Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PERIKATAN PADA UMUMNYA


(Ashqara Meraxa & Mochamad Dzaki W)

A. Definisi Perikatan
Di dalam sistem Hukum Indonesia, perikatan ada dalam buku ke III Kitab Undangundang Hukum Perdata tentang perikatan. Disini diatur perikatan yang lahir dari perjanjian
(kontrak) dan perikatan yang lahir karena undang-undang seperti perbuatan melawan hukum,
perwakilan sukarela, dan pembayaran yang tidak terhutang. Semua bidang yang telah disebutkan
tercangkup dalam satu muatan yaitu perikatan.
Istilah

Perikatan

merupakkan

kesepadanan

dari

istilah

bahasa

Verbintenis. Verbintenis berasal dari kata kerjaverbiden yaitu mengikat.

Belanda

Istilah hukum

perikatan ini mencangkup semua ketentuan dalam Buku Ketiga dari KUH Perdaa. Karena itu,
istilah Hukum Perikatan terdiri dari dua golongan besar yaitu:
a. Hukum Perikatan yang berasal dari undang-undang
b. Hukum Perikatan yang berasal dari perjanjian1
Pasal 1233 KUH Perdata menyebutkan

bahwa perikatan dapat timbul karena

perjanjian/kontrak atau karena undang-undang. Dilihat dari penjelasan Pasal 1233 KUH Perdata
bisa dilihat bahwa perikatan tidak sama dengan perjanjian/kontrak. Perikatan merupakan
hubungan hukum, sedangkan perjanjian/kontrak merupakan perbuatan hukum yang melahirkan
perikatan.
Di dalam KUHPerdata Indonesia, dan bahkan KUHPerdata Belanda yang abru tidak
ditemukan definisi perikatan. Makna perikatan ini ditelusuri dari doktrin atau pendapat pakarpakar hukum perdata seperti Subekti. Subekti berpendapat bahwa perikatan adalah suatu
perhubungan antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak
1 Dr. Munir Fuady, S.H., M.H., LL.M. Hukum Kontrak Buku Kesatu. (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2015), hlm. 1.

menuntut sesuatu hal dari pihak lain dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan
tersebut.2
Perjanjian yang mengandung hubungan hukum antara perorangan (person) adalah hal-hal
yang terletak dan berada pada lingkungan hukum. Hubungan hukum dalam perjanjian bukan
merupakan suatu hubungan yang timbul dengan sendirinya, namun merupaan hubungan yang
tercipta karena adanya tindakan hukum (rechtsandeling). Tindakan atau perbuatan hukum yang
dilakukan oleh pihak-pihakah yang menimbulkan uhbungan hukum perjanjian, sehingga
terhadap salah satu pihak diberi hak oleh ihak lain untuk memperoleh prestasi, sedangkan pihak
lain itupun menyediakan diri dibebani dengan kewajiban menunaikan prestasi.3

B. Pengaturan Hukum Perikatan


Hukum perikatan diatur dalam buku ke III Burgerlijk Wetboek (BW)/KUHPerdata.
Pengaturan tentang perikatan perdata pada umumnya terdiri dari:4
1. Kesatu : Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1233 dan Pasal 1234)
2. Kedua
: Tentang Perikatan-Perikatan Memberikan Sesuatu (Pasal 1235-1238)
3. Ketiga
: Tentang Perikatan-perikatan untuk Berbuat Sesuatu atau untuk Tidak
Berbuat Sesuatu (Pasal 1239-1242)
4. Keempat
: Tentang Pergantian Biaya Rugi dan Bunga karena Tidak Terpenuhinya
Suatu Perikatan (Pasal 1243-1252)
5. Kelima
: Tentang Perikatan Bersyarat (Pasal 1253-1267)
6. Keenam
: Tentang Perikatan-Perikatan dengan Ketetapan Waktu (Pasal 1268-1271)
7. Ketujuh
: Tentang Perikatan-Perikatan Manasuka atau Perikatan yang Boleh
Dipilih oleh Salah Satu Pihak (Pasal 1272-1277)
8. Kedelapan
: Tentang Perikatan-Perikatan Tanggung Renteng atau Perikatan-Perikatan
Tanggung Menanggung (Pasal 1278-1295)

