Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

HUKUM PERIKATAN

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas

Mata kuliah: Hukum perdata

Dosen pengampu: Hj.Tri Hidayati,M.H

Disusun oleh

Dinda Ratri Dyah


Palupi
Nim:2012140072

Mela Salma
Nim: 2012140090

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA
KELAS A
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr wb

Puji syukur kepada allah SWT Karena dengan limpahan rahmad dan hidayahnya
penulis dapat menyajikan makalah sederhana yang berjudul Hukum Perikatan.Tak
lupa sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW.
Pada kesempatan ini izinkan penulis untuk menyampaikan terima kasih kepada Ibu
Hj.Tri Hidayati,M.H . Selaku dosen pembimbing mata kuliah studi HUKUM
PERDATA.
Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat,dapat di mengerti dan dapat di
ambil pelajaran yang positif dari makalah ini.
Amin ya robbal alamin.

Wassalamualikum wr wb.

Palangka Raya, Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR ............................................................................................ I
DAFTAR ISI .........................................................................................................II
BAB PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah
..........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan
............................................................................................1
D. Metode Penulisan
...........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum
Perikatan..........................................................................3
B. Sumber – sumber perikatan menurut undang undang
....................................... 4
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
............................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA

1
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Hukum Perikatan ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban subjek
hukum dalam tindakan hukum kekayaan. Hukum perdata Eropa mengenal adanya
perikatan yang ditimbulkan karena undang-undang dan perikatan yang ditimbulkan
karena perjanjian. Perikatan yang ditimbulkan karena undang-undang lazim disebut
perikatan dari undang-undang. Adanya hak dan kewajiban timbul diluar kehendak subjek
hukumnya. Perikatan ini dapat disebabkan oleh tindakan tidak melawan hukum dan
tindakan melawan hukum. Sedangkan perikatan yang ditimbulkan karena perjanjian
lazim disebut “perjanjian”, hak dan kewajiban yang timbul dikehendaki oleh subjek-
subjek hukum. Bahkan, terkadang hak dan kewajiban itu sering merupakan tujuan dalam
menjalankan tindakannya. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa “Semua
perjanjian yang dibuat secara sah yaitu berdasarkan syarat sahnya perjanjian, berlaku
sebagai undang – undang bagi mereka yang membuatnya”. Maksudnya, semua
perjanjian mengikat mereka yang tersangkut bagi yang membuatnya, mempunyai hak
yang oleh perjanjian itu diberikan kepadanya dan berkewajiban melakukan hal-hal yang
ditentukan dalam perjanjian. Setiap orang dapat mengadakan perjanjian, asalkan
memenuhi syarat yang ditetapkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. (R. Abdoel
Djamali,2005:147).

1
A. Rumusan masalah

a) Definisi Hukum Perikatan


b) Sumber Hukum Perikatan
c) Subjek Perikatan
d) Objek Perikatan
e) Jenis jenis Perikatan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian Hukum Perikatan

