Anda di halaman 1dari 13

HUKUM DAN ETIKA MEDIA MASSA

(Hukum dan Peraturan Perundang-undangan Terkait dengan Praktik


Jurnalistik dan Media Massa)

Oleh:
Listianti dan Muammaruddin
Komunikasi dan Penyiaran Islam
IAI Muhammadiyah Sinjai

Abstrak:
Pers sebagai salah satu pilar dalam penegakan demokrasi harus
dibebaskan dari intervensi pemerintah dan memberi perlindungan kepada
siapa saja yang ingin mengemukakan pikiran dan pendapatnya. Pemberian
kebebasan ini menjadi tuntutan di hampir semua elemen media karena media
massa dipandang sebagai pencerminan suara hati masyarakat dengan prinsip
kebebasan berbicara (freedom to speech) dan kebebasan menyampaikan
pendapat (freedom of the press) kepada orang lain tanpa dikenakan sensor
dan pemberedelan. Hukum media adalah hukum yang mengatur tentang
ketentuan-ketentuan media massa sebagai alat komunikasi massa. Hukum
media meliputi hukum media cetak, hukum media penyiaran, film, hukum
cyber, dan hukum pers. Ketentuan yang diatur adalah tentang masalah isi
media, prosedur penggunaan media, kepemilikan media dan sebagainya. Adapun
landasan yang mengatur tentang pers dan kode etik jurnalistik yaitu UUD 1945
Pasal 28 dan UU No. 40 tahun 1999 tentang pers.

A. PENDAHULUAN
Pers sebagai salah satu pilar dalam penegakan demokrasi harus
dibebaskan dari intervensi pemerintah dan memberi perlindungan kepada
siapa saja yang ingin mengemukakan pikiran dan pendapatnya. Pemberian
kebebasan ini menjadi tuntutan di hampir semua elemen media karena media
massa dipandang sebagai pencerminan suara hati masyarakat dengan prinsip

1|Page
kebebasan berbicara (freedom to speech) dan kebebasan menyampaikan
pendapat (freedom of the press) kepada orang lain tanpa dikenakan
sensor dan pemberedelan.
Hubungan pers dengan pemerintah dan masyarakat dalam demensi ini, ada
beberapa hal yang perlu diberikan batasan atau pengertian, yaitu pers,
pemerintah, masyarakat, pemerintah yang dimaksud dalam kajian ini adalah
Pemerintah Nasional Republik Indonesia sedangkan masyarakat merupakan
lembaga-lembaga kemasyarakatan (non pemerintah). Salah satu prinsip
demokrasi adalah keterbukaan (transparancy). pemerintah sangat sulit untuk
tidak memenuhi tuntutan masyarakat dalam suasana kemajuan teknologi
komunikasi dan informasi. Hal ini dilakukan atas dasar pemikiran bahwa
pemerintah yang terbuka memiliki nilai-nilai demokrasi. Pemerintah harus
mampu mereformasi diri dan membaca tanda-tandan zaman tentang makin
besarnya tuntutan masyarakat terhadap transparansi atas kebijakan yang
menyangkut kepentingan orang banyak.
Hubungan antara media dengan politisi atau pemerintah sudah berjalan
sekian lama, dan hubungan itu bisa dikatakan tidak bisa dipisahkan
antara keduanya, bukan saja karena wartawan membutuhkan para politisi
atau pejabat pemerintah sebagai sumber informasi (maker of news) tetapi
juga para politisi maupun pejabat pemerintah memerlukan media untuk
menyampaikan pikiran-pikirannya maupun kebijakan yang mereka ambil
untuk kepentingan orang banyak.
Pers cenderung untuk menyiarkan berita yang tidak rutin, kekacauan,
kegagalan, dan sebagainya yang tidak nyaman bagi pejabat, namun
disukai oleh pembaca sementara itu pemerintah, sendiri mempunyai
krateria tentangberita, sering dikaitkan dengan keberhasilan, ketertiban dan
pembangunan. perbedaan prinsip ini merupakan sumber benturan yang selalu
terjadi dalam interaksi antar media dan pemerintah dan sering dimanfaatkan
oleh pihak lain untuk kepentingan politik. Menurut penasehat publikasi Riagan,
pemerintah yang sukses mestinya dapat menyusun apa yang harus