2 Subekti. Hukum Perjanjian. (Jakarta: PT Internusa, 1992), hlm. 1.


3 M. Yahya Harahap. Segi-segi Hukum Perjanjian. (Bandung: Alumni, 1986). hlm. 7.
4 Dr. Munir Fuady, S.H., M.H., LL.M. Hukum Kontrak Buku Kesatu. (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2015)
hlm. 11.

9. Kesembilan

: Tentang Perikatan-Perikatan yang dapat Dibagi-Bagi dan Perikatan-

Perikatan yang Tidak Dapat Dibagi-Bagi (Pasal 1296-1303)


10. Kesepuluh
: Tentang Perikatan-Perikatan dengan Ancaman Hukuman (Pasal 13041312)

C. Asas Hukum Perikatan


Terdapat tiga asas penting dalam Hukum Perikatan sebagai berikut:
a. Asas kebebasan berkontrak
Asas kebebasan berkontrak ini ada dalam Pasal 1338 ayat (1)KUH Perdata yang berbunyi
sebagai berikut:---Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya.
Asas kebebasan berkontrak ini memberi kebebasan bagi para pihak untuk:
1. Membuat atau tidak membuat perjanjian.
2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun.
3. Menentukan isi perjanjian
4. Menentukan bentuk perjanjian.
Perlu diingat bahwa walaupun para pihak bebas membuat perjanjian dan bebas
menentukan isi perjanjian, perjanjian tersebut tidak boleh melanggar undang-undang,
kesusilaan, dan ketertiban umum.
b. Asas Konsensual
Asas konsensual ini tercermin dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan
bahwa syarat pertama untuk sahnya suatu perjanjian adalah adanya kesepakatan para
pihak untuk mengikatkan diri.
Asas konsensual merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian tidak perlu dibuat
secara formal namun cukup dengan adanya kata sepakat dari para pihak.
c. Asas pacta sunt servanda
Asas pacta sunt servanda ini ada dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Asas ini disebut
juga sebagai asas kepastian hukum yang berarti bahwa suatu perjanjian yang dibuat
secara sah menjadi hukum yang mengikat bagi para pihak yang membuatnya.

D. Subjek & Objek Hukum Perikatan


D.1. Subjek Perikatan

Subjek perikatan adalah para pihak pada suatu perikatan yaitu kreditor yang berhak dari
debitor yang berkewajiban atas prestasi. Pada debitor terdapat 2 unsur, antara lain schuld yaitu
hutang debitor kepada kreditor dan haftung yaitu harta kekayaan debitor dipertanggungjawabkan
bagi pelunasan utang.
Apabila seorang debitor tidak memenuhi atau tidak menepati perikatan hal tersebut
disebut cedera janji (wanprestasi). Dalam sebuah perikatan akan timbul hak dan kewajiban pada
dua sisi. Dengan arti bahwa pada satu pihak ada hak untuk menuntut sesuatu dan pihak lain
menjadi kewajiban untuk memenuhinya. Sesuatu itu adalah prestasi.
D.2. Objek Perikatan
Prestasi merupakkan obyek dari perjanjian. Prestasi mempunyai peran dimana tanpa
adanya prestasi hubungan hukum yang dilakukan berdasarkan tindakan hukum tidak memiliki
arti apapun bagi hukum perjanjian. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1234 KUH Perdata, maka
prestasi yang diperjanjikan itu adalah untuk menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, atau
untuk tidak melakukan sesuatu. Sebelum dinyatakan wanprestasi harus dilakukan somasi, yaitu
sebuah peringatan untuk debitor agar memenuhi kewajibannya.

