Disusun oleh :
Bagus Wardhana F/235030207111038
Dean Fateh Asiddiq /235030207111077
Ilham Wicaksono/235030207111189
Aturan atau hukum tersebut mengalami perubahan dan terus mengalami perubahan yang
disesuaikan dengan kemajuan zaman. Untuk itu, suatu negara hukum sangat perlu mengadakan
pembangunan terutama di bidang hukum. Mengenai pembangunan hukum ini tidaklah mudah
dilakukan. Hal ini disebabkan pembangunan hukum tersebut tidak boleh bertentangan dengan
tertib hukum yang lain.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Beberapa ahli seperti Aristoteles, Grotius, Hobbes, Philip S. James, dan Van Vollenhoven
memberikan definisi hukum yang berbeda-beda. Misalnya menurut Immanuel Kant bahwa
hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu
dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang lain, menuruti peraturan hukum
tentang kemerdekaan. Menurut Ultrecht, hukum adalah peraturan yang berisi perintah dan
larangan yang mengatur masyarakat, sehingga harus dipatuhi. Menurut Kansil, hukum adalah
peraturan hidup yang bersifat memaksa.
Kaidah atau norma hukum adalah peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam hidup
bermasyarakat yang berasal dari hati sanubari manusia.
Macam-macam norma:
1. Norma agama;
2. Norma kesusilaan;
3. Norma kesopanan;
4. Norma hukum.
Macam-macam kaidah:
1. Kaidah Agama Mengatur Hub. Antara Manusia dengan Tuhan Yang menjadi
Kepercayaannya, bisa berupa Larangan dan Anjuran Bagi Pemeluknya.
2. Kaidah Kesusilaan bersumber Dari Hati Mengatur Hub.Manusia dalam Hidup sosial agar
Manusia itu Bersusila Sesuai dengan Tingkah laku yg di inginkan Masyarakat.
3. Kaidah Kesopanan Mengatur Hub. Manusia dengan Manusia agar tingkah laku manusia
itu teratur dalam hub. Social di Masyarakat.
4. Kaidah Hukum Berasal Dari Hukum Positif yg ada di suatu negara. Hokum ini bersifat
Memaksa bagi Semua Individu yang tercakup dalam negara, dan hukum di kenalkan pada
umum melalui sosialisasi terhadap Hukum itu.
Dan menurut Mochtar Kusumaatmadja, bahwa hukum yang menandai tidak saja merupakan
keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat.
Melainkan juga meliputi lembaga-lembaga dan proses yang mewujudkan kaidah-kaidah itu
dalam masyarakat. Hukum sebagai kaidah atau aturan yang mengatur kehidupan masyarakat
memiliki beberapa pengertian yang bersumber dari para ahli. Ada juga beberapa sarjana dari
Indonesia yang memberikan rumusan tentang hukum itu. Diantaranya adalah:
Dalam bukunya yang berjudul “Bertamasya ke Alam Hukum”, bahwa hukum adalah
kumpulan peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi itu disebut hukum. Tujuan hukum
itu adalah mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan
ketertiban terpelihara.
1. Teori etika/ etis, yaitu tujuan hukum semata-mata untuk mencapai keadilan.
2. Teori utilitas, yaitu hukum itu bertujuan untuk kemanfaatan/ faedah orang terbanyak
dalam masyarakat.
3. Teori campuran, teori ini merupakan gabungan antara teori etis dengan teoriutilitas, yaitu
tujuan hukum tidak hanya untuk keadilan semata, tetapi juga untuk kemanfaatan orang
banyak.
4. Teori terakhir, yaitu tujuan hukum itu semestinya ditekankan kepada fungsi hukum yang
menurutnya hanya untuk menjamin kepastian hukum.
Dilihat dari unsur-unsurnya, maka sifat dari hukum adalah mengatur dan memaksa. Ia
merupakan peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dapat memaksa orang supaya
mentaati tata-tertib dalam masyarakat. Selain itu juga memberikan sanksi yang tegas (berupa
hukuman) terhadap siapa saja yang tidak mau patuh mentaatinya. Untuk menjaga agar peraturan-
peraturan hukum itu dapat berlangsung terus dan diterima oleh seluruh anggota masyarakat.
