Anda di halaman 1dari 36

“KEPATUHAN TERHADAP HUKUM”

Nama Anggota Kelompok 6:


1. I.G.A Putri Kumara Dewi (26)
2. Ni Komang Putri Seroja (27)
3. Rahaditya Herdi Mulya (28)
4. I Putu Gede Rio Surya S. (29)
5. I.A Risma Mahaswari P. (30)

SMP NEGERI 4 DENPASAR

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmatnyalah makalah yang berjudul “Kepatuhan Terhadap Hukum” ini dapat terselesaikan
dengan baik.
Tidak lupa pula ucapan terima kasih kami sampaikan pada guru mata pelajaran PPKn,
atas bimbingan dan ilmu yang diberikannya kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini kami buat untuk membahas mengenai segala yang berhubungan dengan
hukum. Baik pengertian hukum, unsur hukum, tujuan hukum, dan lain sebagainya.
Dan tentunya makalah ini jauh dari kata sempurna tetapi sesuai dengan pengetahuan
yang kami peroleh, baik melalui buku dan sumber-sumber materi lainnya, kami
mengharapkan agar makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Apabila terdapat kesalahan tulisan atau kata-kata di dalam makalah ini, kami sebagai
penyusun makalah mohon maaf yang sebesar-besarnya dan tentunya kritik dan saran sangat
kami harapkan dari para pembaca sebagai penunjang untuk perbaikan dalam pembuatan
makalah di lain waktu.

2
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................... 1

KATA PENGANTAR .................................................................... 2

DAFTAR ISI ................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................. 4


B. Tujuan ............................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Hakekat Hukum ................................................................. 5


1. Pengertian Hukum ........................................................ 5-6
2. Unsur Hukum................................................................ 6
3. Tujuan Hukum .............................................................. 6-7
4. Macam-macam Hukum ................................................ 7-9
5. Sanksi Hukum............................................................... 9-14
6. Aparat Penegak Hukum ................................................ 15-22
B. Arti Penting Hukum ........................................................... 23
C. Sikap Positif Terhadap Hukum.......................................... 23-24
D. Kasus Pelanggaran Hukum ................................................ 25-34

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................ 35
B. Saran......................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 36

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan ketentuan pasal 1 ayat 3 UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945, “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Sebagai negara hukum setiap
penyelenggaraan pemerintahan haruslah berdasarkan hukum yang berlaku. Dalam negara
hukum, hukum ditempatkan sebagai aturan main dalam penyelenggaraan kenegaraan,
pemerintahan, dan kemasyarakatan.
Hal tersebut dapat diwujudkan dengan baik jika ada kepatuhan terhadap hukum.
Kepatuhan terhadap hukum berarti seseorang memiliki kesadaran untuk memahami dan
menggunakan peraturan perundangan yang berlaku, mempertahankan tertib hukum yang
ada, dan menegakkan kepastian hukum. Kepatuhan hukum masyarakat merupakan salah
satu bagian dari budaya hukum, dalam budaya hukum dapat dilihat dari tradisi perilaku
masyarakat kesehariannya yang sejalan dan mencerminkan kehendak rambu-rambu
hukum yang berlaku bagi semua subyek hukum, timbulnya kepatuhan hukum diawali
dari kesadaran hukum masyarakat. Kesadaran hukum dapat tumbuh karena ada rasa takut
dengan sanksi yang dijatuhkan.
Indikator seseorang memiliki kesadaran hukum adalah orang tersebut tahu
hukum, tahu isinya hukum, bisa bersikap sesuai dengan hukum dan tentunya bisa
berperilaku sesuai dengan hukum.
Kesadaran hukum masyarakat ini berpengaruh terhadap kepatuhan hukum baik
secara langsung maupun tidak langsung. Dalam masyarakat modern (maju), faktor
kesadaran hukum berpengaruh langsung pada kepatuhan hukum masyarakat,karena pada
dasarnya mereka berkeyakinan bahwa mereka membutuhkan hukum dan hukum itu
bertujuan baik dan telah mengatur masyarakat secara baik, benar, dan adil. Sebaliknya
dalam masyarakat tradisional, kesadaran hukum masyarakat berpengaruh secara tidak
langsung pada kepatuhannya, karena kepatuhan mereka lebih karena diminta, dipaksa
atau karena perintah agama. Artinya, semakin lemah tingkat kesadaran masyarakat,
semakin lemah pula kepatuhan hukumnya dan begitu pula sebaliknya.
Dan dilatarbelakangi masalah tersebut kami akhirnya membuat makalah dengan
tema “Kepatuhan Terhadap Hukum”.

B. TUJUAN
Dengan pemilihan tema ini diharapkan para pembaca dapat mengetahui hukum
dan bukan hanya sekedar mengetahui tetapi dapat melaksanakan peraturan-peraturan
tersebut dengan baik. Dan agar terciptanya hukum yang baik tentu harus memiliki
kesadaran hukum terlebih dahulu. Jika sudah memiliki kesadaran hukum maka kepatuhan
terhadap hukum pun dapat terwujud. Selain itu tujuannya juga agar kita dapat bersikap
atau berperilaku dalam bermasyarakat dan bernegara berdasarkan hukum.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. HAKEKAT HUKUM
1. Pengertian Hukum
Seorang filsuf pernah mengatakan bahwa hukum itu ibarat pagar di kebun
binatang. Mengapa demikian? Karena di kebun binatang ada pagar yang membatasi
antara liarnya kehidupan binatang dengan para pengunjung. Jika tidak ada pagar yang
memisahkan pengunjung dengan binatang, tentu saja tidak akan ada orang yang berani
masuk ke dalam kebun binatang itu. Dan hukum pada hakikatnya merupakan pagar
pembatas, agar kehidupan manusia aman dan damai.
Hukum juga merupakan aturan, tata tertib dan kaidah hidup. Yang dimaksud
dengan hukum merupakan aturan dan tata tertib adalah hukum yang mengatur segalanya
atau juga bisa dikatakan hukum sebagai penuntun kehidupan manusia agar berjalan
dengan tertib dan teratur. Contohnya, jika seandainya tidak ada peraturan lalu lintas,
orang tidak akan tahu apakah akan berjalan disebelah kiri atau kanan. Pada saat lampu
lalu-lintas menyala merah apakah orang mau berhenti atau jalan? Karena ada peraturan,
orang akan tahu bahwa pengendara kendaraan bermotor harus berjalan disebelah kiri dan
jika lampu merah menyala merah berarti semua kendaraan harus berhenti. Dengan
demikian arus lalu lintas menjadi tertib dan teratur dan tentunya keselamatan orang pun
terjamin.
Dan hukum juga dikatakan sebagai kaidah hidup, ini berarti hukum merupakan
norma yang berlaku guna membina kehidupan yang serasi, selaras dan seimbang dalam
setiap kehidupan masyarakat. Contohnya, norma hukum. Norma hukum merupakan salah
satu norma yang berlaku di masyarakat selain norma agama, kesopanan, kesusilaan.
Hukum merupakan ujung tombak dalam penegakan keadilan.
Selain beberapa pengertian hukum yang telah disebutkan terdapat juga beberapa
pengertian hukum menurut para ahli hukum, yaitu:
1. Drs. E. Utrecht, S.H.
Hukum adalah himpunan petunjuk hidup yang mengatur tata tertib dalam suatu
masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan,
oleh karenanya pelanggaran terhadap petunjuk hidup itu dapat menimbulkan
tindakan dari pemerintah masyarakat itu.
2. Sunaryati Hatono
Pengertian hukum yaitu hukum itu tidak menyangkut kehidupan pribadi
seseorang, akan tetapi jika menyangkut dan mengatur berbagai aktivitas manusia
dalam hubungannya dengan manusia lainnya, atau dengan kata lain hukum
mengatur berbagai aktivitas manusia dalam hidup bermasyarakat.
3. Mr. E.M. Meyers
Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan,
ditunjuk kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi
pedoman bagi penguasa negara dalam melakukan tugasnya.
4. A. Ridwan Halim
Hukum merupakan peraturan yang tertulis maupun yang tidak tertulis, yang pada
dasarnya peraturan tersebut berlaku dan diakui orang sebagai peraturan yang
harus ditaati dalam hidup bermasyarakat.
5. Immanuel Kant

5
Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari
orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak kebebasan dari orang
lain, menuruti peraturan hukum mengenai kemerdekaan.

Jadi pengertian hukum menurut pendapat kami yaitu, hukum adalah peraturan,
tata tertib, dan kaidah hidup mengenai tingkah laku manusia dalam bermasyrakat yang
harus dipatuhi atau ditaati oleh semua orang yang bersifat memaksa dan mengatur dan
tentunya akan ada sanksi jika ada pelanggaran terhadap peraturan tersebut.

2. Unsur Hukum
Di dalam hukum terdapat beberapa unsur, diantaranya sebagai berikut:
1) Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
Misalnya, agar masyarakat terlindungi dari tindak kejahatan, maka
diberlakukanlah hukum pidana. Seperti dalam salah satu pasal KUHP (Kitab
Undang-undang Hukum Pidana) ditegaskan bahwa: “Barang siapa yang
menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja, diancam hukuman penjara…”
Hukum pidana adalah hukum mengenai kejahatan atau pelanggaran dengan
sanksinya.
2) Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
Misalnya, KUHP itu dibuat resmi oleh negara, bukan oleh lembaga swasta. Selain
itu badan resmi yang berwajib membuat undang-undang adalah Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) seperti yang disebutkan dalam UUD Pasal 10 ayat 1
yaitu “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membuat undang-
undang” dan ayat 2 yang berbunyi “Setiap rancangan undang-undang dibahas
oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan
bersama”.
3) Peraturan itu bersifat memaksa.
Sifatnya yang memaksa inilah yang merupakan unsur pembeda antara hukum
dengan norma-norma lainnya yang berlaku dimasyarakat. Misalnya dalam UU
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) ditegaskan bahwa pengendara motor
harus mengenakan helm pengaman. Jika ada seseorang yang mengendarai motor
kedapatan tidak mengenakan helm pengaman, maka petugas polisi lalu lintas
(Polantas) akan menangkapnya dan memberinya Tilang (Bukti Pelanggaran).
4) Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.
Jika seseorang melanggar hukum, kepada yang bersangkutan akan dikenakan
sanksi. Sanksi atas pelanggaran hukum adalah tegas. Tegas maksudnya diberi
penderitaan berupa hukuman, misalnya hukuman mati, penjara, dan denda. Hal ini
berbeda dengan sanksi yang dikenakan apabila seseorang melanggar norma lain,
misalnya melanggar kebiasaan yang hanya memperoleh sanksi berupa cemoohan.

3. Tujuan Hukum
Tujuan ditetapkannya hukum bagi suatu negara, yaitu:
1) Untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.
2) Mencegah tindakan yang sewenang-wenang.
3) Melindungi hak asasi manusia.
4) Menciptakan suasana yang tertib, tentram, aman, dan damai.
Sedangkan tujuan hukum menurut beberapa ahli atau pakar hukum, adalah
sebagai berikut:
1) M.R Van Apeldoorn

6
Tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai.
2) Prof. Soebekti S.H
Tujuan hukum adalah bahwa hukum itu mengabdi kepada tujuan negara yaitu
mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya.
3) Aristoteles
Tujuan hukum adalah menghendaki keadilan semata-mata dan isi daripada hukum
ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan tidak adil.
4) Jeremy Bentham
Hukum bertujuan untuk mencapai kemanfaatan. Artinya hukum bertujua
menjamim kebahagiaan bagi sebanyak-banyaknya orang/masyarakat.
5) Geny (D.H.M. Meuvissen: 1994)
Hukum bertujuan untuk mencapai keadilan dan sebagai unsur keadilan adalah
kepentingan daya guna dan kemanfaatan.

Menurut kami sendiri tujuan hukum adalah untuk menciptakan kehidupan yang
selaras dan seimbang agar terhindar dari perpecahan dan tentunya juga agar keadilan bisa
ditegakkan.

4. Macam-macam Hukum
Ada beberapa macam hukum yang berlaku di Indonesia, diantaranya sebagai
berikut:
a) Berdasarkan sumbernya hukum dapat dibedakan menjadi:
1. Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum di peraturan perundang-
undangan.
2. Hukum kebiasaan, yaitu hukum yang terletak dalam peraturan-peraturan
kebiasaan.
3. Hukum traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara didalam
suatu perjanjian antar negara.
4. Hukum yurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.
5. Hukum doktrin, yaitu hukum yang bersumber dari pendapat ahli hukum atau
pakar hukum.
b) Berdasarkan tempat berlakunya, hukum dapat dibagi dalam:
1. Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam wilayah suatu negara
tertentu.
2. Hukum internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antar
negara dalam dunia internasional. Hukum internasional berlakunya secara
universal, baik secara keseluruhan maupun terhadap negara-negara yang
mengikatkan dirinya pada suatu perjanjian internasional (traktat).
3. Hukum asing, yaitu hukum yang berlaku dalam wilayah negara lain.
4. Hukum gereja, yaitu kumpulan-kumpulan norma yang ditetapkan oleh gereja
untuk para anggota-anggotanya.
c) Berdasarkan bentuknya, hukum dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Hukum tertulis, yaitu hukum yang ditulis atau dicantumkan dalam perundang-
undangan.
Contoh: hukum pidana dituliskan pada KUHPidana dan hukum perdata
dicantumkan pada KUHPerdata.
Hukum tertulis dibedakan menjadi 2 macam , yaitu:
1) Hukum tertulis yang dikodifikasikan
Artinya hukum yang disusun secara lengkap, sistematis, teratur, dan
dibukukan sehingga tidak perlu lagi peraturan pelaksanaan.