E. Unsur Hukum Perikatan


Berdasarkan pengertian tentang perikatan, terdapat beberapa unsur yang melekat:5
E.1 Hubungan Hukum (rechtsverhouding, rechtsbeterking)
Hubungan hukum adalah hubungan yang diatur dan diakui oleh hukum. Hubungan
hukum ini pada akhirnya akan menimbulkan akibat hukum tertentu. Di dalam hubungan hukum,
hubungan antara 2 pihak melekat hak pada satu pihak dan kewajiban satu pihak lainnya.
Hubungan ini diatur dan memiliki akibat hukum tertentu. Hak dan kewajiban para pihak ini
dapat dipertahankan di hadapan pengadilan.
Contoh: perjanjian jual-beli mobil.
5 Prof. Dr. Ridwan Khairandy, S.H., M.H. Hukum Kontrak Indonesia Dalam Perspektif Perbandingan.
(Jakarta: FH UII Press, 2013), hlm. 6.

E.2 Kekayaan (vermogen, patrimonial)


Hubungan hukum dalam hukum harta kekayaan adalah hubungan hukum yang timbul
dari perikatan berupa hak dan kewajiban itu harus memiliki nilai uang atau setidaknya dapat
dijabarkan dengan sejumlah uang tertentu. Jadi, untuk menentukan apakah hubungan hukum itu
merupakan, tolok ukur yang dipakai adalah hubungan tersebut harus dapat dinilai dengan
sejumlah uang.
E.3 Para pihak (partijen, parties)
Para pihak di dalam perikatan menjadi subjek perikatan. Subjek perikatan ini ada dua
pihak, yakni debitor dan kreditor. Debitor adalah pihak yang memiliki kewajiban untuk
melaksanakan suatu prestasi, sedangkan kreditor adalah pihak yang memiliki hak atas
pemenuhan suatu prestasi dari debitornya. Pihak dalam perikatan tidak identik dengan orang.
Dalam konteks hukum perdata orang dapat berarti makhluk pribadi (natuurlijkepersoon atau
natural person) juga dapat mencakup badan hukum (rechtspersoon atau legal person). Seorang
debitor atau kreditor dapat terdiri beberapa orang atau badan hukum. Dapat saja di dalam suatu
perikatan debitor dan kreditor terdiri atas dua orang atau lebih, tetapi di dalam perikatan tetap
dua, yakni debitor dan kreditor.
E.4 Prestasi (prestatie, performance)
Prestasi merupakan objek perikatan. Prestasi sendiri merupakan suatu utang atau
kewajiban yang harus dilaksanakan dalam suatu perikatan. Pasal 1234 KUHPerdata memberikan
klasifikasi prestasi sebagai berikut:
a. Memberikan sesuatu;
b. Berbuat sesuatu; atau
c. Tidak berbuat sesuatu.
Kemudian prestasi sebagai objek perikatan harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yakni:
a. Harus terentu atau setidaknya dapat ditentukan;
b. Objeknya diperkenankan oleh hukum; dan
c. Prestasi itu harus mungkin dilaksanakan.

F. Sumber Hukum Perikatan

Pasal 1233 KUHperdata menyebutkan bahwa perikatan dapat lahir dari 2 hal:

Perjanjian
Perikatan yang lahir dari perjanjian diatur dalam pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengingkat dirinya terhadap satu

orang atau lebih.


Undang-undang
Menurut pasal 1352 KUH Perdata perikatan yang berasal dari undang-undang dibedakan
atas perikatan dari undang-undang saja dan perikatan yang lahir dari undang-undang
karena perbuatan manusia sesuai hukum dan perbuatan melawan hukum.

G. Jenis-jenis Perikatan

Sumber Perikatan
(Pasal 1322 BW)

Perjanjian (Pasal 1313


BW)

Undang-undang (1352
BW)

Perbuatan Manusia
(1353 BW)

Hanya Undang-undang
(104, 321, 625 BW)

Sesuai Hukum (1354,


1359 BW)

Perbuatan Melawan
Hukum (1365 BW)

G.1 Berdasarkan Sumbernya6


G.1.1 Berdasarkan perjanjian (syarat sah perjanjian: 1320)

6 Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja. Perikatan Pada Umumnya. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2002). hlm. 41.