Hukum perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan
antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain
berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu
akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang
menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat
dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum
keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang
hukum pribadi(pers onal law). Perikatan berasal dari bahasa Belanda “Verbintenis” atau
dalam bahasa Inggris
“Binding”. Verbintenis berasal dari perkataan bahasa Perancis “Obligation” yang
terdapat dalam “code civil Perancis”, yang selanjutnya merupakan terjemahan dari
kata “obligation” yang terdapat dalam Hukum Romawi ”Corpusiuris Civilis”.
Menurut Hofmann, Perikatan atau ”Verbintenis” adalah suatu hubungan hukum
antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum, sehubungan dengan itu, seseorang
mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang
lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu , sedangkan menurut Pitlo, perikatan 1
adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau
lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain
berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi.
Dari pengertian di atas, perikatan (verbintenis) adalah hubungan hukum
(rechtsbetrekking) oleh hukum itu sendiri diatur dan disahkan cara
3
penghubungannya. Oleh karena itu, perjanjian yang mengandung hubungan hukum
antara perorangan (person) adalah hal-hal yang terletak dan berada dalam
lingkungan hukum. Hubungan hukum dalam perjanjian bukan merupakan suatu
hubungan yang timbul dengan sendirinya, akan tetapi hubungan yang tercipta
karena adanya ”tindakan hukum”(rechtshandeling). Tindakan atau perbuatan hukum
yang dilakukan oleh pihak-pihaklah yang menimbulkan hubungan hukum perjanjian,
sehingga terhadap satu pihak diberi hak oleh pihak lain untuk memperoleh prestasi,
sedangkan pihak yang lain itupun menyediakan diri dibebani dengan kewajiban
untuk menunaikan prestasi . 2
Prestasi merupakan obyek (voorwerp) dari perjanjian. Tanpa prestasi, hubungan
hukum yang dilakukan berdasarkan tindakan hukum, tidak akan memiliki arti apapun
bagi hukum perjanjian. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1234 KUH Perdata, maka
prestasi yang diperjanjikan itu adalah untuk menyerahkan sesuatu, melakukan
sesuatu, atau untuk tidak melakukan sesuatu.
Subekti memberikan definisi dari Perikatan sebagai suatu hubungan antara dua
orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu
hal dari pihak yang lain dan pihak yang lainnya berkewajiban untuk memenuhi
prestasi tersebut .
Buku III KUH Perdata tidak memberikan suatu rumusan dari perikatan, akan
tetapi menurut ilmu pengetahuan hukum, dianut rumus bahwa perikatan adalah
hubungan yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak di dalam
lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak
lainnya wajib memenuhi prestasi tersebut . 4
Berdasarkan rumusan tersebut, dapat dilihat bahwa perikatan mengandung 4
unsur, yaitu : 5
1. Hubungan hukum, ialah hubungan yang terhadapnya hukum melekatkan “hak”
pada 1 (satu) pihak dan melekatkan “kewajiban” pada pihak lainnya.
2. Kekayaan, yang dimaksud dengan kriteria perikatan adalah ukuran-ukuran yang
dipergunakan terhadap sesuatu hubungan hukum, sehingga hubungan hukum

4
itu dapat disebut suatu perikatan. Untuk menentukan apakah suatu hubungan itu
merupakan perikatan, sekalipun hubungan itu tidak dapat dinilai dengan uang,
akan tetapi masyarakat atau rasa keadilan menghendaki agar suatu hubungan
hukum itu diberi akibat hukum pada hubungan tadi sebagai suatu perikatan6
3. Pihak-pihak atau disebut sebagai subyek perikatan adalah bahwa hubungan
hukum harus terjadi antara dua orang atau lebih. Pihak yang berhak atas
prestasi atau pihak yang aktif adalah pihak kreditur atau yang berpiutang,
sedangkan pihak yang wajib memenuhi prestasi adalah pihak pasif yaitu debitur
atau yang berutang.
4. Prestasi atau dapat juga kontra prestasi (tergantung dari sudut pandang
pelaksanaan prestasi tersebut) adalah macam-macam pelaksanaan dari
perikatan dan menurut ketentuan Pasal 1234 KUH Perdata, dibedakan atas
memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu.
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bahwa perjanjian timbul disebabkan
oleh adanya hubungan hukum antara dua orang atau lebih, yang berarti bahwa
pendukung hukum perjanjian sekurang-kurangnya harus ada dua orang tertentu.
Masing-masing orang itu menduduki tempat yang berbeda, yaitu satu orang menjadi
pihak kreditur, yaitu pihak yang berhak atas prestasi dan seorang lagi menjadi pihak
debitur, yaitu pihak yang wajib memenuhi prestasi. Kreditur dan debitur ini
merupakan subyek perikatan. Dalam hal ini, seorang debitur harus selamanya
diketahui, sebab tidak mungkin dilakukan penagihan kepada seseorang yang tidak
dikenal, sedangkan untuk kreditur boleh merupakan seseorang yang tidak diketahui.
Dalam suatu perikatan, satu pihak berhak atas suatu prestasi, tetapi mungkin
juga pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi itu di samping kewajiban tersebut
juga berhak atas suatu prestasi. Sebaliknya pula, pihak lain itu di samping berhak
atas suatu prestasi juga berkewajiban memenuhi suatu prestasi. Jadi kedua belah
pihak memiliki hak dan kewajiban timbal balik . 8
Debitur memiliki kewajiban untuk menyerahkan prestasi kepada kreditur, oleh
sebab itu debitur memiliki kewajiban untuk membayar hutang (schuld). Di samping

5
itu, debitur juga memiliki kewajiban lain, yaitu bahwa debitur berkewajiban untuk
memberikan harta kekayaannya diambil oleh kreditur sebanyak hutang debitur, guna
pelunasan hutang tadi, apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya membayar
hutang tersebut . 9
Kreditur dalam arti yuridis adalah orang yang berhak atas prestasi yaitu pihak
yang aktif dalam perikatan, sedangkan debitur adalah orang yang berkewajiban
melaksanakan prestasi yaitu pihak yang pasif dalam perikatan.Hak dalam arti yuridis
adalah wewenang yang diberikan oleh hukum (undang-undang) kepada subjek
hukum untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu, sedangkan
kewajiban adalah pembebanan yang diberikan oleh hukum (undang-undang)
kepada subjek hukum untuk melaksanakan sesuatu.
Dalam hukum perikatan, hak dan kewajiban dari subjek hukum harus diletakkan
secara seimbang dan tidak boleh timpang (memberatkan salah satu pihak).Setiap
debitur mempunyai kewajiban untuk melaksanakan prestasi kepada krediturnya,
yang disebut “Schuld” atau “Obligatio”. Selain itu debitur juga mempunyai tanggung
jawab untuk menjamin akan memenuhi prestasi atau hutangnya dengan harta
kekayaannya, yang disebut “Haftung”. Setiap kreditur mempunyai piutang terhadap
debitur dan berhak untuk menagihnya. Hak menagih disebut “Vorderingsrecht”. Jika
debitur tidak memenuhi kewajibannya maka kreditur mempunyai hak menagih atas
harta kekayaan debitur sebesar piutang tersebut. Hak ini disebut “Verhaalsrecht”.
Pada prinispnya Schuld dan Haftung dapat dibedakan namun tidak dapat
dipisahkan.
Prinsip Haftung tercantum dalam Pasal 1131 KUH Perdata bahwa semua harta
kekayaan debitur terikat untuk pemenuhan hutang baik barang yang bergerak
(roerende goederen) maupun barang tidak bergerak (onroerende goederen), baik
harta kekayaan yang sudah ada maupun harta kekayaan yang akan ada,
bertanggung jawab atas pemenuhan prestasi yang telah dalam suatu kontrak.
Objek hukum adalah segala sesuatu yang menjadi objek dalam hubungan
hukum dan harus ditunaikan oleh subjek hukum yaitu berupa prestasi. Prestasi

6
dalam hukum perikatan adalah objek perikatan yang diatur dalam Pasal 1234 KUH
Perdata yaitu untuk memberikan sesuatu (te geven), untuk berbuat sesuatu (te
doen) dan untuk tidak berbuat sesuatu (niet te doen). Dalam arti sempit objek
hukum adalah benda yang meliputi barang dan hak.
Agar objek perikatan itu sah diperlukan beberapa persyaratan yaitu :
1. Objek itu harus lahir dari perjanjian atau undang-undang
2. Objeknya harus tertentu dan dapat ditentukan
3. Objek itu mungkin untuk dilaksanakan
4. Objek itu diperobolehkan oleh hukum.
Lapangan hukum harta kekayaan maksudnya segala sesuatu yang dapat
dinilai dengan uang. Hak-hak kekayaan meliputi hak yang berlaku terhadap orang
tertentu yang dinamakan hak perseorangan dan memiliki sifat relatif, dan hak yang
berlaku terhadap tiap-tiap orang yang dinamakan hak kebendaan dan memiliki sifat
absolut.

B.Sumber perikatan berdasarkan undang-undang


Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan ”Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik
karena perjanjian, baik karena undang-undang”. Maknanya, perikatan
bersumber dari, 1) Perjanjian, 2) Undang-Undang. Namun demikian,
perikatan juga dapat bersumber dari Jurisprudensi, Hukum Tertulis dan
Hukum Tidak Tertulis serta Ilmu Pengetahuan Hukum.

7
C. (Subjek Perikatan).
Sebagaimana telah disampaikan bahwa perikatan adalah hubungan hukum
yang terjadi diantara dua orang atau lebih yang terletak di bidang harta
kekayaan, dengan mana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak
lainnya wajib memenuhi prestasi tersebut. Pihak yang berhak atas prestasi
adalah pihak yang aktif, lazim disebut sebagai kreditur atau yang berpiutang.
Sebaliknya, pihak yang pasif atau pihak yang wajib memenuhi prestasi
disebut dengan debitur atau yang berutang, mereka inilah yang disebut
sebagai subjek atau para pihak dalam perikatan.
Keberadaan para pihak dapat berupa orang ataupun badan hukum/badan
usaha. Tentang debitur atau yang berutang disyaratkan harus selamanya
diketahui, karena seseorang tidaklah dapat menagih seorang lainnya jika
keberadaannya tidak diketahui ataupun tidak dikenal. Berbeda halnya
dengan kreditur, boleh seseorang yang tidak diketahui ataupun tidak
disyaratkan untuk diketahui keberadaannya. Selain itu, keberadaan debitur
dan kreditur dapat digantikan. Penggantian debitur harus diketahui oleh
kreditur, namun penggantian kreditur dapat terjadi secara sepihak. (Mariam
Darus Badrul Zaman, 1994: 4).

D.Objek Perikatan.
Pasal 1234 KUH Perdata memberikan pengaturan tentang objek ataupun
jenis perikatan. Objek dalam perikatan adalah sesuatu yang ingin dicapai
oleh kedua belah pihak di dalam perjanjian itu. Objek dalam hukum
perikatan lazim juga disebut sebagai prestasi dalam perikatan, yaitu:
1. Untuk memberikan sesuatu;
2. Untuk berbuat sesuatu;
3. Untuk tidak berbuat sesuatu

8
E.Jenis Perikatan.
Perikatan menurut para ahli dibedakan dalam berbagai jenis sebagai berikut:
1. Menurut Ilmu Hukum Perdata:
a. Dilihat dari objek nya:
1) Untuk memberikan sesuatu;
2) Untuk berbuat sesuatu;
3) Untuk tidak berbuat sesuatu;
4) Perikatan manasuka;
5) Perikatan fakultatif;
6) Perikatan generic dan spesifik;
7) Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi;
8) Perikatan yang sepintas lalu dan terus menerus;
b. Dilihat dari subjeknya:
1) Perikatan tanggung menanggung (hoofdelijk/solidair);
2) Perikatan pokok & tambahan (principale & accessoir);
c. Dilihat dari daya kerjanya:
1) Perikatan dengan ketetapan waktu;
2) Perikatan bersyarat.
2. Menurut Undang-undang:
a. Perikatan untuk memberikan sesuatu (Pasal 1235 – 1238 KUH
Perdata):
Dalam perikatan untuk memberikan sesuatu, termaktub kewajiban
yang berutang untuk menyerahkan harta benda yang bersangkutan
dan merawatnya sebagaimana bapak rumah tangga yang baik,
sampai pada saat penyerahannya. Perikatan ini prestatienya adalah untuk memberikan
sesuatu (menyerahkan) yang dikenal juga dengan istilah levering dan
merawatnya. Kewajiban menyerahkan adalah kewajiban pokok, sedangkan
kewajiban merawat adalah kewajiban preparatoir, yang

9
dilaksanakan oleh debitur menjelang pemenuhan kewajiban
pokoknya.
Contoh perikatan untuk memberikan sesuatu adalah Jual Beli, Sewa
Beli, Tukar Menukar.
b. Perikatan untuk berbuat sesuatu dan perikatan untuk tidak berbuat
sesuatu (Pasal 1239 s.d Pasal 1242 KUH Perdata). KUH Perdata
tidak memberikan pernyataan secara tegas tentang perikatan untuk
berbuat sesuatu dan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu.(Lihat
lebih lanjut ketentuan Pasal 1239 s/d 1242 KUH Perdata).
Pasal 1239 KUH Perdata sebagai pasal awal, pada bagian ketiga dari
Bab Kesatu tentang Perikatan-Perikatan Umum menyatakan bahwa,
“Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak
berbuat sesuatu, apabila si berutang tidak memenuhi
kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajibannya
memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga”.
Ketentuan Pasal tersebut di atas, memberikan pengaturan tentang
tuntutan ganti rugi yang dapat diajukan oleh si yang berpiutang,
ketika yang berutang tidak memenuhi perikatannya.
c. Perikatan Bersyarat (Pasal 1253, 1259 – 1267 KUH Perdata):
Pasal 1253 KUH Perdata menyatakan bahwa “Perikatan adalah
bersyarat jika digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan
datang dan masih belum tentu akan terjadi, baik secara
menangguhkan perikatan, sehingga terjadinya peristiwa semacam
itu menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut”.
Syarat tersebut harus dinyatakan secara tegas dalam perikatan.
Namun batasan terhadap syarat tersebut telah diatur dalam
undang-undang yaitu:
1) bertujuan melakukan sesuatu yang tidak mungkin
dilaksanakan;

1
0
2) bertentangan dengan kesusilaan;
3) dilarang undang-undang;
4) pelaksanaannya tergantung dari kemauan orang yang terikat.
Pasal 1266 KUH Perdata memberikan pengaturan tentang
“Ingkar janji yang merupakan syarat batal dalam suatu
perjanjian timbal balik”.
5) Perikatan dengan ketetapan waktu (Pasal 1268 – 1271 KUH
Perdata);
Perikatan dengan ketetapan waktu adalah suatu perikatan
yang tidak menangguhkan perikatan, hanya menangguhkan
pelaksanaannya.
d. Perikatan manasuka/alternative (Pasal 1272 – 1277 KUH Perdata);
Dalam perikatan alternative ini, debitur dibebaskan jika ia
menyerahkan salah satu barang yang disebutkan dalam perikatan,
tetapi ia tidak dapat memaksa yang berpiutang untuk menerima
sebagian dari barang yang satu dan sebagian dari barang yang lain.
e. Perikatan Tanggung Renteng/ Tanggung Menanggung (Pasal 1278 –
1303 KUH Perdata):
Perikatan tanggung menanggung atau tanggung renteng terjadi
antara beberapa orang berpiutang, jika didalam perjanjian secara
tegas kepada masing-masing diberikan hak untuk menuntut
pemenuhan seluruh hutang, sedangkan pembayaran yang
dilakukan kepada salah satu membebaskan orang yang berhutang
meskipun perikatan menurut sifatnya dapat dipecah atau dibagi
antara orang yang berpiutang tadi.
Tanggung renteng dibedakan yang aktif dan pasif. Tanggung
renteng aktif adalah perikatan tanggung menanggung yang
pihaknya terdiri dari beberapa kreditur. Sedangkan yang pasif
adalah terjadinya suatu perikatan tanggung menanggung diantara

1
1
orang-orang yang berutang yang mewajibkan mereka melakukan
suatu hal yang sama. salah seorang dari kreditur dapat dituntut
untuk seluruhnya, dan pemenuhan dari salah seorang
membebaskan orang-orang berutang lainnya terhadap si
berpiutang/kreditur.
f. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi (Pasal 1296
– 1303 KUH Perdata);
pada perikatan ini, objeknya adalah mengenai suatu barang yang
penyerahannya, atau suatu perbuatan yang pelaksanaannya dapat
dibagi-bagi, baik secara nyata ataupun perhitungan.
g. Perikatan dengan ancaman hukuman (Pasal 1304 – 1312 KUH
Perdata). Ancaman hukuman adalah suatu keterangan, yang
sedemikian rupa disampaikan oleh seseorang untuk adanya
jaminan pelaksanaan perikatan. Maksud adanya ancaman hukuman
ini adalah :
1) untuk memastikan agar perikatan itu benar-benar dipenuhi;
2) untuk menetapkan jumlah ganti rugi tertentu apabila terjadi
wanprestasi dan untuk menghindari pertengkaran tentang hal
tersebut.
Ancaman hukuman ini bersifat accessoir. Batalnya perikatan pokok
mengakibatkan batalnya ancamanhukuman. Batalnya ancaman
hukuman tidak berakibat batalnya perikatan pokok.