7
2) Hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan.
Artinya hukum yang meskipun tertulis, tetapi tidak disusun secara
sistematis, tidak lengkap, dan masih terpisah-pisah sehingga sering masih
membutuhkan peraturan pelaksanaan dalam penerapan.
2. Hukum tidak tertulis, yaitu hukum yang tidak dituliskan atau dicantumkan
dalam peraturan perundang-undangan. Contoh: hukum adat.
d) Berdasarkan waktu berlakunya, hukum dibedakan menjadi:
1. Hukum positif (Ius Constitutum), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi
suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu. Contohnya, UUD RI
Tahun 1945, UU RI Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia.
2. Hukum negatif (Ius Constituendum), yaitu hukum yang tidak berlaku di masa
sekarang melainkan di masa lampau atau masa yang akan datang. Contohnya,
RUU.
e) Berdasarkan cara mempertahankannya, hukum dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Hukum material, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara anggota
masyarakat yang berlaku umum tentang hal-hal yang dilarang dan dibolehkan
untuk dilakukan. Contohnya, hukum pidana, hukum perdata, hukum dagang,
dan lain sebagainya.
2. Hukum formal, yaitu hukum yang mengatur bagaimana cara mempertahankan
dan melaksanakan hukum material. Contohnya, Hukum Acara Pidana
(KUHAP), Hukum Acara Perdata, dan lain sebagainya.
f) Berdasarkan sifatnya, hukum dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga
harus dan mempunyai paksaan mutlak. Contohnya, seseorang yang melakukan
pembunuhan maka sanksinya secara paksa wajib dilaksanakan.
2. Hukum yang mengatur, yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila
pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam suatu
perjanjian. Contohnya, surat wasiat.
g) Berdasarkan wujudnya, hukum dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Hukum Objektif, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara dua orang atau
lebih yang berlaku umum.
2. Hukum Subjektif, yaitu hukum yang timbul dari hukum objektif dan berlaku
terhadap seorang atau lebih. Hukum subektif sering juga disebut hak.
h) Berdasarkan isinya, hukum dapat dibedakan menjadi:
1. Hukum publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan
individu (warga negara), menyangkut kepentingan umum (publik).
Hukum publik terdiri atas:
1) Hukum Pidana, yaitu mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan,
memuat larangan dan sanksi.
2) Hukum Tata Negara, yaitu mengatur hubungan antara negara dengan
bagian-bagiannya.
3) Hukum Tata Usaha Negara (administratif), yaitu mengatur tugas
kewajiban pejabat negara.
4) Hukum Internasional, yaitu mengatur hubungan antar negara, seperti
hukum perjanjian internasional, hukum perang internasional, dan lain
sebagainya.
2. Hukum privat (sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara individu
satu dengan individu lain, termasuk negara sebagai pribadi.
Hukum privat terbagi atas:
8
1) Hukum Perdata, yaitu hukum yang mengatur hubungan antar individu
secara umum. Contohnya, hukum keluarga, hukum kekayaan, hukum
waris, hukum perjanjian, dan hukum perkawinan.
2) Hukum Perniagaan (dagang), yaitu hukum yang mengatur hubungan antar
individu dalam perdagangan. Contohnya, hukum tentang jual beli, hutang
piutang, mendirikan perusahaan dagang, dan lain-lain.

5. Sanksi Hukum
Bila berbicara mengenai sanksi, maka perhatian kita memasuki ranah hukum
positif. Hukum dan sanksi dapat diibaratkan dua sisi ruang yang saling melengkapi.
Hukum tanpa sanksi sangat sulit melakukan penegakan hukum, bahkan dapat dikatakan
bahwa norma sosial tanpa sanksi hanyalah moral bukan hukum. Sebaliknya sanksi tanpa
hukum dalam arti kaidah akan terjadi kesewenang-wenangan penguasa.
Sanksi selalu terkait dengan norma hukum atau kaidah hukum dengan norma-
norma lainnya, misalnya norma kesusilaan, norma agama atau kepercayaan, dan norma
kesopanan. Dengan sanksilah maka dapat dibedakan antara norma hukum dengan norma
lainnya. Contohnya, yang pertama adalah norma agama. Norma agama sanksinya tidak
langsung, karena akan diperoleh setelah meninggal dunia (pahala atau dosa). Yang kedua
adalah norma kesusilaan, norma ini sanksinya tidak tegas, karena hanya diri sendiri yang
merasakan (merasa bersalah, menyesal, malu, dan sebagainya). Yang ketiga adalah norma
kesopanan, norma kesopanan sanksinya tidak tegas, tetapi dapat diberikan oleh
masyarakat dalam bentuk celaan,cemoohan atau pengucilan dalam pergaulan. Berbeda
dengan norma yang lainnya, norma hukum sanksinya adalah tegas dan nyata serta
mengikat dan memaksa bagi setiap orang tanpa kecuali.
Sanksi juga tidak terlepas dengan yang namanya pelanggaran. Sanksi terhadap
pelanggaran itu amat banyak jenisnya, misalnya sanksi hukum, sanksi sosial, dan sanksi
psikologis.
1. Sanksi Hukum
Sanksi hukum adalah sanksi yang diberikan oleh negara melalui lembaga
peradilan. Seperti yang telah diuraikan diatas, bahwa sanksi hukum bersifat tegas dan
nyata. Hal tersebut mengandung pengertian sebagai berikut.
a. Tegas, berarti adanya aturan yang telah dibuat secara material telah diatur.
Misalnya, dalam hukum pidana mengenai sanksi diatur dalam pasal 10 KUHP.
Dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa sanksi pidana berbentuk hukuman yang
mencakup:
A. Hukuman Pokok, yang terdiri dari:
1) Hukuman mati
Hukuman mati adalah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan
pengadilan sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang
akibat perbuatannya.
Pada tahun 2005, setidaknya 2.148 orang dieksekusi di 22 negara,
termasuk Indonesia. Dari data tersebut 94% praktik hukuman mati hanya
dilakukan dibeberapa negara, misalnya Iran, Tiongkok, Arab Saudi, dan
Amerika Serikat. Majelis Umum PBB telah memberlakukan resolusi tidak
mengikat pada tahun 2007, 2008, 2010, 2012, dan 2014 untuk menyerukan
penghapusan hukuman mati diseluruh dunia. Meskipun hamper sebagian
besar negara telah menghapus hukuman mati, namun sekitar 60% penduduk
dunia bermukim di negara yang masih memberlakukan hukuman mati
seperti di Tiongkok, India, Amerika Serikat, dan Indonesia.

9
Ada beberapa cara pelaksanaan hukuman mati di setiap negara, yaitu:
1. Hukuman pancung, yaitu hukuman dengan cara memotong bagian
kepala.
2. Sengatan listrik, yaitu hukuman dengan cara duduk dikursi yang
kemudian dialiri listrik bertegangan tinggi.
3. Hukuman gantung, yaitu hukuman dengan cara digantung di tiang
gantungan.
4. Suntik mati, yaitu hukuman dengan cara disuntik obat yang dapat
membunuh.
5. Hukuman tembak, yaitu hukuman dengan cara menembak jantung
seseorang, biasanya pada hukuman ini terpidana harus menutup mata
untuk tidak melihat. Hukuman ini juga diterapkan di Indonesia.
6. Rajam, yaitu hukuman dengan cara dilempari batu hingga mati.
7. Kamar gas, yaitu hukuman mati dengan cara disekap di dalam kamar
yang berisi gas beracun.
8. Dengan gajah, yaitu hukuman mati dengan cara diinjak oleh seekor
gajah. Hukuman ini diterapkan pada masa Kesultanan Mughal.
Di Indonesia sudah puluhan orang yang dieksekusi mati mengikuti
sistem KUHP peninggalan kolonial Belanda. Bahkan selama orde baru
korban yang dieksekusi mati sebagian besar merupakan narapidana politik.
Di Indonesia juga hukuman mati masih memiliki pro-kontra. Kelompok
pendukung hukuman mati beranggapan bahwa bukan hanya pembunuh saja
yang punya hak untuk hidup dan disiksa. Masyarakat luas juga punya hak
untuk hidup dan tidak disiksa. Untuk menjaga hak hidup masyarakat, maka
pelanggaran terhadap hak tersebut patut dihukum mati.
Hingga 2006 tercatat ada 11 peraturan perundang-undangan yang masih
memiliki ancaman hukuman mati, seperti KUHP, UU Narkotika, UU Anti
Korupsi, UU Anti Terorisme, dan UU Pengadilan HAM. Daftar ini bisa
bertambah panjang dengan adanya RUU Intelijen dan RUU Rahasia Negara.
Vonis atau hukuman mati mendapat dukungan yang luas dari pemerintah
dan masyarakat Indonesia. Pemungutan suara yang dilakukan media di
Indonesia pada umumnya menunjukkan angka 75% dukungan untuk adanya
vonis mati.
2) Hukuman Kurungan
Hukuman kurungan merupakan salah satu jenis hukuman yang lebih
ringan dari hukuman penjara. Hukuman kurungan ini dilaksanakan di
tempat kediaman yang terhukum. Hukuman kurungan paling sedikit satu
hari dan paling maksimal satu tahun. Sedangkan denda setinggi-tingginya
Rp 1.100.000,00 atau sekecil-kecilnya Rp 50.000,00. Persamaan hukuman
kurungan dengan hukuman penjara yaitu merupakan hukuman penahanan
yang termasuk hukuman pokok, sehingga dalam penjatuhan hukumannya
masih disertai dengan hukuman yang lain pula. Contoh kasus hukuman
kurungan yang berlaku di Indonesia seperti kasus kendaraan menerjang
trotoar, pengemudi akan dikenai sanksi pidana kurungan 2 bulan (pasal 284
UU LLAJ). Pengemudi tidak memiliki STNK pengemudi bisa diancam
hukuman kurungan 2 bulan atau denda sebesar Rp 500.000,00 (pasal 288
ayat 1 UU LLAJ). Mengemudi sambil menelepon pengemudi bisa
dikenakan sanksi hukuman kurungan 3 bulan atau denda sebesar Rp
750.000,00 (pasal 288 UU No 22/2009).

10
3) Hukuman Penjara
Hukuman penjara adalah salah satu bentuk dari hukuman perampasan
kemerdekaan. Hukuman penjara mulai dipergunakan terhadap orang
Indonesia sejak tahun 1918, waktu mulai berlakunya KUHP. Sebelum
tanggal itu orang Indonesia biasanya dihukum dengan kerja paksa diluar
atau didalam rantai.
Ada beberapa sistem dalam hukuman penjara, yaitu:
 Pensylvania system, yaitu terpidana dalam sistem ini dimasukkan
dalam sel-sel tersendiri, ia tidak boleh menerima tamu baik dari luar
maupun sesama napi, dia tidak boleh bekerja di luar sel satu-satunya
pekerjaan adalah membaca buku suci yang diberikan padanya. Karena
pelaksanaanya dilakukan di sel-sel maka disebut juga cellulaire system.
 Auburn system, yaitu pada waktu malam ia dimasukkan dalam sel
secara sendiri-sendiri, pada waktu siangnya diwajibkan bekerja dengan
narapidana lainnya, tetapi tidak boleh saling berbicara diantara mereka,
biasa disebut dengan silent system.
 Progressive system, yaitu cara pelaksanaan pidana menurut sistem ini
adalah bertahap, biasa disebut English/ire system.
Dalam penjara-penjara besar, orang hukuman penjara dibagi dalam
empat kelas, yakni:
 Kelas I, yaitu orang yang dihukum seumur hidup dan orang yang
menjalankan hukuman sementara, mereka yang berbahaya bagi orang
lain. Dalam undang-undang tidak dijelaskan mengenai pengertian napi
yang dianggap berbahaya, akan tetapi pengertian berbahaya ini erat
kaitannya dengan masalah keselamatan, baik napi yang lain maupun
bagi petugas Lembaga Permasyarakatan.
 Kelas II, yaitu orang yang menjalankan hukuman penjara lebih dari 3
bulan.
 Kelas III, yaitu diperuntukkan bagi mereka yang sebelumnya menjadi
penghuni kelas II, yang selama 6 bulan menjalani hukuman
menunjukkan perbuatan-perbuatan yang baik.
 Kelas IV, yaitu diperuntukkan bagi mereka yang dijatuhi hukuman
kurang dari 3 bulan.
Hukuman penjara dibedakan kedalam hukuman penjara seumur hidup
dan hukuman penjara sementara. Berdasarkan bunyi pasal 12 ayat (1)
KUHP, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hukuman penjara
seumur hidup adalah penjara selama terpidana masih hidup hingga
meninggal. Ketentuan tersebut sekaligus menolak pendapat bahwa hukuman
penjara seumur hidup diartikan hukuman penjara yang dijalani adalah
selama usia terpidana pada saat vonis dijatuhkan.
Apabila pidana penjara seumur hidup diartikan hukuman penjara yang
dijalani adalah selama usia terpidana saat vonis dijatuhkan, maka yang
demikian menjadi pidana penjara selama waktu tertentu. Contohnya, jika
seseorang dipidana penjara seumur hidup ketika dia berusia 21 tahun, maka
yang bersangkutan hanya akan menjalani hukuman penjara selama 21 tahun.
Hal itu tentu melanggar ketentuan pasal 12 ayat (4) KUHP, dimana lamanya
hukuman yang dijalani oleh terpidana yaitu 21 tahun melebihi batasan
maksimal 20 tahun.

