Anda di halaman 1dari 14

White Papper Webinar Nasional Pusdikham UHAMKA

“Perkembangan dan Kebebasan Pers Pasca Reformasi”

Pusat Studi dan Pendidikan Hak Asasi Manusia Universitas


Muhammadiyah Prof. DR. Hamka

Tahun 2021
Daftar Isi

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

1.2. Maksud dan Tujuan Kegiatan

BAB II Laporan Kegiatan

2.1. Bentuk Kegiatan

2.2. Pelaksanaan Kegiatan

2.3. Hasil Kegiatan

BAB III Penutup

3.1. Kesimpulan

3.2. Saran
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pusat Studi dan Pendidikan Hak Asasi Manusia Universitas


Muhamadiyah Prof. DR. Hamka bersama Pusat studi Hukum dan Politik
Indonesia mengadakan kegiatan webinar nasional dengan mengusung tema
“Perkembangan Pers Dan Kebebasan Pers Era Reformasi”. Pers sebagai
kegitan jurnalistik memiliki peran dalam menyajikan informasi secara
transparan dan memiliki nilai edukasi terhadap masyarakat, guna
menjalankan kegiatan Jurnalistik yang sehat pers harus bersandar kepada
etika profesi dalam mencemirkan nilai-nilai profesionalisme serta didukung
dengan perlindungan hukum sebagai bentuk kebebasan pers melalui
Undang-Undang. Reformasi memberikan harapan baru dengan
perkembangan kebebasan pers ditandai dengan UU NO. 40 Tahun 1999
sebagai perlindungan hukum dalam menjalankan pers ditengah kebebasan
negara demokrasi, sehingga kehidupan pers pasca reformasi memiliki ruang
kebebasan dengan tanggung jawab secara penuh dalam ruang hak sipil dan
politik demi mewujudkan pers yang sehat serta tujuan praktis sebagai media
edukasi dan sosial kontrol.

Orde Baru menutup ruang-ruang pers dengan mengatur ruang


jurnalistik sesuai dengan kebutuhan pemerintahan sehingga memiliki resiko
atas informasi yang tidak objektif terhadap fakta serta menutup ruang bagi
media pers yang memiliki pandangan berbeda. Pengaturan terhadap pers
juga mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan dinamika politik.
Sebagai langkah dapat dikatakan untuk mengontrol pers, maka dikeluarkan
Undnag-undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-
undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967
(selanjutnya disebut Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982). Kehadiran
Undangundang Nomor 21 Tahun 1982 juga mencabut ketentuan yang
mengharuskan pemilikan Surat Izin Terbit Tahun 1982 juga mencabut
ketentuan yang mengharuskan pemilikan Surat Izin Terbit (SIT)
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Penerangan R.I. Nomor
03/Per/Menpen/1969. Namun Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982
memperkenalkan bentuk baru terhadap perijinan bagi penerbitan pers, yaitu
SIPP yang secara teknis diatur kemudian dalam Peraturan Menteri
Penerangan Nomor 01/Per/Menpen/1984 (Permenpen Nomor 01 Tahun
1984).

Perkembangan Pers dalam arus sejarah yang menggambarkan


perjuangan dalam meraih hak kebebasan pendapat sebagai dasar dari pers
dalam ruang jurnalistik menjadi inspirasi yang mendorong Pusat Studi dan
Pendidikan Hak Asasi Manusia Universitas Muhammadiyah Prof. DR.
Hamka bekerjasama dengan Pusat Studi Hukum dan Politik Indonesia
menyelenggarakan Seminar Nasioanal dengan pokok pembahasan
kebebasan Pers. Kegiatan Webinar Nasional diharapkan mampu
menghasilkan peta permasalahan tentang jaminan kebebasan pers guna
menghindari kekerasan dan ancaman pasca reformasi, selain itu
memberikan pijakan teoretis dan praktis sebagai upaya pengembangan
profesi Pers dengan menjawab kebutuhan etika profesi guna mengurangi
resiko atas tuduhan pelanggaran ketertiban umum sebagai hambatan dalam
menghadirkan media informasi yang sehat dan mendidik masyarakat.

1.2. Maksud dan Tujuan Kegiatan

Webinar Nasional yang diselenggarakan oleh Pusat Studi dan


Pendidikan Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka memiliki maksud
dan tujuan seperti:

1. Menjelaskan mengenai kebebasan Pers bertanggung jawab


sebagai alat kontrol sosial ditengah negara Demokrasi.

2. Memberikan pemahaman tentang kode etik dan profesionalisme


pers sebagai rujukan dasar dalam setiap praktik jurnalisme.
3. Menguraikan perkembangan Undang-Undang Dewan Pers selama
periode Orde Baru dan pasca Reformasi sebagai pelindung dan
jaminan kebebasan serta ruang gerak pers.

4. Mengidentifikasi permasalahan pada ranah praktik Undang-


Undang sebagai hambatan terwujudnya kebebasan pers bertanggung
jawab.

5. Membuka ruang terbuka kepada publik mengenai Call For


Papper guna melahirkan Prosiding Webinar Nasional
“Perkembangan dan Kebebasan Pers Pasca Reformasi”.
BAB II

LAPORAN KEGIATAN

2.1. Bentuk Kegiatan

Pusdikham UHAMKA mengadakan Webinar Nasional dengan


mengusung tema “Perkembangan dan Kebebasan Pers Pasca Reformasi”
bertujuan membuka ruang edukasi melalui pemahaman informasi dan
literasi mengenai dunia pers Indonesia. Webinar Nasional mengundang
narasumber praktisi dan akademisi memiliki pengalaman intelektual dalam
ranah pers, Dr. Manager Nasution, MH, MA. Selaku ketua LPSK RI, Dr. A.
Muhammad Asrun, S.H., M.H. selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas
Pakuan, dan Jailani, S.E, M.M. selaku ketua AJI Tanjungpinang 2018-2024.

A. Dr. Manager Nasution, M.H.,M.A – Dimensi


Konstitusional Kebebasan Pers.

Pers sebagai media informasi dengan junjungan tinggi


terhadap fakta dalam memberikan informasi guna
mencerdaskan masyarakat, kebebasan pers berjalan dengan
rasa penuh tanggung jawab. Orde Baru memberikan wacana
mengenai dunia pers yang bebas tanpa sensor dan
pengawasan dari pihak pemerintah melalui Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Dewan Pers,
lahirnya Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1966 memberi
jaminan dan perlindungan pers dengan memberikan Surat
Izin Cetak (SIC) dan Surat Izin Terbit (SIT) yang
dikeluarkan oleh KOPKAMTIB. Perkembangan regulasi
yang memberikan jaminan atas ruang gerak pers semakin
membatasi kebebasan, melalui Undang-Undang Nomor 21
Tahun 1982 yang diterbitkan oleh Kementrian Penerangan
sehingga surat kabar harus memiliki Surat Izin Usaha
Penerbitan Pers (SIUPP), hadirnya SIUPP menjadi bentuk
pembatasan kebebasan pers dalam memberikan informasi
dengan fakta objektif hal tersebut disebabkan oleh kendali
penuh pemerintah untuk membentuk opini publik dengan
tujuan menjaga stabilitas politik serta mendukung progam
pembangunan pemerintah. Keterbatasan ruang gerak pers
memberikan korban bagi surat kabar Detik, Tempo dan
Editor mendapatkan pencabutan SIUPP dengan
diberlakukan pemberedelan.

Pasca reformasi pers memiliki kehidupan baru setelah


keluar dari belenggu Orde Baru dengan batasan penuh
terhadap ruang gerak jurnalistik, Undang-Undang Nomor
40 tahun 1999 mengenai Dewan Pers berhasil memberikan
ruang gerak pers lebih luas dengan menghapus peraturan
tentang SIUPP melalui UU NO. 21 Tahun 1982 sebagai alat
kontrol pemerintah atas ruang gerak pers sehingga
melahirkan korban pemberedelan, kehidupan pers pasca
reformasi bersandar kepada kode etik dan prinsip pers yang
terkandung dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.
Pers pasca reformasi menjalankan kebebasan pers
bertanggung jawab atas dampak terhadap masyarakat, maka
kebebasan pers yang bertanggung jawab menjaga nilai
HAM dan menjunjung Undang-Undang serta etika prinsip
pers.

