Anda di halaman 1dari 12

Makalah

REGULASI DAN ETIKA MEDIA MASSA


OLEH
CINDY TRISDIANI : 1805905030019
LUDVIVIA RAMAGITA HUTAGALUNG : 1805905030034
RICKY KURNIAWAN : 1505905030001
Dosen Pengampu : Desi Maulida,, S.I.Kom,, M.I.Kom

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
ACEH BARAT
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya

sehingga saya dapat menyusun makalah ini sehingga selesai, Salawat beriring salam kepangkuan

Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam jahiliyah kepada alam yang

penuh ilmu pengetahuan seperti saat ini. Makalah ini berjudul “Regulasi dan Etika Media

Massa”.

Akhirnya penulis menyadari masih banyak kekurangan dan masih jauh dari

kesempurnaan karena keterbatasan buku maupun kemampuan penulis sendiri dalam mencari dan

mengolah data yang ada, maka penulis menerima kritikan dan saran yang sifatnya membangun

demi kesempurnaan skripsi ini kedepannya. Atas segala bantuan, bimbingan, dan pengarahan yang

telah diberikan kepada penulis sekali lagi penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Semoga Allah SWT dapat membalas semua kebaikannya. Amin.

Alue Peunyareng,12 November 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Media massa atau Pers adalah suatu istilah yang mulai digunakan pada tahun 1920-an untuk
mengistilahkan jenis media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas.
Dalam pembicaraan sehari-hari, istilah ini sering disingkat menjadi media. Masyarakat dengan tingkat
ekonomi rendah memiliki ketergantungan dan kebutuhan terhadap media massa yang lebih tinggi
daripada masyarakat dengan tingkat ekonomi tinggi karena pilihan mereka yang terbatas. Masyarakat
dengan tingkat ekonomi lebih tinggi memiliki lebih banyak pilihan dan akses banyak media massa,
termasuk bertanya langsung pada sumber atau ahli dibandingkan mengandalkan informasi yang mereka
dapat dari media massa tertentu.

Dengan adanya kebebasan media massa maka akhirnya mengalami pergeseran ke arah liberal
pada beberapa tahun belakangan ini. Ini merupakan kebebasan pers yang terdiri dari dua jenis :
Kebebasan Negatif dan Kebebasan Positif. Kebebasan negatif merupakan kebebasan yang berkaitan
dnegan masyarakat dimana media massa itu hidup. Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan dari
interfensi pihak luar organisasi media massa yang berusaha mengendalikan, membatasi atau
mengarahkan media massa tersebut.

Kebebasan positif merupakan kebebasan yang dimiliki media massa secara organisasi dalam
menentukan isi media. Hal ini berkaitan dengan pengendalian yang dijalankan oleh pemilik media dan
manajer media terhadap para produser, penyunting serta kontrol yang dikenakan oleh para penyunting
terhadap karyawannya. Kedua jenis kebebasan tersebut, bila melihat kondisi media massa Indonesia
saat ini pada dasarnya bisa dikatakan telah terjadi pada media massa di Indonesia. Memang kebebasan
yang diperoleh pada kenyataannya tidak bersifat mutlak, dalam arti media massa memiliki kebebasan
positif dan kebebasan negatif yang kadarnya kadang-kadang tinggi atau bisa dikatakan bebas yang
bebas-sebebasnya tanpa kontrol sedikitpun.

B. Rumusan Masalah

1. Apa peran Regulasi Penyiaran?

2. Problematika apakah yang di hadapi Regulasi Penyiaran?

3. Bagaimana Mengatasi Problematika Bebasnya Media Penyiaran?

4. Apa itu etika media Massa ?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui wajah media massa saat ini.


2. Mengetahui apa peran regulasi penyiaran.

3. Mengetahui berbagai problematika yang di hadapi lembaga regulasi penyiaran. Dan,

4. Ikut membantu menetralkan setiap problematika yang dihadapi lembaga Regulasi akibat dampak
bebasnya arus media massa.

5. Mengetahui tentang etika media massa


BAB II

PEMBAHASAN

A. Regulasi

a. Regulasi Penyiaran

Jika kita berbicara tentang regulasi sama saja kita sedang berbicara tentang norma atau nilai-
nilai yang harus ditaati oleh pemilik media. Karena yang yang disebut regulasi adalah seperangkat aturan
yang berisikan aturan-aturan mengenai media massa dan segala aspek yang menyertainya. Seperti
halnya jurnalisme, penyiaran dan lain sebagainya. Dimana sifat dari regulasi itu sendiri adalah mengikat.
Regulasi media massa ialah seperangkat aturan yang berisikan aturan-aturan mengenai media massa
dan segala aspek terkaitnya seperti jurnalisme, penyiaran dan sebagainya dan bersifat mengikat.