11
Contoh lainnya adalah apabila terpidana divonis penjara seumur hidup,
pada saat ia berumur 18 tahun. Dengan pendapat tadi, berarti terpidana
tersebut hanya akan menjalani hukuman penjara selama 18 tahun. Hal ini
tentu menimbulkan kerancuan yaitu mengapa hakim tidak langsung saja
menghukum terpidana 18 tahun penjara, padahal hal itu masih
dipeerbolehkan dalam KUHP?
Jadi, pada dasarnya menurut logika dari pemikiran yang terdapat dalam
pasal 12 ayat (1) KUHP tersebut yang dimaksud dengan hukuman pidana
penjara seumur hidup berarti penjara sepanjang si terpidana masih hidup,
dan hukumannya baru akan berakhir setelah kematiannya.
Namun dalam penerapannya ataupun implementasi dari hukuman
penjara seurmur hidup tersebut seorang narapidana sewaktu-waktu bisa saja
mendapat amnesti karena adanya hukum yang bersifat politik yang
berakibat luas bagi negara. Contohnya, adanya pemogokan dari kaum buruh.
Sehingga pemerintah harus memberikan amnesti atau peniadaan hukum
demi kelangsungan hidup orang banyak, sehingga seorang terpidana
tersebut mendapat kesempatan untuk dapat hidup bebas atau lepas dari masa
hukumannya.
Selain hukuman penjara seumur hidup ada juga yang disebut dengan
hukuman penjara sementara. Hukuman penjara sementara adalah dimana
seseorang yang divonis bersalah dan dijatuhkan hukum penjara minimal
satu tahun dan maksimal 20 tahun. Namun, didalam seseorang tersebut
menjalani hukuman penjaranya, terpidana tersebut sewaktu-waktu juga bisa
mendapatkan grasi yang berupa pengurangan masa tahanan, bisa jadi
seseorang terpidana yang dijatuhi hukuman penjara sementara tersebut
dengan grasi maupun amnesti yang ia terima membuat masa tahanannya
menjadi lebih singkat atau kurang dari 20 tahun.
4) Hukuman Denda
Denda adalah bentuk hukuman yang harus dibayarkan dalam jumlah
tertentu. Jenis yang paling umum adalah uang denda, yang jumlahnya tetap
dan denda harian yang dibayarkan menurut penghasilan seseorang.
Denda juga merupakan salah satu jenis hukuman yang telah lama dan
diterima dalam sistem hukum masyarakat bangsa-bangsa di dunia. Tetapi
walaupun sudah lama dikenal hukuman denda di Indonesia masih tergolong
“miskin”, hal ini mungkin refleksi dari kenyataan bahwa masyarakat pada
umumnya masih menganggap bahwa hukuman denda adalah hukuman yang
paling ringan.
Menurut Muladi dan Barda Nawawi Arief, dalam pelaksanaan hukuman
denda perlu dipertimbangkan antara lain mengenai:
a. Sistem penerapan jumlah atau besarnya hukuman.
b. Batas waktu pelaksanaan pembayaran denda.
c. Tindakan-tindakan paksaan yang diharapkan dapat menjamin
terlaksananya pembayaran denda dalam hal terpidana tidak
dapat membayar dalam batas waktu yang telah ditetapkan.
d. Pelaksanaan pidana dalam hal-hal khusus (misalnya terhadap
seorang anak yang belum dewasa atau belum bekerja dan masih
dalam tanggungan orang tua).
e. Pedoman atau kriteria untuk menjatuhka pidana denda.
B. Hukuman Tambahan, yang terdiri dari:
1) Pencabutan hak-hak tertentu
12
Pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu tidak berarti hak-
hak terpidana dapat dicabut. Pencabutan tersebut tidak meliputi pencabutan
hak-hak kehidupan, hak-hak sipil (perdata), dan hak-hak ketatanegaraan.
Menurut Vos, pencabutan hak-hak tertentu ialah suatu pidana di bidang
kehormatan. Berbeda dengan pidana hilang kemerdekaan, pencabutan hak-
hak tertentu dibagi dalam dua hal, yaitu:
 Tidak bersifat otomatis, tetapi harus ditetapkan oleh keputusan hakim.
 Tidak berlaku seumur hidup, tetapi menurut jangka waktu menurut
undang-undang dengan suatu putusan hakim.
Hakim boleh menjatuhkan pidana pencabutan hak-hak tertentu apabila
diberi wewenang oleh undang-undang yang diancamkan pada rumusan
tindak pidana yang bersangkutan. Tindak pidana yang diancam dengan
pencabutan hak-hak tertentu dirumuskan dalam pasal: 317, 318, 334, 347,
348, 350, 362, 363, 365, 372, 374, 375. Sifat hak-hak tertentu yang dicabut
oleh hakim tidak untuk selama-lamanya melainkan dalam waktu tertentu
saja, kecuali apabila terpidana dijatuhi hukuman seumur hidup.
Hak-hak yang dapat dicabut disebut disebut dalam Pasal 35 KUHP,
yaitu:
1. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu. Pada
pencabutan hak memegang jabatan, dikatakan bahwa hakim tidak
berwenang memecat seorang pejabat dari jabatannya, dalam aturan-
aturan khusus ditentukan bahwa penguasa lain yang melakukan
pemecatan tersebut.
2. Hak menjalankan jabatan dalam angkatan bersenjata/ TNI.
3. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan
aturan-aturan umum.
4. Hak menjadi penasihat atau pengurus menurut hukum, hak menjadi
wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang
bukan anak sendiri.
5. Hak untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu.
2) Perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu.
Pidana perampasan merupakan pidana kekayaan, seperti halnya pidan
denda. Pidana perampasan telah dikenal sejak lama. Para Kaisar Kerajaan
Romawi menerapkan pidana perampasan ini sebagai politik hukum yang
bermaksud mengeruk kekayaan sebanyak-banyaknya untuk mengisi kasnya.
Adapun barang-barang yang dapat dirampas menurut ketentuan pasal
39 ayat (1) KUHP, antara lain:
a. Benda-benda kepunyaan terpidana yang diperoleh karena kejahatan,
misalnya uang palsu.
b. Benda-benda kepunyaan terpidana yang telah digunakan untuk
melakukan suatu kejahatan dengan sengaja, misalnya pisau yang
digunakan terpidana untuk membunuh.
Sebagaimana prinsip umum pidana tambahan, pidana perampasan
barang tertentu bersifat fakultatif, tidak merupakan keharusan untuk
dijatuhkan. Akan tetapi ada juga pidana perampasan barang tertentu yang
menjadi keharusan (imperatif), misalnya pada Pasal 250 (pemalsuan mata
uang), Pasal 205 (barang dagangan berbahaya), Pasal 275 (menyimpan
bahan atau benda, seperti surat dan sertifikat hutang, surat dagang).

13
Untuk pelaksanaan pidana perampasan barang apabila barang tersebut
ditetapkan dirampas untuk negara dan bukan dimusnahkan terdapat dua
kemungkinan pelaksanaan, yaitu apakah pada saat putusan dibacakan
barang tersebut telah terlebih dahulu diletakkan dibawah penyitaan ataukah
atas barang tersebut tidak dilakukan sita.
3) Pengumuman keputusan hakim.
Putusan hakim merupakan hasil dari kewenanga mengadili setiap
perkara yang ditangani dan didasari pada surat dakwaan dan fakta-fakta
yang terungkap di persidangan dan dihubungkan dengan penerapan dasar
hukum yang jelas, termasuk didalamnya berat ringannya penerapan pidana
penjara.
Hal ini sesuai dengan azas hukum pidana yaitu azas legalitas yang
diatur dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yaitu Hukum Pidana harus bersumber
pada undang-undang pidana tambahan berupa pengumuman keputusan
hakim antara lain dapat diputuskan oleh hakim bagi para pelaku dari tindak
pidana yang telah diatur dalam Pasal 127, 204, 205, 359, 360, 372, 374, 375,
378, dan seterusnya serta Pasal 396 dan seterusnya KUHP.
Pidana pegumuman putusan hakim ini merupakan suatu publikasi ekstra
dari suatu putusan pemidanaan seseorang dari pengadilan pidana. Jadi
dalam pengumuman putusan hakim ini, hakim bebas untuk menentukan
perihal cara pengumuman tersebut, misalnya melalui surat kabar, papan
pengumuman, radio, televisi, dan pembebanan biayanya ditanggung
terpidana. Pidana tambahan ini juga mempunyai suatu daya kerja yang
bersifat mencegah secara umum, karena setiap orang menjadi tahu bahwa
alat-alat negara akan menindak secara tegas, siapapun yang melakukan
tindak pidana yang sama seperti yang telah dilakukan oleh terpidana, dan
bukan tidak mungkin bahwa perbuatan mereka pun akan disiarkan secara
luas untuk dapat dibaca atau dilihat oleh semua orang.
b. Nyata, berarti adanya aturan yang secara material telah ditetapkan kadar hukuman
berdasarkan perbuatan yang dilanggarnya. Contohnya, Pasal 338 KUHP,
menyebutkan “barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena
pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
2. Sanksi Sosial
Jika sanksi hukum diberikan oleh negara melalui lembaga peradilan, lain lagi
dengan sanksi sosial. Sanksi sosial adalah sanksi yang diberikan oleh masyarakat.
Contohnya, seperti celaan, cemoohan, dihembuskan desas-desus, dikucilkan dari
pergaulan bahkan yang paling berat diusir dari lingkungan masyarakat setempat.
c. Sanksi Psikologis
Jika sanksi hukum maupun sanksi sosial tidak juga mampu mencegah orang
melakukan perbuatan melanggar peraturan, ada satu jenis sanksi lain, yaitu sanksi
psikologis. Sanksi psikologis adalah sanksi yang dirasakan dalam batin kita sendiri.
Contohnya, jika seseorang melakukan pelanggaran terhadap peraturan, tentu saja
didalam batinnya ia merasa bersalah. Selama hidupnya ia akan dibayang-bayangi oleh
kesalahannya itu. Hal ini akan sang
at membebani jiwa dan pikiran kita. Sanksi inilah yang merupakan gerbang terakhir
yang dapat menegah seseorang melakukan perbuatan yang melanggar hukum.

