Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hukum adalah sesuatu yang supreme dengan tujuan menciptakan kesejahteraan umum,
keadilan sosial, dan tegaknya hak hak pribadi.1 Negara demokrasi dimaknai sebagai negara
yang menganut bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan dengan mewujudkan
kedaulatan rakyat2, demokrasi sebagai dasar hidup berbangsa pada suatu negara pada
umumnya memberikan pengertian bahwa adanya kesempatan bagi rakyat untuk ikut
memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupan masyarakat,
termasuk dalam menilai kebijakan pemerintah, karena kebijakan pemerintah akan
menentukan kehidupan masyarakatnya. Kebebasan mengemukakan pendapat merupakan
salah satu ciri kebebasan yang harus dijamin oleh suatu negara. Dengan kemerdekaan
berpendapat tersebut akan mendorong masyarakat suatu negara untuk menghargai
perbedaan pendapat yang ada dan kritik yang rasional sehingga memungkinkan
berkembangnya budaya demokratis.

Persamaan dan kebebasan sebagai unsur utama demokrasi akan dapat berkembang jika ada
toleransi.3 Dalam hal ini dinyatakan dalam konstitusi negara Indonesia bahwa kebebasan
mengeluarkan pendapat juga merupakan bagian dari hak asasi manusia, juga jaminan
terhadap kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat, Menurut Bagir Manan

1 Budiyono dan Rudy, Konstitusi dan HAM, (Bandar Lampung: Pusat Kajian
Konstitusi dan Peraturan Perundang-undangan Fakultas Hukum, Universitas
Lampung, 2015), hlm. 11.

2 Yuyus Kardiman, dkk, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,(Jakarta:


Penerbit Erlangga, 2013), hlm. 75.

3 Cholisin dan Nasiwan, DASAR DASAR ILMU POLITIK, (Yogyakarta: Penerbit


Ombak, 2012), hlm. 87.
menegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan hukum (rechtstaat) mengandung makna
bahw dalam sistem UUD 1945, negara hukum yang dimaksud adalah tidak hanya dalam
bentuk formal saja namun juga dalam arti materiil

Bentuk dari hak masyarakat salah satunya juga untuk mendapatkan informasi dimana hak
tersebut merupakan hak yang harus ditegakkan karena berkaitan dengan hak asasi manusia
yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan
umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu sarana untuk memperoleh
informasi tersebut adalah melalui pers karena dalam proses demokratisasi faktor
komunikasi dan media massa mempunyai fungsi penyebaran informasi dan kontrol sosial.

Peranan pers dalam masyarakat adalah salah satu sarana bagi warga negara untuk
mengeluarkan pikiran dan pendapat serta memiliki peranan penting dalam negara
demokrasi. Pers yang bebas dan bertanggung jawab memegang peranan penting dalam
masyarakat demokratis dan merupakan salah satu unsur bagi negara dan pemerintahan yang
demokratis, serta berperan dalam pendukung keberhasilan pembangunan, senantiasa
tentang tujuan pembangungan nasional.

Tetapi seiring dengan berjalannya pemerintahan dari masa penjajahan hingga sekarang ,
perkembangan pers Indonesia dari zaman dahulu hingga ke zaman sekarang mengalami
fluktuasi yang cukup signifikan. Pembredelan, penyensoran media, hingga penangkapan
jurnalis cukup marak terjadi khususnya pada masa pemerintahan Soekarno dan Soeharto.
Berbagai alasan digulirkan demi pembenaran penguasa dalam mengekang kebebasan pers
karena dianggap terlalu memihak ke sesusatu, memihak kepada komunis, antek imperialis
yang dapat mengganggu kedamaian negara. Kisah pers di Indonesia merupakan cerita
perjuangan dengan berbagai kepahitan, pers bergerak di bawah baying-bayang tekanan,
ketakutan dan hukuman sejak pertama menampakkan diri. Pada masa itu, para jurnalis tetap
berdiri menantang arus derasnya pembelengguan yang terjadi. Tidak mudah memang,
karena sama sekali tidak memberikan celah bagi pers untuk memperjuangkan hak-haknya
yang ada. Karena itulah adanya gagasan untuk membuat sebuah undang-undang untuk
melindungi kebebasan pers mulai diperjuangkan di Indonesia.
Meskipun semua negara mengakui bahwa kebebasan informasi merupakan hak asasi
manusia yang harus dijamin, namun hingga kini belumlah terdapat kesatuan tafsiran dan
pendapat mengenai isi dari arti kebebasan itu.4

Pers sekarang juga dapat menimbulkan dampak yang tidak baik bagi masyarakat,
penggunaan pers atau media massa sebagai sarana komunikasi yang mengguntungkan bagi
pihak-pihak tertentu, tidak sesuainya norma yang berlaku. Dengan perkembangan media
yang semakin canggih dan cepat diharapkan undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 dapat
mengatur kebebasan pers sehingga tidak melanggar norma lain yang ada dan berlaku di
masyarakat.

Rumusan masalah

1. Apa yang menjadi pendukung pers Indonesia?


2. Bagaimana harmonisasi yang terjadi dalam undang-undang pers dan norma yang
ada?
3. Apakah yang menyebabkan disharmonisasi terjadi dalam masyarakat dengan pers?
4. Apakah undang-undang tentang pers penting untuk menjaga hubungan masyarakat
dan pemerintah?

4 Anwar Arifin, PERSPEKTIF ILMU POLITIK, (Jakarta: Pustaka Indonesia, 2013),


hlm. 158
BAB II

ISI

Pers Indonesia

Hukum dan pemerintah secara fundamental tidak dapat dipisahkan karena hukum
merupakan pedoman hidup yang normatif bagi negara dan warga negaranya. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa hukum mengatur berbagai sistem bernegara dan
bermasyarakat. 5

Suatu tata hukum dan peradilan tidak bisa dibentuk begitu saja tanpa memerhatikan
keadilan, karena adil itu termasuk pengertian hakiki suatu tata hukum dan peradilan, oleh
karena itu di dalam pembentukan tata hukum dan peradilan haruslah berpedoman pada
prinsip-prinsip umum tertentu. Prinsip-prinsip tersebut adalah yang menyangkut
kepentingan suatu bangsa dan negara, yaitu merupakan keyakinan yang hidup dalam
masyarakat tentan suatu kehidupan yang adil, karena tujuan negara dan hukum adalah
mencapai kebahagiaan yang paling besar bagi setiap orang yang sebesar mungkin, justru
berpikir secara hukum berkaitan erat dengan ide bagaimana keadilan dan ketertiban
terwujud6. Salah satunya mengenai hukum pers di Indonesia dalam arti, atau dalam
7
kaitannya dengan perundan-undangan mengenai pers. Eksistensi undang-undang pers
sudah cukup lama di Indonesia. Memulai dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers. Kemudian undang-undang ini ditambahkan dan

5 Armen Yasir, Hukum Perundang-Undangan, (Bandar Lampung: Pusat Kajian


Konstitusi dan Peraturan Perundang-undangan Fakultas Hukum, Universitas
Lampung, 2015), hlm. 1.

6 H. M. Agus Santoso, Hukum, Moral, dan Keadilan, (Jakarta: KENCANA


PRENADA MEDIA GROUP, 2012), hlm. 91.

7 Edy Susanto, M. Taufik Makarao, dan Hamid Syamsudin, HUKUM PERS DI


INDONESIA (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2010), hlm. 1.
menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1967 tentang Penambahan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers. Perkembangan
selanjutnya mengenai hukum pers ialah, Undang-Undang Nomor 4 tahun 1967 diubah
menjadi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah doubah
dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1967. Terakhir, Undang-Undang Nomor 21 Tahun
1982 diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.8

Meskipun dalam Undang-Undang Pers tahun 1999, kata tanggung jawab sudah tidak
ditemukan lagi, namun kebebasan per situ diakui sebagai implementasi dari kedauatan
rakyat dan HAM. Kedaulatan rakyat tercantum dalam pembukaan konstitusi Indonesia,
sebagai salah satu identitas bangsa yang secara filsufis menganut keseimbangan antara
individualitas dan kolektivitas serta keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab.9

Sistem pers di Indonesia kemudian dinamakan sebagai Pers Pancasila. Definisi atau
penjelasan mengenai Pers Pancasila tersebut dirumuskan dalam Keputusan Sidang Pleno
XXV Dewan Pers, sebagai berikut :

1) Pers Nasional ialah Pers Pancasila, dalam arti pers yang orientasi, sikap dan tingkah
lakunya berdasarkan nilai-nilai Pancasiladan UUD1945.
2) Pers Pancasila ialah pers pembangunan, dalam arti mengamalkan Pancasila dan
UUD 1945 dalam membangun berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara, termasuk pembangunan per itu sendiri.
3) Hakikat Pers Pancasila ialah pers yang sehat, yaitu pers yang bebas dan
bertanggung jawab guna mengembangkan suasana saling percaya menuju
masyarakat terbuka yang demokratis dengan mekanisme interaksi positif antara
pers, pemerintah dan masyarakat.

Pers Pancasila yang dimaksud dalam hal ini ialah pers yang didasarkan kepada sila-sila atau
isi/rumusan dari Pancasila. Dengan demikian, Pers Pancasila ialah pers yang Berketuhanan
8 Ibid.

9 Anwar Arifin, op.cit., hlm. 164.


Yang Mahaesa, pers yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, pers yang
mempersatukan Indonesia, pers yang berorientasi kepada kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta pers yang berkeadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia10

Pasal 2 UU Nomor 40 Tahun 1999 menyatakan, Kemerdekaan Pers ialah salah satu wujud
kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi
hukum. Sedangkan Pasal 6 UU pers menyatakan peranan Pers Nasional :

a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;


b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi
hukum, dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan;
c. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan
benar;
d. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kepentingan umum;
e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Bambang Sadono menyatakan,Singkatnya pers juga mempunyai fungsi untuk melakukan


rekayasa sosial, yakni suatu usaha guna mengubah masyarakat untuk menuju masyarakat
baru yang dicita-citakan.

Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers berbunyi: Pers
nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-
norma agama dan rasa kesusialaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.

Harmonisasi norma dalam pembuatan undang undang

Negara sebagai organisasi dalam suatu wilayah dapat melaksanakan kekuasaannya secara
sah terhadap semua golongan dan warganegaranya, serta menetapkan cara-cara dan batas-
batas sampai di mana kekuasaan dapat digunakan dalam kehidupan bersama, baik oleh

10 Ibid, hlm. 35.


warga negara, golongan atau oleh negaras sendiri11 Keadaan pers di suatu negara berbeda-
beda, dalam segi struktur dan posisi. Tetapi dalam prakteknya pers selalu berhubungan
dengan pemerintah dan masyarakat dalam waktu yang bersamaan. Sistem pers yang ada itu
pun harus selaras dengan norma norma yang ada. Kehendak untuk mengatur hidup
menghasilkan tiga macam norma, yaitu:

1. Norma moral yang mewajibkan tiap-tiap orang secara batiniah


2. Norma-norma masyarakat, atau norma-norma sopan santun yang mengatur
pergaulan secara umum
3. Norma-norma yang mengatur hidup bersama secara umum dengan menentukan
hak-hak dan kewajiban-kewajiban, inilah norma hukum12

Norma undang-undang sebagai alat pengawas sosial merupakan kristalisasi dari kenyataan
yang ada dan yang berkembang dalam kehidupan masyarakat. Kenyataan yang ada dan
berkembang itu diidentifikasikan, disaring, diberi batasan-batasan dan dikukuhkan dengan
undang undang sehingga ia tidak berkembang liar. Prof. Suryono Sukanto menyebutnya
dengan istilah legalisasi.

Sedangkan norma undang-undang sebagai alat pengarah atau penggerak sosial adalah
norma yang sengaja diciptakan berdasarkan gagasan yang bak untuk mengarahkan dan
menggerakkan atupun membawa masyarakat ke arah pencapaian tujuan-tujuan yang lebih
baik. Prof. Suryono Sukanto menyebutnya dengan istilah legislasi.13

Konsep kebebasan positif, menekankan bahwa pemerintah tidak boleh dianggap sebagai
musuh dari kebebasan, melainkan pemerintah harus dipandang sebagai mitra dalam
mencapai kebenaran dalam membantu mempromosikan kebebasan pers. Bersama-sama

11 H. Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2003), hlm.
158.

12 Theo Huijbers, Filsafat Hukum, (Yogyakarta: Kenesius, 1995), hlm. 64-65.

13 Amiroeddin Syarif, (PERUNDANG-UNDANGAN Dasar, Jenis, dan Teknik


Membuatnya, Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1997), hlm. 88.
dengan pers dan masyarakat, pemerintah berkewajiban menjamin tegaknya kebebasan pers
yang efektif.14

Disharmonisasi yang terjadi

Perilaku menyimpang selalu ada dalam masyarakat, seperti halnya perilaku tidak
menyimpang. Perilaku menyimpang adalah perilaku dari warga masyarakat yang dianggap
tidak sesuai dengan kebiasaan, tata aturan dan norma sosial yang berlaku. 15 Bahkan dengan
adanya undang-undang yang adalah hasil dari perjuangan pada masa orde lama dalam
memperoleh kebebasan pers yang diharapkan dapat memberikan kebebasan kepada
masyarakat informasi dan komunikasi yang sesuai ternyata tidak mudah terwujud.
Kebebasan pers tidak saja dibatasi oleh kaidah atau norma hukum di bidang media massa,
tetapi juga dibatasi oleh etika, norma agama, sosial budaya lainnya yang hidup dan
terpelihara dalam kehidupan masyarakat. Demikian juga dalam pelaksanaan kebebasan
pers, batas-batas itu terletak dalam kode etik jurnalistik (Pasal 1 butir (14) UU Nomor
40/1999) dan norma yang ada lainnya.

