0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
8 tayangan14 halaman
Webinar Nasional ini membahas perkembangan dan kebebasan pers pasca reformasi di Indonesia. Narasumber membahas tentang regulasi pers di era Orde Baru yang membatasi kebebasan pers, serta perubahan yang terjadi pasca reformasi dengan diberlakukannya UU No. 40/1999 tentang Dewan Pers yang memberikan ruang gerak lebih luas bagi pers. Webinar ini juga menyoroti pentingnya etika profesionalisme dan tanggung jawab sosial bagi pers dalam menjalankan perann
Webinar Nasional ini membahas perkembangan dan kebebasan pers pasca reformasi di Indonesia. Narasumber membahas tentang regulasi pers di era Orde Baru yang membatasi kebebasan pers, serta perubahan yang terjadi pasca reformasi dengan diberlakukannya UU No. 40/1999 tentang Dewan Pers yang memberikan ruang gerak lebih luas bagi pers. Webinar ini juga menyoroti pentingnya etika profesionalisme dan tanggung jawab sosial bagi pers dalam menjalankan perann
Webinar Nasional ini membahas perkembangan dan kebebasan pers pasca reformasi di Indonesia. Narasumber membahas tentang regulasi pers di era Orde Baru yang membatasi kebebasan pers, serta perubahan yang terjadi pasca reformasi dengan diberlakukannya UU No. 40/1999 tentang Dewan Pers yang memberikan ruang gerak lebih luas bagi pers. Webinar ini juga menyoroti pentingnya etika profesionalisme dan tanggung jawab sosial bagi pers dalam menjalankan perann
Pusat Studi dan Pendidikan Hak Asasi Manusia Universitas
Muhammadiyah Prof. DR. Hamka
Tahun 2021 Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2. Maksud dan Tujuan Kegiatan
BAB II Laporan Kegiatan
2.1. Bentuk Kegiatan
2.2. Pelaksanaan Kegiatan
2.3. Hasil Kegiatan
BAB III Penutup
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pusat Studi dan Pendidikan Hak Asasi Manusia Universitas
Muhamadiyah Prof. DR. Hamka bersama Pusat studi Hukum dan Politik Indonesia mengadakan kegiatan webinar nasional dengan mengusung tema “Perkembangan Pers Dan Kebebasan Pers Era Reformasi”. Pers sebagai kegitan jurnalistik memiliki peran dalam menyajikan informasi secara transparan dan memiliki nilai edukasi terhadap masyarakat, guna menjalankan kegiatan Jurnalistik yang sehat pers harus bersandar kepada etika profesi dalam mencemirkan nilai-nilai profesionalisme serta didukung dengan perlindungan hukum sebagai bentuk kebebasan pers melalui Undang-Undang. Reformasi memberikan harapan baru dengan perkembangan kebebasan pers ditandai dengan UU NO. 40 Tahun 1999 sebagai perlindungan hukum dalam menjalankan pers ditengah kebebasan negara demokrasi, sehingga kehidupan pers pasca reformasi memiliki ruang kebebasan dengan tanggung jawab secara penuh dalam ruang hak sipil dan politik demi mewujudkan pers yang sehat serta tujuan praktis sebagai media edukasi dan sosial kontrol.
Orde Baru menutup ruang-ruang pers dengan mengatur ruang
jurnalistik sesuai dengan kebutuhan pemerintahan sehingga memiliki resiko atas informasi yang tidak objektif terhadap fakta serta menutup ruang bagi media pers yang memiliki pandangan berbeda. Pengaturan terhadap pers juga mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan dinamika politik. Sebagai langkah dapat dikatakan untuk mengontrol pers, maka dikeluarkan Undnag-undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang- undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 (selanjutnya disebut Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982). Kehadiran Undangundang Nomor 21 Tahun 1982 juga mencabut ketentuan yang mengharuskan pemilikan Surat Izin Terbit Tahun 1982 juga mencabut ketentuan yang mengharuskan pemilikan Surat Izin Terbit (SIT) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Penerangan R.I. Nomor 03/Per/Menpen/1969. Namun Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 memperkenalkan bentuk baru terhadap perijinan bagi penerbitan pers, yaitu SIPP yang secara teknis diatur kemudian dalam Peraturan Menteri Penerangan Nomor 01/Per/Menpen/1984 (Permenpen Nomor 01 Tahun 1984).
