Anda di halaman 1dari 12

PENAGGUNGAN UTANG

1. Definisi dan sifat-sifat penanggungan


Penanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana sorang
pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri
untuk memenuhi perikatannya si berutang, manakala orang ini
sendiri tidak memenuhinya. (pasal 1820)
Kalau dalam halnya hipotik, gadai dan fiduciair sudah diletakkan
suatu ikatan kebendaan (kreditor memperoleh suatu hak atas
benda-benda tertentu), maka dalam hal penanggungan ini baru
tercipta suatu ikatan perorangan.
Tiada penanggungan, jika tidak ada suatu perikatan pokok yang
sah.
Penanggungan itu adalah suatu perjanjian accesoir seperti
halnya dengan perjanjian hipotik dan pemberian gadai, yaitu
bahwa eksistensi atau adanya penanggungan itu tergantung dari
adanya suatu perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang
pemenuhannya ditanggung atau dijamin dengan perjanjian
penanggungan itu.
Diadakannya suatu perjanjian penanggungan trhadap suatu
perjanjian pokok, yang dapat dimintakan pembatalannya
(vernietigbaaar, voidable) misalnya suatu perjanjian (pokok)
yang diadakan oleh seorang yang belum dewasa. Hal itu dapat
diterima dengan pengertian, bahwa apabila perjanjian pokok itu
dikemudian hari dibatalkan, maka perjanjiannya penanggungan
juga ikut batal.
Seorang penanggung (borg,guarantor) tidak dapat mengikatkan
diri untuk lebih, maupun dengan syarat-syarat yang lebih,
maupun denagan syarat-syarat yang lebih berat dari pada
perikatannya si berutang.
Apa yang idtetapkan itu hanyalah suatu konsekwensi yang logis
lagi dari sifatnya penanggungan sebagai suatu perjanjian
accessoir, sebagaimana diterangkan diatas. Perikatan-perikatan
dalam suatu perjanjian yang sifatnya mengabdi kepada suatu

perjanjian pokok, tidak bisa melebihi perikatan-perikatan yang


diterbitkan oleh perjanjian pokok itu.
Seorang dapat mengajukan diri sebagai penanggung, dengan
tidak telah diminta untuk itu oleh orang untuk siapa ia
mengikatkan dirinya, bahkan diluar pengetahuan orang itu.
Adalah diperbolehkan juga untuk menjadi penangggung tidak
saja untuk siberutang-utama, tetapi juga untuk penanggungnya
orang itu (pasal 1823).
Penanggungan utang tidak dipersangkakan, tetapi harus
diadakan dengan pernyataan yang tegas ; tidaklah
diperbolehkan untuk memperluas penanggungan hingga
melebihi ketentuan-ketentuan yang menjadi syarat sewaktu
mengadakannya (pasal 1824).
Penanggungan tidak terbatas untuk suatu perikatan pokok,
meliputi segala akibat utangnya, bahkan terhitung biaya-biaya
gugatan yang diajukan terhadap siberutang utama, dan
terhitung pula segala biaya yang dikeluarkan setelah si
penanggung diperingatkan tentang itu (pasal 1825).
Secara berkelebihan oleh pasal 1826 ditetapkan bahwa
perikatan-perikatan para penanggung berpindah kepada para
akhliwaris mereka. Kewajiban sorang penaggung untuk
membayar utangnya sorang debitor termasuk pasiva dari si
meninggal.
Si berutang yang diwajibkan memberikan sorang penanggung,
harus mengajukan orang yang mempunyai kecakapan menurut
hukum untuk mengikatkan dirinya, cukup mampu untuk
memenuhi perikatannya dan berdiam diwilayah Indonesia (pasal
1827).
Apabila si penanggung yang telah diterima oleh siberpiutang
secara sukarela atau atas putusan hakim, kemudian menjadi
takmampu, maka haruslah ditunjuk seorang penanggung baru
(pasal 1829). Yang dimaksudkan adalah kalau seorang
penanggung jatuh pailit.