Hukum harus dibedakan dari hak dan kewajiban, yang timbul kalau hukum itu diterapkan
terhadap peristiwa konkrot. Tetapi kedua-duanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Tatanan yang diciptakan oleh hukum itu baru menjadi kenyataan apabila kepada subyek
hukum diberi hak dan kewajiban. Setiap hubungan yang diciptakan oleh hukum selalu
mempunyai dua segi yang isinya di satu pihak hak, sedang di pihak lain kewajiban. Tidak
ada hak tanpa kewajiban, sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak.16

14 Anwar Arifin, op.cit., hlm. 161

15 Syahrial Syarbaini dan Rusdiyanta, Dasar-dasar Sosiologi, (Yogyakarta:


GRAHA ILMU, 2009), hlm. 83-84

16 Sudikno Mertokusumo, MENGENAL HUKUM, (Yogyakarta: LIBERTY


YOGYAKARTA, 2003), hlm. 41
Pembatasan itu harus ada dalam undang-undang pokok pers, karena pers harus didasarkan
dengan kesadaran akan pentingnya supremasi hukum yang ada dan norma yang berlaku
dalam masyarakat yang harus ditegakkan dan dihormati.

Sekarang masyarakat mengeluhkan bahwa pelaksanaan kebebasan pers sudah melewati


batas kebebasan yang seharusnya di atur dalam undang-undang yang ada, serta melanggar
norma yang ada sehingga membawa dampak yang tidak harmonis dalam masyarakat, antara
pelaku media massa dan masyarakat. Kebebasan itu seharusnya keseimbangan antara
kebebasan dan tanggung jawab, harus ada yang dipatuhi agar kebebasan itu tidak menjadi
liar dan malah merusak.

Pers sekarang juga dapat menguntungkan pihak-pihak tertentu bukan memberitakan yang
sesungguhnya. Pers nasional yang memberitakan peristiwa dan opini dengan tidak
menghormati norma-norma agama dan kesusilaan masyarakat atas praduga tak bersalah;
dan juga perusahaan pers yang tidak melayani Hak jawab, dapat dikenakan ketentuan
pidana.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 merupakan jaminan kepada pers setelah melakukan
beberapa kali perubahan yang lahir dari masyarakat yang demokrasi dengan menyuarakan
kebebasan untuk mendapatkan informasi dan kebebasan mengemukakan pendapat.
Diperjuangkan dari bayang-bayang tekanan pemerintah pada masa orde baru, dikekang
dengan berbagai alasan untuk menghentikan pers yang ada dalam masyarakat.

Dalam menjalankan peran dan fungsi nya pers seharusnya pers menjalankan berdasarkan
sistem hukum dan berpedoman pada prinsip-prinsip serta melaksanakan norma-norma yang
termasuk dalam masyarakat tertentu, sesuai kode etik yang ada dalam undang-undang.

Tetapi dalam kebebasannya pers dipratekkan telah menggunakan kekuatannya untuk


kepentingan sendiri, telah menjadi pemihak seseorang, pers kadang melebihi batas norma
dan moral yang ada. Di sinilah terjadi keterbelakangan antara tujuan pers yang
sesungguhnya dengan apa yang telah diperjuangkan sehingg dibutuhkannya hukuman
untuk menahan kebebasan pers yang terlampau dari kata bebas melebihi norma yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, H. Abu. 2003. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.


Amiroeddin, Syarif. 1997. PERUNDANG-UNDANGAN Dasar, Jenis, dan Teknik
Membuatnya. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
Arifin, Anwar. 2013. PERSPEKTIF ILMU POLITIK. Jakarta: Pustaka Indonesia.
Budiyono dan Rudy. 2015. Konstitusi dan HAM. Bandar Lampung: Pusat Kajian Konstitusi
dan Peraturan Perundang-undangan Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Cholisin dan Nasiwan. 2012. DASAR DASAR ILMU POLITIK. Yogyakarta: Penerbit
Ombak.
Huijbers, Theo.1995. Filsafat Hukum. Yogyakarta: Kenesius.
Kardiman, Yuyus. et al. 2013. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Mertokusumo, Sudikno.2003. MENGENAL HUKUM. Yogyakarta: LIBERTY
YOGYAKARTA.
Santoso, H. M. Agus. 2012. Hukum, Moral, dan Keadilan. Jakarta: KENCANA
PRENADA MEDIA GROUP.
Susanto, Edy. 2010. HUKUM PERS DI INDONESIA. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
Syarbaini, Syahrial dan Rusdiyanta. 2009. Dasar-dasar Sosiologi. Yogyakarta: GRAHA
ILMU.
Yasir, Armen. 2015. Hukum Perundang-Undangan. Bandar Lampung: Pusat Kajian
Konstitusi dan Peraturan Perundang-undangan Fakultas Hukum Universitas
Lampung.

Anda mungkin juga menyukai