14
6. Aparat Penegak Hukum
Aparat penegak hukum adalah aparat yang melaksanakan proses upaya untuk
tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku
dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara, untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan
aparat penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.
Aparat penegak hukum banyak macamnya dan masing-masing aparat memiliki
lembaga-lembaga yang menjadi pondasi organisasinya, yaitu organisasi para petugas
yang ada kaitannya dengan perkara-perkara peradilan yaitu proses yang sedang dilakukan
dalam hal menangkap, memeriksa, mengadili, memutuskan serta memberikan penerapan-
penerapan pelaksanaan peradilan dan membahas tentang perilaku yang bertentangan
dengan undang-undang yang telah dilakukan pelaku lalu menempuh jalan hukum yang
kemudian akan diadili dan diputus nantinya.
Beberapa penegak hukum yang bernaung didalam sebuah lembaga yang menjadi
pondasinya, antara lain:
1. Advokat/ Pengacara
Advokat atau pengacara diatur dalam Pasal 5 ayat 1 UU No. 18 Tahun 2003
yang menyatakan bahwa “ Advokat mempunyai status sebagai alat penegakan hukum
yang bersifat bebas dan mandiri dimana dirinya mendapat jaminan penuh dari hukum
serta perlindungan dari peraturan perundang-undangan.”
Advokat atau pengacara adalah termasuk penegak hukum yang dalam proses
peradilan pidana tugasnya mendampingi, membantu, membela seseorang baik
sebagai tersangka, terdakwa, atau sebagai korban dan sebagai saksi yang sedang
berhadapan dengan proses hukum. Advokat atau pengacara dalam menjalankan
tugasnya harus menjunjung tinggi prinsip kejujuran, adil, dan bertanggung jawab
berdasarkan hukum dan keadilan.
Tugas-tugas pokok pengacara atau advokat, yaitu:
a. Meneliti undang-undang untuk penerapan.
b. Memberikan nasihat baik yang bersifat hukum atau non-hukum.
c. Negosiasi.
d. Membuat surat-surat dan dokumen-dokumen hukum.
e. Litigasi termasuk persiapan pembelaan dan advokasi serta pengawasan.
f. Investigasi fakta-fakta (penelusuran/penyelidikan).
g. Penelitian hukum dan analisa.
h. Melobi pembuat undang-undang dan administrasi.
i. Bertindak sebagai perantara.
j. Sebagai juru biara atau humas klien.
k. Mengajukan kepatuhan kepada pemerintah dan organisasi lain.
l. Mewakili klien sampai dibacakan putusan pengadilan atau majelis hakim.
m. Merekomendasikan klien kepada sumber lain.
n. Membantu ketenangan emosi klien dalam menghadapi masalah hukum.
o. Memberikan informasi hukum.
p. Membela dan melindungi hak-hak asasi manusia.
q. Memberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma (pro-bono) kepada rakyat
yang lemah dan tidak mampu.
Persyaratan untuk menjadi seorang pengacara atau advokat diatur dalam Pasal
3 ayat (1) UU Advokat, yaitu:
 Warga negara Republik Indonesia.
 Bertempat tinggal di Indonesia.

15
 Tidak berstatus sebagai pegawai negri atau pejabat negara.
 Berusia sekurang-kurangnya 25 tahun.
 Berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum.
 Mengikuti pendidikan khusus profesi Advokat yang dilaksanakan oleh
organisasi Advokat.
 Lulus ujian yang diadakan oleh organisasi Advokat.
 Magang sekurang-kurangnya 2 tahun terus menerus pada kantor Advokat.
 Tindak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang
diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.
 Berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas
yang tinggi.
Untuk menjadi seorang pengacara yang handal, kemampuan utama yang harus
kita miliki adalah kemampuan komunikasi. Selain itu dibutuhkan waktu yang cukup
untuk membangun citra sebagai pengacara yang handal, karena pengacar mumpuni
dapat dilihat dari pengalaman-pengalamannya dalam menghadapi berbagai kasus
hukum.
2. Lembaga Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 5 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002 menyatakan bahwa Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Polri) dikatakan alat negara yang berperan dalam memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Tugas kepolisian merupakan bagian dari pada tugas negara dan untuk
mencapai keseluruhannya tugas itu, maka diadakanlah pembagian tugas agar mudah
dalam pelaksanaan dan juga koordinasi, karena itulah dibentuk organisasi polisi yang
kemudian mempunyai tujuan untuk mengamankan dan memberikan perlindungan
kepada masyarakat yang berkepentingan, terutama mereka yang melakukan suatu
tindak pidana.
Menurut G. Gewin,” tugas polisi adalah bagian daripada tugas negara
perundang-undangan dan pelaksanaan untuk menjamin tata tertib ketentraman dan
keamanan, menegakkan negara, menanamkan pengertian, ketaatan, dan kepatuhan”.
Tugas polisi dalam UU No. 1 Tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Polisi Negara Republik Indonesia, telah di tentukan didalamnya yakni dalam Pasal 1
yang menyatakan sebagai berikut:
1) Kepolisian Negara Republik Indonesia, selanjutnya disebut Kepolisian Negara
ialah alat negara penegak hukum yang terutama bertugas memelihara keamanan
dalam negeri.
2) Kepolisian Negara dalam menjalankan tugasnya selalu menjunjung tinggi hak-hak
asasi rakyat dan hukum negara.
Sedangkan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
1974 dalam butir 31 menyebutkan tugas dari kepolisian adalah sebagai berikut:
“Kepolisian Negara Republik Indonesia disingkat Polri bertugas dan bertanggung
jawab untuk melaksanakan segala usaha dan kegiatan sebagai alat negara dan
penegak hukum terutama dibidang pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat,
sesuai dengan UU No. 13 Tahun 1961 dan Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1969”
Dari berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tugas
Polisi Republik Indonesia seperti yang disebutkan diatas, maka jelaslah bahwa tugas
Polisi Republik Indonesia sangat luas yang mencakup seluruh instasi mulai dari

16
Departemen Pertahanan Keamanan sampai pada masyarakat kecil, semua
membutuhkan polisi sebagai pengaman dan ketertiban masyarakat.
Sebagai wujud dari peranan polisi dalam rangka menyelenggarakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik
Indonesia, secara umum berwenang:
 Menerima laporan atau pengaduan.
 Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu
ketertiban umum.
 Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat.
 Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa.
 Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif
kepolisian.
 Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam
rangka pencegahan.
 Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian.
 Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang.
 Mencari keterangan dan barang bukti.
 Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional.
 Mengeluarkan surat izin atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka
pelayanan masyarakat.
 Memberikan bantuan pengamanan dalam siding dan pelaksanaan putusan
pengadilan, kegiatan instasi lain, serta kegiatan masyarakat.
 Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.
Sedangkan dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 dan 14 dibidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia
berwenang untuk:
 Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.
 Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara
untuk kepentingan penyidikan.
 Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan.
 Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda
pengenalan diri.
 Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
 Memanggil orng untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
 Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara.
 Mengadakan penghentian penyidikan.
 Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum.
 Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang
ditempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk
mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana.
 Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negri sipil
serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan
kepada penuntut umum.
 Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

17
3. Kejaksaan Republik Indonesia
Didalam UU No. 16 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa “kejaksaan
merupakan salah satu bagian terpenting di lembaga eksekutif yang selamanya akan
tunduk pada Presiden, tetapi kejaksaan memiliki fungsi lain yaitu sebagai bagian dari
lembaga yudikatif yang juga berkaitan dengan tindak pidana hukum dan kejahatan
seseorang yang sedang dalam putusan pengadilan”.
Kejaksaan Republik Indonesia juga merupakan lembaga pemerintahan yang
melaksanakan kekuasaan negara secara merdeka terutama pelaksanaan tugas dan
kewenangan dibidang penuntutan dan melaksanakan tugas dan kewenangan dibidang
penyidikan dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi dan pelanggaran HAM
berat serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.
Pelaksanaan-pelaksanaan kekuasaan tersebut diselenggarakan oleh:
a. Kejaksaan Agung, yaitu berkedudukan di ibukota negara Indonesia dan daerah
hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara Indonesia. Kejaksaan Agung
dipimpin oleh seorang Jaksa Agung yang merupakan pejabat negara, pimpinan,
dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan yang memimpin, mengendalikan
pelaksanaan tugas, dan wewenang Kejaksaan Republik Indonesia. Jaksa Agng
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
b. Kejaksaan Tinggi, yaitu berkedudukan di ibukota provinsi dan daerah
hukumnya meliputi wilayah provinsi. Kejaksaan Tinggi dipimpin oleh seorang
kepala Kejaksaan Tinggi yang merupakan pimpinan dan penanggung jawab
kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang
kejaksaan di daerah hukumnya.
c. Kejaksaan Negeri, yaitu berkedudukan di ibukota kabupaten/kota dan daerah
hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota. Kejaksaan Negeri dipimpin oleh
seorang kepala Kejaksaan Negeri yang merupakan pimpinan dan penanggung
jawab kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan
wewenang kejaksaan di daerah hukumnya. Pada Kejaksaan Negeri tertentu
terdapat juga Cabang Kejaksaan Negeri yang dipimpin oleh Kepala Cabang
Kejaksaan Negeri.
Kejaksaan juga merupakan lembaga representasi pemerintah dalam menuntut
seseorang yang melakukan tindakan melawan hukum. Lembaga ini akan menindak
lanjuti BAP dari kepolisian dan akan membawa yang berpekara ke meja hijau atau
lembaga pengadilan untuk mendapatkan keputusan yang adil bagi kedua pihak yang
berpekara. Kejaksaan dapat bertindak sebagai penggugat atau tergugat dalam perkara
perdata.
UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I juga telah mengatur mengenai
tugas dan wewenang Kejaksaan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 30, yaitu:
1. Di bidang pidana, Kejaksanaan memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
 Melakukan penuntutan.
 Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
 Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat,
putusan pidana pengawasan, dan keputusan bersyarat.
 Melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan
undang-undang.
 Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

18
2. Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat
bertindak didalam maupun diluar pengadilan untuk dan atas nama negara atau
pemerintah.
3. Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan turut
menyelenggarakan kegiatan, meliputi:
 Peningkatan kesadaran hukum masyarakat.
 Pengamanan kebijakan penegakan hukum.
 Pengamanan peredaran barang cetakan.
 Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan
negara.
 Pencegahan penyalahgunaan atau penodaan agama.
 Penelitian dan pengembangan hukum statistik kriminal.
Selain itu, Pasal 31 UU No. 16 Tahun 2004 menegaskan bahwa Kejaksaan
dapat meminta kepada hakim untuk menetapkan seorang terdakwa di rumah sakit
atau tempat perawatan jiwa, atau tempat lain yang layak karena yang bersangkutan
tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahayakan
orang lain, lingkungan, atau dirinya sendiri.
Pasal 32 UU No 16 Tahun 2004 tersebut menetapkan bahwa disamping tugas
dan wewenang tersebut dalam undang-undang ini, Kejaksaan dapat diserahi tugas
dan wewenang lain dalam undang-undang. Selanjutnya Pasal 33 mengatur bahwa
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan membina hubungan kerja
sama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi
lainnya. Kemudian Pasal 34 menetapkan bahwa Kejaksaan dapat memeberikan
pertimbangan dalam bidang hukum kepada instalasi pemerintah lainnya.
4. Lembaga Kehakiman
Didalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa
“kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan dan kewenangan yang bersifat merdeka
untuk menyelenggarakan sebuah peradilan yang nantinya untuk penegakan hukum
dan keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”
Lembaga kehakiman disebut juga dengan lembaga Yudikatif yaitu suatu
lembaga kehakiman yang memiliki kekuasaan dan merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Merdeka berarti tidak dapat
dipengaruhi oleh kekuasaan pemerintah maupun DPR/MPR.
Terdapat 3 lembaga kehakiman yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman,
yaitu:
a. MA (Makamah Agung)
MA adalah salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan
kehakiman yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk
menegakkan hukum dan keadilan. Kewenangan MA adalah mengadili pada
tingkat kasasi atas setiap perkara yang diajukan kepadanya, menguji peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang dan wewenang lain yang
diberikan oleh undang-undang. Sesuai dengan fungsinya sebagai lembaga
pengadilan negara tertinggi maka MA membawahi empat lingkungan peradilan
yaitu lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara..
b. MK (Makamah Konstitusi)
Pembentukan MK dimaksudkan untuk menjaga kemurnian konstitusi.
Inilah salah satu ciri dari sistem penyelenggaraan kekuasaan negara yang
berdasarkan konstitusi. Setiap tindakan lembaga-lembaga negara yang

19
melaksanakan kekuasaan negara harus dilandasi dan berdasarkan konstitusi.
Tindakan yang bertentangan dengan konstitusi dapat diuji dan diluruskan oleh
Makamah Konstitusi melalui proses peradilan yang diselenggarakan oleh
Makamah Konstitusi.
Makamah Konstitusi diberikan wewenang oleh UUD 1945 untuk
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final
untuk:
 Menguji undang-undang terhadap UUD
 Memutuskan sengketa kewenangan antar lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD.
 Memutuskan pembubaran partai politik.
 Memutus sengketa pemilu.
 Memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh
Presiden atau Wakil Presiden menurut UUD.
Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang ditetapkan oleh Presiden dari
calon yang diajukan masing-masing 3 orang oleh Makamah Agung, DPR, dan
Presiden. Dengan demikian 9 orang hakim konstitusi itu mencerminkan
perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu kekuasaan yudikatif,
legislative, dan eksekutif.
c. KY (Komisi Yudisial)
Berdasarkan UU No. 22 Tahun 2004 dibentuklah komisi yudisial.
Lembaga ini berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengsulkan nama calon
hakim agung. KY juga berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung.
Hakim menjalankan tugasnya di suatu pengadilan, maka pengadilan memiliki
tugas dan kewajiban untuk memeriksa , mengadili, dan memutus suatu perkara yang
sudah diajukan ke pengadilan. Hakim tergantung dari adanya surat dakwaan yang
telah diserahkan oleh pihak jaksa penuntut umum yang berdasarkan dengan adanya
alat-alat bukti (yang mencakup secara benda, secara kata-kata atau rekaman suara,
secara visual atau rekaman CCTV, adanya saksi hidup, dan lain sebagainya) dimana
semua itu sudah disesuaikan dengan ketentuan dari Pasal 184 KUHP.
Yang harus dimiliki dari pribadi hakim adalah sebagai berikut:
1. Tanpa pamrih, sifat tersebut menjadi cirri khas dalam mengembangkan
profesi seorang hakim, karena profesi harus dipandang sebagai pelayanan.
2. Pelayanan professional dalam mendahulukan kepentingan pencari keadilan
mengacu pada nilai-nilai luhur.
3. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan baik.
4. Intelektual.
5. Menjunjung tinggi martabatnya.
5. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)
Di dalam Pasal 1 angka 8 PP Nomor 6 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa
“Satuan Polisi Pamong Praja adalah sebuah perangkat atau perlindungan daerah
dalam penyelenggaraan ketertiban, kedisiplinan umum, menciptakan rasa aman,
damai, dan tentram dalam masyarakat.
Tugas Satpol PP adalah melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan daerah
di bidang ketentraman, ketertiban umum, dan penegakan peraturan perundang-
undangan dan perlindungan masyarakat.
Dalam penyelenggaraan tugas tersebut Satpol PP mempunyai fungsi sebagai
berikut:

