Anda di halaman 1dari 18

Nama : Tafrikhul Khotir

NIM : 202121132

Pendahuluan Pengantar Ilmu Hukum

A. Pengertian Hukum Dan Unsur-Unsur Hukum

Pengertian hukum tidak dapat ditemui secara pasti, akan sulit ditemukan definisi
hukum yang sesungguhnya. Hal ini karena sarjana-sarjana hukum terpaku pada
pandangannya sendiri. Kesukaran dalam penafsiran pengertian hukum itu disebabkan
oleh :

1. Karena luasnya lapangan hukum


2. Kemungkinan meninjau hukum dari berbagai sudut, sehingga hasil akan berlainan
dan masing-masing definisi hanya memuat satu paket dari hukum saja.
3. Objek dari hukum adalah masyarakat, yang mana selalu berubah yang
menyebabkan definisi hukum juga berubah.

Beberapa pengertian hukum menurut para ahli :


1. Plato, Hukum adalah sistem peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik
yang mengikat masyarakat.
2. Van kant, Hukum adalah serumpun peraturan yang bersifat memaksa yang
diadakan untuk mengatur dan melindungi kepentingan orang dalam masyarakat.
3. J.T.C. Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto, Hukum adalah peraturan yang
bersifat memaksa, yang menetukan tingkah laku manusia dalam lingkungan
masyarakat, yang dibuat oleh badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana
terhadap peraturan tadi berakibat diambilnya Tindakan, yaitu dengan huku.

Zinsheimer membedakan hukum menjadi tiga, yaitu hukum normatif, hukum ideal,
hukum wajar.
a. Hukum Normatif adalah hukum yang tampak dan hukum yang tidak tertulis dalam
peraturan perundang-undangan tetapi diindahkan oleh masyarakat karena
keyakinan, peraturan hidup itu sudah sewajarnya ditaati.
b. Hukum Ideal adalah hukum yang dicita-citakan. Hukum ini pada hakikatnya
berakra pada perasaan murni manusia dari segala bangsa. Hukum ini yang dapat
memenuhi perasaan keadilan semua bangsa di seluruh dunia. Hukum ini benar-
benar objektif.
c. Hukum wajar adalah hukum yang terjadi dan Nampak sehari-hari. Hukum ini
tidak diambil oleh alat-alat kekuasaan pemerintah, pelanggarannya pun lambat
laun akan dianggap sebagai hal yang biasa.
B. Tugas dan Tujuan Hukum

Hukum dianggap sebagai sistem sosial , dimana fungsi dari sistem sosial ini adalah
untuk mengintegrasikana kepentingan anggota masyarakat, sehingga tercipta suatu
keadaan yang tertib. Tugas hukum adalah mencapai keadilan, ayitu ke serasian antara
nilai kepentingan hukum (rechtszekerheid)

Hukum jika dipandang secara fungsional maka berfungsi untuk melayani kebutuhan
elementer bagi keberlangsungan kehidupan sosial. Singkatnya hukum
mempertahankan ketertiban dan melakukan kontrol.

Berkaitan dengan tujuan hukum, ada tiga teori tentang tujuan hukum

1. Teori Etis (ethische theori)

Teori ini memandang bahwa hukum ditempatkan pada perwujudan keadilan yang
semaksimal mungkin dalam tata tertib masyarakat. Dalam artian penerapannya
sesuai dengan jiwa dari tata hukum positif.

2. Teori Utilitis (utilities theori)

Teori ini memandang secrara sepihak karena hukum barulah sesuai dengan daya
guna atau bermanfaat dalam menghasilkan kebahagiaan, dan tidak memperhatikan
keadilan. Padahal kebahagiaan itu tak mungkin dicapai tanpa keadialan.

3. Teori Gabungan (vereningings theori)

Menurut teori ini tujuan hukum bukanlah hanya sekadar keadilan semata, tetapi
juga kemanfaatannya (keguaannya).

C. Fungsi Hukum

Fungsi hukum menurut Lawrence M.Friedman, yaitu :


- Pengawasan atau pengendalian sosial
- Penyelesaian sengketa
- Rekayasa sosial

Fungsi hukum secara umum


- Memberikan pedoman atau pengarahan pada warga masyarakat untuk berperilaku
- Pengawasan atau pengendalian sosial
- Penyelesaian sengketa
- Rekayasa sosial

D. Pengertian Tata Hukum

Tata hukum dalam bahasa belanda disebut recht orde, yang berarti susunan hukum.
Tata hukum adalah susunan hukum yang terdiri atas aturan-aturan hukum yang
sedemikian rupa, sehingga orang mudah menemukannya bila suatua Ketika ia
membutuhkannya untuk menyelesaikan peristiwa hukum yang terjadi dalam
masyarakat.

