Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH HUKUM PERS

OLEH :

Ary irawan (18.11.1001.1011.147)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SAMARINDA
SAMARINDA
2021
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Kebebasan berekspresi merupakan salah satu element penting dalam


demokrasi. Bahkan, dalam sidang pertama PBB pada tahun 1946, sebelum
disyahkannya Universal Declaration oh Human Rights atau traktat-traktat diadopsi,
Majelis Umum PBB melalui Resolusi No. 59 (I) tertanggal 14 Desember 1946 telah
menyatakan bahwa “hak atas informasi merupakan hak asasi manusia fundamental
dan standar dari semua kebebasan yang dinyatakan “suci” oleh PBB”.

Pers adalah pilar Negara Demokratis. Secara etimologi, pengertian demokrasi


berasal dari bahasa Yunani. Terdiri atas dua kata, yaitu demos, yang berarti rakyat
dan kratos, yang berarti kekuasaan/berkuasa, maka dapat dimaknai demokrasi berarti
kekuasaan ada di tangan rakyat atau rakyat yang berkuasa. Dalam demokrasi, rakyat
menjadi penentu bagaimana pola kekuasaan dan pelaksanaannya hendak dilakukan. 1

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana perlindungan hukum dalam menjaga kemerdekaan pers yang


diperjuangkan oleh semua pihak didasarkan pada kebijakan hukum tentang pers
yang telah ditetapkan dalam perundang-undangan?

2. Bagaimana langkah untuk menyelesaikan sengketa kemerdekaan dan kebebasan


pers telah dijamin kepastian hukumnya ?

1
M. Amien Rais, Pengantar dalam Demokrasi Dan Proses Politik, Jakarta: LP3ES, 1986, halaman : 8
KERANGKA TEORITIS

Kebebasan Pers Sebagai Pilar Demokrasi

Sistem kebebasan pers di Indonesia merupakan bagian sistem kemerdekaan


untuk “mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan” sebagaimana disebutkan
dalam UUD 1945 di atas. Sebagai landasan konstitusional, UUD 1945 menjamin
kemerdekaan masyarakat untuk menyampaikan ide, pendapat, pemikiran, baik yang
disampaikan secara lisan maupun tertulis. Secara yuridis konstitusional, Pancasila
merupakan landasan idiil kebebasan mengeluarkan pikiran dan pendapat itu. Sebagai
cita-cita hukum, Pancasila merupakan dasar negara dan sumber dari segala sumber
hukum.2 Pers yang bebas dapat diartikan sebagai suatu kondisi di mana pers itu
sendiri tidak keluar dari koridor negara Indonesia serta tetap menjaga idealismenya
sehingga tidak terjebak dalam mata rantai ‘permissive attitude’ baik dengan dalih
kemerdekaan dan kebebasan itu sendiri maupun karena business oriented.

Faktor dan kendala pelaksanaan kemerdekaan pers

Pelaksanaan kemerdekaan pers hingga sekarang kenyataannya masih banyak


menghadapi kendala. Pergulatan pers dengan sebuah rezim seolah telah usai. Pada
masa reformasi, pers sepenuhnya bergulat dengan pasar yang semakin membuat jaya
kelompok-kelompok media yang sudah mapan secara ekonomis di masa Orde Baru.
Permasalahan pers Indonesia tidak bisa dilepaskan dari berbagai kendala yang
menjadi penghambat dalam pelaksanaan kemerdekaan pers. Pada kenyataannya,
selama ini terdapat hal-hal yang dapat mendistorsi kemerdekaan pers yaitu melalui
peraturan, birokrasi, kriminalisasi pers, dan jajaran perusahaan pers. 3 Distorsi atas
kemerdekaan pers selama ini yang bersumber dari insan pers atau praktisi pers terjadi
sebagai akibat tidak dilaksanakannya tugas-tugas jurnalistik sesuai dengan norma
etik.
2
Harahap, Rambu-Rambu, hlm. 2
3
R.H. Siregar, Setengah Abad Pergulatan Etika Pers, Dewan Kehormatan PWI, Januari 2005, hlm 151-
159
PEMBAHASAN