Terjadinya suatu perjanjian (overeenkomst) diperlukan persetujuan para pihak.7 Dan perjanjian
dalam Pasal 1313 KUH Perdata didefinisikan sebagai suatu perbuatan dimana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Contoh: perjanjian jual-beli
handphone antara A dan B, sehingga melahirkan kewajiban bagi A untuk melakukan pembayaran
sesuai harga yang disepakati dan kewajiban B untuk memberikan barang (handphone) tersebut.
Kewajiban-kewajiban tersebut menjadi hak untuk pihak yang sebaliknnya, merupakan sebuah
hak bagi A untuk menerima barang (handphone) dari B, dan merupakan sebuah hak bagi B untuk
menerima uang pembayaran dari A.
G.1.2 Berdasarkan Undang-Undang
G.1.2.1 Perikatan semata-mata karena undang-undang:

Perikatan yang menimbulkan kewajiban bagi penghuni pekarangan berdampingan (625)

Perikatan yang menimbulkan mendidik dan memelihara anak (104)

G.1.2.2 Perikatan karena UU lewat perbuatan manusia:

Perbuatan melawan hukum (1365)

G.1.2.3 Perbuatan menurut hukum:

Perwakilan sukarela (1354)

Pembayaran tidak terutang (1359 ayat 1)

Perikatan wajar (1359 ayat 2)

G.2 Berdasarkan Isi/Prestasi Perikatannya (1234)


G.2.1 Perikatan untuk memberikan sesuatu (1235)
Mewajibkan si berutang (debitur) untuk menyerahkan suatu kebendaan dan merawatnya
bagaikan seorang bapak rumah yang baik sampai pada waktu penyerahan. 8 Dalam hal ini
menyerahkan kebendaan adalah kewajiban pokok, sedangkan merawat adalah kewajiban
7 P.N.H. Simanjuntak. Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia. (Jakarta: Djambatan, 2009), hlm. 330331.

preparatoir (hal-hal yang harus dilakukan oleh debitur menjelang penyerahan dari benda
tersebut.9
G.2.2 Perikatan untuk melakukan sesuatu
Melakukan perbuatan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam perikatan (perjanjian). 10
Contohnya: perjanjian membangun rumah, mengosongkan lahan, atau membuat karya seni.
G.2.3 Perikatan untuk tidak melakukan sesuatu
Tidak melakukan perbuatan seperti apa yang telah diperjanjikan. 11 Contohnya: perjanjian antara
pabrik dengan distributor agar distributor tidak memasarkan produk dari pesaing pabrik tersebut,
atau perjanjian agar pabrik tidak memasarkan produk tertentu ke distributor lain.

G.3 Berdasarkan Doktrin12


G.3.1 Perikatan perdata perikatan alamiah

Perikatan perdata: perikatan sesuai dengan rincian di atas, dengan ciri khas dapat

dibuktikan sehingga pelaksanaannya dapat dituntut di depan Pengadilan.


Perikatan alamiah: perikatan yang tidak dapat dituntut pemenuhannya melalui bantuan
hukum. Menitikberatkan pada kewajiban moril. Tetapi Pasal 1359 menyatakan, sekali
orang melunasi perikatan alamiah secara suka rela, maka uang pelnasan itu tidak dapat
dituntut kembali.

G.3.2 Perikatan pokok/prinsipal perikatan accessoir

8 Titik Triwulan Tutik. Pengantar Hukum Perdata di Indonesia. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2006).
Halaman 231.
9 Ibid.
10 Ibid.
11 Ibid., halaman 233.
12 J. Satrio. Hukum Perikatan: Perikatan Pada Umumnya. (Bandung: PT Alumni, 1999). Halaman 79.