Regulasi mengenai media massa di Indonesia yang ditetapkan oleh pemerintah pada dasarnya
lebih spesifik ke bentuk regulasi mengenai penyiaran oleh media massa dan mengenai pers. Regulasi
mengenai penyiaran pun lebih mengarah kepada penyiaran oleh media massa elektronik, hal ini
dikarenakan bahwa definisi siaran itu sendiri lebih merujuk pada proses penyampaian informasi dalam
bentuk audio, visual atau audiovisual. Sementara untuk media massa cetak regulasi yang digunakan
ialah regulasi mengenai pers. Karena media cetak yang paling umum dan mendominasi di Indonesia
adalah surat kabar dan surat kabar merupakan hasil kerja pers. Padahal saat ini hampir semua media
massa memerlukan peran pers untuk menyiarkan informasi.

Terlepas dari semua itu, pemerinah telah beritikad baik untuk mengontrol kebebasan media
massa di Indonesia tanpa mengurangi kebebasan media massa itu sendiri. Walau bagaimanapun,
kebebasan media massa harus menjadi kebebasan yang bertanggung jawab.

Untuk itu pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers untuk
menggantikan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1966 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers dan
disahkan di Jakarta pada tanggal 23 September 1999 oleh Presiden BJ Habibie. Dasar pertimbangan
penetapan UU ini adalah pertama bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan
rakyatdan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara yang demokratis. Kedua bahwa kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani adalah merupakan Hak Asasi
Manusia. Ketiga bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa harus mendapat jaminan
hukum agar dapat melaksanakan asa, fungsi, hak, kewajiban dan peranannya berdasarkan kemerdekaan
pers yang profesional. Keempat bahwa pers nasional harus ikut berperan mejaga ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kelima bahwa UU nomor 11 tahun
1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan
zaman.

Selain itu, untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers
nasional yang profesional dibentuklah suatu lembaga independen, yaitu Dewan Pers. Fungsi-fungsi
Dewan Pers antara lain:
- Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain
- Melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers
- Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik
- Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas
kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers
- Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat dan pemerintah
- Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers
dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan
- Mendata perusahaan pers

Selain itu pemerintah juga menetapkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran
yang disahkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember 2002 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.
Dengan pemberlakuan UU ini maka UU Penyiaran yang sebelumnya yaitu UU nomor 24 tahun1997
dinyatakan tidak berlaku lagi. Dasar dari penetapan UU ini adalah pertama bahwa kemerdekaan
menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi melalui penyiaran merupakan Hak Asasi Manusia
dan didukung oleh Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kedua
bahwa spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam terbatas dan merupakan kekayaan
nasional yang harus dijaga dan dilindungi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat sesuai dengan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945. Ketiga bahwa untuk menjaga
integrasi nasional, kemajemukan masyarakat Indonesia dan terlaksananya otonomi daerah maka perlu
dibentuk sistem penyiaran nasional yang menjamin terciptnya tatanan informasi nasional yang adil,
merata dan seimbang guna mewujudkan kehidupan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keempat
bahwa lembaga penyiaran merupakan media komunikasi massa yang mempunyai peran penting dalam
kehidupan sosial, budaya, politik dan ekonomi, memiliki kebebasan dan tanggung jawab dalam
menjalankan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, serta kontrol dan perekat sosial.
Kelima bahwa siaran yang dipancarkan dan diterima secara bersamaan, serentak dan bebas memiliki
pengaruh yang besar dalam pembentukan pendapat, sikap, dan perilaku khalayak, maka penyelenggara
penyiaran wajib bertanggung jawab dalam menjaga nilai moral, tata susila, budaya, kepribadian, dan
kesatuan bangsa yang berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab.