20
 Penyusunan program dan pelaksanaan penegakan Perda dan Peratuan Walikota,
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta
perlindungan masyarakat.
 Pelaksanaan kebijakan penegakan Perda dan Peraturan Walikota.
 Pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat di kota.
 Pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat.
 Pelaksanaan koordinasi penegakan Perda dan Peraturan Walikota serta
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dengan
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik PNS, dan aparatur lainnya.
6. Lembaga Permasyarakatan (LAPAS)
Tentang kegiatan LAPAS yang berkaitan dengan penegakan hukum telah
diatur dengan jelas dalam UU No. 12 Tahun 1995 yang menyatakan bahwa sistem
yang ada dalam penjara kini telah menjadi sistem permasyarakatan guna
memperbaiki dan menjadikan para narapidana agar mendapatkan pengalaman dan
kehidupan yang lebih baik dimasa yang akan datang.
Sesuai dengan kutipan dari Pasal 1 angka 3 UU No. 12 Tahun 1995 bahwa
LAPAS sebagai salah satu lembaga yang melaksanakan berbagai macam pembinaan
dan perbaikan moral serta perilaku para narapidana dan semua yang termasuk anak
didik lembaga permasyarakatan. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana
pidana hilang kemerdekaan (pemenjaraan) di LAPAS dan terpidana adalah seseorang
yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
7. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
KPK adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya
guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Komisi ini
didirikan berdasarkan kepada UU Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002
mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pelaksanaan
tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu: kepastian hukum, keterbukaan,
akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas. KPK bertanggung jawab
kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada
Presiden, DPR, dan BPK.
KPK juga merupakan termasuk lembaga negara yang bersifat independen yang
melakukan segala tugasnya secara bebas dari pengaruh, rongrongan, dorongan,
bujukan, atau kekuasaan dari pihak manapun. KPK juga mempunyai tugas sebagai
pendorong dan menstimulasi kondisi agar segala usaha dan upaya didalam
pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah termasuk sebelumnya
menjadi lebih akurat, cepat berhasil, dapat menguak perkara yang memiliki saksi
minimum dan lebih efisien dan efektif dalam segala situasi.
Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas, sebagai berikut:
 Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi.
 Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi.
 Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi.
 Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
 Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam melaksanakan tugas koordinasi, KPK berwenang:

21
a. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana
korupsi.
b. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana
korupsi.
c. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi
kepada instansi yang terkait.
d. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang
berwenang pemberantasan tindak pidana korupsi.
e. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
8. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
LPSK adalah lembaga yang lahir berdasarkan perintah UU RI No. 13 Tahun
2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dalam proses penegakan hukum pidana
terhadap berbagai potensi yang mengancam keamanan saksi dan korban.
Korban atau saksi yang merasa terancam jiwanya dan memerlukan
perlindungan dari negara ketika mengahadapi proses peradilan pidana, bisa
mengajukan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban (LPSK).
Tugas dan wewenang LPSK yang tersebar dalam UU No. 13 Tahun 2006,
yaitu:
 Menerima permohonan saksi dan/atau korban untuk perlindungan (Pasal 29).
 Membutuhkan keputusan pemberian perlindungan saksi dan/atau korban (Pasal
29).
 Memberikan perlindungan kepada saksi dan/atau korban (Pasal 1).
 Menghentikan program perlindungan kepada saksi dan/atau korban (Pasal 32).
 Mengajukan ke pengadilan berupa hak atas kompensasi dalam kasus
pelanggaran HAM yang berat, dan hak atas restitusi atau ganti rugi yang menjadi
tanggung jawab pelaku tindak pidana (Pasal 7).
 Menerima permintaan tertulis dari korban ataupun orang yang mewakili korban
untuk bantuan (Pasal 33 dan 34).
 Menentukan kelayakan, jangka waktu, dan besarnya biaya yang diperlukan
diberikannya bantuan kepada saksi dan/atau korban (Pasal 34).
 Bekerja sama dengan instansi terkait yang berwenang dalam melaksanakan
pemberian perlindungan dan bantuan (Pasal 39).
 Diberikannya wewenang untuk menentukan layanan-layanan apa yang akan
diberikan bagi saksi, untuk memberikan bukti dalam persidangan apapun.
 Melaksanakan tugas-tugas administratif menyangkut perlindungan saksi dan
orang-orang terkait termasuk menyangkut perlindungan sementara dan layanan-
layanan lainnya.
 Membuat perjanjian-perjanjian tentang bantuan yang akan dilakukan orang-
orang, institusi atau organisasi.
 Memiliki hak untuk tidak memberikan informasi tentang data tertentu dari saksi
(rahasia) yang masuk dalam program perlindungan saksi.
Aparat penegak hukum dalam menjalankan tugas dan wewenangnya wajib
menghormati, melindungi hak asasi manusia, baik sebagai seorang korban, saksi,
tersangka/terdakwa ataupun terpidana. Praktik penegak hukum yang cukup sering
melanggar dan tidak melindungi hak asasi manusia harus segera dihapuskan dalam
praktik penegakan hukum pidana di negara kita. Seperti, praktik penyiksaan terhadap
tersangka atau ancaman terhadap saksi adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia
yang sering dilakukan aparat penegak hukum.

22
B. ARTI PENTING HUKUM
Keberadaan hukum dalam pergaulan hidup bagi warga negara memiliki arti penting
dalam membina kerukunan, keamanan, ketentraman, dan keadilan. Secara singkat, dapat
disebutkan bahwa arti penting hukum bagi masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Memberikan kepastian hukum bagi warga negara.
Sebuah peraturan berfungsi untuk memberikan kepastian hukum bagi warga
negara. Sebuah negara yang tidak memiliki kepastian hukum sudah pasti akan kacau.
Lihatlah negara-negara yang tengah dilanda perang. Perang merupakan salah satu
kondisi dimana kepastian hukum telah hancur pada tingkat yang paling rendah. Semua
orang dapat bertindak sesuka hatinya, berlaku hukum rimba. Siapa yang akan kuat akan
menguasai yang lemah. Namun dengan adanya hukum maka akan terdapat kepastian
hukum.
2. Melindungi dan mengayomi hak-hak warga negara.
Hukum juga berfungsi mengayomi dan melindungi hak-hak warga negara. Hak
setiap orang secara kodrat sudah melekat pada diri manusia sebagai anugrah Tuhan.
Hukum dibuat untuk menjamin agar hak tersebut terus terjaga. Dengan adanya hukum,
orang tidak akan sesuka hati melanggar hak orang lain.
3. Memberikan rasa keadilan bagi warga negara.
Hukum juga berperan untuk memberikan rasa keadilan bagi warga negara.
Hukum tidak hanya menciptakan ketertiban dan ketentraman, namun juga keadilan bagi
warga negara. Keadilan dapat diartikan sebagai dalam keadaan sama tiap orang harus
menerima bagian yang sama pula. Juga berarti seseorang menerima sesuai dengan hak
dan kewajibannya.
4. Menciptakan ketertiban dan ketentraman.
Pada akhirnya, hukum menjadi sangat penting karena hukum dapat menciptakan
ketertiban dan ketentraman. Masyarakat akan tertib dan teratur apabila terdapat hukum
dalam masyarakat yang ditaati oleh warganya. Akan sulit dibayangkan, masyarakat
tanpa hukum maka yang terjadi adalah ketidaktertiban dan kehancuran.

C. SIKAP POSITIF TERHADAP HUKUM


Sikap positif terhadap hukum, artinya:
1. Sikap mau mempertahankan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku.
2. Sikap mau menjadikan hukum sebagai pedoman atau pegangan dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Sikap mau mewujudkan atau mengamalkan perilaku yang sesuai dengan hukum dalam
kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan pernyataan tersebut, perilaku yang mencerminkan sikap patuh terhadap
hukum harus kita tampilkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dilingkungan keluarga,
sekolah, masyarakat, maupun bangsa dan negara.
Berikut ini contoh perilaku yang mencerminkan sikap positif terhadap hukum yang
berlaku, antara lain:
1. Dalam lingkungan keluarga
a. Patuh dan sopan terhadap orangtua

b. Menghormati anggota keluarga lainnya


c. Melaksanakan ibadah tepat waktu
d. Membantu orangtua dalam memelihara rumah
e. Melaksanakan kewajiban di rumah
f. Menaati peraturan yang telah disepakati oleh seluruh anggota keluarga.

23
g. Menghormati dan melaksanakan nasihat yang baik dan benar dari orangtua.
h. Menjaga nama baik dan kehormatan keluarga
i. Menggunakan fasilitas keluarga dengan tertib
j. Menjauhi perilaku buruk yang merugikan diri dan keluarga
2. Dalam lingkungan sekolah
a. Mengikuti pelajaran sesuai dengan jadwal yang berlaku
b. Mengenakan seragam sekolah sesuai dengan ketentuan
c. Menghormati kepala sekolah, guru, dan karyawan lainnya
d. Disiplin waktu masuk dan pulang sekolah
e. Belajar di kelas dengan tertib
f. Memperhatikan guru ketika mengajar
g. Mematuhi tata tertib yang berlaku
h. Tidak menyontek ketika ujian
i. Mengikuti upacara bendera setiap hari senin
j. Menjaga kebersihan lingkungan sekolah
3. Dalam lingkungan masyarakat
a. Melaksanakan setiap norma yang berlaku di masyarakat.
b. Melaksanakan tugas ronda.
c. Ikut serta kegiatan kerja bakti.
d. Menghormati keberadaan tetangga disekitar rumah.
e. Tidak melakukan perbuatan yang menyebabkan kekacauan di masyarakat seperti
tawuran, judi, mabuk-mabukan, dan lain sebagainya.
f. Membayar iuran warga.
4. Dalam lingkungan bangsa dan negara
a. Mematuhi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas yang apabila
melanggar dikenakan sanksi
b. Memiliki SIM bagi pengemudi kendaraan bermotor
c. Membayar retribusi sampah dan parkir;
d. Mematuhi undang-undang hukum pidana, seperti: tidak menghina, memfitnah, atau
menuduh orang lain,tidak menganiaya orang lain, dan tidak membunuh orang lain.
e. Memiliki KTP jika telah dewasa
f. Menjaga kelestarian alam
g. Menjaga nama baik masyarakat
h. Peduli terhadap aturan yang berlaku di masyarakat
i. Menjaga nama baik bangsa dan negara
j. Melaksanakan peraturan tertulis maupun tidak tertulis

24
D. KASUS PELANGGARAN HUKUM

Contoh Kasus Hukum Pidana

“Pria Dibacok Lima Orang yang Mengaku dari Ormas”

JAKARTA, KOMPAS.com - Irfan Kurniawan (30) mengalami luka bacokan yang cukup parah
setelah dikeroyok lima orang yang mengaku berasal dari organisasi kemasyarakatan tertentu.
Warga Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan, itu pun harus menjalani perawatan intensif di
rumah sakit.
"Kejadiannya di perempatan DDN, Pondok Labu, tengah hari," kata Komisaris Nuredy
Irwansyah, Kapolsek Metro Cilandak saat ditemui di Mapolres Metro Jakarta Selatan, Jumat
(14/12/2012).
Peristiwa tersebut berawal saat Irfan sedang mengatur lalu lintas yang macet di perempatan
DDN. Tiba-tiba muncul rombongan pelaku yang mengendarai sepeda motor dan menyerobot
jalur. Melihat tingkah
tersebut, Irfan langsung menegur salah seorang pelaku. Namun, teguran itu justru tidak diterima
oleh pelaku yang langsung menghentikan kendaraannya.
"Tegurannya dijawab dengan keras juga. Kata dia, kamu nggak tahu apa saya ini anggota
ormas," kata Nuredy menirukan ucapan pelaku. Dibantu rekan-
rekannya, pelaku lantas membacok korban dengan menggunakan senjata tajam jenis golok.
Korban yang terluka parah di bagian tangan, kepala bagian belakang, dan punggung, kemudian
dilarikan warga ke RS Marinir Cilandak untuk mendapat bantuan medis.
Sementara itu, petugas kepolisian langsung melakukan pengejaran setelah mendapatkan
keterangan dari beberapa saksi dari lokasi kejadian.