2|Page
dilakukan untuk masyarakat, dan bukannya media yang harus membuat
agenda apa yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk masyarakat.
Meski hubungan antar pers dan pemerintah (termasuk politisi)
mengalami pasang surut dalam perjuangan menegakkan demokrasi, terutama
dalam mengingatkan para petugas negara yang diberi legitimasi sebagai
wakil rakyat untuk mengurus kepentingan rakyat, namun kondisi itu tidak
mengurangi nyali para wartawan untuk melaksanakan profesonalisme dengan
rambu-rambu hukum yang bisa menjerat mereka dalam bentuk delik pidana.
Sehingga pemerintahan tidak melenceng dari cita-cita demokrasi, pers atau
media ditempatkan pada posisi pilar keempat demokrasi selain parlemen
(legislatif), pemerintah (eksekutif) dan pradilan (yudikatif).
Kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga Negara bukan semata-mata
monopoli dan milik orang pers, kemerdekaan pers adalah milik masyarakat
berdaulat dalam melaksanakannya diperankan oleh Perusahaan Pers dan
wartawan. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga Negara, UU
Pers Nomor 40 Tahun 1999 memberikan jawaban yang sangat tegas,
mewujudkan kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi,
keadilan dan supermasi hukum.1
B. METODE PENELITIAN
Penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah metode kualitatif dengan
jenis library reseach atau penelitian kepustakaan. Studi kepustakaan adalah
penelitian yang menggunakan berbagai jenis materi dalam mengumpulkan
data dan informasi yang peniliti kumpulkan melalui hasil bacaan melalui
dokumen, ensiklopedia, kamus, jurnal, majalah, buku, dan lain sebagainya
yang berasal dari diperpustkaan.
Studi kepustakaan mengumpulkan berbagai referensi literatur atau hasil
penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan dan memiliki relevansi pada
tema atau pembahasan sebagai landasan yang dilakukan peneliti untuk
mendapatkan dasar untuk memperkaya kekhasanahan penulis pada landasan

1
Harijanto Malang, “Perlindungan Hukum Terhadap Wartawan Dalam Peliputan Berita-Berita
Pemerintahan Dan Masyarakat”, (Vol.II No.1 Januari-Maret 2014), h. 2-3.

3|Page
teori yang digunakan. Sedangkan dalam mencari sumber bacaan yang dijadikan
acuan peneliti juga harus selektif dalam memilih karena tidak semua dapat
dijadikan sebagai referensi penelitian. Maka dalam mendapatkan bahan bacaan
dari literatur lainya harus memerlukan ketekunan, keuletan, kejelian dan
kerajinan untuk mengumpulkan data tersebut baik referensi sumber data yang
bersifat primer maupun yang sekunder.
Sedangkan ahli lain menuturkan bahwa studi kepustakaan berkaitan erat
dengan budaya, norma dan nilai pada situasi sosial yang diteliti. Oleh kareana
itu menjadi penting dalam penelitian kepustakaan untuk memerhatikan
berbagai sumber data visual yang akan dijadikanladasan teori dalam penelitian,
karena penggunaan referensi yang tidak memenuhi unsur relefansi yang akan
diteliti berakibat pada ketidakvalidan terhadap hasil penelitian yang dilakukan
peneliti.
C. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana hukum dan peraturan perundang-undangan terkait dengan
profesi jurnalistik dan media massa?
D. PEMBAHASAN
1. Hukum dan Peraturan Perundang-undangan Terkait dengan Profesi
Jurnalistik dan Media Massa
Media senantiasa menjadi pusat perhatian dalam membahas komunikasi
massa. Dennis Mc Quail (2000)misalnya, menyebutkan bahwa media
merupakan jendela yang memungkinkan kita dapat melihat apa yang ada
diluar lingkungan langsung kita, sebagai penterjemah yang dapat membantu
kita memahami pengalaman baik langsung maupun secara simbolik,
sebagai landasan atau pembawa informasi bagi para audiens dalam
menentukan sikap, sebagai rambu-rambu yang yang memberikan instruksi
dan arahan, penyaring bagian-bagian dari pengalaman, sekaligus
menitikberatkan pada bagian yang lain, sebagai cermin yang
memantulkan bayangan kita kembali pada kita sendiri dan sebagai
penghalang yang merintangi kebenaran itu sendiri.