Sebagai tindak lanjut dari UU ini dibentuklah suatu lembaga independen untuk mengatur hal-hal
mengenai penyiaran yaitu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Di Indonesia yang memiliki wewenang dalam regulasi penyiaran salah satunya adalah Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI). Yang merupakan lembaga yang memiliki wewenang (otoritas) menyusun dan
mengawasi berbagai penyiaran. Berikut ini adalah wewenang, tugas dan kewajiban KPI dalam rangka
melakukan pengaturan penyiaran.

Wewenang KPI, yaitu :

1. Menetapkan standar program siaran

2. Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran (diusulkan oleh


asosiasi/masyarakat penyiaran kepada KPI)

3. Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran
4. Memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta
standar program siaran

5. Melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Pemerintah, lembaga penyiaran, dan


masyarakat

Tugas dan Kewajiban KPI :

1. Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi
manusia

2. Ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran

3. Ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran dan industri terkait

4. Memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang

5. Menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi
masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran

6. Menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di


bidang penyiaran

Eksistensi KPI adalah bagian dari wujud peran serta masyarakat dalam hal penyiaran, baik
sebagai wadah aspirasi maupun mewakili kepentingan masyarakat (UU Penyiaran, pasal 8 ayat 1).
Legitimasi politik bagi posisi KPI dalam kehidupan kenegaraan berikutnya secara tegas diatur oleh UU
Penyiaran sebagai lembaga negara independen yang mengatur hal-hal mengenai penyiaran (UU
Penyiaran, pasal 7 ayat 2). Secara konseptual posisi ini mendudukkan KPI sebagai lembaga kuasi negara
atau dalam istilah lain juga biasa dikenal dengan auxilarry state institution.

b. Problematika Regulasi Penyiaran

Ditengah melajunya arus zaman dalam perkembangannya, penyiaran suatu saat bisa seperti
anak manis dan tiba-tiba bisa menjadi monster. Sebab, secara sosial, budaya, dan politik, penyiaran juga
bisa menjadi alat penindas atau alat membinasakan lawan atau rakyat, seperti yang pernah dilakukan
rezim Orde Baru.

Dimana pada dewasa ini media penyiaran tumbuh dan berkembang tanpa disertai pedoman atau
rambu-rambu. Hasilnya, dalam perkembangannya hampir tak terkendali dan sulit dipertanggung
jawabkan. Karena kebanyakan media penyiaran lebih mementingkan keuntungan yang didapat dari
pada dampak dari siaran yang di tayangkan.

Berikut ini merupakan dampak dari pergeseran fungsi media massa, diantaranya:

a. Banyaknya pelanggaran terhadap regulasi dan etika media massa.

b. Media massa cendrung tidak perduli dengan pelanggaran yang dilakukannya.

c. Media massa semakin bergerak kearah komersialisme dengan adanya system rating dan share
pada media elektronik untuk mengukur jumlah konsumen dan keuntungan yang didapat.
c. Tindakan Lembaga Regulasi Penyiaran

Mengatur media penyiaran memang bukanlah sesuatu yang mudah. Akan tetapi KPI harus tetap
tegas bahkan lebih tegas dalam mengambil tindakan. Bukan hanya memantau dan mencari kesalahan,
akan tetapi memberikan sanksi yang berat agar media penyiaran bisa cepat jerah dan berhenti
melakukan tindakan yang sepatutnya tidak layak dilakukan.

Bahkan bila perlu sanksi adminstratif KPI dirubah menjadi satu teguran. Karena jika masih ada
teguran kedua ada kemungkinan pemilik media akan mengabaikan. Karena secara tidak langsung bagi
kubu yang melanggar akan beranggapan bahwa KPI masih memberikan satu kesmpatan untuk
melakukan pelanggaran.

Selain itu KPI juga harus melakukan satu kegiatan semacam seminar atau turun ke setiap
lembaga, desa, dan perumahan untuk memberikan informasi akibat dampak negative yang akan
mempengaruhi perilaku dan tindakan manusia dalam kehidupan. Terutama pada guru dan orang tua.
Karena selain KPI seharusnya peran guru dan orang tua juga ikut dilibatkan dalam rangka menetralkan
arus kebebasan media penyiaran di Indonesia. Dan setiap program acara yang tidak layak untuk
ditayangkan langsung diberikan sanksi untuk tidak ditayangkan kembali. Kecuali merubah konsep yang
sebelumnya.