Akhirnya pasal 1830 menetapkan bahwa barangsiapa oleh


undang-undang atau karena suatu putusan hakim yang telah
memperoleh kekuatan mutlak, diwajibkan memberikan seorang
penanggung. Padahal ia tidak berhasil mendapatkannya.
Diperbolehkan sebagai gantinya memeberikan jaminan berupa
gadai atau hipotik.
2. Akibat-akibat penanggungan antara kreditor dan penanggung
Si penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si
berpiutang, selainnya jika si berutang lalai, sedangkan harta
benda si berutang ini harus lebih dahulu disita dan dijual untuk
melunasi utangnya (pasal 1831).
Jelaslah dari ketentuan tersebut bahwa tanggung-jawab si
penanggung merupakan suatu cadangan dalam halnya harta
benda si debitor tidak mencukupi untuk melunasi utangnya,atau
dalam halnya debitor itu sama-sekali tidak mempunyai harta
benda yang dapat disita. Kalau pendapatan lelang-sita atas
harta-benda si debitor itu tidak mencukupi untuk melunasi
utangnya, barulah tiba gilirannya untuk menyita harta-benda si
penanggung.
Si penanggung tidak dapat menuntut supaya harta-benda si
berutang lebih dahulu disita dan dilelang untuk melunasi
utangnya, dalam hal:
1. Apabila ia telah melepaskan hak-istimewanya untuk menuntut
dilakukannya lelang-sita lebih dahulu atas harta benda si
berutang tersebut.
2. Apabila ia telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan si
berutang-utama secara tanggung-menanggung; dalam hal
akibat-akibat perikatannya diatur menurut asas-asas yang
ditetapkan untuk utang-utang tanggung-menaggung
3. Jika siberutang dapat mengajukan suatu tangkisan yang
hanya mengenai dirinya sendiri secara pribadi
4. Jika si berutang berada dalam keadaan pailit
5. Dalam halnya penanggungan yang diperinyahkan oleh hakim.

Demikianlah bunyi ketentuan pasal 1832.


1. Bahwa ada kemungkinan si penanggung melepaskan haknya
untuk menuntut dilakukannya lelang-sita lebih dahulu atas
harta-benda si berutang-utama.
2. Bahwa ada kemungkinan sipenanggung mengikatkan dirinya
bersama-sama (dalam suatu perjanjian ) dengan si berutangutama secara tanggung-menanggung.(solidaire borg atau
hoofdelijke borg).
3. Tangkisan yang hanya mengenai dirinya si berutang sendiri
secara pribadi adalah misalnya kalau utang yang dituntut
pembayarannya, yang telah ditanggung oleh si penanggung,
dibuat oleh debitor dalam kedudukannya sebagai direktur
sebuah PT., sedangkan PT. tersebut sudah tidak ada lagi; oleh
siberutang diajukan tangkisan (eksepsi) supaya berhubung
dengan tidak lagi dipegangnya kedudukan tersebut, gugatan
itu oleh hakim dinyatakan tidak diterima.
4. Kalau si debitor jatuh pailit, ia tidak lagi dapat digugat dimuka
pengadilan dan tidak dapat dilakukan penyitaan lagi atas
harta-bendanya
5. Penanggungan yang diperintahkan oleh hakim adalah
misalnya penanggungan yang diperintahkan kepada seorang
wali sebagai jaminan atas pengurusan harta-benda sorang
anak yang belum dewasa.
Si berpiutang tidak diwajibkan menyita dan menjual lebih dahulu
harta-benda si berutang, selainnya apabila itu diminta oleh si
penanggung pada waktu pertama kali dituntut dimuka
pengadilan (pasal 1833)
Si penanggung yang menuntut supaya harta-benda si berutang
lebih dahulu disita dan dilelang, diwajibkan menunjukkan kepada
si berpiutang benda-benda si berutang, dan membayar lebih
dahulu biaya yang diperlukan untuk melaksanakan penyitaan