Perkembangan Pers dalam arus sejarah yang menggambarkan
perjuangan dalam meraih hak kebebasan pendapat sebagai dasar dari pers dalam ruang jurnalistik menjadi inspirasi yang mendorong Pusat Studi dan Pendidikan Hak Asasi Manusia Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka bekerjasama dengan Pusat Studi Hukum dan Politik Indonesia menyelenggarakan Seminar Nasioanal dengan pokok pembahasan kebebasan Pers. Kegiatan Webinar Nasional diharapkan mampu menghasilkan peta permasalahan tentang jaminan kebebasan pers guna menghindari kekerasan dan ancaman pasca reformasi, selain itu memberikan pijakan teoretis dan praktis sebagai upaya pengembangan profesi Pers dengan menjawab kebutuhan etika profesi guna mengurangi resiko atas tuduhan pelanggaran ketertiban umum sebagai hambatan dalam menghadirkan media informasi yang sehat dan mendidik masyarakat.
1.2. Maksud dan Tujuan Kegiatan
Webinar Nasional yang diselenggarakan oleh Pusat Studi dan
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka memiliki maksud dan tujuan seperti:
1. Menjelaskan mengenai kebebasan Pers bertanggung jawab
sebagai alat kontrol sosial ditengah negara Demokrasi.
2. Memberikan pemahaman tentang kode etik dan profesionalisme
pers sebagai rujukan dasar dalam setiap praktik jurnalisme. 3. Menguraikan perkembangan Undang-Undang Dewan Pers selama periode Orde Baru dan pasca Reformasi sebagai pelindung dan jaminan kebebasan serta ruang gerak pers.
4. Mengidentifikasi permasalahan pada ranah praktik Undang-
Undang sebagai hambatan terwujudnya kebebasan pers bertanggung jawab.
5. Membuka ruang terbuka kepada publik mengenai Call For
Papper guna melahirkan Prosiding Webinar Nasional “Perkembangan dan Kebebasan Pers Pasca Reformasi”. BAB II
LAPORAN KEGIATAN
2.1. Bentuk Kegiatan
Pusdikham UHAMKA mengadakan Webinar Nasional dengan
mengusung tema “Perkembangan dan Kebebasan Pers Pasca Reformasi” bertujuan membuka ruang edukasi melalui pemahaman informasi dan literasi mengenai dunia pers Indonesia. Webinar Nasional mengundang narasumber praktisi dan akademisi memiliki pengalaman intelektual dalam ranah pers, Dr. Manager Nasution, MH, MA. Selaku ketua LPSK RI, Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H. selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Pakuan, dan Jailani, S.E, M.M. selaku ketua AJI Tanjungpinang 2018-2024.
A. Dr. Manager Nasution, M.H.,M.A – Dimensi
Konstitusional Kebebasan Pers.
Pers sebagai media informasi dengan junjungan tinggi
terhadap fakta dalam memberikan informasi guna mencerdaskan masyarakat, kebebasan pers berjalan dengan rasa penuh tanggung jawab. Orde Baru memberikan wacana mengenai dunia pers yang bebas tanpa sensor dan pengawasan dari pihak pemerintah melalui Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Dewan Pers, lahirnya Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1966 memberi jaminan dan perlindungan pers dengan memberikan Surat Izin Cetak (SIC) dan Surat Izin Terbit (SIT) yang dikeluarkan oleh KOPKAMTIB. Perkembangan regulasi yang memberikan jaminan atas ruang gerak pers semakin membatasi kebebasan, melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982 yang diterbitkan oleh Kementrian Penerangan sehingga surat kabar harus memiliki Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), hadirnya SIUPP menjadi bentuk pembatasan kebebasan pers dalam memberikan informasi dengan fakta objektif hal tersebut disebabkan oleh kendali penuh pemerintah untuk membentuk opini publik dengan tujuan menjaga stabilitas politik serta mendukung progam pembangunan pemerintah. Keterbatasan ruang gerak pers memberikan korban bagi surat kabar Detik, Tempo dan Editor mendapatkan pencabutan SIUPP dengan diberlakukan pemberedelan.