Perikatan pokok: perikatan yang dapat berdiri sendiri dan memang biasanya berdiri
sendiri, walaupun tidak menutup kemungkinan adanya perikatan lain yang ditempelkan
pada perikatan pokok tersebut. Di sinilah letak pokok perjanjian, misalnya perjanjian

jual-beli mobil yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak.


Perikatan accessoir: perikatan yang ditempelkan pada perikatan pokok dan yang tanpa
perikatan pokok tidak dapat berdiri sendiri. Timbul dan hapusnya bergantung pada
adanya dan hapusnya perikatan pokok. Misalnya kewajiban penjual untuk menjamin
barangnya, atau gadai yang dikaitkan dengan hutang-piutang.

G.3.3 Perikatan primer perikatan sekunder


Perikatan sekunder adalah perikatan yang menggantikan perikatan primer, kalau perikatan primer
tidak terpenuhi. Serupa dengan perikatan accessoir, bahwa timbul dan hapusnya perikatan
sekunder bergantung pada adanya dan hapusnya perikatan primer.
G.3.4. Perikatan sepintas perikatan yang memakan waktu

Perikatan sepintas: pemenuhannya hanya membutuhkan waktu yang singkat, dan


karenanya hubungan hukumnya hanya berlangsung pada waktu yang singkat.
Contoh: perikatan yang timbul dari jual-beli tanah, dibayarkan tunai maka lunas dengan
segera dan antar kedua belah pihak tidak terdapat hubungan hukum apa-apa lagi (tidak

terikat lagi).
Perikatan lama: sebaliknya, pemenuhannya membutuhkan waktu yang banyak, dan
karenanya perikatannya bertahan lama.
Contoh: perikatan akibat perjanjian sewa-menyewa, atau kewajiban penjual untuk
menjamin barangnya (vrijwaren) pada perjanjian jual-beli.

G.3.5 Perikatan positif perikatan negatif


Hampir sama dengan pembagian perikatan berdasarkan isinya (Pasal 1234). Perikatan positif
adalah perikatan yang mewajibkan debitur untuk berbuat/melakukan sesuatu. Sedangkan
perikatan negatif adalah melarang orang berbuat sesuatu atau mewajibkan debitur untuk
membiarkan sesuatu berlangusng.
G.3.6 Perikatan sederhana perikatan kumulatif

Perikatan sederhana: kewajiban yang harus ditunaikan oleh debitur adalah suatu
kewajiban tertentu saja dan kreditur berhak untuk menolak kalau debitur memberikan
prestasi yang lain atau lain dari yang diperjanjikan (Pasal 1389).
Contoh: perjanjian pinjam pakai, kewajiban debitur adalah mengembalikan abrang yang
dipinjam. Namun kreditur tidak wajib untuk menerima (merasa puas) dengan

pengembalian barang yang sejenis, sekalipun nilainya sama atau bahkan lebih tinggi.
Perikatan kumulatif: mengandung lebih dari satu kewajiban bagi debitur dan pemenuhan
salah satu dari kewajiban-kewajiban tersebut belum membebaskan debitur dari
kewajibannya yang lain.
Contoh: perjanjian jual-beli, menimbulkan banyak perikatan dan karenanya ada beberapa
kewajiban yang ditanggung penjual:
- berkewajiban untuk menyerahkan barangnya
- selama belum diserahkan, harus memeliharanya dengan baik
- penjual harus menanggung bahwa barang tersebut bebas dari sitaan dan bebanbeban.

G.3.7 Perikatan fakultatif perikatan alternatif (manasuka)