serta pelelangan tersebeut. Tak diperbolehkan ia menunjuk pada


benda-benda yang sedang menjadi buah sengketa dimuka
hakim, maupun yang sudah dijadikan jaminan hipotik untuk
utang yang bersangkutan atau yang sudah dijadikan jaminan
hipotik untuk utang yang bersangkutan atau yang sudah tidak
lagi ditangannya si berutang, maupun pula benda-benda yang
terlet ak diluar wilayah Indonesia (pasal 1834).
Apabila si penanggung,menurut pasal yang lalu, telah
menunjukkan benda-benda si berutang dan telah membayar
lebih dahulu uang yang diperlukan untuk penyitaan dan
penjualan benda-benda itu, maka si berpiutang bertanggungjawab terhadap si penanggung, hinnga sejumlah harga bendabenda yang ditunjuk itu, tentang ketidak-mampuan si berutanng
yang tanpa adanya tuntutan-tuntutan, terjadi sesudah itu( pasal
1835).
Jika beberapa orang telah mengikatkan diri sebagai penanggung
untuk seorang debitor yang sama, lagi pula untuk utang yang
sama, maka masing-masing adalah terikat untukseluruh utang
itu (pasal 1836).
Jika pada waktu salah seorang penanggung menuntut
pemecahan utangnya, seorang atau beberapa orang
penanggung lainnya berada dalam keadaan tak-mampu, maka si
penanggung tersebut diwajibkan membayar untuk orang-orang
yang tak-mampu itu menurut imbangan bagiannya; tetapi ia
tidak bertanggung jawab jika ketidakmampuan orang-orang itu
terjadi setelah diadakan pemecahan utangnya (pasal 1837).
Jika siberpiutang sendiri secara sukarela telah membagi-bagi
tuntutannya, maka tak bolehlah ia menarik kembali pemecahan

utang itu, biarpun beberapa orang diantara para penanggung


tidak mampu sebelum dibagi-baginya utang itu( pasal 1838).
3. Akibat-akibat penanggungan antara si berutang dan si penanggung
dan antara para penanggung sendiri.
Si penanggung ada juga mempunyai hak menuntut penggantian
biaya, rugi dan bunga, jika ada alas an untuk itu (pasal 1839).
Kemudian dikatakan oleh pasal 1840 : si penanggung yang telah
membayar, menngantikan demi hukum segala hak si berpiutang
terhadap si berutang. Penggantian ini adalah apa yang dalam
hukum perjanjian dinamakan subrograsi dalam hal subrogasi
menurut undang-undang, sebagaimana yang dimaksudkan
dalam pasal 1402 sub 3 KUHPerdata.
Jika beberapa orang berutang-utama, yang bersama-sama
memikul satu utang, masing-masing terikat untuk seluruh utang
itu, maka seorang yang mengajukan diri sebagai penanggung
untuk mereka kesemuanya, dapat menuntut kembali segala apa
yang telah dibayarnya, dari masing-masing orang berutang
tersebut (pasal 1841).
Jika si penanggung telah membayar tanpa digugat untuk itu,
sedangkan ia tidak memberitahukan kepada si berutang-utama
maka ia tidak dapat menuntutnya kembali dari si berutangutama ini, manakala si berutang, pada waktu dilakukannya
pembayaran,mempunyai alasan-alasan untuk menuntut
dinyatakkannya batal utangnya: dengan tidak mengurangi
tuntutan si penanggung terhadap si berpiutang (pasal 1842).
Si penanggung dapat menuntut si berutang untuk diberikan
ganti-rugi atau untuk dibebaskan dari perikataanya, bahkan
sebelum ia membayar utangnya:
1. Apabila ia digugat dimuka hakim untuk membayar
2. Apabila si berutang telah berjanji untuk membebaskan nya
dari penanggungannya didalam suatu waktu tertentu.
3. Apabila utangnya sudah dapat ditagih karena lewatnya
janhka-waktu yang telah ditetapkan untuk pembayarannya.

4. Setelah lewatnya waktu sepuluh tahun jika perikatannya


pokok tidak mengandung suatu jangka waktu tertentu untuk
pengakhiranya, kecuali apabila perikatannya pokoksedemikian sifatnya, hingga ia tidak dapat diakhiri sebelum
lewatnya suatu waktu tertentu, sepertinyasuatu perwalian
(pasal 1843).
(Pasal tersebut kita anggap tidak tertulis saja karena pasal ini
sangat tidak jelas bagaimanakah si penanggung yang belum
mengeluarkan sesuatu apa, sudah dapat menuntut penggantian
kerugian? Bukankah ia baru dituntut untuk membayar).
Jika berbagai orang telah mengikatkan diri sebagai penanggung
untuk seorang berutang yang sama, lagi pula untuk utang yang
sama , maka si penanggung yang telah meunasi utangnya,
dalam hal yang teratur dalam nomor 1 dari pasal yang lalu,
begitu pula apabila si berutang telah dinyatakan pailit,
mempunyai hak untuk menuntutnya kembali dari orang-orang
penanggung yang lainnya, masing-masing untuk bagiannnya
ketentuan ayat kedua dari pasal 1293 adalah berlaku dalam hal
ini (pasal 1844).
4. Hapusnya penanggungan
Perikatan yang diterbitakn dari penanggungan hapus karena
sebab-sebab yang sama , sebagaimana yang menyebabkan
berakhirnya perikatan-perikatan lainnya (pasal 1845).
Percampuran yang terjadi diantara pribadinya ssi berutangutama dan pribadinya si penanggung utang, sekali-kali tidak
mematikan tuntutan hukum si berpiutang terhadap orang yang
telah mengajukan diri sebagi penanggunya si penanggung (pasal
1846).
Si penanggung dapat menggunakan terhadap si berpiutang
segala tangkisan yang dapatg dipakai oleh si berutang-utama

dan mengenai utangnya yang ditanggung itu sendiri namun tak


bolehlah ia mengajukan tangkisan-tangkisan yang khusus hanya
mengenai pribadinya si berutang (pasal 1847).
Si penanggung dibebaskan apabila ia karena kesalahan si
berpiutang, tidak lagi dapat menggantikan hak-haknya, hipotikhipotonya dan hak-hak istimewanya si berpiutang itu (pasal
1848).
Jika si berpiutang secara sukarela menerima suatu benda tak
bergerak maupun suatu benda lain sebagai pembayaran atas
utang pokok, maka si penanggung dibebaskan
karenanya,biarpun benda itu kemudian, karena suatu putusan
hakim, oleh si berpiutang harus diserahkan kepada seorang lain
(pasal 1849).
Suatu penundaan pembayaran belaka yang oleh si berpitang
diberikan kepada si berutang, tidak membebsakna si
penanggung utang; namn su penanggung ini dalam hal yang
seperti itu, dapat menuntut si berutang dengan maksud untuk
memaksanya untuk membayar utanngnya atau mebebaskan si
penanggung dari penanggungannya (pasal 1850).

PERJANJIAN UNTUNG-UNTUNGAN
1. Definisi
Suatu perjanjian untung-untungan (kans-overeenkomst,
aleatory contract) adalah suatu perbuatan yang hasilnya,
mengenai untung-ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi
sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum
tentu.
Diatur dalam KUHD pasal 1774.
Dapat disimpulkan bahwa ada kemungkinan terdapat lebih dari
dua pihak yang terlibat dalam perbuatan tersebut. Selanjutnya

dapat kita lihat hasil mengenai untung-rugi digantungkan pada


suatu kejadian yang belum tentu . Dicantumkannya perkataan
sementara pihak adalah tidak tepat., karena setiap pihak yang
melibatkan diri dalam perbuatan tersebut, dapat memperoleh
keuntungan atau menderita kerugian dari peristiwa yang belum
tentu itu. Peristiwa (evenement) ini beraneka regam :
meninggalnya seorang, kecelakaan, kemenangan sebuah team
sepak-bola,dan lain-lain
2. Bunga cagak hidup
Bungan cagak-hidup (liljfrente, life annuity) dapat dilahirkan
dengan duatu perjanjian atas beban, atau dengan suatu akte
hibah. Ada juga bunga cagak-hidup itu diperoleh dengan suatu
wasyat (pasal 1775)
Suatu perjanjian atas beban adalah suatu perjanjian bertimbalbalik, yaitu suatu perjanjian dimana prestasi dari pihak yang satu
adalah imbalan dari prestasi pihak yang lainnya. Lawannya
adalah suatu perjanjian dengan Cuma-Cuma.
Apabila cagak-hidup itu diadakan dengan suatu perjanjian
bertimbal-balik,maka ia merupakan kebalikannya dari suatu
perjanjian pertanggungan(asuransi) jiwa. Kalau dalam
pertanggungan jiwa ini satu pihak menyanggupi untuk tiap
waktu tertentu (biasanya tiap bulan) membayar suatu angsuran
(premi) sampai ia meninggal atau sampai suatu waktu tertentu,
sedangkan pihak lainya (suatu maskapai asuransi ) menyanggupi
untuk memberikan suatu jumlah uang pada waktu pihak pertama
(atau orang lain yang ditunjuk olehnya) meninggal atau setelah
lewatnya suatu waktu tertentu, maka dalam perjanjian cagakhidup satu pihak menyaggupi untuk sekaligus memberikan suatu
jumlah uang, sedangkan pihak yang lainnya menyanggupi untuk
tiap-tiap kali tertentu (tiap bulan atau tiap tahun) memberikan
suatu tunjangan kepada pihak pertama sampai ia meninggal.