Perlindungan Hukum dalam menjaga kemerdekaan pers nasional

Sebagai negara yang berlandaskan hukum, sejatinya dalam segala tindakan


maupun kegiatan harus berlandaskan aturan hukum. Undang-undang mengatakan
bahwa kemerdekaan pers merupakan suatu perwujudan daripada kedaulatan rakyat.
Maka dengan demikian dapat dikatakan bahwa UU Pers merupakan supremasi
hukum bagi segala sesuatu kegiatan pers di Indonesia. Sebagai bentuk perlindungan
hukum terhadap kegiatan jurnalistik dan pers nasional, maka diamanatkan
pembentukan lembaga independen yang menanungi dan melindungi kemerdekaan
pers

Dewan pers sebagai sebuah lembaga yang dibentuk berdasarkan ketentuan


undang-undang tentang pers, yang memiliki tujuan untuk menjaga dan melindungi
kemerdekaan pers nasional diberikan kewenangan untuk menyelesaikan
permasalahan-permasalahan yang berkaitan atau ditimbulkan oleh pers.
Kewenangan dewan pers terkait permasalahan pers yakni meliputi memberikan
surat, mediasi dan ajudikasi. Penyelesaian permasalahan yang timbul akibat
kegiatan pers pada dewan pers meliputi surat-menyurat, pembuatan risalah,
mengeluarkan pernyataan dan pernyataan, penilaian dan rekomendasi.

Bentuk perlindungan hukum lainnya yang dilakukan untuk menjaga


kemerdekaan pers nasional yang diberlakukan oleh dewan pers salah satunya
adalah penerapan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang menjadi pedoman bagi insan
pers di Indonesia. Etika pers mempersoalkan bagaimana seharusnya pers itu
dilaksanakan agar dapat memenuhi fungsinya dengan baik. 4 Namun demikian,
upaya menjaga kemerdekaan pers dengan adanya undang-undang pers dan kode
etik jurnalistik sebagai pedoman bagi insan pers tetap memunculkan persoalan
dalam teknis jurnalistik di Indonesia. Kelemahan dewan pers dalam implementasi

4
ibid. hlm. 239
kode etik jurnalistik pada jurnalis dan/atau wartawan adalah mengembalikan
kepada perusahaan pers masing-masing. Sehingga pelanggaran kode etik jurnalistik,
selalu terjadi berulang karena diselesaikan oleh pihak internal perusahaan
media/pers.

Kewenangan dewan pers yang tidak dapat menyelesaiakan perkara yang


diakibatkan kegiatan jurnalistik, mengakibatkan lemahnya peran dewan pers.
Pelanggaran dalam kode etik jurnalistik sering menimbulkan pelanggaran pidana
atau sering disebut “delik pers” yang berarti semua tindak pidana atau
pelanggaran yang dilakukan melalui media massa.5 Definisi delik pers oleh ahli
dijelaskan bahwa setiap pengumuman dan/atau penyebarluasan pikiran melalui
penerbitan pers yang meliputi penghinaan, pencemaran nama baik serta fitnah
yang dilakukan insan pers.6 Delik pers merupakan bagian dari delik khusus yang
berlaku umum yang tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) yang dilakukan oleh insan pers dan memenuhi unsur-unsur pidana.
Namun demikian, melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers
telah mengesampingkan upaya-upaya kriminalisasi terhadap pers nasional dalam
rangka menjaga kemerdekaan pers nasional di Indonesia.