Maka peraturan hukum yang ada harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan asas-asas
keadilan dari masyarakat tersebut.
Dengan demikian, tujuan hukum itu adalah menegakkan keadilan, membuat pedoman, dan
bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus pula
bersendikan pada keadilan. Selain itu, dapat pula disebutkan bahwa hukum menjaga dan
mencegah agar setiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri (eigenrichting is verboden),
tidak mengadili dan menjatuhi hukuman terhadap pelanggaran hukum terhadap dirinya. Namun
setiap perkara harus diselesaikan melalui proses pengadilan, dengan perantara hakim
berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
C. Sumber-sumber Hukum
Yang dimaksud dengan sumber hukum adalah segala apa yang menimbulkan aturan-aturan
yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa. Yaitu aturan yang kalau dilanggar akan
mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.
Sumber hukum dapat ditinjau dari segi material dan segi formal.
1. Sumber-sumber hukum material dapat ditinjau dari berbagai sudut, misalnya dari sudut
ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat, dsb.
2. Sumber-sumber hukum formal, antara lain adalah:
Undang-undang (statute)
Kebiasaan (costum)
Traktat (treaty)
Pendapat sarjana hukum (doktrin).
1. Penemuan Hukum
Akibat perkembangan masyarakat, maka perkembangan hukum berjalan seiring sejalan.
Hakim merupakan salah satu faktor pembentukan hukum. Badan Legislatif menetapkan
peraturan yang berlaku sebagai peraturan umum, sedangkan pertimbangan dalam pelaksanaan
hal-hal konkret diserahkan kepada hakim, sebagai pemegang kekuasaan Yudikatif.
1. Konstruksi hukum. Misalnya pada pasal 1576 tentang jual beli “Koop Break Geen Huur”.
2. Penafsiran hukum. Ada beberapa metode penafsiran, yaitu:
o Penafsiran tata bahasa, yaitu penafsiran yang berdasarkan ketentuan UU yang
berpedoman pada perkataan.
o Penafsiran sahih, yaitu penafsiran yang pasti terhadap arti kata-kata itu
sebagaimana yang telah diberikan oleh pembentuk UU.
o Penafsiran historis, yaitu penafsiran yang berdasarkan sejarah hukum dan UU-
nya.
o Penafsiran sistematis, yaitu penafsiran menilik susunan yang berhubungan dengan
bunyi pasal-pasal lainnya baik dalam UU itu, maupun dengan UU yang lainnya.
o Penafsiran Nasional, yaitu penafsiran menilik sesuai tidaknya dengan sistem
hukum yang berlaku.
o Penafsiran teleologis, yaitu penafsiran dengan mengingat maksud dan tujuan
undang-undan itu.
o Penafsiran ekstensif, yaitu memberi tafsiran dengan memperluas arti kata-kata
dalam peraturan itu.
o Penafsiran restriktif, yaitu penafsiran dengan membatasi (mempersempit) arti
kata-kata dalam peraturan itu.
o Penafsiran analogis, yaitu memberi tafsiran pada suatu peraturan hukumdengan
memberi ibarat pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya.
o Penafsiran a contrario, yaitu suatu cara menafsirkan undang-undang yang
didasarkan pada perlawanan pengertian antara soal yang dihadapi dan soal yang
diatur dalam suatu pasal undang-undang.
a. Hukum undang-undang;
b. Hukum adat;
c. Hukum traktat;
d. Hukum jurisprudensi.
2. Menurut bentuknya
a. Hukum tertulis;
b. Hukum tidak tertulis (hukum kebiasaan).
a. Hukum nasional;
b. Hukum internasional;
c. Hukum asing;
d. Hukum gereja.
a. Hukum material;
b. Hukum formal.
6. Menurut sifatnya
7. Menurut wujudnya
a. Hukum obyektif;
b. Hukum subyektif.
8. Menurut isinya
a. Hukum privat;
b. Hukum publik.