Analisa:

Hukum pidana adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku
manusia dalam dalam meniadakan pelanggaran kepentingan umum.
Syarat suatu perbuatan atau peristiwa dikatan sebagai peristiwa pidana adalah:
a. Ada perbuatan atau kegiatan.
b. Perbuatan harus sesuai dengan apa yang dilukiskan/dirumuskan dalam ketentuan hukum.
c. Harus terbukti adanya kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan.
d. Harus berlawanan/bertentangan dengan hukum.
e. Harus tersedia ancaman hukumnya.
Kasus diatas termasuk suatu peristiwa pidana karena kasus tersebut memenuhi syarat-
syarat peristiwa pidana, dimana terjadi penganiayaan, pengeroyokan dan pembacokan terhadap
Irfan oleh lima orang yang mengaku sebagai ormas tersebut. Ini dibuktikan dengan adanya
laporan dari beberapa saksi di TKP yang langsung melaporkan kepada aparat kepolisian stempat.
Disini jelas bahwa perbuatan kelima orang tersebut melanggar hukum, yakni pasal 351,354, dan
358 KUHP tentang Penganiayaan.
Kasus ini khususnya diatur dalam pasal 351 ayat 1 dan 2 yang berbunyi: “Penganiayaan
diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah” dan “Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang
bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”.
Kemudian diatur juga dalam pasal 354 ayat 1 yang berbunyi: “Barang siapa sengaja
melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana
penjara paling lama delapan tahun”.
Dan untuk pengeroyokannya diatur dalam pasal 358 (1) yang berbunyi: “Mereka yang sengaja
turut serta dalam penyerangan atau perkelahian di mana terlibat beberapa orang, selain
tanggung jawab masing-masing terhadap apa yang khusus dilakukan olehnya, diancam: dengan
pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan, jika akibat penyerangan atau perkelahian
itu ada yang luka-luka berat”.

25
Jadi untuk pelaku pembacokannya akan dikenai hukuman sesuai dengan pasal 351 ayat 1
dan 2, dan 354 ayat 1 KUHP, sedangakan teman-teman yang membantu orang
yang membacoktersebut dikenai hukuman sesuai dengan pasal 351 ayat 1 dan pasal 358 KUHP.

“Tiga Buah Kakao Menyeret Minah ke Meja Hijau”

KOMPAS.com — Inilah ironi di negeri ini. Koruptor yang makan uang rakyat bermiliar-
miliar banyak yang lolos dari jeratan hukum. Tapi nenek Minah dari Dusun Sidoharjo, Desa
Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas ini harus menghadapi
masalah hukum hanya karena tiga biji kakao yang nilainya Rp 2.000.
Memang, sampai saat ini Minah (55) tidak harus mendekam di ruang tahanan. Sehari-hari ia
masih bisa menghitung jejak kakinya sepanjang 3 km lebih dari rumahnya ke kebun untuk
bekerja.
Ketika ditemui sepulang dari kebun, Rabu (18/11) kemarin, nenek tujuh cucu itu seolah tak
gelisah, meskipun ancaman hukuman enam bulan penjara terus membayangi. “Tidak
menyerah, tapi pasrah saja,” katanya. “Saya memang memetik buah kakao itu,” tambahnya.
Terhitung sejak 19 Oktober lalu, kasus pencurian kakao yang membelit nenek Minah itu
telah ditangani pihak Kejaksaan Negeri Purwokerto. Dia didakwa telah mengambil barang
milik orang lain tanpa izin. Yakni memetik tiga buah kakao seberat 3 kg dari kebun milik PT
Rumpun Sari Antan 4. Berapa kerugian atas pencurian itu? Rp 30.000 menurut jaksa, atau
Rp 2.000 di pasaran!
Akibat perbuatannya itu, nenek Minah dijerat pasal 362 Kitab Undang-undang Hukum
Pidana, dengan ancaman hukuman enam bulan penjara. Karena ancaman hukumannya hanya
enam bulan, Minah pun tak perlu ditahan.
Dalam surat pelimpahan berita acara pemeriksaan (BAP) yang dikeluarkan Kejari
Purwokerto, Minah dinyatakan sebagai tahanan rumah. Saat ini, Minah sudah menjalani
persidangan kedua di Pengadilan Negeri Purwokerto.
Kasus kriminal yang menjerat Aminah bermula dari keinginannya menambah bibit kakao di
rumahnya pada bulan Agustus lalu. Dia mengaku sudah menanam 200 pohon kakao di
kebunnya, tapi dia merasa jumlah itu masih kurang, dan ingin menambahnya sedikit lagi.
Karena hanya ingin menambah sedikit, dia memutuskan untuk mengambil buah kakao dari
perkebunan kakao PT RSA 4 yang berdekatan dengan kebunnya. Ketika itu dia mengaku
memetik tiga buah kakao matang, dan meninggalkannya di bawah pohon tersebut, karena
akan memanen kedelai di kebunnya.
Tarno alias Nono, salah seorang mandor perkebunan PT RSA 4 yang sedang patroli
kemudian mengambil ketiga buah kakao tersebut. Menurut Minah, saat itu Nono sempat
bertanya kepada dirinya, siapa yang memetik ketiga buah kakao tersebut. “Lantas saya
jawab, saya yang memetiknya untuk dijadikan bibit,” katanya.
Mendengar penjelasan tersebut, menurut Minah, Nono memperingatkannya bahwa kakao di
perkebunan PT RSA 4 dilarang dipetik warga. Peringatan itu juga telah dipasang di depan
jalan masuk kantor PT RSA 4, berupa petikan pasal 21 dan pasal 47 Undang-Undang nomor
18 tahun 2004 tentang perkebunan. Kedua pasal itu antara lain menyatakan bahwa setiap
orang tidak boleh merusak kebun maupun menggunakan lahan kebun hingga menggangu
produksi usaha perkebunen.
Minah yang buta huruf ini pun mengamininya dan meminta maaf kepada Nono, serta
mempersilahkannya untuk membawa ketiga buah kakao itu. “Inggih dibeta mawon. Inyong
ora ngerti, nyuwun ngapura,” tutur Minah menirukan permohonan maafnya kepada Nono,
dengan meminta Nono untuk membawa ketiga buah kakao itu.
Ia tak pernah membayangkan kalau kesalahan kecil yang sudah dimintakan maaf itu ternyata
berbuntut panjang, dan malah harus menyeretnya ke meja hijau.

26
Sekitar akhir bulan Agustus, Minah terkaget-kaget karena dipanggil pihak Kepolisian Sektor
Ajibarang untuk dimintai keterangan terkait pemetikan tiga buah kakao tersebut. Bahkan
pada pertengahan Oktober berkas perkaranya dilimpahkan ke Kejari Purwokerto.
Melukai rasa keadilan
Amanah (70), salah seorang kakak Minah, mengaku prihatin dengan nasib adiknya. Apalagi
penilaian jaksa yang disampaikan dalam dakwaan dinilainya berlebihan, terutama untuk
nilai kerugian.
Menurut dia, satu kilogram kakao basah saat ini memang harganya sekitar Rp 7.500. Namun
kategori kakao basah itu adalah biji kakao yang telah dikerok dari buahnya, bukan masih
berada dalam buah. Namun di dalam dakwaan disebutkan nilai kerugiannya Rp 30.000, atau
Rp 10.000 per biji.
Padahal, dari tiga buah kakao itu, kata Amanah, paling banyak didapat 3 ons biji kakao
basah. Jika dijual harganya hanya sekitar Rp 2.000. “Orang yang korupsi miliaran dibiarkan
saja. Tapi ini hanya memetik tiga buah kakao sampai dibuat berkepanjangan,” kata Amanah
membandingkan apa yang dialami adiknya dengan berita-berita di tv yang sering dilihatnya.
Ahmad Firdaus, salah seorang anak Minah, mengatakan, keluarganya kini sangat
mengharapkan adanya rasa keadilan dalam penyelesaian kasus orangtuanya. Menurutnya,
hukum memang tak memiliki hati, tetapi otoritas yang memegang aturan hukum pasti
memiliki hati. “Kami hanya berharap agar hakim dapat memberikan rasa keadilannya
terhadap orang tua kami,” jelasnya.
Hari Kamis (19/11) ini, Minah akan hadir untuk membela dirinya, tanpa didampingi
pengacara. Sejak pertama kali menjalani persidangan, dia mengaku, tak pernah didampingi
pengacara. “Saya tidak tahu pengacara itu apa,” ucapnya.
Humas PN Purwokerto, Sudira, mengatakan, majelis hakim yang menangani kasus Minah
dipastikan sudah menawarkan pengacara kepada Minah. “Hal itu sudah mutlak harus
disampaikan hakim. Tapi kemungkinan Ibu Minah sendiri yang menolak,” katanya.
Terkait keadilan, Sudira mengatakan, akan sangat ditentukan oleh keputusan majelis hakim.
Untuk itu, majelis hakim akan menimbang seluruh fakta persidangan. “Hasilnya, akan
sangat bergantung pada pertimbangan majelis hakim,” katanya. Seluruh masyarakat
tentunya sangat berharap rasa keadilan itu ada, dan Ibu Aminah bisa kembali bekerja di
kebunnya… (Madina Nusrat)

Analisa:

Kemiskinan merupakan hal yang menakutkan bagi setiap orang. Karena kemiskinan
dapat menjadi faktor pendorong bagi seseorang untuk melakukan tindak kejahatan. Seperti
contoh kasus diatas, yaitu seorang nenek (Minah) memetik 3 biji kakao di perkebunan milik
PT RSA tanpa izin dari petugas, selain itu pihak PT telah menetapkan larangan bahwa warga
dilarang memetik kakao di atas tanah perkebunan tersebut, dikarenakan nenek Minah buta
huruf maka ia tidak mengetahui mengenai larangan tersebut. Menurut kami pihak PT RSA
terlalu cepat mengambil keputusan padahal nenek Minah sudah mengembalikan kakao
tersebut, si nenek pun juga telah mengakui kesalahannya. Tanpa ada keraguan sedikitpun.
Namun sesuai dengan peraturan hukum yang tercantum dalam KUHP maka perbuatan yang
dilakukan si nenek termasuk dalam pasal 362 tentang tindak pidana pencurian. Tetapi
berlebihan jika masa ancaman pidana penjara enam bulan. Karena menurut saya hal itu bisa
dibicarakan secara kekeluargaan. Mengapa demikian? Sebab si nenek telah mengakui
kesalahan, ia juga tidak berusaha mengelak dan melarikan diri. Barang buktipun juga telah
diambil oleh petugas PT tersebut. Kami merasa heran dengan peraturan hukum yang
cenderung tumpul keatas dan tajam ke bawah.