Perlindungan hukum dalam rangka menjaga kemerdekaan pers nasional yang


telah diatur melalui undang-undang pers ditegaskan dalam Pasal 18 Ayat (1) bahwa
Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang
berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 Ayat (2)
dan Ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau
denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah). Berdasarkan
pada ketentuan tersebut, menunjukan penguasa dalam hal ini pemerintah dan juga
dewan pers berupaya untuk memberikan jaminan kebebasan dari intervensi dari
pihak manapun. Oleh karena itu, kemerdekaan pers nasional akan tetap

5
Kusumaningrat, Hikmat & Purnama Kusumaningrat, Op.cit. hlm. 109
6
sumandiria, Jurnalistik Indonesia : Menulis Berita Dan Feature. Op. cit. hlm. 232
dirasakan oleh segenap insan pers dan juga masyarakat umum untuk memperoleh
informasi.

Upaya perlindungan kemerdekaan pers yang diperjuangkan oleh semua


pihak pada akhirnya didasarkan pada kebijakan hukum tentang pers yang telah
ditetapkan dalam perundang-undangan. Namun demikian, menjaga kemerdekaan
pers nasional di Indonesia perlu terus ditekankan pada semua element yang
terkait dengan pers. Diantara upaya-upaya yang dapat dilakukan, antara lain dengan
mengedepankan pandangan pada Social Responsbility Theory sebagai salah satu
dari Fourth Theories of The Press.7 Pers nasional di Indonesia akan dapat bekerja
secara professional dan memenuhi dan mentaati standar etika dan hukum pers
yang ditetapkan oleh pemerintah dan/atau dewan pers sebagai penjaga kemerdekaan
pers nasional.

Kemerdekaan pers nasional yang sedang dinikmati oleh insan pers di


Indonesia dapat tetap terjaga dan terlindungi, apabila seluruh insan pers nasional
mengedepankan nilai-nilai etika (Kode Etik Jurnalistik) yang dilandaskan pada
konsep Social Responsbility Theory sebagai dasar pelaksanaan pers yang
profesional. Perlindungan hukum terhadap penyeleggaraan pers nasional telah
diberikan melalui ketentuan perundang-undangan pers, sehingga tidak perlu ada
kekhawatiran dalam kegiatan jurnalistik selama memenuhi kaidah-kaidah etik dan
norma hukum yang berlaku. Bagian akhir dalam perlindungan hukum demi menjaga
kemerdekaan pers nasional adalah penegakkan hukum pers itu sendiri oleh
pemerintah dan perlindungan hukum terhadap upaya-upaya dari pihak manapun
yang dapat mengancam runtuhnya kebebasan dan kemerdekaan pers nasional.

Mekanisme penyelesaian sengketa antara pers dengan publik

7
Edy Susanto, Mohammad Taufik Makarao, and Hamid Syamsudin, Hukum Pers Di Indonesia
(Jakarta: Rineka Cipta, 2010). hlm. 28.
Meskipun kemerdekaan dan kebebasan pers sangat penting untuk
menjalankan fungsi dan peranan pers, akan tetapi pers bukanlah organisasi yang
kebal hukum, artinya pers juga harus dikontrol oleh seluruh lapisan masyarakat agar
kemerdekaan dan kebebasan pers jangan kebablasan dan disalahgunakan oleh
jurnalis, namun cara-cara pengontrolan terhadap pers haruslah melalui tahapan
mekanisme penyelesaian sengketa pers yang diatur oleh UU Pers, khususnya
sebagaimana tertuang dalam Penjelasan Umum aline ke-6, yang berbunyi: “kontrol
masyarakat dimaksud antara lain: oleh setiap orang dengan dijamininya hak jawab
dan hak koreksi, oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti pemantau media
(media watch) dan oleh Dewan Pers dengan berbagai bentuk dan cara”.