Tata hukum yang sah atau berlaku pada waktu tertenu di negara tertentu disebut
hukum positif (ius constitutum), untuk waktu yang akan dating disebut (ius
constitiendum).

Tata hukum Indonesia adalah tata hukum yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia
yang terdiri atas aturan-aturan hukum yang ditata atau disusun sedemikian rupa, dan
aturan-aturan iru satu sama lainnya saling berhubungan dan menentukan. Hal ini
dapat dibuktikan dengan contoh sebagai berikut :

- Hukum pidana saling berhubungan dengan hukum acara pidana dan saling
menetukan satu sama lain.
- Hukum keluarga saling berhubungan dengan hukum waris.

Hukum dan Kaidah Sosial lainnya

A. Hukum Sebagai Kaidah

Soerjono Soekanto mengatakan bahwa hukum sebgai kaidah merupakan patokan


perikelakuan atau sikap tindak yang sepantasnya. Patokan itu memberi pedoman
bagaiman manusia seharusnya bertindak.

Keajegan dapat menjadi hukum kebiasaan apabila memenuhi dua syarat, sebagaimana
yang dikemukakan oleh Van Apeldoorn yang dikutip oleh Soerjono Soekanto dan
Purmadi Purbacaraka, Yaitu :

a. Syarat material, yakni kebiasaan yang ajek.


b. Syarat psikologis, yakni kesadaran akan adanya suatau kewajiban menurut
hukum.
Kesadaran hukum yang berintikan iuris necessitates merupakan aspek pembeda antara
sikap hukum dengan sikap non hukum.

Kesadaran ini merupakan kesadaran akan nilai-nilai yang mengendap di dalam diri
manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang seharusnya ada.

Kesadaran hukum baik langsung atau pun tidak, erat kaitannya dengan ketaatan
hukum, yang dikonkretkan dengan perikelakuan manusia.

B. Jenis-Jenis Kaidah dan Tujuannya

Kaidah sosial pada hakekatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai


perilaku atau sikap yang seyogianya dilakukan.

Adapun jenis kaidah yang menjadi pedoman manusia berperilaku, mencakup hal-hal
berikut :

1. Kaidah denga aspek kehidupan pribadi, dibagi atas :


a. Kaidah kepercayaan atau keagamaan
b. Kaidah kesusilaan
2. Kaidah dengan aspek kehidupan antar pribadi, dibagi atas :
a. Kaidah sopan santun atau adat
b. Kaidah hukum

Perbedaan kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya dapat dilihat dari beberapa
sudut, yaitu :
1. Tujuan

Kaidah hukum bertujuna untuk menciptakan tata tertib masyarakat dan memberi
perlindungan terhdap manusia beserta kepentingannya.

Kaidah agama, kaidha kesusilaan bertujuna untuk memperbaiki pribadi manusia agar
menjadi lebih baik.

Kaidah kesopanan bertujuna untuk menertibkan masyrakat agar tidak ada korban.

2. Isi

Kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban (atributif dan normatif). Mengatur
tingkah laku dan perbuatan lahir manusia di dalam hukum akan dirasa puas kalau
perbuatan manusia itu sudah sesuai dengan peraturan hukum.
Kaidah agama, kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja (normatif), dan
berisi aturan yang ditujukan kepada sikap batin manusia.

Kaidah kesopanan juga hanya memberikan kewajiban saja, yang isi aturannya
ditujukan kepda sikap lahir manusia.

3. Asal usul sanksinya

Kaidah hukum asal sanksinya berasala dari lura dan dipaksakan oleh kekuasaan dari
luar diri manusia (heteronom), yaitu alat perlengkapan negara.

Kaidah agama asal sanksinya berasla dari diri sendiri dan dipaksakan suara hati
masing-masing pelnaggarnya (otonom).

Kaidah kesopanan asal sanksinya berasal dari kekuasaan yang memaksa, yaitu
masyarakat.

4. Sanksi

Kaidah hukum sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secara resmi.


Kaidah agama sanksinya dipaksakan oleh Allah SWT.
Kaidah kesusilaan sanksinay dipaksakan oleh diri sendiri.
Kaidah kesopanan sanksinya dipaksakan oleh masyarakat secra tidak resmi.

5. Sasarannya

Kaidah hukum dan kesopanan sasaran aturannya ditunjukkan kepada perbuatan


konkret (lahiriah). Kaidah agama dan kesusilaan saran aturannya ditujukan kepada
sikap batin.