27
“Pembunuhan Wayan Mirna Salihin”

Pada tanggal 6 Januari 2016, Wayan Mirna Salihin, 27 tahun, meninggal dunia setelah
meminum Kopi es vietnam di Olivier Café, Grand Indonesia. Saat kejadian, Mirna diketahui
sedang berkumpul bersama kedua temannya, Hani dan Jessica Kumala Wongso. Menurut
hasil otopsi pihak kepolisian, ditemukan pendarahan pada lambung Mirna dikarenakan
adanya zat yang bersifat korosif masuk dan merusak mukosa lambung. Belakangan
diketahui, zat korosif tersebut berasal dari asam sianida. Sianida juga ditemukan oleh
Puslabfor Polri di sampel kopi yang diminum oleh Mirna. Berdasarkan hasil olah TKP dan
pemeriksaan saksi, polisi menetapkan Jessica Kumala Wongso sebagai tersangka. Jessica
dijerat dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Korban
Wayan Mirna Salihin, 27 tahun, adalah anak dari seorang pengusaha. Ayahnya, Edi
Darmawan Salihin memiliki beberapa perusahaan, antara lain di bidang pengiriman
dokumen penting di Petojo, Jakarta Pusat, dan perusahaan yang bergerak di bidang garmen
di Cengkareng, Jakarta Barat. Mirna diketahui memegang salah satu perusahaan milik
ayahnya tersebut.
Mirna pernah bersekolah di Jubilee School di kawasan Sunter, Jakarta Utara. Ia kemudian
melanjutkan pendidikan di Billy Blue College of Design, dan Swinburne University of
Technology, keduanya berada di Australia. Setelah lulus, Mirna bekerja di perusahaan yang
bergerak di bidang desain, Misca Design dan Monette Gifts & Favors.
Pada bulan November 2015, Mirna menikah dengan Arief Soemarko di Bali, Indonesia,
setelah sebelumnya berpacaran selama 10 tahun. Mirna dan Arief diketahui mulai
berpacaran sejak berada di Australia. Saat itu, Mirna tinggal di Sydney, sedangkan Arief di
Melbourne. Mirna juga diketahui memiliki saudara kembar yang bernama Sendy Salihin.
Kronologi
Terdapat beberapa kronologi berbeda dari kasus pembunuhan ini, dikarenakan keterangan
saksi yang sering berubah-ubah. Kronologi pertama adalah keterangan dari teman
berkumpul Mirna pada saat kejadian, Jessica, dan kronologi kedua diungkapkan oleh teman
Mirna lainnya yang juga berada di TKP, yaitu Hani, kepada pihak kepolisian.
Kronologi versi Jessica
• Tiba di Grand Indonesia (pukul 14.00 WIB). Jessica janjian bertemu dengan tiga
temannya, Mirna, Hani, dan Vera, di Kafe Olivier pada pukul 17.00.
• Pesan tempat. Begitu tiba, Jessica langsung memesan meja nomor 54. Kafe Olivier
merupakan pilihan Mirna.
• Jalan-jalan. Jessica berkeliling mal dan membeli tiga bingkisan berisi sabun untuk oleh-
oleh bagi ketiga temannya.
• Kembali ke kafe (Sekitar pukul 16.00 WIB). Jessica memesan minuman setelah bertanya
dulu di grup perbicangan media sosial mereka.
• Minuman datang. Minuman yang datang pertama adalah kopi es Vietnam pesanan Mirna.
Dua minuman lainnya, fashioned sazerac (Hani) dan cocktail (Jessica) datang
belakangan.
• Sang teman tiba (pukul 16.40). Mirna dan Hani datang. Vera tak terlihat. Posisi duduk:
Mirna (tengah), Jessica (kiri), dan Hani (kanan)

28
• Mirna meminum kopi Mirna merasa bau kopinya aneh dan meminta kedua temannya ikut
mencium. “Baunya aneh,” kata Jessica. Belakangan diketahui bahwa kopi yang diminum
oleh Mirna memiliki warna seperti kunyit.
• Mirna meminta air putih. Jessica meminta air kepada pelayan. Ia ditanya balik pilihan
minumannya.
• Mirna sekarat. Ketika ia kembali, tubuh Mirna sudah kaku, mulutnya mengeluarkan busa,
kejang-kejang, dengan mata setengah tertutup.
• Panik. Jessica dan Hani panik sembari mengoyangkan tubuh Mirna. Mereka berteriak
memanggil pelayan kafe.
• Dibawa ke klinik dan rumah sakit Mirna dibawa menggunakan kursi roda ke klinik,
kemudian dibawa dengan mobil suaminya, Arief Soemarko, ke Rumah Sakit Abdi
Waluyo. Dokter klinik mal Grand Indonesia, Joshua, mengatakan denyut nadi Wayan
Mirna Salihin sebelum wafat adalah 80 kali per menit. Sementara pernapasannya 16 kali
per menit. Pada saat dibawa ke klinik, Mirna diketahui pingsan. Selama lima menit
Joshua mengaku hanya melakukan pemeriksaan dan tidak menemukan masalah pada
pernapasan dan denyut nadi. Dirinya hanya memberi alat bantu pernapasan. Kemudian
atas kemauan suami, Mirna kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Abdi Waluyo.
Kronologi versi Hani kepada Polisi
• Tiba di kafe (pukul 16.00 WIB) Jessica tiba di kafe.
• Hani dan Mirna datang (pukul 16.40 WIB). Minuman sudah tersedia. Menurut Hani,
setelah meminum es kopi, Mirna mengatakan “It's awful, it's bad”. “Minumannya ada
apa-apanya kali,” kata Hani.
• Mirna sekarat Mirna merasa kepanasan dan mulutnya berbusa sehingga dibawa ke klinik.
Mirna meninggal di Rumah Sakit Abdi Waluyo.
Kronologi versi Edi Darmawan Salihin (Ayah Mirna)
Wawancara yang dilakukan oleh Karni Ilyas dalam acara Indonesia Lawyers Club di
tvOne, Edi Darmawan Salihin mengungkapkan beberapa fakta terkait kematian anaknya.
Fakta tersebut ia peroleh salah satunya setelah melihat rekaman CCTV yang berada di
Olivier Café. Ia menjelaskan, bahwa apa yang di ucapkan oleh Jessica Kumala Wongso di
media-media itu bohong. Kebohongan tersebut antara lain mengenai air mineral yang diakui
Jessica dipesan olehnya, nyatanya tidak tercantum dalam tagihan pesanan. Lalu penempatan
goody bag yang diakui Jessica ditaruh di atas meja setelah minuman datang, menurut Edi,
nyatanya goodybag ditaruh sebelum minuman pesanan diantarkan oleh pelayan. Edi pun
mengatakan, hanya Jessica yang tidak menangis saat keluarga dan teman-teman Mirna
berada di Rumah Sakit Abdi Waluyo.
Hasil Laboratorium Forensik
Hasil otopsi yang dilakukan terhadap jenazah Mirna, ditemukan adanya pendarahan pada
lambung dikarenakan adanya zat yang bersifat korosif masuk dan merusak mukosa lambung.
Belakangan diketahui, zat korosif tersebut berasal dari Sianida.
Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri juga sudah mengeluarkan hasil pemeriksaan
sampel kopi yang diminum Wayan Mirna Salihin. Hasilnya, dari sampel kopi itu ditemukan
15 gram racun sianida. Sebagai perbandingan, 90 miligram sianida bisa menyebabkan
kematian pada orang dengan berat badan 60 kilogram. Sekitar 90 miligram, jika dalam
bentuk cairan, dibutuhkan 3-4 tetes saja. Sedangkan 15 gram, sekitar satu sendok teh.
Penyelidikan Kepolisian
Pada awal perkembangan kasus kematian Mirna, kepolisian sempat menemui jalan buntu
karena pihak keluarga Mirna tidak mengizinkan untuk dilakukan otopsi terhadap jenazah
Mirna. Namun, setelah dilakukan musyawarah dan dijelaskan oleh pihak kepolisian,
akhirnya pihak keluarga mengizinkan polisi untuk melakukan otopsi. Dari hasil otopsi
tersebut diketahui bahwa terdapat pendarahan di lambung Mirna.
29
Berdasarkan penemuan tersebut, polisi berkeyakinan bahwa kematian Mirna tidak wajar.
Polisi kemudian melakukan prarekonstruksi di Olivier Café pada tanggal 11 Januari 2016
dengan menghadirkan dua orang teman Mirna yakni Hani dan Jessica. Polisi juga meminta
keterangan dari pegawai Olivier Café.
Polisi pun mengembangkan penyelidikan dengan memanggil beberapa saksi termasuk
pihak keluarga Mirna yang diwakili oleh ayahnya, juga dua orang teman Mirna yakni Hani
dan Jessica. Jessica sendiri diperiksa oleh pihak kepolisian sebanyak 5 kali. Jessica tidak
hanya dimintai keterangan, namun polisi juga menggeledah rumahnya pada tanggal 10
Januari 2016. Polisi diketahui mencari celana yang dipakai oleh Jessica pada saat kejadian.
Namun hingga kini, celana tersebut belum ditemukan. Tidak hanya memeriksa para saksi,
polisi pun meminta keterangan dari para ahli diantaranya ahli IT, hipnoterapi, psikolog, dan
psikiater untuk menguatkan bukti dugaan terhadap pelaku. Kepolisian RI juga meminta
bantuan kepada Kepolisian Federal Australia untuk mendalami latar belakang Jessica selama
berada di Australia.
Tersangka
Setelah hampir satu bulan sejak kematian Wayan Mirna Salihin, polisi akhirnya
mengumumkan pelaku pembunuhan berencana ini. Jessica Kumala Wongso ditetapkan
sebagai tersangka pada tanggal 29 Januari 2016 pukul 23:00 WIB. Jessica yang diketahui
sebagai teman Mirna yang juga memesankan minuman, ditangkap keesokan harinya di
HotelNeo Mangga Dua Square, Jakarta Utara, pada tanggal 30 Januari 2016 pukul 07:45
WIB. Setelah menjalani pemeriksaan selama 13 jam sebagai tersangka, Jessica pun ditahan
oleh pihak kepolisian.
Kontroversi
Banyak kontroversi yang beredar terkait pembunuhan berencana yang mengakibatkan
Wayan Mirna Salihin meninggal karena diracun saat meminum kopi es ala Vietnam. Salah
satu kontroversi yang paling diperdebatkan adalah tidak terdapat rekaman yang secara
otentik menunjukkan bahwa Jessica benar-benar menuangkan sianida ke dalam es kopi yang
diminum Mirna, namun terdapat beberapa menit rekaman di mana Jessica menaruh tas
belanja di samping kopi yang diminum Mirna sedemikian rupa sehingga es kopi tersebut
tertutup dan tidak dapat ditangkap oleh kamera CCTV.
Beberapa kontorversi lainnya yang muncul:
• Beredar kutipan pembicaraan WhatsApp antara Jessica, Mirna, Hani, dan seorang
temannya bernama Vera tertanggal 1 Januari 2016. Dalam kutipan pembicaraan tersebut,
Jessica sempat bertanya perihal dokter umum yang melakukan praktik di Grand
Indonesia.
• Netizen dihebohkan dengan beredarnya foto dua orang wanita yang diduga sebagai
Jessica dan Mirna berada di sebuah kamar. Sebelumnya juga beredar kabar bahwa Jessica
merupakan penyuka sesama jenis atau lesbian. Jessica membantah hal tersebut.
• Ayah Mirna, Edi Darmawan Salihin menjelaskan bahwa dirinya sempat membaca pesan-
pesan di aplikasi WhatsApp di ponsel milik anaknya sesaat setelah anaknya meninggal.
Edi menyebutkan, bahwa ada salah satu percakapan antara Jessica dan Mirna yang
menyebutkan bahwa Jessica menginginkan untuk dicium oleh Mirna.
Persidangan
Setelah melewati beberapa kali persidangan, Jessica Kumala Wongso pada akhirnya
dituntut 20 tahun penjara atas tindak pidana pembunuhan yang diatur dalam Pasal 340
KUHP. Dalam tuntutannya, jaksa menyebutkan bahwas Jessica diyakini terbukti bersalah
meracuni Mirna dengan menaruh racun sianida dengan kadar 5 gram. Jessica disebut
menutupi aksinya dengan cara meletakkan 3 kantong kertas di meja nomor 54. Pada 27
Oktober 2016, Jessica Kumala Wongso dijatuhi vonis pidana penjara selama 20 tahun.

30
Contoh Kasus Hukum Perdata

Contoh 1

SLEMAN– Selasa, 17 November 2011 Pengadilan Negeri (PN) Sleman akhirnya


mengeksekusi tanah milik Juminten di Dusun Pesanggrahan, Desa
Pakembinangun,Kecamatan Pakem, Sleman.

Sempat terjadi ketegangan saat proses eksekusi yang melibatkan puluhan aparat kepolisian
ini, tapi tidak terjadi tindakan anarkistis. Saat proses eksekusi tanah tersebut,PN Sleman
membawa sebuah truk untuk mengangkut barang-barang pemilik rumah serta backhoeuntuk
menghancurkan rumah yang tampak baru berdiri di atas tanah seluas 647 meter persegi.
”Kami hanya melaksanakan perintah atasan,” kata Juru Sita PN Sleman Sumartoyo kemarin.

Lokasi tanah yang berada di pinggir Jalan Kaliurang Km 17 ini merupakan tanah sengketa
antara Juminten dengan Susilowati Rudi Sukarno sebagai pemohon eksekusi. Kasus hukum
yang telah berjalanselamatujuh tahun ini berawal dari masalah utang piutang yang dilakukan
oleh kedua belah pihak, utang yang dimaksud disini adalah juminten berhutang tentang
pembuatan sertifikat tanah serta tidak mau mengganti rugi uang yang sudah diberi oleh
susilowati .

Klien kami telah membeli tanah ini dan juga sebidang tanah milik Ibu Juminten lainnya di
daerah Jalan Kaliurang Km 15 seharga Rp335 juta.Total tanah ada 997 meter
persegi.Masalahnya berawal saat termohon tidak mau diajak ke notaris untuk
menandatangani akta jual beli, padahal klien kami sudah membayar lunas,” papar Titiek
Danumiharjo, kuasa hukum Susilowati Rudi Sukarno. Kasus ini sebenarnya telah sampai
tingkat kasasi, bahkan peninjauan ulang. Dari semua tahap,Susilowati Rudi Sukarno selalu
memenangkan perkara.

Pihak Juminten yang tidak terima karena merasa tidak pernah menjual tanah milik mereka,
berencana menuntut balik dengan tuduhan penipuan dan pemalsuan dokumen. ”Kami
merasa tertipu, surat bukti jual beli palsu,”tandas L Suparyono, anak kelima Juminten.