Dalam perjalananannya meskipun kemerdekaan dan kebebasan pers telah


dijamin kepastian hukumnya ternyata belum bisa menjadi jawaban dari berbagai
sengketa yang timbul. Nyatanya, masih banyak jurnalis yang pada saat menjalankan
tugasnya mendapatkan tindakan dengan maksud untuk menghalangi atau
menghambat kemerdekaan pers dari berbagai pihak dengan alasan yang berbeda-
beda.

pers.8

Perlu digaris bawahi sebelumnya, sebenarnya terdapat dua dimensi perkara


pers (pers sebagai pangkal sengketa, atau pers sebagai korban). Pada kesempatan ini,
hanya. akan dicatat dimensi pertama (pers sebagai pangkal sengketa). Telah pula
dikemukakan, pers sebagai pangkal sengketa bersumber dari pemberitaan sebagai
hasil kerja jurnalistik pers. Gugatan, dakwaan, tuntutan atau claim terhadap pers
dapat didasarkan pada semua dimensi hukum yang telah disebutkan terdahulu
(hukum tata negara, hukum administrasi negara, hukum keperdataan, hukum pidana,
hukum pers).

8
Jurnal Dewan Pers Edisi No. 2, November 2010 hlm. 78
Bagaimana menentukan pilihan hukum diantara berbagai kemungkinan
hukum-hukum diatas sebagai upaya mewujudkan keadilan?. Seperti dikatakan Leslie
Lipson (The Great Issues of Politics), keadilan terwujud apabila ada kepuasan
(satisfaction) dan berhasil menciptakan harmoni. Dalam hal ini kepuasan dan harmoni
antara pers dan para penuntut atau penggugat.9

Tahapan mekanisme penyelesaian sengketa pers dalam UU Pers, yaitu Hak


Jawab sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 11 jo Pasal 5 ayat (2) UU Pers,
apabila masyarakat tidak puas atas Hak Jawab, maka pembaca dapat mengadukannya
ke Dewan Pers sebagai organisasi menangani sengketa pers sebagaimana diatur
dalam Pasal 15 ayat (2) huruf d UU Pers. Apabila penyelesaian sengketa pers melalui
mediasi Dewan Pers tidak terselesaikan barulah ditempuh upaya hukum melalui
pengadilan.10

Mekanisme penyelesaian sengketa pers sebagaimana tersebut diatas bertujuan


agar peranan pers dapat dijalankan secara maksimal serta mempertahankan kebebasan
pers, artinya tanpa dijalankannya mekanisme penyelesaian sengketa pers, maka
peranan dan kebebasan pers mengalami intervensi dan ketakutan yang luar biasa
karena setiap pemberitaan dari pers akan selalu dibayang-bayangi oleh gugatan
hukum melalui pengadilan oleh pihak yang diberitakan. Sedangkan di satu sisi pers
wajib melayani hak jawab, dimana sanksi tidak dilayaninya hak jawab adalah sanksi
pidana denda sebesar Rp 500 juta sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (2) UU
Pers. Selain itu, peranan Dewan Pers sebagai badan yang membina kemerdekaan pers
harus dioptimalkan oleh seluruh komponen masyarakat karena tanpa ada dukungan
dari masyarakat terhadap Dewan Pers, maka Dewan Pers akan mati suri. Oleh karena
itulah, tahapan mekanisme penyelesaian sengketa pers merupakan suatu keniscayaan
bagi penyelamatan kemerdekaan dan kebebasan pers.

9
Prof. Dr. Bagir Manan, Menjaga Kemerdekaan Pers di Pusaran Hukum (Dewan Pers) hlm. 85
10
ibid
Di dalam menjalankan fungsi dan peranannya, pers memperoleh perlindungan
hukum dari seluruh komponen masyarakat, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 beserta
Penjelasan UU Pers sehingga mekanisme penyelesaian sengketa pers merupakan
wujud dari jaminan perlindungan hukum bagi pers untuk mempertahankan
kemerdekaan dan kebebasan pers.

Berdasarkan dua sudut pandang tersebut, maka bukanlah menang dan kalah
yang semestinya menjadi tujuan atau sasaran, melainkan yang utama adalah
memelihara dan mengembangkan perikehidupan pers yang bebas, sehat, disiplin, dan
bertanggung jawab. Begitu pula hendaknya peran para penegak hukum yaitu lebih
mengkedepankan cara-cara menemukan kepuasaan yang adil dan mampu
menciptakan harmonis antara pers dan publik.
PENUTUP

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Perlindungan hukum dalam menjaga kemerdekaan pers yang


diperjuangkan oleh semua pihak didasarkan pada kebijakan hukum tentang pers
yang telah ditetapkan dalam perundang-undangan. Diantara upaya-upaya yang
dapat dilakukan, antara lain dengan mengedepankan pandangan pada Social
Responsbility Theory oleh segenap insan pers nasional, sehingga kehidupan pers
nasional dapat terjaga dan terselenggara secara professional. Berlandaskan pada
konsepsi tersebut diharapkan Media Pers mampu menyajikan berita-berita
maupun peristiwa sehari-hari yang dapat dipercaya, lengkap, dan cerdas dalam
konteks yang memberikannya makna dari sebuah pemberitaan

2. Dalam menyelesaikan sengketa kemerdekaan dan kebebasan pers telah


dijamin kepastian hukumnya ternyata belum bisa menjadi jawaban dari berbagai
sengketa yang timbul. Ditengah banyaknya kriminalisasi dan gugatan terhadap pers,
upaya menegakan dan menjaga kebebasan pers telah dilakukan Mahkamah Agung
sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia, Mahkamah Agung telah melakukan
terobosan hukum dengan mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)
Nomor 13 tahun 2010, tentang Meminta Keteranga Saksi Ahli, SEMA ini
menjelaskan terkait dengan banyaknya perkara-perkara yang diajukan ke Pengadilan
yang berhubungan dengan delik pers, maka untuk memperoleh gambaran objektif
tentang ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan Undang-Undang Pers, maka
hakim dapat meminta keterangan dari seorang ahli dibidang pers. Perlu digaris
bawahi sebelumnya, sebenarnya terdapat dua dimensi perkara pers (pers sebagai
pangkal sengketa, atau pers sebagai korban).Tahapan mekanisme penyelesaian
sengketa pers dalam UU Pers, yaitu Hak Jawab sebagaimana diatur dalam Pasal 1
angka 11 jo Pasal 5 ayat (2) UU Pers

SARAN

1. Perlu pengaturan hukum yang tegas dan jelas mengenai delik pers. Untuk
menghindari terjadinya pengaturan yang tumpang tindih dan terjadinya dualisme
dalam hal sistem pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana pers, maka
hendaknya UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 tidak lagi mengatur pasal-pasal yang
telah dimuat dalam KUHP.

2. Perlu kesadaran dari penegak hukum untuk menggunakan mekanisme penyelesaian


sengketa dalam UU Pers terlebih dahulu. Dilihat dari banyaknya jumlah pengaduan
dan penyelesaian perkara pers melalui Dewan Pers, alternatif penyelesaian perkara di
luar pengadilan ini cukup terbilang berhasil. Telah muncul kesadaran publik dan
penegak hukum bahwa hukum pidana bukan satu-satunya saluran untuk
menyelesaikan perkara. Mekanisme kontrol yang kuat dari pemerintah, insan pers
maupun masyarakat diperlukan untuk terus menjaga interaksi yang baik dan
mewujudkan Negara demokrasi yang pada akhirnya dapat menyediakan informasi
sekaligus pengawasan jalan pemerintahan demi kemajuan Negara Republik
Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Rudy S. Mukantardjo, Tindak Pidana Pers dalam RKUHP Nasional, Makalah


Disampaikan pada Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RKUHP Nasional,
AJI, Jakarta, 24 Agustus 2006,
M. Amien Rais, Pengantar dalam Demokrasi Dan Proses Politik, Jakarta: LP3ES,
1986

Anda mungkin juga menyukai