B. Etika Media Massa

Etika media massa merupakan bagian yang paling banyak disorot dari kemerdekaan pers. Hal ini
dikarenakan hilangnya filter yang membatasi antara informasi yang diberikan oleh media massa dengan
yang dikonsumsi oleh masyarakat dalam era kemerdekaan pers ini. Media massa menjadi bebas untuk
menayangkan informasi apapun yang mereka suka. Demikian pula dengan masyarakat, dengan semakin
bebasnya informasi yang diberikan oleh media, konsumen semakin bebas untuk mengkonsumsi
informasi itu. Tentu hal ini memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif dari hal ini ialah media
semakin bebas berekspresi dalam menayangkan informasi dan konsumen semakin variatif dalam
memilih informasi apa yang mereka inginkan. Sementara dampak negatifnya ialah semakin hilangnya
budaya-budaya masyarakat karena arus informasi yang mengalir bebas ini. Sebagai contoh, saat ini
semakin banyak surat kabar, majalah atau tabloid yang hanya menjual sensasi dan sensualitas yang
kualitas isinya sebenarnya meragukan dan masyarakat pun bisa dengan bebas membelinya. Hal ini lama-
kelamaan akan semakin mengikis nilai kehidupan dan budaya bangsa Indonesia.

Sebenarnya berkaitan dengan etika komunikasi massa ada beberapa poin penting yang menjadi
dasar dari etika media massa itu sendiri,antara lain: tanggung jawab, kebebasan pers, masalah etis,
ketepatan dan objektivitas serta tindakan adil untuk semua orang.

Untuk di Indonesia sendiri, pemerintah tekah menetapkan beberapa pedoman etika yang
berkaitan dengan penyiaran dan pers seperti yang tertuang dalam UU nomor 32 tahun 2002 tentang
Penyiaran dan UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, serta ada pula Kode Etik Wartawan Indonesia
(KEWI) yang disusun oleh asosiasi-asosiasi wartawan di Indonesia. Akan tetapi masalah etika selalu
berpulang kepada pandangan moral para pelaku media massa itu lagi. Saat ini banyak sekali kita temui
pelangaran terhadap etika media massa. Dan media massa sendiri cenderung tidak peduli dengan
pelanggaran yang mereka lakukan. Hal ini mungkin disebabkan karena pergeseran fungsi media massa
yang semakin bergerak ke arah komersialisme dengan adanya sistem oplah untuk media cetak dan
sistem rating dan share pada media elektronik untuk mengukur jumlah konsumen dan keuntungan
mereka. Selama tingkat konsumsi masyarakat terhadap media itu tetap tinggi, etika dan moral bukan
menjadi persoalan utama lagi.

Dalam UU nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, etika media massa tercantum dengan jelas pada
pasal 36 ayat 1, 3 sampai 6 tentang isi siaran serta pasal 48 ayat 4 dan 5 tentang pedoman perilaku
penyiaran. Bunyi ayat-ayat itu antara lain:

Pasal 36:

· Ayat 1: isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan dan manfaat untuk pembentukan
intelektualitas watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta
mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.

· Ayat 3: isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu
anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan acara pada waktu yang tepat, dan penyiaran wajib
mencantumkan dan/atau menyebut klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.

· Ayat 4: isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan
tertentu.

· Ayat 5: isi siaran dilarang bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan, dan/atau bohong; menonjolkan
unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang; atau
mempertentangkan SARA.

· Ayat 6: isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan, dan/atau mengabaikan nilai-
nilai agama, martabat manusia Indonesia atau merusak hubungan internasional.

Pasal 48:

Ayat 5: pedoman perilaku penyiaran menentukan standar isi siaran yang sekurang-kurangnya berkaitan
dengan : rasa hormat terhadap pandangan keagamaan; rasa ormat terhadap pribadi; kesopanan dan
kesusilaan; pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sedisme; perlindungan terhadap anak-anak,
remaja, dan perempuan; penggolongan program dilakukan menurut usia khalayak; penyiaran program
dalam bahasa asing; ketepatan dan kenetralan program berita; siaran langsung; dan siaran iklan

Ayat 6: KPI memfasilitasi kode etik penyaiaran.