4|Page
Melalui media, pesan-pesan dapat disebarluaskan ke berbagai penjuru,
dapat mempengaruhi, sekaligus mencerminkan budaya masyarakat
dimana media tersebut hadir. Cara pandang media dalam menyajikan
realitas sangat dipengaruhi oleh sistem politik yang berlaku pada
masanya. Hal ini dapat terlihat dari hasil liputan media dalam
mengangkat suatu realitas sosial. Pembahasan mengenai media massa selalu
dikaitkan dengan pers. Media massa merupakan bagian dari pers itu sendiri.
Mengutip pendapat Oemar Seno Adji, pers dalam arti luas memasukkan
di dalamnya semua media komunikasi massa yang memancarkan
fikiran dan perasaan seseorang baik secara tertulis maupun lisan. Hal
ini merupakan manifestasi dari freedom of speech dan freedom of
expression.
Adanya media massa dalam kehidupan manusia tentunya
mempunyai maksud dan tujuan yang dibutuhkan oleh manusia.
Montesquieu dalam Mc. Quail menggambarkan fungsi media massa
sebagai pilar keempat dalam suatu negara demokrasi di mana dengan
perumpamaan sebuah meja, media massa sebagai kaki meja bersama-sama
tiga kaki meja yang lain harus menopang meja demokrasi agar tidak runtuh.
Dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers,
dikemukakan fungsi pers nasional (di mana media massa menjadi bagian
di dalamnya) yaitu:
a. Sebagai media informasi, Memberi dan menyediakan informasi tentang
peristiwa yang terjadi di masyarakat
b. Sebagai media pendidikan, Memberi pengetahuan untuk menambah
wawasan masyarakat
c. Sebagai media hiburan, Memuat hal-hal yang bersifat hiburan untuk
mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang
berbobot
d. Sebagai media kontrol sosial, di mana di dalamnya meliputi
1) Social participation yaitu keikutsertaan masyarakat dalam
pemerintahan.

5|Page
2) Social responsibility yaitu pertanggung jawaban pemerintah terhadap
rakyat.
3) Social support yaitu dukungan rakyat terhadap pemerintah.
4) Social control yaitu kontrol masyarakat terhadap tindakan-tindakan
pemerintah
e. Sebagai lembaga ekonomi, Suatu perusahaan yang bergerak di bidang
pers dapat memanfaatkan keadaan sekitarnya sebagai nilai jual
sehingga pers sebagai lembaga sosial dapat memperoleh keuntungan
maksimal dari hasil produksinya untuk kelangsungan hidup lembaga
pers itu sendiri.
Bila dilihat dari posisinya sebagai lembaga sosial, media massa
berinteraksi dengan lembaga sosial yang lainnya. Ia mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh lembaga yang lainnya. Maka dalam keadaan seperti
ini media mempunyai regulasi. Regulasi yang dimaksud terhadap media
massa dapat berbentuk peraturan pemerintah, keputusan pemerintah, dan
undang-undang), inilah yang kemudian disebut hukum media massa.
Hukum media adalah hukum yang mengatur tentang ketentuan-
ketentuan media massa sebagai alat komunikasi massa. Hukum media
meliputi hukum media cetak, hukum media penyiaran, film, hukum
cyber, dan hukum pers. Ketentuan yang diatur adalah tentang masalah isi
media, prosedur penggunaan media, kepemilikan media dan sebagainya.
Hukum media massa mempunyai tujuan yang dapat dikelompokkan
yakni:
a. Untuk mengendalikan media massa. Dalam konteks ini peranan hukum
media massa yakni merupakan instrumen untuk membatasi media
massa agar tidak melenceng dari keinginan, misalnya pemerintah. Pada
titik inilah hukum media massa disebut memiliki karakter politik.
b. Untuk mengatur media massa agar perperilaku wajar sesuai dengan
keinginan masyarakat, agar tidak merugikan masyarakat. Dalam konteks
ini berarti media massa memiliki karakter sosial.

6|Page
Regulasi media massa juga melibatkan kebijakan media massa,
dimana kebijakan ini merupakan upaya untuk mengatur keberadaan
media massa dan industrinya. Kebijakan media massa merupakan
kebijakan komunikasi. Ini berarti kebijakan media massa merupakan
kebijakan publik. Kebijakan media massa merupakan kumpulan prinsip
dan norma yang mengatur sistem media massa Indonesia. Oleh karena
itu kebijakan media massa ini tidak dapat dipisahkan dari perkembangan
sosial, politik dan ekonomi sebuah negara. Kedudukan media massa
dalam politik menempati posisi yang penting. Keberadaan media massa
menjadi barometer suatu sistem politik.
Isi atau materi hukum media yang pernah berlaku di Indonesia bisa
dibedakan dalam beberapa materi sebagai berikut:
a. Hukum yang member kewenangan penguasa untuk melakukan sensor
preventif. Sensor preventif adalah sensor yang dilakukan sebelum sebuah
media diterbitkan.
b. Hukum media yang memberi kewenangan kepada penguasa untuk
menutup dan membredel sebuah media.
c. Hukum media yang member kewenangan kepada penguasa untuk
mengeluarkan dan mencabut izin dan sebaliknya juga mewajibkan
media untuk mendapatkan izin sebelum menerbitakan medianya.
d. Hukum media yang berisi jaminan kebebasan pers atau kebebasan
media.2
Perkembangan di dalam bidang teknologi informasi tak pelak
menimbulkan berbagai perubahan dalam segenap aspek kehidupan umat
manusia termasuk dalam media. Internet memungkinkan terciptanya
interaksi yang lebih intens antara media berita dan pembaca. Hal ini
membuat para pembaca tidak hanya mampu memberikan feedback atas
suatu pemberitaan secara realtime, para pembaca juga dapat terlibat dalam
proses pembuatan berita. Inilah yang disebut sebagai citizen journalism,