Perikatan fakultatif: perikatan yang obyeknya hanya berupa prestasi dimana debitur dapat
menggantikan dengan prestasi lain. Pada perikatan fakultatif hanya satu benda saja yang
menjadi prestasi.
Contoh: X harus memberikan seekor kerbau kepada Z. Apabila tidak sanggup, maka

dianggap wanprestasi.
Perikatan aternatif (manasuka): perikatan dimana debitur berkewajiban melaksanakan
satu dari dua atau lebih prestasi yang dipilih baik menurut pilihan debitur, kreditur atau
pihak ketiga, dengan pengertian bahwa pelaksanaan daripada salah satu prestasi
mengakhiri perikatan. Debitur bebas dari kewajibannya, jika ia menyerahkan salah satu
dari dua barang yang disebutkan dalam perikatan (Pasal 1272).
Contoh: A harus menyerahkan kuda kepada B, yang apabila tidak sanggup dapat dengan
menyerahkan seekor sapi. Atau A berkewajiban terhadap B menyerahkan beras Cianjur
sebanyak 100 kg dalam waktu satu bulan, atau 120 kg setelah tiga bulan.

G.3.8 Perikatan yang dapat dibagi perikatan yang tidak dapat dibagi

Perikatan yang dapat dibagi: prestasinya dapat dipecah-pecah sedemikian rupa sehingga
masing-masing bagian berdiri sendiri-sendiri. Tetapi semuanya tetap sebagai satu

kesatuan. Contoh: perikatan untuk menyerahkan 10 buah mesin tulis.


Perikatan tak dapat dibagi: prestasinya tidak mungkin dipecah-pecah

tanpa

mengakibatkan nilai prestasinya menjadi lain. Contoh: kewajiban menyerahkan seekor


burung kakatua. Jelas tidak boleh mengirmkan kepalanya dulu, lalu sayapnya, lalu bagian
lainnya.

G.4 Berdasarkan penggantungan terhadap munculnya peristiwa / akibat hukum tertentu13


Maksud dari syarat menurut Pasal 1253 adalah:
-

suatu peristiwa yang masih akan datang, jadi belum terjadi


belum tentu akan terjadi

berhubungan dengan Pasal 1254, yang menyatakan syarat itu harus:


-

mungkin terlaksana
tidak bertentangan dengan kesusilaan
tidak bertentangan dengan Undang-undang

Syarat dalam perikatan ini harus disetujui oleh para pihak, dan perikatan tersebut memiliki daya
berlaku pada saat peristiwa / yang dipersyaratkan tersebut terjadi.
Contoh: A berkewajiban mengantarkan (prestasi berupa jasa) B menuju tempat kerjanya apabila
terjadi kerusakan pada kendaraan milik B.
G.5 Berdasarkan ketentuan waktu14
Terdapat 2 jenis perikatan. Yang pertama, perikatan tanpa ketentuan waktu. Perikatan
umum ini langsung berlaku (mengikat) sejak saat dilahirkan. Yang kedua, perikatan dengan
ketentuan waktu, sesuai kesepakatan para pihak.

13 Ibid., halaman 279.


14 Ibid., halaman 309.

Ketentuan waktu di sini tidak hanya dengan menentukan dengan konkrit kapan
berlakunya (penyebutan jam, tanggal, bulan, tahun) tetapi dapat juga dengan lahirnya suatu
peristiwa hukum yang pasti akan terjadi. Pasal 1258 mengatur tentang perikatan yang
digantungkan dari terjadinya peristiwa tertentu dalam jangka waktu tertentu.
Contoh: A berkewajiban menyerahkan sebidang tanah kepada B apabila suatu saat C
meninggal dunia.
G.6 Berdasarkan jumlah debitur dan kreditur15
Terdapat 2 jenis perikatan apabila melihat jumlah debitur / krediturnya yang saling
menanggung prestasi, yakni perikatan dengan jumlah debitur / kreditur tunggal (perikatan biasa),
dan perikatan dengan jumlah debitur / kreditur lebih dari 1. Perikatan ini disebut perikatan
tanggung menanggung / tanggung renteng.
G.6.1 Perikatan kreditur tanggung renteng
Diatur dalam Pasal 1278 dan 1280 KUHPer, berikut unsur-unsurnya:
-

