media ditujukan untuk kepentingan khalayak bukan untuk golongan tertentu;
(d) setiap orang, kelompok, bebas memiliki media; (e) kebutuhan sosial tertentu yang

8|Page
terkait dengan media tidak cukup dikemukakan melalui tuntutan konsumen secara
individual, ataupun melalui negara dan berbagai sasaran utama kelembagaan.8
E. KESIMPULAN
Teori normatif media massa menggagas pokok media seharusnya atau diharapkan,
dikelola, dan bertindak untuk kepentingan publik dan kebaikan masyarakat. Situasi ini
berangkat dari kenyataan bahwa media diasumsikan tidak hanya memiliki dampak
obyektif, tetapi juga menjalankan tujuan-tujuan sosial tertentu. Misalnya media bisa
digunakan untuk menghasilkan dampak yang direncanakan yang dianggap positif.
Media diberi kebebasan untuk menentukan peran masing-masing di ruang publik,
akan tetapi media tidak boleh melakukan pemberitaan akan hal yang dapat memicu
konflik. Dalam sumber kewajban normatif ini yang paling mendasar adalah yang berasal
dari konteks sejarah yang membentuk peranan lembaga media.

DAFTAR PUSTAKA

Akil, Muhammad Anshar. “Regulasi Media Di Indonesia (Tinjauan Uu Pers Dan Uu


Penyiaran)”, Jurnal Dakwah Tabligh, Vol. 15, No. 2, Desember 2014 : 137 – 145.

Aziza, Yunita Alfiana. “Peran Radio Suara Kota Dalam Memberikan Informasi
Pembangunan Kepada Masyarakat Kota Mataram”, Universitas Islam Negeri Mataram:
Mataram, 2020.

Chandra, Leonardy. “Teori Normatif Media dan Masyarakat”, academia.edu.

Febriana, Poppy. “Teori Normatif Media Massa”, http://eprints.umsida.ac.id., 2017.

Syam, Nia Kurniati. “Sistem Media Massa Indonesia di Era Reformasi: Perspektif Teori
Normatif Media Massa”, MEDIATOR, Vol. 1, No. 1, Juni 2006.

Widyatmoko, Agus Toto. “Etika Menulis dengan Cahaya”, JURNAL INTERAKSI, Vol 5
No. 2, Juli 2016 : 209-218.

8
Nia Kurniati Syam, “Sistem Media Massa Indonesia di Era Reformasi: Perspektif Teori Normatif
Media Massa”, (MEDIATOR, Vol. 1, No. 1, Juni 2006), h. 72-73

9|Page

Anda mungkin juga menyukai