2
Sinung Utami Hasri Hapsari, “Hukum Media, Dulu, Kini, Dan Esok”, (Riptek Vol.6, No.I, Tahun
2012, Hal: 49-53), h. 49-50.

7|Page
dimana setiap warga dunia, ketika ia terhubung dengan piranti komputer
dan terhubung dengan jaringan internet akan mampu menjalankan fungsi
sebagai penulis berita. Bukan perusahaan pers atau wartawan pengisi
berita saja yang menentukan konten suatu media, melainkan pula para
user yang terdiri dari pengguna dari belahan negara manapun tanpa
memandang asal-usul.
Kira-kira satu dasawarsa ini, dunia media terutama media berita
ada teknologi cetak jarak jauh. Dengan teknologi ini, media massa
mendistribusi tugas cetak penerbitan ke titik-titik yang tersebar jauh
dari kantor pusat media hingga surat kabar bisa sampai ke tangan pembaca
dengan lebih awal. Sementara itu teknologi satelit membuat orang
mampu mendengar dan atau menyaksikan suatu peristiwa yang terjadi
di tempat lain yang berjauhan degan secara real time. Kini, internet
memberikan tawaran yang lebih dari dua teknologi di atas: kebaharuan
informasi bahkan partisipasi dalam pembuatan serta penyampaian berita
dan informasi, menciptakan tipe tersendiri dalam jurnalisme, apa yang
disebut sebagai online journalism.
Undang-undang Pers sebagai regulasi utama bidang media berita
dengan sendirinya tercabar relevansinya dalam menyesuaikan diri
dengan perubahan jaman. Definisi pers dalam UU Pers meliputi segala
hal yang mencakup kegiatan mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk
tulisan, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk
lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala
jenis saluran yang tersedia.
UU Pers mendefiniskan wartawan sebagai orang yang secara
teratur melakukan kerja jurnalistik, namun demikian, definisi yang seperti
itu bukannya tanpa masalah. Pada era pra internet, memang demikianlah
adanya seorang pencari berita yang dikenal dengan sebutan wartawan
itu. Ia melakukan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, mengolah,
dan menyampaikan informasi.

8|Page
Dapat simpulkan bahwa perubahan teknologi informasi nyatalah
menjadi hal yang amat berpengaruh dalam kehidupan media berita kita.
Batas-batas dan definisi sebagaimana tertuang dalam perundangan
maupun peraturan hukum mengenai pers menjadi semakin tidak relevan
dan tak berkesesuaian lagi dengan realita di masa kini. UU Pers masih
menyibukkan diri dengan mengatur media berita dan segala aspeknya,
namun dalam paradigma lama yang tak lagi sesuai dengan kebutuhan
dan praktik media kekinian. Oleh karena itu, sesungguhnyaperubahan
dalam UU Pers menjadi sesuatu yang harus dilakukan. Perubahan ini
penting untuk menjangkau berbagai hal yang kini berada di dalam
ranah abu-abu (grey areas). Untuk itu, perlu berbagai terobosan untuk
mengatasi berbagai perubahan yang berada dalam ruang vakum tanpa
pengaturan oleh hukum.3
Adapun landasan undang-undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik antara
lain:
a. UUD 1945 pasal 28:
1) Pasal28E
a) Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan,
memilihkewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah
negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali
b) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikirandan sikap, sesuai dengan hati nuraninya
c) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat
2) Pasal28F: Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya,
serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,

3
Sinung Utami Hasri Hapsari, “Hukum Media, Dulu, Kini, Dan Esok”, (Riptek Vol.6, No.I, Tahun
2012, Hal: 49-53), h. 52-53.