Sementara itu dalam UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers, pedoman etika dinyatakan dalam pasal 7
ayat 2 yang berbunyi: “Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik”.

Selain peraturan dari pemerintah, pada tanggal 6 Agustus 1999 di Bandung juga dideklarasikan KEWI
yang disusun oleh 26 asosiasi-asosiasi wartawan di Indonesia. Ke-26 asosiasi wartawan itu antara lain:
AJI, ALJI, AWAM, AWE, HIPSI, HIPWI, HIWAMI, HPPI, IJTI, IPPI, IWARI, IWI, KEWADI, KO-WAPPI, KOWRI,
KWI, KWRI, PEWARPI, PJI, PWFI, PWI, SEPERNAS, Serikat Pewarta, SOMPRI, SWAMI, SWII.

Tujuan dari disusunnya KEWI ini yaitu untuk membentuk landasan moral atau etika profesi yang bisa
menjadi pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan profesionalitas wartawan.

KEWI berisi 7 poin. Ke-7 poin itu antara lain:


 Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
 Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan
informasi serta membeberkan identitas kepada sumber informasi.
 Wartawan Indonesia menghormati asas-asas praduga tak bersalah, tidak mencampuradukkan
fakta-fakta dengan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenran informasi.
 Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis dan cabul,
serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila.
 Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi.
 Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar
belakang dan off the record sesuai kesepakatan.
 Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan dan melayani
Hak Jawab.

Ada beberapa catatan penting tentang pelaksanaan etika media massa, antara lain:

1. Pelaksanaan etika media massa masih membutuhkan perjuangan yang berat dan terus menerus.
Etika media massa sangat sulit untuk dilaksanakan oleh semua pihak. Visi, misi, dan orientasi yang
berbeda-beda antar media massa menyebabkan perbedaan pla dalam pelaksanaan etika. Media yang
orientasinya pada keuntungan materi dengan mementingkan pasar akan lebih cenderung untuk
mengekspos berita yang sensasional, bombastis, kriminal atau bahkan seks. Media seperti ini akan
kesulitan dalam menerapkan etika media massa.

2. Pelaksanaan etika bisa terhambat karena masing-masing pihak membuat ukuran sendiri-sendiri
mengenai etika.

3. Pelaksanaan etika media massa sulit diwujudkan karena tanggung jawabnya terletak pada diri sendiri
dan sanksi masyarakat.

4. Semakin tinggi pendidikan masyarakat, semakin sadar mereka akan pentingnya pelaksanaan etika
media massa, walaupun hal ini belum menjadi jaminan. Semakin tinggi pendidikan, justru kadang
membuat kita semakin gampang untuk mengakali pelanggaran etika.
BAB III

PENUTUP

Simpulan

Dari pembahasan tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa sudah saatnya lembaga regulasi
berperan untuk menjaga kepentingan masyarakat dari kepentingan-kepentingan tertentu. Tujuannya
yaitu untuk meminimalisir masyarakat yang memiliki potensi besar untuk menjadi korban media,
khususnya generasi muda atau anak-anak yang dianggap memiliki akses terhadap media dan mudah
terpengaruh untuk mengikutinya.

Dan memberikan sanksi yang tegas bagi setiap media yang melanggar. Bila perlu dengan ancaman
pidana (Khusus pelanggaran terberat yang dilakukan berkali-kali).

Saran

Setelah membaca penjelasan diatas,tentu kita sebagai generasi muda atau mahasiswa diharapkan
sangat membatu dan mendukung regulasi penyiaran yang terdapat di Indonesia. Bukan dengan
menunggu keputusan KPI akan tetapi juga ikut andil dalam menetralkan bahaya arus kebebasan media
penyiaran demi kepentingan bersama dan kemajuan Indonesia.
DAFTAR RUJUKAN

Muhammad,Mufid.Komunikasi dan Regulasi Penyiaran.Jakarta:Kencana.2007

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

http://fisip.uajy.ac.id/2012/05/22/mengapa-perlu-regulasi-penyiaran/

http://yayan-s-fisip.web.unair.ac.id/artikel_detail-70830-media-Regulasi%20Penyiaran.html

http://www.scribd.com/kinjat/d/25964065-Fungsi-Dan-Peranan-Pers

Anda mungkin juga menyukai