Pasca reformasi pers memiliki kehidupan baru setelah
keluar dari belenggu Orde Baru dengan batasan penuh terhadap ruang gerak jurnalistik, Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 mengenai Dewan Pers berhasil memberikan ruang gerak pers lebih luas dengan menghapus peraturan tentang SIUPP melalui UU NO. 21 Tahun 1982 sebagai alat kontrol pemerintah atas ruang gerak pers sehingga melahirkan korban pemberedelan, kehidupan pers pasca reformasi bersandar kepada kode etik dan prinsip pers yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999. Pers pasca reformasi menjalankan kebebasan pers bertanggung jawab atas dampak terhadap masyarakat, maka kebebasan pers yang bertanggung jawab menjaga nilai HAM dan menjunjung Undang-Undang serta etika prinsip pers.
Kebebasan berpendapat dan berkespresi merupakan hak
dasar masyarakat sipil yang terlindungi oleh Hak Asasi Manusia, DUHAM atau Hak Asasi Manusia internasional melindungi kegiatan berpendapat dan berkespresi secara bebas terhadap ruang publik sebagai bentuk manifestasi negara meganut demokrasi selain itu merupakan hak dasar dalam ranah sipil dan politik. Indonesia menjamin Hak Asasi Manusia sebagai dasar bernegara dan bermasyarakat melalui Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia negara menjamin masyarakat sebagaimana ketentuan dalam hak atas kebebasan pribadi negara menjamin masyarakat untuk mengeluarkan dan menyampaikan pendapat pada ruang publik sebagai bentuk ekspresi negara demokrasi.
B. Dr. A. Muhammad Asrun, S.H.,M.H. – Aspek Yuridis
Kebebasan Pers.
Etika profesi pers sebagai bentuk tanggung jawab sosial
serta peran komunikasi massa sebagai alat kontrol sosial. Bentuk tanggung jawab dengan rasa penuh tanggung jawab merupakan wujud tanggung jawab sosial dalam komunikasi massa demi menciptakan kondisi yang kondusif serta berjalannya kebebasan tanpa melanggar atau merugikan pihak lain. Sikap etika pers tidak memihak, peduli, adil dan objektif atas fakta lapangan sehingga kebebasan pers memproduksi media informasi bersandar pada etika dijalankan dengan sesuai fakta tanpa harus takut menerima resiko pidana dan ancaman karena dianggap berlawanan dengan tujuan pemerintahan.
Persn dalam menjalankan kebebasan bertanggung jawab
diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 sebagai rujukan dalam etika profesi pers sebagai media jurnalisme. Profesionalisme pers bertindak dengan bertanggung jawab terhadap publik dengan memproduksi berita secara cepat dan tepat, selain itu memiliki tanggung jawab secara pribadi sebagai bentuk idealisme pers.
Pers bertanggung jawab dalam memberikan media
informasi merupakan wujud utama pers ditengah kehidupan bermasyarakat. Terdapat kelima syarat pers dalam menjalankan praktiknya, pertama Pers memberikan berita- berita fakta yang dapat dipercaya dan dipertanggung jawabkan, kedua media berfungsi sebagai wadah pertukaran pikiran dan menunjang hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat, ketiga media pers memihak terhadap kebenaran fakta secara objektif, keempat media pers menyajikan informasi dan menjelaskan tujuan serta memberikan makna dan nilai terhadap masyarakat, dan kelima keterbukaan terhadap akses informasi yang telah disajikan terhadap masyarakat atau ruang publik.
Pers memiliki peran besar dalam menjalankan kebebasan
dengan rasa bertanggung jawab. Terdapat enam fungsi pers yang menopang kehidupan masyarakat ditengah realitas sosial, pertama melayani sistem politik dengan menyajikan infromasi, diskusi publik, dan konsiderasi tentang masalah publik dapat diakses oleh masyarakat secara luas, kedua memberikan informasi guna mendorong masyarakat bertindak untuk memenuhi kebutuhan sesuai individu atau pribadi, ketiga melindungi hak masyarakat dengan menjadi alat kontrol sosial melalui pengawasan terhadap kinerja pemerintah dalam bernegara, keempat melayani sistem ekonomi dengan menghadirkan wadah iklan untuk mempertemukan penjual dan pembeli, kelima memelihara otonomi di bidang informasi agar tetap mandiri dan tidak ketergantungan, keenam media informasi hadir dengan menyajikan hiburan terhadap masyarakat.
Pers berjalan secara terbuka dan diberikan fasilitas luas
dalam renah gerak untuk mencapai fungsi dalam kehidupan bermasyarakat, peran fungsional pers dalam menghadirkan informasi sebagai upaya membentuk opini publik sesuai fakta sehingga menjadi jalan bagi pencerdasarn terhadap masyarakat, selain itu pers hadir sebagai wadah masyarakat untuk menyampaikan pendapat dan wujud ekspresi ditengah negara demokrasi dalam menanggapi serta memberikan respon atas realitas atau fenomena sosial. Jailani, S.E., M.M. – Perkembangan Pers Pasca Reformasi.
Pemerintahan Orde Baru memberikan peluang atas
terlaksananya pers yang terlindungi dan menjamin atas hak kebebasan pers tanpa sensor atau kendali dari pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966, UU NO.11 Tahun 1966 tentang prinsip dasar pers sebagai regulasi perlindungan kebebasan pers dalam praktiknya mengharuskan surat kabar memiliki Surat Izin Cetak (SIC) dan Surat Izin Terbit (SIT) yang dikeluarkan oleh lembaga militer Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (KOPKAMTIB). Kehadiran SIC dan SIT sebagai surat izin yang harus dimiliki oleh surat kabar dalam memproduksi berita tidak menutup ruang atas berjalannya kebebasan pers bertanggung jawab.
Pers berjalan sebagai alat kontrol sosial dengan memberi
perhatian khusus terhadap kinerja pemerintah selama menjalankan progam pembangunan negara, pers menyoroti melambungnya harga barang pokok pada awal tahun 1970- an sebagai hasil kinerja pemerintah bekerja sama dengan investor asing, hasil berita yang diproduksi surat kabar mendorong opini publik atas kurang maksimal kinerja pemerintah dalam memberikan kemakmuran terhadap masyarakat hingga puncaknya pada Peristiwa Malari tahun 1974. Pada Peristiwa Malari Pers dianggap bertanggung jawab karena menjadi pemicu aksi demonstrasi atas hasil berita yang disajikan terhadap ruang publik dan masyarakat, selain itu pers mendorong gerakan moral yang dilakukan Mahasiswa. Dampak yang diberikan setelah Peristiwa Malari mendorong pemerintah melalui Kementrian Penerangan untuk melahirkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1998 tentang Dewan Pers perihal Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), kehadiran SIUPP menjadi pengawasan ketat atas setiap redaksi yang disampaikan surat kabar melalui produksi berita sehingga setiap pesan yang disampaikan tidak sejalan dengan progam pemerintah dalam menjaga stabilitas politik dan progam pembangunan negara berhak dicabut SIUPP dengan diberlakukan pemberedelan, korban pemberedelan terjadi pada surat kabar Tempo, Detik, dan Editor.
Setelah terjadinya aksi pemberedalan atas dasar penarikan
SIUPP membuat wartawan dan surat kabar dibatasi ruang geraknya dalam menjalankan perannya sebagai pers, desakan idealisme dalam diri mendorong lahirnya Aliansi Jurnalis Independen pada tahun 1994 melalui deklarasi sinargih sebagai bentuk upaya menjaga kualitas pers ditengah masyarakat. AJI menjalankan perannya dalam melindungi hak wartawan dan surat kabar dalam melaksanakan tugasnya secara idealisme walaupun terdapat beberapa anggota AJI harus terkena sanksi kurungan penjara.
Reformasi membuka dunia baru dan memberikan jiwa baru
terhadap dunia pers yang cukup terbatasi ruang geraknya selama Orde Baru, melalui Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 pemerintah memberikan jaminan pers bebas dengan tanggung jawab terdapat etika pers dan profesionalisme jurnalistik yang terkandung dalam Undang- Undang tersebut. Tantangan kebebasan pers pasca reformasi menghadapi UU ITE dan RKHUP mengenai larangan kritik atas kepala negara sebagai bentuk wacana yang melahirkan potensi hambatan atas ruang kebebasana pers, kehidupan pers pasca reformasi memiliki kekuatan yang bertahap dan konsisten dalam menjadi alat kontrol sosial demi menjaga stabalitas ruang publik ditengah arus demokrasi. Pers memiliki dinamika panjang dalam memperjuangkan fungsi dan perannya sebagai alat kontrol sosial ditengah arus global dan demokrasi, kekuatan pers terletak dalam tingkat patuhnya negara terhadap nilai-nilai demokrasi. Tantangan dunia digital pers dalam memberikan informasi secara cepat, tepat, dan akurat serta memiliki pesan edukasi yang mencerdaskan masyarakat selaku pembaca. Menjaga idealisme pers dalam konsisten memberikan ruang edukasi dan menghadirkan wadah bertukar pikiran atas tempat berpendapat masyarakat yang terlaksana secara legal dan terlindungi hukum. Pers berjalan dengan penuh kebebasan dibawah kepatuhan terhadap hukum dengan menjaga sikap dan norma yang berlaku demi menghadirkan media informasi tanpa mencederai atau merugikan pihak lain.
2.2 Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan Webinar Nasonal dilaksanakan pada:
Tanggal: 18 Agustus 2021
Waktu: 09.00 – 11.00 WIB
Tempat: Aplikasi Zoom Meeting.
Tema: Perkembangan dan Kebebasan Pers Pasca Reformasi.
2.3. Hasil Kegiatan
Kegiatan Webinar Nasional yang diselenggarakan oleh Pusat Studi dan
Pendidikan Hak Asasi Manusia Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka berupa ruang edukatif yang memberikan pemahaman dan literasi mengenai perkembangan dan kebebasan pers pasca reformasi, selain itu kegiatan Webinar Nasional membuka terhadap publik untuk pembuatan prosiding sebagai karya tulis yang bermanfaat atas ruang keilmuan. BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Webinar Nasional yang telah diselenggarakan Pusat Studi dan Pendidikan
Hak Asasi Manusia Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka membantu peserta yang berupa Mahasiswa, Dosen, dan Praktisi pers dalam meningkatkan kesadaran atas perkembangan kebebasan pers pada kehidupan kontemporer. Melalui kegiatan Webinar memberikan peningkatan publik atas kehadiran dan peran pers dengan menjalankan fungsinya sebagai media informasi sehat yang mencerdaskan serta menjadi wadah untuk terlaksananya masyarakat menjalankan hak berpendapat dan berkespresi ditengah negara demokrasi.
3.2. Saran Kegiatan
Kegiatan Webinar Nasional memberikan saran dan masukan terhadap pihak
akademisi termasuk Mahasiswa, Dosen, dan Cendekiawan untuk meningkatkan perhatian terhadap peran dan fungsi pers dalam menjalankan kebebasan yang bertangung jawab, selain itu memberikan ruang terhadap praktisi Pers dalam ikut andil memberikan informasi mengenai kondisi dunia pers ditengah kehidupan kontemporer setelah melewati reformasi dengan menghadirkan ruang untuk ikut bersuara memberikan informasi lapangan atas ruang kerja jurnalistik serta kinerja Undang-Undang sebagai payung hukum. Pusat Studi dan Pendidikan Hak Asasi Manusia Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka memberikan saran terhadap Kementrian Komunikasi dan Informasi guna menghadirkan ruang pelatihan dan pendidikan terhadap pelaku pers dengan tujuan meningkatkan kualitas pers dalam menjalankan perannya dan memberi perhatian khusus atas praktik payung hukum bagi pelaku insan pers.