9|Page
mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segalajenis saluran yang tersedia.
b. Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
Adapun gambaran umum dari isi UU No. 40 tahun 199 antara lain
1) BAB I KETENTUAN UMUM
a) Pers merupakan lembaga sosial dan wahana komunikasi masa yang
mengumpulkan, mengolah dan menyebarkan informasi (berita)
b) Wartawanan adalah orang secara teratur yang menjalanankan
kegiatan jurnalistik
c) Wartawan memiliki hak tolak, hak jawab dan hak koreksi
d) Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi
2) Kewartawanan
Hak Wartawan:
a) Hak tolak adalah hak wartawan, karena profesinya, untuk menolak
mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita
yang harus dirahasiakannya
b) Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk
memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan
berupa fakta yang merugikan nama baiknya
c) Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau
membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik
tentang dirinya maupun orang lain
3) BAB II. ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN & PERANAN PERS
a) Kemerdekaan pers berasaskan demokrasi, keadilan dan supremasi
hukum
b) Pers memiliki fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan
dan control social, serta lembaga ekonomi
c) Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara
d) Dalam menyampaikan berita pers harus menghormati norma
agama, rasa kesusilaan dan asas praduga tidak bersalah
e) Pers harus memperjuangkan keadilan dan kebenaran

10 | P a g e
4) BAB III. Wartawan
a) Wartawan bebas memilih organisasi
b) Wartawan menaati Kode Etik Jurnalistik
c) Wartawan mendapatkan perlindungan hukum dalam Menjalankan
tugasnya
5) BAB IV. Perusahaan Pers
a) Setiap WNI berhak mendirikan perusahaan pers
b) Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat dan
penanggung jawab-nya
c) Perusahaan pers dilarang menayangkan iklan yang merendahkan
martabat suatu agama/kelompok, minuman keras, narkotika,
peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.
6) BAB V. Dewan Pers
a) Guna mengembangkan kemerdekaan pers dibentuk Dewan Pers
yang independent
b) Dewan Pers berfungsi: melindungi kemerdekaan pers, menetapkan
dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik, memberikan
pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan
masyarakat atas pemberitaan oleh pers
c) Anggota Dewan Pers; wartawan, pimpinan perusahaan pers dan
atautokohyang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi
perusahaan pers.
Adapun yang terkait dengan Kode Etik Jurnalistik antara lain:
a. Berdasarkan ketentuan pada UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers pada
Pasal 7 ayat2, wartawan diwajibkan untuk memiliki dan menaati Kode
Etik Jurnalistik
b. Kode Etik Jurnalistik merupakan batasan etika profesijurnalis, yang
pelaksanaanya bergantung kepada hati dan nurani masing-masing
wartawan
c. Pasal 1: Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita
yang akurat, berimbang, dan tidak beritika buruk.

11 | P a g e
d. Pasal 2: Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional
dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
e. Pasal 3: Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan
secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang
menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
f. Pasal 4: Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis,
dan cabul.
g. Pasal5: Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan
identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak
yang menjadi pelaku kejahatan.
h. Pasal 6: Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak
menerima suap.
i. Pasal 7: Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi
narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun
keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar
belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
j. Pasal 8: Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita
berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar
perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta
tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau
cacat jasmani.
k. Pasal 9: Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang
kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
l. Pasal 10: Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan
memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan
permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
m. Pasal 11: Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi
secara proporsional.4

4
Maya Rachmawaty, “Undang-undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik” (Universitas
Pembangunan Jaya: Prodi Ilmu Komunikasi, Fakultas Humaniora dan Bisnis).

12 | P a g e
E. KESIMPULAN
Hukum media adalah hukum yang mengatur tentang ketentuan-
ketentuan media massa sebagai alat komunikasi massa. Hukum media
meliputi hukum media cetak, hukum media penyiaran, film, hukum cyber,
dan hukum pers. Ketentuan yang diatur adalah tentang masalah isi media,
prosedur penggunaan media, kepemilikan media dan sebagainya. Adapun
landasan yang mengatur tentang pers dan kode etik jurnalistik yaitu UUD 1945
Pasal 28 dan UU No. 40 tahun 1999 tentang pers.

DAFTAR PUSTAKA

Hasri Hapsari, Sinung Utami. “Hukum Media, Dulu, Kini, Dan Esok”, Riptek
Vol.6, No.I, Tahun 2012, Hal: 49-53.

Malang, Harijanto. “Perlindungan Hukum Terhadap Wartawan Dalam Peliputan


Berita-Berita Pemerintahan Dan Masyarakat”, Vol.II No.1 Januari-Maret
2014.

Rachmawaty, Maya. “Undang-undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik”,


Universitas Pembangunan Jaya: Prodi Ilmu Komunikasi, Fakultas
Humaniora dan Bisnis.

13 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai