Anda di halaman 1dari 14

Asas-asas peraturan perundang-undangan, hak

uji undang-undang, dan jenis hierarki peraturan


perundang-undangan
Disusun untuk memenuhi tugas

Mata kuliah:PENGANTAR HUKUM INDONESIA/PHI

Dosen penampung: Subarudin Ahmad, S.Sy.,M.H

Di susun oleh

Pedry sugneng Herlino

NIM:2012140100

Ahmad Rezaldi

Nim:2012140075

Rifki kurniawan

NIM:2012140071

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

FAKULTAS SYARIAH

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


KELAS A

2020M/1442H

MOTTO
“Sokrates berkata kehidupan yang tak terperiksa bukanlah
kehidupan yang berharga

ABSTRAK
Islam adalah agama yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. Dari awal
kelahiran beliau sampai 1438 hijriah islam menjadi agama terbesar dunia dan
menjadi pedoman masyarakat islam dalam berprilaku. Berangkat dari, apakah ilmu
yang mendekati untuk memahami masyarakat tersebut, Ada beberapa asas perundang-
undangan yang mungkin kita ketahui,

Salah satunya adalah


Asa lex superior derogat legi inferior; yang artinya peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan yang
rendah.Kekuasaan membuat hukum dimiliki oleh DPR dan Prsiden.hukum bentukan DPR dan presiden disebut
undand-undang
Sama seperti konsep perlindungan terhadap hak asasi warga negara
II

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

MOTTOi

ABSTRAKi

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penulisan

D. Metode Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian asas
B. Pendekatan Hak uji Udang-undang

C. Pengertian dan jenis hieraki

BAB III KESIMPULAN

SARAN

DAFTAR PUSTAK III

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan peraturan

Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan,

penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengundangan1

Peraturan Perundang-Undang adalah peraturan tertulis yang memuat norma

hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga

negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam

Peraturan Perundang-Undangan.2

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah peraturan Perundang-undangan

yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan

persetujuan bersama Bupati/Walikota3

. Sedangkan hierarki Peraturan Daerah

dalam sistem Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia pada saat ini secara

tegas diatur dalam Pasal 7 Ayat(1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undanga

B.Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka terdapat beberapa masalah yang perlu bahas,
diantaranya:

1.Apa itu Asas-asas Peraturan perudang-udangan?

2.Bagai mana pendekatan Hak uji Undang-undang ?


3.Pengertian Hieraki dan jenisnya ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang ingan dicapai dalam pembuatan makalah ini, diantaranya:

1. Agar dapat Memahami arti Asas-asas persturan Perundang-undangan.

2. Agar dapat sosiolo Dalam pendekatan hak uji undang-undang.

3. Agar dapat mengerti arti hieraki dan jenisnya.

D. MetodePenulisan

Adapun metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini yaitu dengan metode pustaka dan telusur
internet sebagai referensi yang ada kaitannya atau hubungannya dengan pembuatan makalah ini dan
disimpulkan dalam bentuk makalah

BAB II
PEMBAHASAN
A .pengertian asas-asas peraturan Perundangan-
perundangan

Asas adalah dasar atau sesuatu yang dijadikan tumpuan berpikir, berpendapat dan bertindak.
Asas-asas pembentuk peraturan perundang-undangan berati dasar atau sesuatu yang dijadikan
tumpuan dalam menyusun peraturan perundang-undangan. Padanan kata asas adalah prinisip
yang berarti kebenaran yang menjadi pokok dasar dalam berpikir, berpendapat dan bertindak.

Dalam menyusun peraturan perundang-undangan banyak para ahli yang mengemukakan


pendapatnya. Meskipun berbeda redaksi, pada dasarnya beragam pendapat itu mengarah pada
substansi yang sama.

Maka ada beberapa asas peraturan perundang-undangan yang kita kenal, diantaranya:

1. Asas lex superior derogat legi inferior ;

2. Asas lex specialis derogat legi generalis ;

3. Asas lex posterior derogat legi priori ;

4. Asas undang-undang tidak boleh berlaku surut (non-retroaktif) / Asas Legalitas


maka dalam bagian ini penulis ingin menjelaskan tentang azas yang pertama yang dikenal juga
dengan azas hirarki

Asas lex superior derogat legi inferior yang artinya peraturan yang lebih tinggi
mengesampingkan yang rendah (asas hierarki), Dalam kerangka berfikir mengenai jenis dan
hierarki peraturan perundang-undangan, pasti tidak terlepas dalam benak kita menganai Teori
Stuffen Bow karya Hans Kelsen (selanjutnya disebut sebagai ”Teori Aquo”). Hans Kelsen dalam
Teori Aquo mambahas mengenai jenjang norma hukum, dimana ia berpendapat bahwa norma-
norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan.Yaitu
digunakan apabila terjadi pertentangan, dalam hal ini yang diperhatikan adalah hierarkhi
peraturan perundang-undangan, misalnya ketika terjadi pertentangan antara Peraturan
Pemerintah (PP) dengan Undang-undang, maka yang digunakan adalah Undang-undang
karena undang-undang lebih tinggi derajatnya.Teori Aquo semakin diperjelas dalam hukum
positif di Indonesia dalam bentuk undang-undang tentang pembentukan peraturan
perundang-undangan.

Sekarang ini hirarki peraturan perundang-undangan di Indonesia menurut ketentuan UU No.12


Tahun 2011 adalah ; ” Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

1.Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

2.Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

tapahaturan Pemerintah;

4.Peraturan Presiden;

5.Peraturan Daerah Provinsi; dan

6.Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Lex specialis derogat legi generali adalah asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa
hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex
generalis).

*) Menurut Bagir Manan dalam bukunya yang berjudul Hukum Positif Indonesia (hal. 56),
sebagaimana kami kutip dari artikel yang ditulis A.A. Oka Mahendra berjudul Harmonisasi
Peraturan Perundang-undangan, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam asas lex
specialis derogat legi generalis, yaitu:

Ketentuan-ketentuan yang didapati dalam aturan hukum umum tetap berlaku, kecuali yang
diatur khusus dalam aturan hukum khusus tersebut;
Ketentuan-ketentuan lex specialis harus sederajat dengan ketentuan-ketentuan lex generalis
(undang-undang dengan undang-undang);

Ketentuan-ketentuan lex specialis harus berada dalam lingkungan hukum (rezim) yang sama
dengan lex generalis. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata sama-sama termasuk lingkungan hukum keperdataan..

Asas Lex Posterior Derogat Legi Priori yaitu pada peraturan yang sederajat, peraturan yang
paling baru melumpuhkan peraturan yang lama. Jadi peraturan yang telah diganti dengan
peraturan yang baru, secara otomatis dengan asas ini peraturan yang lama tidak berlaku lagi.
Biasanya dalam peraturan perundangan-undangan ditegaskan secara ekspilist yang
mencerminkan asas ini. Contoh yang berkenaan dengan Asas Lex Posterior Derogat Legi Priori
: dalam Pasal 76 UU No. 20/2003 tentang Sisidiknas dalam Ketentuan penutup disebutkan
bahwa Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 48/Prp./1960
tentang Pengawasan Pendidikan dan Pengajaran Asing (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor
155, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2103) dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3390) dinyatakan tidak berlaku.

Asas Legalitas

Tiada suatu peristiwa dapat dipidana selain dari kekuatan ketentuan undang-undang pidana
yang mendahuluinya.” (Geen feit is strafbaar dan uit kracht van een daaran voorafgegane
wetteljke strafbepaling). asas legalitas yang mengandung tiga pengertian, yaitu:

1.Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu tidak terlebih
dahulu dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang.

2.Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi (qiyas).

3.Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.

Contoh yang berkenaan dengan Asas Legalitas: Keadilan bagi korban salah tangkap. Mereka
kembali bisa menghirup kebebasan. Namun, fenomena itu lagi-lagi memperlihatkan betapa
kerdilnya kedudukan warga di hadapan kekuasaan negara. Bagaimanapun, dalam negara
demokrasi, keadilan dan kebenaran haruslah terbuka untuk setiap warga. Negara wajib
melaksanakan asas legalitas, yaitu memberi ganti rugi dan merehabilitasi nama baik warga
yang menjadi korban salah tangkap

B.Pendekatan hak uji undang-undang


Upaya hukum hak uji materil peraturan perundang-undangan terhadap undang-undang sering
juga disebut judisial review (JR). Kedua istilah ini memiliki persamaan dan perbedaan dalam
pembahasan teori hukum. Persamaannya bisa dilihat dari tujuannya. Upaya hukum hak uji
materil atau judisial review sama-sama bertujuan melindungi hak asasi warga negara dari
kesewenang-wenangan penggunaan kekuasaan membuat hukum (law making function) yang
dimiliki organ negara (Fatmawati; 2005, 37).

Kekuasaan membuat hukum (law making function) dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) dan Presiden. Hukum bentukan DPR dan Presiden disebut undang-undang. Ada
kemungkinan undang-undang ini merugikan hak-hak asasi warga negara yang dijamin oleh
konstitusi, sehingga bertentangan dengan norma hukum yang lebih tinggi dari undang-
undang. Bila ini terjadi maka warga negara dapat menggunakan upaya hukum pengujian
undang-undang yang kewenangannya dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi.

Pemerintah adalah organ negara yang diberi kekuasaan untuk menjalankan undang-undang
bentukan DPR dan Presiden. Kekuasaan menjalankan undang-undang (law executing function,
bestuur) dilengkapi pula dengan kewenangan membuat hukum (law making function). Hukum
bentukan pemerintah kedudukannya sebagai peraturan pelaksana dari undang-undang.
Bentuknya bisa Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan
Daerah, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati/Walikota dan peraturan lainnya.

Sama seperti konsep perlindungan terhadap hak asasi warga negara dari kekuasaan membuat
undang-undang. Dikenal juga konsep perlindungan hak asasi warga negara dari kekuasaan
membuat peraturan perundang-undangan. Bila terjadi pelanggaran hak asasi warga negara
ketika pemerintah menggunakan kewenangan membuat peraturan perundang-undangan,
maka warga negara dapat menggunakan upaya hukum pengujian peraturan perundang-
undangan dibawah undang-undang. Kewenangan ini disebut hak uji materil yang dimiliki oleh
Mahkamah Agung.

Putusan Mahkamah Konstitusi dalam pengujian undang-undang bersifat erga omnes atau
mengikat secara umum bukan hanya pihak yang berperkara. Demikian juga putusan hak uji
materil bersifat erga omnes. Pihak lainnya diluar pihak dalam perkara hak uji materil terikat
dan harus mematuhi putusan hak uji materil. Disini letak perbedaan kewenangan hak uji
materil Mahkamah Agung dengan kewenangan Mahkamah Agung mengadili di tingkat kasasi
yang putusannya hanya bersifat inter partes atau berlaku bagi para pihak yang berperkara.
Hak Uji Materil atau Judisial Review

Istilah judisial review populer dimasyarakat sejak dibentuknya Mahkamah Konstitusi tahun
2003. Bahkan muncul pemahaman masyarakat awam bahwa judisial review adalah kewenangan
Mahkamah Konstitusi untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar.
Sedangkan hak uji materil kurang begitu populer walaupun istilah ini sudah ada dalam praktik
dan teori hukum sebelum tahun 2003.

Hak uji materil berasal dari terjemahan kata toetsingsrecht dalam bahasa Belanda. Menurut
Prof. Jimly Ashidiqie (Jimly Ashidiqie, 2012, 1-2), istilah hak uji materil tidak sama dengan
judisial review. Hak uji materil bila dilakukan oleh hakim baru disebut judisial review. Namun
bila yang melakukan pengujian lembaga eksekutif maka disebut executive review. Sedangkan
bila yang melakukan pengujian lembaga legislatif maka disebut legislative review. Kewenangan
untuk melakukan pengujian yang dimiliki masing-masing lembaga tadi menurut Prof. Jimly
sebagai hak uji materil atau hak menguji.

Sementara itu judicial review bukan hanya terbatas hak uji materil yang dimiliki Mahkamah
Agung. Constitutional judicial review atau pengujian undang-undang terhadap undang-undang
dasar yang kewenangannya dimiliki Mahkamah Konstitusi disebut judisial review juga.

Karenanya guna menyederhanakan pemahaman, pembahasan ini akan menggunakan istilah


teknis hak uji materil untuk menyebut kewenangan Mahkamah Agung menguji peraturan
perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang. Sedangkan untuk
menyebut kewenangan Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang terhadap undang-
undang dasar boleh disebut pengujian undang-undang atau pengujian konstitusionalitas
undang-undang.

Hak uji materil (HUM) dipilih sebagai istilah dalam pembahasan ini karena disebut dalam Pasal
1 angka 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materil
(selanjutnya disebut Perma 1/2011). Bila diteliti Pasal 24 A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945,
Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman serta Undang-undang Mahkamah Agung sama sekali
tidak ada menyebut istilah hak uji materil.

Pengaturan Hak Uji Materil

Kewenangan hak uji materil Mahkamah Agung bersumber dari atribusi dari Pasal 24 A ayat (1)
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945).
"Mahkamah Agung berwenang menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-
undang terhadap undang-undang" demikian bunyi norma undang-undang dasar yang
mengatur hak uji materil Mahkamah Agung..

Norma dalam Pasal 24 A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 dijabarkan kembali dalam Undang-
undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (selanjutnya disebut UU
Kekuasaan Kehakiman) dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (untuk selanjutnya disebut
UU Mahkamah Agung). Mahkamah Agung kemudian menerbitkan Perma 1/2011 sebagai
peraturan pelaksana dari norma undang-undang yang mengatur hak uji materil.

Pengaturan mengenai hak uji materil boleh dikatakan belum sempurna karena belum secara
utuh memuat norma yang mengatur hak uji materil dalam suatu naskah peraturan. UU
Kekuasaan Kehakiman hanya mengatur dalam satu pasal yaitu Pasal 20. Sementara itu UU
Mahkamah Agung hanya mengatur dalam 2 Pasal yaitu Pasal 31 dan Pasal 31 A. Pengaturan
tentang tatacara pengajuan permohonan hak uji materil diuraikan dalam Perma 1/2011.

Kaitan Antara Pertentangan Norma dan Kapasitas Pemohon

Ketika melakukan permohonan hak uji materil ada dua hal pokok yang perlu mendapat
perhatian. Pertama dalil tentang pertentangan antara norma undang-undang dengan norma
peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang. Kedua, tentang kapasitas pemohon
hak uji materil. Perhatian atas kedua hal ini fokus kepada keberkaitan satu sama lain.

Adanya pertentangan norma peraturan perundang-undangan dengan norma undang-undang


ternyata belum cukup untuk menjadi alasan mengajukan permohonan hak uji materil. Menurut
Pasal 31 A ayat (2) UU Mahkamah Agung, pemohon perlu menjelaskan tentang hak pemohon
yang dianggap dirugikan akibat berlakunya peraturan perundang-undangan yang dimohonkan
hak uji materil.
Selengkapnya Pasal 31A ayat (2) UU Mahkamah Agung yang berbunyi: "Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh pihak yang menganggap
haknya dirugikan oleh berlakunya peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang,
yaitu: (a).perorangan warga negara Indonesia; (b).kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan
Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-undang; (c).badan hukum publik atau badan
hukum privat".

ublik

Frasa "menganggap haknya dirugikan" dalam rumusan norma Pasal 31 A ayat (2) UU
Mahkamah Agung boleh dikatakan belum diikuti pengaturan secara jelas dan lengkap.
Undang-undang Mahkamah Agung maupun Perma 1/2011 tidak menyebutkan secara tersurat
jenis hak apa yang dilindungi oleh upaya hukum hak uji materil. Bila dibandingkan dengan
upaya hukum pengujian konstitusionalitas undang-undang yang dimiliki Mahkamah Konstitusi,
secara jelas dinyatakan dalam Pasal 51 UU Mahkamah Konstitusi hak yang dilindungi melalui
pengujian konstitusionalitas adalah hak konstitusional, yaitu hak asasi warga negara yang
diatur dan dijamin dalam UUD NRI Tahun 1945.

Melalui perbandingan dengan jenis hak yang dilindungi oleh kewenangan pengujian
konstitusionalitas undang-undang di Mahkamah Konstitusi tersebut, maka dapat ditarik
kesimpulan jenis hak yang dilindungi melalui kewenangan hak uji materil di Mahkamah Agung
adalah hak-hak warga negara yang diatur dalam undang-undang.