1
2
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Hukum perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan
antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain
berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu
akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang
menimbulkan perikatan. “Binding”. Oleh karena itu, perjanjian yang mengandung hubungan
hukum. Hubungan hukum dalam perjanjian bukan merupakan suatu. karena adanya
”tindakan hukum”(rechtshandeling). Tindakan atau perbuatan hukum. untuk menunaikan
prestasi . Prestasi merupakan obyek (voorwerp) dari perjanjian. bagi hukum perjanjian.
lainnya wajib memenuhi prestasi tersebut 1 .Hubungan hukum, ialah hubungan yang
terhadapnya hukum melekatkan “hak”. 2, Kekayaan, yang dimaksud dengan kriteria
perikatan adalah ukuran-ukuran yang. itu dapat disebut suatu perikatan. Untuk menentukan
apakah suatu hubungan itu. 3. hukum harus terjadi antara dua orang atau lebih. Pihak yang
berhak atas. 4. debitur, yaitu pihak yang wajib memenuhi prestasi. merupakan subyek
perikatan. Dalam hal ini, seorang debitur harus selamanya. juga berhak atas suatu prestasi.
atas suatu prestasi juga berkewajiban memenuhi suatu prestasi. pihak memiliki hak dan
kewajiban timbal balik . sebab itu debitur memiliki kewajiban untuk membayar hutang
(schuld). hutang tersebut . yang disebut “Schuld” atau “Obligatio”. kekayaannya, yang
disebut “Haftung”. debitur dan berhak untuk menagihnya. harta kekayaan debitur sebesar
piutang tersebut. hukum dan harus ditunaikan oleh subjek hukum yaitu berupa prestasi.
doen) dan untuk tidak berbuat sesuatu (niet te doen). 1. 2. 3. Objek itu mungkin untuk

13
dilaksanakan. 4. Hak-hak kekayaan meliputi hak yang berlaku terhadap orang. karena
perjanjian, baik karena undang-undang”. Maknanya, perikatan. Namun demikian,. lainnya
wajib memenuhi prestasi tersebut. Pihak yang berhak atas prestasi. Tentang debitur atau
yang berutang disyaratkan harus selamanya. keberadaannya tidak diketahui ataupun tidak
dikenal. disyaratkan untuk diketahui keberadaannya. dan kreditur dapat digantikan.
Penggantian debitur harus diketahui oleh. kreditur, namun penggantian kreditur dapat terjadi
secara sepihak. jenis perikatan. Objek dalam perikatan adalah sesuatu yang ingin dicapai.
oleh kedua belah pihak di dalam perjanjian itu. 1. Untuk memberikan sesuatu;. 2. 3. Untuk
tidak berbuat sesuatu. 1. a. Dilihat dari objek nya:. b. Dilihat dari subjeknya:. c. Dilihat dari
daya kerjanya:. 2. a. Perikatan untuk memberikan sesuatu (Pasal 1235 – 1238 KUH. b.
Perikatan untuk berbuat sesuatu dan perikatan untuk tidak berbuat. sesuatu (Pasal 1239 s.d
Pasal 1242 KUH Perdata). c. Perikatan Bersyarat (Pasal 1253, 1259 – 1267 KUH Perdata):.
Perikatan manasuka/alternative (Pasal 1272 – 1277 KUH Perdata);. Perikatan Tanggung
Renteng/ Tanggung Menanggung (Pasal 1278 –. Tanggung renteng dibedakan yang aktif
dan pasif. Sedangkan yang pasif . suatu hal yang sama. Perikatan yang dapat dibagi dan
yang tidak dapat dibagi (Pasal 1296. Perikatan dengan ancaman hukuman (Pasal 1304 –
1312 KUH. Ancaman hukuman adalah suatu keterangan, yang. jaminan pelaksanaan
perikatan. Ancaman hukuman ini bersifat accessoir. Batalnya perikatan pokok. Batalnya
ancaman. hukuman tidak berakibat batalnya perikatan pokok.

14
DAFTAR PUSTAKA

https://www.dosenpendidikan.co.id/hukum-perikatan
https://lsc.bphn.go.id/konsultasiView?id=2569
https://repository.unimal.ac.id/1148/1/%5BNanda%20Amalia%5D%20Hukum%20Perikatan
.pdf
file:///C:/Users/LENOVO/Downloads/GS%20Mu'adil%20Faizin%20Hukum%20Perikatan%
20Islam%20Di%20Indonesia%20(1).pdf

Anda mungkin juga menyukai