C. Sifat dan Isi kaidah Hukum

Hukum itu wajib di taati agar tat tertib dalam masyarakat tetap terpeliahara. Peraturan
hidup kemasyrakatan supaya benar-benar dipatuhi dam di taati. Untuk itu, peraturan
harus dilengkapi dengan unsur memaksa.
Dengan demikian, hukum disamping bersifat mengatur juga mempunyai sifat
memaksa.

Kaidah hukum bersifat mengatur (fakultatif/aavullend recht), menunjukkan bahwa


dalam suatu keadaan konkret dapat dikesampingkan oleh para pihak melalui
perjanjian. Tidak mengikat secra apriori namun melengkapi.
Kaidah hukum bersifat memaksa (imperatif / dwingend), berarti kaidah hukum secara
apriori harus ditaati, bersifat mengikat dan memksa.

Ditinjau dari segi isinya, kaidah hukum dibedakan menjadi tiga :


1. Kaidah hukum berisikan suruhan (gobod)
2. Kaidah hukum beisikan larangan (verbod)
3. Kaidah hukum berisiskan kebolehan (mogen)

D. Esensialia kaidah Hukum

Esensialia kaidah hukum adalah membatasi atau mematoki bukan memaksa, sebab
hukum sebagai kaidah merupakan pedoman atau patokan tentang bagaimana
seharusnya manusia bersikap atau berperilaku dalam hukum.

Dalam kenyataanya yang dapat mengadakan paksaan itu, menurut Purnadi


Purbacaraka, dan Soerjono Soekanto adalah :

1. Diri sendiri, hal ini kebanyakan tidak di sadari oleh pribadi yang bersangkutan.
2. Pihak lain, karena kaidah hukum diberi peranan untuk melakukan pemaksaan.

Tidak ada kaidah hukum yang memaksa, melainkan dapat menimbulkan adanya
paksaan. Sifat memaksa kaidah hukum bukanlah esensial tetapi hanya untuk
membatasi atau mematoki dari kaidah hukum adalah esensial.

E. Penyimpanagan Terhadap Kaidah Hukum

Penyimpangan terhdap kaidah hukum umumnya dikenakan Tindakan hukum berupa


sanksi. Penyimpangan yang demikian itu dinamakan penyelewengan, yaitu
penyimpangan terhadap kaidah hukum tanpa ada dasar kaidah yang sah.

Menurut Purnadi Purbacaraka, Soerjono Soekanto, bahwa pengecualian atau


dispensasi sebagai penyimpangan dari patokan atau pedoman dengan dasar yang sah.
Penyimpangan tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok.

Pertama, alasan pembenaran, yaitu alsan menghapuskan sifat melwan hukumnya


perbuatan, sehingga perbuatan itu dibenarkan, dengan kata lain disebut dengan alasan
pembenaran.

Kedua, alsan pemaaf, yaitu alasan yang menghilangkan kesalahan terdakwa.


Perbuatan terdakwa memang salah dan melawan hukum namun tidak dipidanakan.

F. Tanda-Tanda Pernyataan Kaidah Hukum


Pernyataan kaidah hukum merupakan perumusan hukum (rechtsoordeel) yang
dilaksanakan melalui penentuan (beslissing) yang hasilnya dinamakan
ketentuan.apabila bentuknya tertulis dinamakan peraturan, sednag apabila abstrak dan
ideal maka dinamakan keputusan.

Tanda-tanda pernyataan kaidah hukum dapat berwujud dan tidak berwujud, yang
berwujud seperti :
1. Bahan-bahan resmi yang tertulis, misalnya peraturan perundang-undangan, vonis
hakim, akta autentik.
2. Rambu-rambu lalulintas
3. Benda-benda, misalnya patung Dewi Themis, atau vrouwe Justitia (dewi
keadilan).
4. Kebiasaan-kebiasaan.

Tanda-tanda pernyataan kaidah hukum yang tidak berwujud, misalnya :


1. Bunyi suara seperti peluit
2. Hikmat dengan kata-kata, seperti bahasa Batak, muba duhutduhutna, muba luat
muba uthumna (lain tanah lain tumbuh-tumbuhannya, lain daerah lain hukumnya).
3. Perintah-perintah lisan.

G. Berlakunya Kaidah Hukum

Di dalam teori hukum, biasanya dibedakan antara tiga hal berlakunya kaidah hukum.
Tentang landasan keberlakuan kaidah hukum untuk menentukan sahnya suatu kaidah
hukum terdapat tiga landasan berikut.

1. Landasan yuridis yang menjadikan suatu kaidah hukum itu sah, karena :
a. Proses penetuannya memadai, baik karena sesuai prosedur yang berlaku atau
menurut cara yang telah ditetapkan (W. Sevenbergen).
b. Sesuai dengan pertingkatan hukum atau kaidah hukum yang lebih tinggi(Hans
kelsen).
c. Didasarkan kepada sistem atau tertib hukum secra keseluruhan (Gusta
Radbruch)
d. Didasarkan kepada adanya iktan yang memaksa untuk bersikap pantas
berdasarkan hubungan kondisi dan akibatnya (Logemann)

2. Landasan sosiologis, yaitu berdasarkan kepada penerimaan masyarakat terhdap


suatu kaidah hukum, yang dapat dibedakan atas dua teori yaitu :

a. Teori pengakuan, podo pokonya beranggapan bahwa keberlakuan kaidah


hukum didasarkan kepada adanya pengakuan dan penerimaan oleh
masyarakat.
b. Teori paksaan, menekankan kepada adanya unrsur paksaan dari penguasa atau
pejabat agar kaidah hukum dipatuhi oleh masyarakat.
3. Landasan filosofis, yaitu sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai yang dianut
dalam pergaulan hidup masyarakat dengan orientasi kepada kedamain dan
keadilan.

Adapun rincian lingkup keberlakuan kaidah hukum menurut Soerjono Soekanto,


R. Otje salman adalah sebgai berikut.

a. Lingkup laku wilayah,yang menunjuk pada batas daratan, perairan, dan


angkasa dimana kaidah hukum itu mengikat.
b. Lingkup laku pribadi, yang menunjukkan aneka subjek hukum yang menjadi
sasaran kaidah hukum.
c. Lingkup laku masa, yang menujukkan jangka waktu berlakunya kaidah
hukum.
d. Lingkup laku ihwal, yang berkaitan dengan peristiwa hukum apa saja yang
dikuasai kaidah hukum.

Istilah-Istilah Dalam Ilmu Hukum

A. Subjek Hukum

Menurut Soeroso subjek hukum adalah :

1. Sesuatu yang menurut hukum berhak atau berwenang untuk melakukan perbuatan
hukum atau siapa yang mempuanyai hak dan cakap untuk bertindak daklam
hukum.
2. Sesuatu pendukung hak yang menurut hukum berwenang atau berkuasa bertindak
menjadi pendukung hak (rechtsbevoegd heid).
3. Segala sesuatu yang menurut hukum mempunyai hak dan kewajiban.

Subjek hukum dapat dibedakan atas dua macam apabila dilihat dari segi
hakikatnya, yaitu :

1. Manusia atau orang (natuurlijke person)


2. Badan hukum (rechts person)

Manusia menjadi subjek hukum sejak saat dilahirkan dan berakhir pada saat ia
meninggal dunia, bahkan saat didalam kandungan pun dianggap pembawa
hak.

Hal ini sesuai KUHPer pasal 2, selain itu di dalam Islam ditegaskan bahwa
manusia adalah subjek hukum, sebagai makhluk yang dimuliakan oleh Allah
SWT. Al-Quran telah menjelaskan dalam surah Al-Israa’ ayat 70.
Selain manusia secra pribadi yang dianggap subjek hukum, terdapat juga
badan hukum. Badan hukum adalah perkumpulan yang dapat menanggung hak
dan kewajiban yang bukan manusia. Badan hukum dapat melakukan sebagai
pembawa hak, seperti melakukan persetujuan.

Untuk keikutsertaanya dalam pergaulan hukum, maka suatu badan hukum


harus mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum, yaitu :
1. Memiliki kekayaan terpisah dari kekayaan anggota.
2. Hak atau kewajiban badan hukum terpisah dari haka tau kewajiban
anggota.

Pengaturan badan hukum yang ada diatur sesuai hukum yang berlaku, seperti :
1. Perseroan Terbatas (PT) telah diatur dalam buku 1 bagian ketiga kitab
undang-undang hukum dagang (KUHD).
2. Koperasi diatur dalam undang-undang nomor 17 tahun 2012.
3. Yayasan, penagturannya sesuai kebiasaan yang dibuat aktanya di notaris.
4. Perbankan, diatur dalam undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang
perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1992.
5. Bank pemerintah, sesuai demgan undang-undang yang mengatur
pendiriannya.
6. Organisasi partai politik diatur undan-undang nomor 2 tahun 2008.
7. Pemerintah daerah, diatur dengan undang-undang nomor 23 tahun 2014.
8. Negara Republik Indonesia diatur dengan undang-undang dasar 1945.

B. Lembaga Hukum

Lembaga hukum menurut T.O Ihromi adalah Lembaga yang digunakan oleh warga
masyarakat untuk menyelesaikan sengketa yang timbul di antara para warga dan
merupakan alat untuk Tindakan balasan bagi setiap penyalahgunaan yang mencolok
dan dari aturan yang ada pada Lembaga lain dalam masyarakat.

Lemabaga hukum yang dimaksudkan adalah badan-badan penegak sebagai berikt :

1. Kepolisian

Polisi adalah suatu badan yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dan
menjadi penyidik dalam tindak kriminal.
Untuk mengetahui hakekat teugas polisi dapat dilihat dari undang-undang
kepolisian negara Republik Indonesia (UU No.2 Tahun 2002) pada pasal 13 dan
pasal 14, yaitu :

Pasal 13 mengatakan :
Tugas pokok kepolisian Republkik Indonesia adalah :
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
b. Menegakkan hukum, dan
c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

2. Kejaksaan

Kejaksaan kata dasarnya adalah jaksa. Menurut R.Tresna, nama jaksa berasal dari
India dan gelar itu di Indonesia diberikan kepada pejabat yang sebelum pengaruh
hukum Hindu masuk di Indonesia, sudah biasa melakukan pekerjaan yang sama.

Menurut lampiran surat Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Tahun 1978
mengatakan bahwa :
Jaksa asal kata dari Seloka Satya Adhywicaksana yang merupkan Trapsila
Adhyaksa yang menjadi landasan jiwa dan raihan cita-cita setiap warga Adhyaksa
dan mempunyai arti sebgai berikut.

Satya, kesetiaan yang bersumber dari jujur, baik terhdapa Tuhan Yang Maha Esa,
terhadap diri pribadi dan keluarga maupun sesame manusia.

Adhi, kesempurnaan dalam bertugas dan yang berunsur utama pemilikan rasa
tanggung jawab baik terhadapa Tuhan Yang Maha Esa terhadapa keluarga dan
terhadapa sesame manusia.

Wicaksana, bijaksana dalam bertutur kata dan tingkah laku khususnya dalam
penerapan kekuasaan dan kewenangannya.

Kejaksaan Agung yang dipimpin Jaksa Agung berkedudukan di Ibu Kota Negara
Republik Indonesia. Dalam melaksanakan tugasnya, Jaksa Agung dibantu oleh
beberapa Jaksa Agung Muda yang masing-masing memimpin bidang tertentu dan
tenaga ahli.

Kejaksaan Tinggi yang dipimpin oleh Kepala Kejaksaan Tinggi atau disebut Jaksa
Tinggi berkedudukan di Ibu kota provinsi dan aderah hukumnya meliputi wilayah
provinsi. Untuk melaksanakan tugasnya, Jaksa tinggi dibantu Wakil Jaksa Tinggi
dan beberapa orang asisiten.

Kejaksaan Negeri dipimpin oleh seorang Kepala Kejaksaan Negeri yang


berkedudukan di Ibu kota kabupaten/kota yang daerah hukumnya meliputi daerah
kabupaten/kota.

3. Kehakiman
Kehakiman adalah Lembaga yudikatif yang berfungsi mengadili pelanggaran
terhadap undang-undang. Ketentuan dasar mengenai organ dan wewenang
kehakiman terdapat dalam undang-undang dasar 1945 pada bab IX pasal 24.
4. Lembaga pemasyarakatan

Lembaga pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan


narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Pemasyarakatan menurut Romli
Atmasasmita adalah memasyarakatkan Kembali terpidana, sehingga menjadi
warga yang baik dan berguna pada hakikatnya dalah resosialisasi.

Resosialisasi bertujuan untuk mengembalikan dan mengembangkan pengetahuan,


kemampuan, dan motivasi seorang narapidana sebagai warga masyarakat yang
baik dan berguna.

5. Lembaga Advokasi

Sebelum UU No. 18 tahun 2003, tentang Advokat lahir, di dalam prateknya


ternyata istilah advokat belum ada yang baku untuk sebuah profesi tersebut.
Dalam berbagai ketentuan perundangan terdapat inkonsistensi sebutannya.
Lembaga Advokasi sebenarnya sebagai alat peredam yang ampuh akan
memungkinkan terjadinya gejolak sosial dan ketidakpuasan kaum miskin yang
biasanya terlupakan.

Adapun status sosial seorang advokat menurut pasal 5 UU Advokat (UU No. 18
tahun 2003) sebgai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum
dan peraturan perundangan. Wilayah kerja advokat meliputi seluruh wilyah
negara. Pasal 30 ayat 2 UU Advokat mengatakan bahwa setiap advokat yang
diangkat berdasarkan undang-undang ini wajib menjadi anggota organisasi
advokat.

Organisasi advokat sebagaiman tercantum dalam pasal 32 ayat 3 UU Advokat,


yaitu IKADIN, AAI, IPHI, HAPI, SPI, AKHI, HKHPM, APSI.

C. Objek Hukum

Objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum (manusia dan
badan hukum), dan dapat menjadi pokok/objek suatu hubungan hukum, karena hal itu
dapat dikuasai oleh subjek hukum. Biasanya objek hukum itu benda atau zaak, dan
yang dapat dimiliki dan dikuasai oleh subjek hukum.

Benda menurut pasal 499 KUHPer ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak, yang dapat
dikuasai oleh hak milik. Harta kekayaan melipti barang, hak dan hubungan hukum
mengenai barang dan hak, diatur dalam buku II dan buku III KUHPer. Adapun zaak
meliputi barang dan hak diatur dalam buku II KUHPer .

Adapun benda dalam arti sempit adalah segala sesuatu yang dapat dilihat. Menurut
pasal 503 KUHPer benda dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Benda berwujud, yaitu segala sesuatu yang dapat dilihat, diraba dengan
pancaindra .
2. Benda tak berwujud, yaitu semua hak.

Pasal 504 KUHPer benda dibedakan menjadi dua, yaitu :


1. Benda bergerak, yaitu benda yang dapat dipindahkan.
2. Benda tetpa, yaitu benda yang tidak dapat dipindahkan.
Benda bergerak dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Menurut sifatnya adalah benda yang dapat dipindahkan (pasal 509 KUHPer).
2. Menurut ketentuan UU ialah benda dapat bergerak, yaitu hak-hak yang melekat
atas benda bergerak (pasal 511 KUHPer).
Adapun benda tidak bergerak dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Menurut sifatnya, benda tersebut tidak dapat dipindahkan.
2. Menurut tujuannya, benda tersebut tidak dapat dipindahkan dan juga melekat pada
benda tidak bergerak sebgai benda pokok untuk tujuan tertentu (pasal 507)
KUHPer)
3. Menurut ketentuan UU, benda tidak bergerak ialah hak-hak yang melekat atas
benda tidak bergerak (pasal 508 KUHPer)

Selain pembagian benda diatas ada pembagian benda sebagai berikut :


1. Benda materiil
2. Benda immaterial (ciptaan orang)

D. Asas Hukum

Didalam pembentukan hidup bersama yang baik, dituntut pertimbangan tentang asa
atau dasar dalam membentuk hukum supaya sesuai dengan cita-cita dan kebutuhan
hidup bersama. Dengan demikian, asa hukum adalah prinsip-prinsip yang dianggap
dasr atau fundamen hukum.

Asas hukum menurut Sudikno mertokusumo, dibagi menjadi dua :


1. Asas hukum umum adalah asas hukum yang berhubungan dengan seluruh bidang
hukum, seperti asas restitutio in integrum, asas lex posteriori derogate legi priori,
asas bahwa apa yang lahir tampak benra, untuk sementara harus dianggap
demikian sampai diputus oleh hakim.
2. Asas hukum khusus, berfungsi dalam bidang yang lebih sempit seperti dalam
bidnag perdata,pidan dan sebagainya, yang sering merupakan penjabaran dari asas
hukum umum, seperti asa pacta sunt servandas, asa konsensuualisme, asas
praduga tidak bersalah.
Asas praduga tak bersalah yakni seseorang dianggap tak bersalah sebelum ada
keputusan hakim yang menyatkan bahwa ia bersalah dan keputusan tersebut telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.

Perbedaan asas dan norma :


1. Asas merupakan dasar pemikiran yang umum dan abstrak, sednagkan norma
merupakan peraturan riil.
2. Asas adalah suatu ide atau konsep, sedangkan norma adalh penjabaran dari ide
tersebut.
3. Asas hukum tidak mempunyai sanksi sedangkan norma mempunyai sanksi.

E. Peristiwa Hukum

Tidak ada hak tanpa kewajiban, begitupun sebaliknya. Isi hak dan kewajiban itu
ditentukan oleh aturan hukum. Aturan hukum terdiri dari peristiwa dan akibat yang
oleh aturan hukum tersebut dihubungkan. Dengan demikian, peristiwa hukum adalah
peristiwa yang akibatnya diatur oleh hukum.

Tidak semua peristiwa itu membawa akibat yang diatur oleh hukum, misal si A
mengambil mobil kepunyaan sendiri. Peristiwa semacam ini tidak membawa akibat
yang diatur oleh hukum, atau tidak menggerakkan hukum itu untuk bekerja.

F. Hak dan Kewajiban

Hak dan kewajiban bukanlah kumpulan kaidah, tetapi merupakan perimbangan


kekuaasaan dalam bentuk hak individual di satu pihak yang tercermin pada kewajiban
pasa pihak lawan. Hak dan kewajiban merupakan kewenangan yang diberikan kepada
seseorang oleh hukum.

G. Hubungan Hukum

Hubungan hukum adalah setiap hubungan yang terjadi antara dua subjek hukum atau
lebih dimana hak dan kewajiban di satu pihak berhadapan dengan hak dan kewajiban
di pihak lain.

Hubungan hukum mempunyai tiga unsur

1. Adanya oarnag yang hak dan kewajibannya saling berhadapan.


2. Adanya objek yang berlaku berdasarkan hak dan kewajiban.
3. Adanya hubungan antara pemilik hak dan pengemban kewajiban, atau adanya
hubungan terhadapa objek yang bersangkutan.
Hubungan hukum dibedakan atas :
1. Hubungan yang sederajat dan tak sederajat.
2. Hubungan timbal balik dan timpang

H. Akibat Hukum

Akiabt hukum adalah akibat yang ditimbulkan oleh peristiwa hukum atau suatu akibat
yang ditimbulkan oleh adanya suatu hubungan hukum.

Akibat hukum itu dapat berwujud :


1. Lahirnya, berubahnya, atau lenyapnya suatu keadaan hukum.
2. Lahirnya, berubahnya, atau lenyapnya suatu hubungan hukum, antara dua subjek
hukum atau lebih, diman hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan dengan
hak dan kewajiban pihak yang lain.
3. Lahirnya sanksi jika dilakukan Tindakan yang melawan hukum.

I. Kodifikasi Hukum dan Unfikasi Hukum

Kodifikasi hukum adalah pembukuan hukum yang sejenis di dalam kitab undang-
undang secara sistematis dan lengkap.

Kodifikasi hukum bisa berdampak negatif karena hukum akan menjadi statis dan
tidak bisa mengimbangi perubahan masyarakat yang dinamis selain itu juga ada nilai
positifnya. Dari segi positif adalah sebagai berikut :
1. Memperoleh kepastian hukum.
2. Memperoleh penyerdehanaan hukum.
3. Memperoleh kesatuan hukum.

Sumber Hukum dan Bahan Hukum

A. Pengertian dan Berbagai Sumber Hukum

Istilah sumber hukum mempunyai banyak arti, tergantung dari sudut mana seorang
melihatnya. L.J.Van Apeldoorn menyatakan bahwa perkataan sumber hukum dipakai
dalam arti sejrah, kemasyarakatan, filsafat, dan arti formal.

Dengan demikian dapatlah dirumuskan bahwa sumber hukum adalah segala sesuatu
yang menimbulkan aturan yang mengikat dan memaksa, sehingga apabila aturan itu
dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya.

Seorang ahli memandang sumber hukum menjadi dua macam, yaitu :


1. Sumber hukum formal, yaitu sumber hukum yang dirumuskan peraturannya dalam
suatu bentuk. Karena bentukanya itu menyebabkan berlaku umum, mengikat, dan
ditaati.
2. Sumber hukum materiil, yaitu sumber hukum yang menentukan isi hukum itu.
Sumber hukum materiil di Indonesia adalah Pancasila, sehingga setiap peraturan
perundangan yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan Pancasila.

C.S.T Kansil meninjau sumber hukum itu dari segi materiil dan segi formal.

 Sumber hukum materiil, dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnay
ekonomi, sejarah, sosiologi dan filsafat.
 formal antara lain :

- undang-undang
- kebiasaan
- keputusan-keputusan hakim
- traktat
- pendapat sarjana hukum

B. Bahan-Bahan Hukum

Soerjono Soekanto, memaparkan bahwa bahan hukum itu terdiri tas :

1. Bahan hukum primer


2. Bahan hukum sekunder
3. Bahan hukum tersier

a. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat terdiri atas :
- Norma atau kaidah dasar, yaitu : pembukaan UUD 1945
- Peraturan dasar, yaitu : Batang tubuh UUD 1945, dan ketetapan MPR
- Traktat
- Dll

b. Bahan hukum sekunder, yaitu hukum yang memberikan penjelasan mengenai


hukum primer. Dengan kata lain bahwa hukum sekunder adalah semua publikasi
tentang hukum yang merupakan dokumen yang tidak resmi. Misalnya skripsi,
tesis, dan disertasi tentang hukum.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan dasar-dasar ilmu
hukum petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,
seperti kamus dan ensiklopedia.
Aliran-Aliran Hukum dan Pembagian Hukum