UU Mahkamah Agung juga tidak ada menguraikan lebih jelas mengenai apa yang dimaksud
dengan kata "dirugikan" dalam frasa "mengganggap haknya dirugikan". Untuk memahami hal
ini perlu perlu melakukan penafsiran gramatikal. Kata dirugikan bersumber dari kata dasar
"rugi". Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) "rugi" berarti tidak mendapat faedah
(manfaat), tidak beroleh sesuatu yang berguna, sesuatu yang kurang baik (tidak
menguntungkan), mudarat. Kata 'dirugikan' dalam rumusan Pasal 31 ayat (2) UU Mahkamah
Agung dituliskan sebelum frasa "menganggap haknya dirugikan". Karenanya perlu ditafsirkan
pula arti kata 'mengganggap'. Kata 'menganggap' menurut KBBI diartikan 'memandang
sebagai', 'berpendapat', 'bahwa'. Dengan demikian pemohon hak uji materil wajib
menguraikan mengenai hak-haknya pemohon yang diatur dalam undang-undang yang akan
dirugikan bila peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan undang-undang
berlaku.
Bentuk dan sifat dari kerugian pemohon hak uji materil memang tidak disebutkan secara
tersurat oleh UU Mahkamah Agung maupun Perma 1/2011 apakah berbentuk kerugian aktual
(sudah terjadi) atau cukup kerugian potensial (belum terjadi tetapi dapat dipastikan akan
terjadi). Bila dibandingkan dengan praktik pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi,
sudah diterima pengajuan permohonan pengujian atas dasar alasan kerugian konsitusional
yang potensial sifatnya. Pengaturan ini dibentuk melalui putusan-putusan Mahkamah
Konstitusi yang mendefinisikan mengenai kerugian konstitusional Pemohon termasuk kerugian
potensial selain kerugian aktual.

Bagaimana dengan norma kerugian pemohon hak uji materil. Mahkamah Agung melalui
putusan-putusannya mengembangkan pengaturan yang menjadi tolok ukur menilai kapasitas
pemohon hak uji materil.

Putusan Nomor 74 P/Hum/2014 tanggal 12 Februari 2015 Mahkamah Agung menyatakan


pemohon hak uji materil tidak mempunyai legal standing sehingga tidak mempunyai
kepentingan untuk mengajukan permohonan hak uji materil. Pemohon dalam perkara ini
adalah perseorangan yang mengajukan hak uji materil Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur
tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur terhadap Lampiran
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2013. Pemohon mendalilkan memiliki hak
konstitusional yang dijamin dalam Pasal 28 D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yaitu hak untuk
mendapatkan kepastian hukum yang adil. Hak konstitusional Pemohon dinyatakan dirugikan
dengan berlakunya obyek hak uji materil.

Putusan Nomor 70 P/HUM/2013 tanggal 25 Februari 2014. Melalui putusan ini Mahkamah
Agung menyampaikan pendiriannya mengenai kapasitas pemohon hak uji materil. Pemohon
dikatakan mempunyai kepentingan hak uji materil sehingga memiliki legal standing untuk
mempersoalkan obyek permohonan, setiap pemohon harus memenuhi lima kriteria yaitu:

Pemohon merupakan salah satu dari tiga kelompok subjek hukum yang diatur dalam Pasal 31
A ayat (2) UU Mahkamah Agung;

Subjek hukum tersebut memang mempunyai hak;

Hak yang bersangkutan dirugikan oleh berlakunya peraturan perundang-undangan dibawah


undang-undang yang dipersoalkan;

Terdapat hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud dan berlakunya
obyek permohonan yang dimohonkan pengujian;
Apabila permohonan bersangkutan kelak dikabulkan, maka kerugian yang bersangkutan tidak
lagi atau tidak akan terjadi dengan dibatalkannya peraturan perundang-undangan dibawah
undang-undang dimaksud.

Dalam Putusan Nomor 70 P/HUM/2013 tersebut Pemohon hak uji materil mendalilkan memiliki
hak atas peraturan perpajakan yang kondusif, berkeadilan dan jelas. Hak pemohon tersebut
dirugikan dengan berlakunya obyek hak uji materil yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 31
Tahun 2007 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001.
Obyek hak uji materil dinyatakan bertentangan dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000
tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Mahkamah
Agung dalam perkara ini menyatakan pemohon memiliki kepentingan sehingga mempunyai
legal standing sebagai pemohon hak uji materil.

Melalui Putusan Nomor 49 P/HUM/2017 tanggal 02 Oktober 2017 Mahkamah Agung


menguraikan kembali persyaratan kapasitas pemohon hak uji materil. Pemohon hak uji materil
harus menjelaskan mengenai dua hal yaitu: (a).Kedudukannya sebagai pemohon sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) UU Mahkamah Agung; (b).Ada tidaknya hak pemohon yang
dirugikan sebagai akibat berlakunya peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang
yang dimohonkan pengujIan.

C.pengertian dan jenis hierak


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hirarki adalah urutan tingkatan atau
jenjang jabatan (pangkat kedudukan)
Arti lainnya adalah organisasi dengan tingkat wewenang dari yang paling bawah sampai
paling atas
Dalam bidang biologi, hirarki juga berarti deretan tataran biologis, spt famili, genus,
spesies;
Hirarki adalah sebuah alat yang digunakan untuk memahami masalah secara kompleks,
dimana masalah tersebut diuraikan ke dalam elemen-elemen yang bersangkutan,
kemudian menyusun elemen-elemen tersebut secara hirarkis dan akhirnya dilakukan
penilaian atas elemen-elemen yang bersangkutan tersebut sekaligus menentukan
keputusan yang mana akan diambil.
Hirarki sendiri berasal dari Bahasa Yunani yakni “hierarches”. Artinya pemimpin ritus
suci, imam agung.
Hirarki atau Hierraki merupakan susunan dari beberapa hal seperti objek, nama, nilai,
kategori, dan sebagainya.
Hirarki merupakan abstraksi struktur suatu sistem yang mempelajari tentang fungsi
interaksi antara komponen dan juga dampaknya pada sistem. Abstraksi ini memiliki
bentuk yang saling tersusun, berkaitan, dan sasaran utama (ultimate goal) turun ke sub-
sub tujuan tersbebut (selain pelaku yang memberi dorongan), turun ketujuan-tujuan
pelaku, kemudian kebijakan dan strategi tersebut.
Dengan demikian, hirarki dalam teknik penyelesaian masalah diartikan sebagai sistem
yang tingkatan-tingkatan (level) keputusannya berstratifikasi dengan beberapa elemen
keputusan pada setiap tingkatan keputusan.
1. Jenis Hirarki
Hirarki terbagi dalam 2 jenis yakni hirarki struktural dan fungsional. Hirarki struktural
adalah menguraikan masalah secara kompleks dengan diuraikan menjadi beberapa
bagian-bagian atau elemen-elemen berdasarkan ciri atau besaran. Sedangkan hirarki
fungsional adalah teknik menguraikan masalah secara kompleks dengan menjadi bagian-
bagiannya sesuai dengan hubungan essensialnya. Misalnya seperti masalah pemilihan
pemimpin yang dapat diuraikan menjadi tujuan utama yaitu mencari pemimpin, kriteira
pemimpin yang sesuai, dan alternatif pemimpin yang memenuhiNya.

BAB III
Kesimpulan
asas adalah dasar atau sesuatu yang dijadikan tumpuan berpikir,berpendapat maupun bertindak.
Ada beberapa asas perundang-undangan yang mungkin kita ketahui,
Salah satunya adalah
Asa lex superior derogat legi inferior; yang artinya peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan yang
rendah.Kekuasaan membuat hukum dimiliki oleh DPR dan Prsiden.hukum bentukan DPR dan presiden
disebut undand-undang
Sama seperti konsep perlindungan terhadap hak asasi warga negara

Saran
Sekian dari kelompok kami mohon maaf bila ada salah kata yang disengaja maupun tidak disengaja wassalamulaikum wr.wb

DAFTAR PUSTAKA

Home
Ulasan
Ulasan Praktisi
Hak Uji Materil, Tujuan, Aturan dan 5 Kriteria Menentukan Kapasitas PemohonUlasan Praktisi
Hak Uji Materil, Tujuan, Aturan dan 5 Kriteria Menentukan Kapasitas Pemohon Hasan Lumbanraja,
S.H., M.H. Senin, 16 April 2018 07:07 WIB https://larasonline.com/

Senin, 16 September 2013

ASAS-ASAS DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANG


http://jokopas.blogspot.com/2013/09/asas-asas-dalam-peraturan-perundang.html?m=1

Pengertian Hirarki,https://www.google.com/amp/s/pelayananpublik.id/2020/05/01/pengertian-hirarki-sistem-
fungsi-dan-jenisnya/amp/

Anda mungkin juga menyukai