Kebebasan berpendapat dan berkespresi merupakan hak


dasar masyarakat sipil yang terlindungi oleh Hak Asasi
Manusia, DUHAM atau Hak Asasi Manusia internasional
melindungi kegiatan berpendapat dan berkespresi secara
bebas terhadap ruang publik sebagai bentuk manifestasi
negara meganut demokrasi selain itu merupakan hak dasar
dalam ranah sipil dan politik. Indonesia menjamin Hak
Asasi Manusia sebagai dasar bernegara dan bermasyarakat
melalui Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia negara menjamin masyarakat
sebagaimana ketentuan dalam hak atas kebebasan pribadi
negara menjamin masyarakat untuk mengeluarkan dan
menyampaikan pendapat pada ruang publik sebagai bentuk
ekspresi negara demokrasi.

B. Dr. A. Muhammad Asrun, S.H.,M.H. – Aspek Yuridis


Kebebasan Pers.

Etika profesi pers sebagai bentuk tanggung jawab sosial


serta peran komunikasi massa sebagai alat kontrol sosial.
Bentuk tanggung jawab dengan rasa penuh tanggung jawab
merupakan wujud tanggung jawab sosial dalam komunikasi
massa demi menciptakan kondisi yang kondusif serta
berjalannya kebebasan tanpa melanggar atau merugikan
pihak lain. Sikap etika pers tidak memihak, peduli, adil dan
objektif atas fakta lapangan sehingga kebebasan pers
memproduksi media informasi bersandar pada etika
dijalankan dengan sesuai fakta tanpa harus takut menerima
resiko pidana dan ancaman karena dianggap berlawanan
dengan tujuan pemerintahan.

Persn dalam menjalankan kebebasan bertanggung jawab


diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999
sebagai rujukan dalam etika profesi pers sebagai media
jurnalisme. Profesionalisme pers bertindak dengan
bertanggung jawab terhadap publik dengan memproduksi
berita secara cepat dan tepat, selain itu memiliki tanggung
jawab secara pribadi sebagai bentuk idealisme pers.

Pers bertanggung jawab dalam memberikan media


informasi merupakan wujud utama pers ditengah kehidupan
bermasyarakat. Terdapat kelima syarat pers dalam
menjalankan praktiknya, pertama Pers memberikan berita-
berita fakta yang dapat dipercaya dan dipertanggung
jawabkan, kedua media berfungsi sebagai wadah pertukaran
pikiran dan menunjang hak masyarakat untuk
menyampaikan pendapat, ketiga media pers memihak
terhadap kebenaran fakta secara objektif, keempat media
pers menyajikan informasi dan menjelaskan tujuan serta
memberikan makna dan nilai terhadap masyarakat, dan
kelima keterbukaan terhadap akses informasi yang telah
disajikan terhadap masyarakat atau ruang publik.

Pers memiliki peran besar dalam menjalankan kebebasan


dengan rasa bertanggung jawab. Terdapat enam fungsi pers
yang menopang kehidupan masyarakat ditengah realitas
sosial, pertama melayani sistem politik dengan menyajikan
infromasi, diskusi publik, dan konsiderasi tentang masalah
publik dapat diakses oleh masyarakat secara luas, kedua
memberikan informasi guna mendorong masyarakat
bertindak untuk memenuhi kebutuhan sesuai individu atau
pribadi, ketiga melindungi hak masyarakat dengan menjadi
alat kontrol sosial melalui pengawasan terhadap kinerja
pemerintah dalam bernegara, keempat melayani sistem
ekonomi dengan menghadirkan wadah iklan untuk
mempertemukan penjual dan pembeli, kelima memelihara
otonomi di bidang informasi agar tetap mandiri dan tidak
ketergantungan, keenam media informasi hadir dengan
menyajikan hiburan terhadap masyarakat.

Pers berjalan secara terbuka dan diberikan fasilitas luas


dalam renah gerak untuk mencapai fungsi dalam kehidupan
bermasyarakat, peran fungsional pers dalam menghadirkan
informasi sebagai upaya membentuk opini publik sesuai
fakta sehingga menjadi jalan bagi pencerdasarn terhadap
masyarakat, selain itu pers hadir sebagai wadah masyarakat
untuk menyampaikan pendapat dan wujud ekspresi ditengah
negara demokrasi dalam menanggapi serta memberikan
respon atas realitas atau fenomena sosial.
Jailani, S.E., M.M. – Perkembangan Pers Pasca Reformasi.

Pemerintahan Orde Baru memberikan peluang atas


terlaksananya pers yang terlindungi dan menjamin atas hak
kebebasan pers tanpa sensor atau kendali dari pemerintah
melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966, UU NO.11
Tahun 1966 tentang prinsip dasar pers sebagai regulasi
perlindungan kebebasan pers dalam praktiknya
mengharuskan surat kabar memiliki Surat Izin Cetak (SIC)
dan Surat Izin Terbit (SIT) yang dikeluarkan oleh lembaga
militer Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan
Ketertiban (KOPKAMTIB). Kehadiran SIC dan SIT
sebagai surat izin yang harus dimiliki oleh surat kabar
dalam memproduksi berita tidak menutup ruang atas
berjalannya kebebasan pers bertanggung jawab.

Pers berjalan sebagai alat kontrol sosial dengan memberi


perhatian khusus terhadap kinerja pemerintah selama
menjalankan progam pembangunan negara, pers menyoroti
melambungnya harga barang pokok pada awal tahun 1970-
an sebagai hasil kinerja pemerintah bekerja sama dengan
investor asing, hasil berita yang diproduksi surat kabar
mendorong opini publik atas kurang maksimal kinerja
pemerintah dalam memberikan kemakmuran terhadap
masyarakat hingga puncaknya pada Peristiwa Malari tahun
1974. Pada Peristiwa Malari Pers dianggap bertanggung
jawab karena menjadi pemicu aksi demonstrasi atas hasil
berita yang disajikan terhadap ruang publik dan masyarakat,
selain itu pers mendorong gerakan moral yang dilakukan
Mahasiswa. Dampak yang diberikan setelah Peristiwa
Malari mendorong pemerintah melalui Kementrian
Penerangan untuk melahirkan Undang-Undang Nomor 21
Tahun 1998 tentang Dewan Pers perihal Surat Izin Usaha
Penerbitan Pers (SIUPP), kehadiran SIUPP menjadi
pengawasan ketat atas setiap redaksi yang disampaikan
surat kabar melalui produksi berita sehingga setiap pesan
yang disampaikan tidak sejalan dengan progam pemerintah
dalam menjaga stabilitas politik dan progam pembangunan
negara berhak dicabut SIUPP dengan diberlakukan
pemberedelan, korban pemberedelan terjadi pada surat
kabar Tempo, Detik, dan Editor.

Setelah terjadinya aksi pemberedalan atas dasar penarikan


SIUPP membuat wartawan dan surat kabar dibatasi ruang
geraknya dalam menjalankan perannya sebagai pers,
desakan idealisme dalam diri mendorong lahirnya Aliansi
Jurnalis Independen pada tahun 1994 melalui deklarasi
sinargih sebagai bentuk upaya menjaga kualitas pers
ditengah masyarakat. AJI menjalankan perannya dalam
melindungi hak wartawan dan surat kabar dalam
melaksanakan tugasnya secara idealisme walaupun terdapat
beberapa anggota AJI harus terkena sanksi kurungan
penjara.

Reformasi membuka dunia baru dan memberikan jiwa baru


terhadap dunia pers yang cukup terbatasi ruang geraknya
selama Orde Baru, melalui Undang-Undang Nomor 41
Tahun 1999 pemerintah memberikan jaminan pers bebas
dengan tanggung jawab terdapat etika pers dan
profesionalisme jurnalistik yang terkandung dalam Undang-
Undang tersebut. Tantangan kebebasan pers pasca reformasi
menghadapi UU ITE dan RKHUP mengenai larangan kritik
atas kepala negara sebagai bentuk wacana yang melahirkan
potensi hambatan atas ruang kebebasana pers, kehidupan
pers pasca reformasi memiliki kekuatan yang bertahap dan
konsisten dalam menjadi alat kontrol sosial demi menjaga
stabalitas ruang publik ditengah arus demokrasi.
Pers memiliki dinamika panjang dalam memperjuangkan
fungsi dan perannya sebagai alat kontrol sosial ditengah
arus global dan demokrasi, kekuatan pers terletak dalam
tingkat patuhnya negara terhadap nilai-nilai demokrasi.
Tantangan dunia digital pers dalam memberikan informasi
secara cepat, tepat, dan akurat serta memiliki pesan edukasi
yang mencerdaskan masyarakat selaku pembaca. Menjaga
idealisme pers dalam konsisten memberikan ruang edukasi
dan menghadirkan wadah bertukar pikiran atas tempat
berpendapat masyarakat yang terlaksana secara legal dan
terlindungi hukum. Pers berjalan dengan penuh kebebasan
dibawah kepatuhan terhadap hukum dengan menjaga sikap
dan norma yang berlaku demi menghadirkan media
informasi tanpa mencederai atau merugikan pihak lain.

2.2 Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan Webinar Nasonal dilaksanakan pada:

Tanggal: 18 Agustus 2021

Waktu: 09.00 – 11.00 WIB

Tempat: Aplikasi Zoom Meeting.

Tema: Perkembangan dan Kebebasan Pers Pasca Reformasi.

2.3. Hasil Kegiatan

Kegiatan Webinar Nasional yang diselenggarakan oleh Pusat Studi dan


Pendidikan Hak Asasi Manusia Universitas Muhammadiyah Prof. DR.
Hamka berupa ruang edukatif yang memberikan pemahaman dan literasi
mengenai perkembangan dan kebebasan pers pasca reformasi, selain itu
kegiatan Webinar Nasional membuka terhadap publik untuk pembuatan
prosiding sebagai karya tulis yang bermanfaat atas ruang keilmuan.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Webinar Nasional yang telah diselenggarakan Pusat Studi dan Pendidikan


Hak Asasi Manusia Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka
membantu peserta yang berupa Mahasiswa, Dosen, dan Praktisi pers dalam
meningkatkan kesadaran atas perkembangan kebebasan pers pada
kehidupan kontemporer. Melalui kegiatan Webinar memberikan
peningkatan publik atas kehadiran dan peran pers dengan menjalankan
fungsinya sebagai media informasi sehat yang mencerdaskan serta menjadi
wadah untuk terlaksananya masyarakat menjalankan hak berpendapat dan
berkespresi ditengah negara demokrasi.

3.2. Saran Kegiatan

Kegiatan Webinar Nasional memberikan saran dan masukan terhadap pihak


akademisi termasuk Mahasiswa, Dosen, dan Cendekiawan untuk
meningkatkan perhatian terhadap peran dan fungsi pers dalam menjalankan
kebebasan yang bertangung jawab, selain itu memberikan ruang terhadap
praktisi Pers dalam ikut andil memberikan informasi mengenai kondisi
dunia pers ditengah kehidupan kontemporer setelah melewati reformasi
dengan menghadirkan ruang untuk ikut bersuara memberikan informasi
lapangan atas ruang kerja jurnalistik serta kinerja Undang-Undang sebagai
payung hukum. Pusat Studi dan Pendidikan Hak Asasi Manusia Universitas
Muhammadiyah Prof. DR. Hamka memberikan saran terhadap Kementrian
Komunikasi dan Informasi guna menghadirkan ruang pelatihan dan
pendidikan terhadap pelaku pers dengan tujuan meningkatkan kualitas pers
dalam menjalankan perannya dan memberi perhatian khusus atas praktik
payung hukum bagi pelaku insan pers.

Anda mungkin juga menyukai