Analisa:

Hukum perdata adalah ketentuan hukum materil yang mengatur hubungan antara
orang/individu yang satu dengan yang lain. Hukum perdata berisi tentang hukum orang,
hukum keluarga, hukum waris dan hukum harta kekayaan yang meliputi hukum benda dan
hukum perikatan.
Kasus diatas termasuk kasus perdata khususnya perikatan karena telah terjadi persetujuan
antara Juminten dengan Susilowati dalam hal jual-beli tanah. Dalam hukum perdata
peristiwa yang dapat dikategorikan sebagai hukum perikatan adalah jka terjadi suatu ikatan
persetujuan antara 2 pihak yang melahirkan hak dan kewajiban diantara keduanya dalam
lingkup hukum kekayaan.
Tetapi dalam kasus diatas telah terjadi suatu sengketa tanah antara Juminten dan
Susilowati. Sengketa ini berawal dari utang piutang yang mana Juminten berhutang tentang
31
pembuatan sertifikat tanah serta tidak mau mengganti rugi uang yang sudah diberi oleh
Susilowati. Dalam kasus ini, Juminten dianggap merugikan Susilowati, karena sudah
dianggap menipu berupa tidak maunya Juminten membuat akta sertifikat tanah dan dari itu
pula Juminten tidak mau menggabti dengan uang, karena Juminten beranggapan tidak
pernah menjual tanh miliknya kepada Susilowati, padalah penyimpanan atau pendaftaran
tanah itu wajib demi terlaksanakannya kepastian hukum. Sehingga Juminten dianggap
ingkar janji (wanprestasi) atau tidaak memenuhi perikatan tersebut.
Dalam KUH Perdata pasal 1366 berbunyi “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja
untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatanya, tetapi juga untuk kerugian yang
disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya”. Disini jelaslah bahwa Juminten
melanggar UU tersebut.

Contoh 2

Perkenalan antara Ny.SW dengan calon suaminya GKH di kota S menjadi awal yang baik
untuk terjalinnya cinta diantara mereka. Karena dari perkenalan itu ada cinta yang mulai
berbunga-bunga, maka Ny SW memperkenalkan sang calon kepada kedua ortunya di kota B.
Ternyata kedua ortu Ny SW menerima dengan baik dan sangat senang kepada calon mantu
GKH.
Lalu perjalanan cinta berlanjut, kedua ortu Ny SW mengunjungi kediaman ortu si GKH
di kota G. Tapi alangkah kaget, kedua ortu Ny SW mendapati kenyataan bahwa kondisi
ekonomi sang calon mantu sangat memperihatinkan. Tapi, dasar ortu Ny SW orang baik dan
bijak, keadaan itu tidak mengganggu nuraninya untuk tetap merestui hubungan anaknya
dengan GKH.
Malahan, untuk mendukung perjalanan hidup anak gadisnya yang semata wayang, kedua
ortu Ny.SW bersedia membangun rumah GKH menjadi layak huni bagi mereka berdua
kelak, apalagi calon besan hanya tinggal ibunya GKH yang sudah tua. Sesudah dibangun
dan menghabiskan biaya sampai 600 juta rupiah, prabotannyapun diisi dari mulai tempat
tidur, kursi sofa, kursi makan, lemari pakain, kompor gas dan sejumlah alat rumah tangga
lainnya. Pokoknya, kalau mereka sudah kawin, tinggal masuk dan menikmati fasilitas yang
sudah disediakan.
Lalu tibalah waktunya kawin, dan mereka kawin di sebuah greja di kota S (2006). Tapi,
perjalanan cinta yang diharapkan berbunga-bunga dan akan menghasilkan buah ternyata
tidak sesuai harapan. Sang suami mempunyai perilaku aneh, sang isteri dibiarkan saja tanpa
disentuh. Malah kalau malam dia tidur sama ibunya sendiri. Tidak heran, sang isteri yang
malang itu tetap virgin sampai sekarang.
Sudah begitu, cemburunya si GKH sangat besar. Sang isteri tidak boleh bicara sama
lelaki lain, padahal dia jaga toko. Tiap hari harus melayani pembeli yang kebanyakan lelaki.
Maka tiap hari pula sang GKH marah-marah sama si isteri. Tidak hanya sampai di situ
perlakuan buruk si suami, bahkan Ny SW tidak boleh keluar rumah, tidak boleh telepon
pakai telepon rumah ke ortunya di kota B, bahkan mandipun tidak boleh pakai air banyak
(maklum disitu kebetulan airnya sulit). Akhirnya Ny SW tidak tahan dan pulang ke rumah
ortunya di kota B.
Lama tidak pulang, GKH mengajukan gugatan cerai terhadap Ny SW di kota B. Ibarat
pepatah "pucuk dicinta ulam tiba", maka gayungpun bersambut. Dalam waktu kurang lebih
2 bulan proses perkara perceraian telah diputus oleh Pengadilan.
Proses selanjutnya, fihak Ny. SW mengajukan gugatan Harta Gono-gini dan Harta
Bawaan di kota G.
Analisis:

32
Hukum perdata adalah ketentuan materiil yang mengatur orang atau individu dengan
oraang atau individu lain.
Dari definisi hukum perdata diatas maka kasus tersebut tergolong kasus perdata karena
hanya melibatkan satu orang individu dengan individu yang lain, lebih tepatnya antara Ny.
SW dengan GKH.
Hukum perdata itu sendiri dibagi dalam 4 bagian, yaitu :
a. Hukum perorangan (personenrecht) yang memuat antara lain ;
 Peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek hukum.
 Peraturan-peraturan tentang kecakapan untuk memiliki hak-hak dan untuk
bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu.
b. Hukum keluarga (familierecht) yang memuat antara lain :
 Perkawinan beserta hubungan dalam hukum kekayaan antara suami/istri.
 Hubungan antara orang tua dan anak-anaknya (kekuasaan orang tua atau
ouderlijke macht).
 Perwalian (voogdij)
 Pengampunan (curatele)
c. Hukum harta kekayaan (vermogensrecht), yang mengatur tentang hubungan-
hubungan hukum yang dapat dinilaikan dengan uang. Meliputi:
 Hak mutlak, yaitu hak-hak yang berlaku terhadap tiap orang
 Hak perorangan, yaitu hak-hak yang hanya berlaku terhadap seorang atau
suatu pihak tertentu saja.
d. Hukum waris (erfrect), yaitu mengatur tentang benda atau kekayaan
seseorang jika ia meninggal dunia (mengatur akibat-akibat dari hubungan
keluarga terhadap harta peninggalan seseorang).
Dari penjabaran diatas, kasus tersebut masuk kedalam kasus perdata bagian hukum
keluarga karena mengatur hubungan suami/istri serta harta kekayaan (harta gono gini) yang
dimiliki pasangan tersebut.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah perceraian ada di dalam UU No.
1 tahun 1974 tentang perkawinan tepatnya ada di pasal 38 sampai 41. Yang berbunyi:
Pasal 38
Perkawinan dapat putus karena:
a. Kematian,
b. Perceraian dan
c. atas keputusan Pengadilan.
Dalam kasus ini peerkawinan tersebut di putus karena perceraian.
Pasal 39
1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang
bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak
akan dapat rukun sebagai suami isteri.
3) Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan
tersebut.
Pasal 40
1) Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan.
2) Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam peraturan
perundangan tersendiri.
Pasal 41
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:

33
1) Baik ibuatau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-
mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan
anak-anak, Pengadilan memberi keputusan.
2) Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang
diperlukan anak itu, bilaman bapak dalam kenyataannya tidak dapt memberi kewajiban
tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa ikut memikul biaya tersebut.
3) Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan
dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.
Harta benda dalam perkaawinan diatur dalam UU No. 1 tahun 1974 pasal 35 sampai 37
yang berbunyi:
Pasal 35
1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama
2) Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh
masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing
sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Pasal 36
1) Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah
pihak.
2) Mengenai harta bawaan masing-masing, suami isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk
melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.
Pasal 37
Bila perkawinan putus karena perceraian, harta benda diatur menurut hukumnya masing-
masing Masalah harta gono gini dalam hukum perdata diatur dalam hukumnya maasing-
masing karena hukum perdata menganut asas pluralisme hukum yaitu:
1. Hukum perdata adat
2. Hukum perdata barat
3. Hukum perdata islam
Jadi tergantung pasangan tersebut menganut hukum mana, atau jika pasangan tersebut
berasal dari golongan yang berbeda maka digunakan hukum intergentil.
Hukum intergentil itu sendri adalah ilmu hukum yang menetapkan aturan untuk
menentukan hukum dan pengadilan mana yang dipakai untuk menyelesaikan sengketa antara
pihak-pihak dari sistem atau wilayah hukum yang berbeda.

34
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pada zaman sekarang banyak masyarakat yang belum mengetahui hukum dengan
baik. Dan meskipun mereka mengetahui apa itu hukum tetapi mereka belum bisa
bersikap atau berperilaku sesuai dengan hukum yang berlaku. Agar mereka bisa
berlaku sesuai dengan hukum, mereka harus memiliki kesadaran hukum terlebih
dahulu. Jika kesadaran hukum telah terpenuhi maka dengan otomatis kepatuhan
terhadap hukum pun akan terwujud.
Hukum merupakan sebuah peraturan, tata tertib, dan kaidah hidup. Peraturan
tersebut bisa mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat dan
tentunya akan ada sanksi jika ada pelanggaran terhadap peraturan tersebut. Hukum
bertugas menjamin ketertiban, ketentraman, kedamaian, keadilan, kemakmuran,
kebahagiaan dan kebenaran bagi setiap orang didalam masyarakat. Hukum juga
memiliki arti penting yang harus diketahui setiap orang, yaitu memberikan kepastian
hukum, mengayomi hak-hak, memberi rasa keadilan, dan menciptakan ketertiban
dan keamanan bagi setiap warga negara.
Seperti yang telah disebutkan yaitu, kepatuhan terhadap hukum akan terwujud
jika seseorang telah memiliki kesadaran hukum. Maka dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa, kepatuhan terhadap hukum berarti seseorang harus memiliki
kesadaran untuk:
A. Memahami dan menggunakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
B. Mempertahankan tertib hukum yang ada.
C. Menegakkan kepastian hukum.

B. SARAN
Menurut kami, di zaman sekarang ini setiap orang harus memiliki kesadaran
hukum agar kepatuhan terhadap hukum dapat terwujud. Sesuai dengan pernyataan
bahwa negara kita merupakan negara hukum maka akan ada konsekuensi dari
pernyataan tersebut yaitu dalam segala kehidupan bermasyarakat maupun bernegara
harus selalu berdasarkan hukum. Dan hal itu dapat di realisasikan dengan adanya
kesadaran hukum.
Jadi menurut kami indikator sesorang memiliki kesadaran hukum, yaitu:
1. Orang itu harus mengetahui apa itu hukum.
2. Orang itu harus mengetahui apa isinya hukum.
3. Orang itu dapat bersikap sesuai dengan hukum.
4. Orang itu dapat berperilaku sesuai dengan hukum.
Dengan demikian, setelah hal tersebut terealisasikan maka seseorang akan
memiliki kepatuhan terhadap hukum yang sangat berdampak positif bagi penegakan
hukum di negara ini.

35
DAFTAR PUSTAKA

Buku paket Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang diterbitkan oleh Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 2015.

http://www.spengetahuan.com/2015/02/20-pengertian-hukum-menurut-para-ahli-
terlengkap.html

http://sekolahppkn.blogspot.co.id/2014/12/unsur-unsur-hukum-dan-penjelasanya.html

http://www.spengetahuan.com/2015/02/tujuan-hukum-menurut-para-ahli-terlengkap.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Hukuman_mati

https://id.wikipedia.org/wiki/Hukuman_kurungan

https://www.beritatransparansi.com/perbedaan-hukuman-mati-hukuman-penjara-seumur-
hidup-dan-hukuman-penjara-20-tahun/

http://gurupintar.com/threads/sebutkan-aparat-penegak-hukum.1726/

https://al-badar.net/pengertian-tugas-dan-wewenang-kepolisian-polri/

http://www.pengertianahli.com/2014/07/pengertian-tugas-wewenang-kejaksaan.html

http://satpolppbalikpapan.com/tugas-dan-fungsi-satpol-pp/

https://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Pemberantasan_Korupsi_Republik_Indonesia

https://dianascyber.wordpress.com/2012/06/12/lembaga-perlindungan-saksi-dan-korban-di-
indonesia/

http://kamuspkn.upi.edu/materi-117-sikap-positif-terhadap-peraturan-perundangundangan-
nasional.html

http://iranadewi4.blogspot.co.id/2017/05/contoh-kasus-pelanggaran-hukum-pidana.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Pembunuhan_Wayan_Mirna_Salihin

http://fitrilliyanivadila13.blogspot.co.id/2014/03/kasus-perdata-beserta-analisis.html

36

Anda mungkin juga menyukai