A. Aliran-aliran Hukum

Terdapat beberapa alirann hukum yang digunakan dalam praktek peradilan dan
aliran-aliran itu mempunyai pengaruh yang luas bagi pengelolaan hukum dan
proses peradilan. Aliran-aliran hukum itu adalah :

1. Aliran legisme
2. Aliran freie rechtslehre atau frei rechtsbewegung atau freie recthsschule
3. Aliran rechtsvinding (penemuan hukum)

- Aliran legisme menyatakan bahwa semua hukum terdapat dalam undang-undang.


Maksudnya diluar undang-undang tidak ada hukum. Dengan demikian hakim di
daklam melaksanakan tugasnya hanya melakukan pelaksanaan undang-undang
belaka, dengan cara juridische syllogisme.

- Aliran freie rechtslehre atau frei rechtsbewegung atau freie recthsschule (hukum
bebas) beranggapan bahwa di dalam melaksanakan tugasnya, seorang hakim
bebas untukk melakukan sesuatu menurut undang-undang atau tidak. Hal ini
karena pekerjaan hakim adalah menciptakan hukum.

Menurut aliran ini hakim benar-benar sebgai pencipta hukum yang berdasarkan
keyakinannya merupakan hukum. Oleh karena itu, memahami yurisprudensi
adalah hal primer di dalam mempelajari hukum, sedangkan undang-undang
merupakan hal sekunder.

- Aliran rechtsvinding suatu aliran yang berada diantara aliran diatas , dan aliran ini
beranggapan bahwa hakim terikat pada undang-undang, tetapi tidak seketat
sebagaimana pada aliran legisme, sebab hakim juga mempunayai kebebasan.

jadi hakim tetpa mempunyai kebebasan namun kebebasannya adalah kebebasan


yang terikat, yang mana hakim dapat menyelaraskan undang-undang sesuai
tuntutan zaman.

Menurut aliran ini sangat penting bagi hakim untuk mempelajari yurisprudensi,
karena didalamnya terdapat makna hukum yang konkret yang diperluakan dalam
hidup bermasyarakat yang tidak ditemui dalam kaidah yang terdapat dalam
undang-undang.
B. Aliran Yang berlaku di Indonesia

Aliran yang berlaku di Indonesia adalah aliran rechtsvinding, bahwa hakim dalam
memutuskan suatu perkra berpegang dlam undang-undang dan hukum lainnya
yang berlaku di dalam masyarakat secra kebebasan yang terikta (gebonden
vrijheid) dan keterikatan yang bebas (vrije ge bon denheid)

Tindakan hakim di dasarkan pada pasal 20, 22 AB junctis pasal 5 ayat (1) dan
pasal 10 ayat (1) UU No. 48 tahun 2009, tentang kekuasaan kehakiman
merupakan Tindakan proses pembentukan hukum.

Untuk mampu mengimplementasikan pasl diatas, maka hakim dituntut berpikir


dan memiliki integritas dan kepribadian yang baik, jujur, adil, professional, dan
berpengalaman di bidang hukum.

C. Pembagian Hukum

Hukum itu banyak seginay dan demikian luasnya, dalam kegiatan ilmiah di
usahakan untuk mengadakan penggolongan hukum menurut bebrapa asas
pembagiannya. Menurut C.S.T Kansil, bahwa pembagian hukum terdapat delapan
asas pembagian, yaitu :

1. Menurut sumbernya :

a. Hukum undang-undang
b. Hukum kebiasaan (adat)
c. Hukum traktat
d. Hukum yurisprudensi
e. Hukum ilmu (doktrin)

2. Menurut bentuknya :

a. Hukum tertulis
b. Hukum tidak tertulis (kebiasaan)

3. Menurut tempat berlakunya :

a. Hukum nasional
b. Hukum internasioanl
c. Hukum asing
d. Hukum gereja

4. Menurut waktu berlakunya :

a. Ius constitutum (hukum positif)


b. Ius constituendum
c. Hukum asasi (hukum alam)

5. Menurut cara mempertahankanya :

a. Hukum materiil
b. Hukum formil

6. Menurut sifatnya :

a. Hukum yang memaksa


b. Hukum yang mengatur

7. Menurut wujudnya :

a. Hukum objektif
b. Hukum subjektif

8. Menurut isinya :

a. Hukum privat (hukum sipil)


b. Hukum public (hukum negara)

Anda mungkin juga menyukai