Ada lebih dari satu orang kreditur terhadap satu orang debitur yang sama, para kreditur

tersebut disebut kreditur tanggung-menanggung


Kepada semua kreditur tersebut, debitur terhutang prestasi yang sama
Masing-masing kreditur berhak menuntut pemenuhan seluruh prestasi
Pemenuhan prestasi kepada salah satu kreditur akan membebaskan debitur dari kewajiban

prestasinya terhadap kreditur yang lain


Prestasi tersebut dapat dibagi-bagi
Harus ada suatu hubungan antara hak-hak kreditur dengan kewajiban-kewajiban debitur

Contoh: A sebagai debitur memiliki perikatan hutang-piutang dengan X dan Y sebagai


kreditur, dengan jumlah total hutang Rp. 10.000,-. Masing-masing piutang X dan Y sebesar
Rp 5.000,-. Apabila A membayar hutangnya kepada X sebesar 10.000,-, maka Y tidak dapat
menuntut prestasi A kepada dirinya lagi, karena A sudah dianggap menunaikan seluruh
prestasinya (membayar hutang) terhadap kreditur tanggung renteng (X dan Y) sebesar Rp
10.000,-.
G.6.2 Perikatan debitur tanggung renteng
15Ibid., halaman 328.

Diatur dalam Pasal 1280 KUHPer, berikut unsur-unsurnya:


-

Adanya lebih dari satu orang debitur terhadap satu orang kreditur yang sama
Kesemua debitur masing-masing bisa ditagih oleh kreditur untuk seluruh prestasi
Pemenuhan prestasi oleh salah satu debitur membebaskan debitur yang lain dari
kewajiban prestasinya

Contoh: A, B, dan C masing-masing berhutang Rp 3.000,- kepada X. Apabila A melunasi seluruh


hutang debitur tanggung rentengnya (total Rp 9.000,-) kepada X, maka X tidak dapat lagi
menuntut prestasi (piutang) kepada B dan C.
G.7 Berdasarkan penjaminan prestasinya16
Terdapat perikatan biasa tanpa ancaman hukuman, dan perikatan dengan ancaman
hukuman. Ancaman hukuman menurut Pasal 1304 adalah suatu ketentuan sedemikian rupa yang
mengatur perbuatan yang harus dilakukan oleh pihak yang tidak memenuhi prestasinya.
Umumnya ancaman hukuman ini berupa sejumlah uang yang harus dibayarkan. Dan menurut
Pasal 1249, apabila ancaman hukuman dalam sebuah perikatan adalah ganti rugi dengan
pembayaran sejumlah uang, maka nominalnya tidak dapat diubah setelahnya.
G.8 Berdasasrkan kewajiban pihak dalam perikatan untuk melakukan prestasi17
Dalam Pasal 1666 KUHPer menerangkan tentang hibah (pemberian suatu barang secara
cuma-cuma oleh suatu pihak kepada suatu pihak lain). Konsep hibah ini melahirkan perikatan
antara pemberi dengan penerima hibah, yang mana hanya melahirkan kewajiban pada pihak
pemberi hibah. Perikatan jenis ini adalah lawan dari perikatan lain pada umumnya yang
melahirkan kewajiban / prestasi kepada pihak lain dalam perjanjian. Contoh perikatan lainnya
yang hanya membebani kewajiban pada satu belah pihak terdapat pada pasal-pasal dalam
KUHPer: 1355, 1359, 1360, 1365.

DAFTAR PUSTAKA
16 Ibid., halaman 355.
17 Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, op.cit., halaman 97.

Fuady, Munir. 2015. Hukum Kontrak: Buku Kesatu. Jakarta: Citra Aditya Bakti.
Harahap, M. Yahya. 1986. Segi-segi Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni.
Khairandy, Ridwan. 2013. Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan.

Jakarta: FH UII Press.


Muljadi, Kartini, & Widjaja, Gunawan. 2003. Perikatan Pada Umumnya. Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada.
Satrio, J. S.H. 1993. Hukum Perikatan. Bandung: Alumni.
Simanjuntak, P.N.H. 2009. Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Subekti. 1992. Hukum Perjanjian. Jakarta: PT. Internusa.

Anda mungkin juga menyukai