Pasal 1776 mengatakan :bunga cagak-hidup dapat diadakan


atas badan orang yang memberikan pinjaman atau atas badan
atau orang yang memberikan pinjaman atau atas badan orang
yang diberikan kenikmatan atas bunga tersebut, atau pula atas
badan seorang pihak ketiga, meskipun orang ini tidak mendapat
nikmat dari padanya.
Segala bungan cagak-hidup yang diadakan atas beban seorang
yang telah meninggal pada hari dibuatnya perjanjian adalah
tidak berdaya. Demikianlah pasal 1779. Tak berdaya berarti tidak
mempunyai kekuatan atau batal dari semila (batal demi hukum).
Bunga cagak-hidup dapat diadakan dengan perjanjian bungan
yang sedmikian tingginya, sebagaimana ditetapkan menurut
kehendak para pihak sendiri (pasal 1780).
Orang untuk siapa telah diadakan suatu bungan cagak-hidup
atas beban, dapat menuntut pembatalan perjanjian, jika si
berutang tidak memberikan kepadanya jaminan yang telah
diperjanjikan. Jika perjanjian dibatalkan, si berutnag diwajibkan
membayayr bunga yang telah diperjanjikan, yang menunggak,
sampai pada hari dekembalikannya uang-pokok (pasal 1781).
Penunggankan pembayaran bungan cagak-hidup yang sudah
dapat ditagih, tidaklah memberikan hak kepada si pemungut
bunga untuk meminta kembali uabg-pokoknya atau barang yang
telah diberikan untuk dapat menerima bunga itu bunga yang
harus dibayar dan menyita kekayaan si berutang untuk
mengambil pelunasan dari padanya, pun pula meminta
diberikannya jaminan untuk bunga yang sudah dapat ditagih
(pasal 1782).
Selanjutnya pasal 1784 menetapkan: tak dapatlah siberutang
membebaskan diri dari pembayaran bunga cagak-hidup, dengan
menawarkan pengembalian uang-pokoknya dan dengan berjanji
tidak akan menuntut pengembalian bunga yang telah
dibayarnya; ia diwajibkan terus membayar bunganya selama

hidupnya orang yang atas badannya telah diadakan bunga itu


bagi dirinya.
Si pemilik suatu bungan cagak-hidup hanyalah berhak atas
bungan menurut imbangan jumlah hari hidupnya orang yang
atas badannya telah diadakan bunga cagak-hidup itu: jika namun
itu, menurut perjanjian, bunganya harus dibayar terlebih dahulu ,
maka hak atas angsuran yang sedianya harus dibayar, baru
diperoleh mulai hari pembayaran itu sedianya harus dilakukan
(pasal 1785).
Tidaklah diperbolehkan memperjanjiakn bahwa suatu bunga
cagak-hidup tidak akan tunduk pada suatu penyitaan, kecuali
apabila bunga cagak-hidup itu telah diadakan dengan CumaCuma (pasal 1786).
Si pemungut bunga tidaklah dapat menagih bunga yang sudah
harus dibayar, selainnya dengan meyatakan tentang masih
hidupnya orang yang atas badannya telah diadakan bunga
cagak-hidup (pasal 1787).
3. Perjudian dan pertaruhan
Perjudian adalah misalnya main kartu (yang hasilnya lebih
banyak tergantung pada nasib dari pada kepandaian) dimana
tiap pihak ikut dalam permainan itu dengan mengambil kartu
dan memainkannya, sedangkan pertaruhan adalah misalnya
menaruh atas menang atau kalahnya suatu team sepak bola
dalam suatu pertandingan.
Menurut pasal 1788 undang2 tidak memberikan suatu tuntutan
hukum dalam halnya suatu uatang yang terjadi karena perjudian
atau pertaruhan.
Dalam hubungan itu pasal 1789 mengatakan : dalam ketentuan
tersebut diatas namun itu tidak termasuk permainan2 yang
dapat dipergunakan untuk olahraga, seperti main anggar,lari
cepat dsb. Meskipun demikian hakim dapat menolak atau

mengurangi gugatan, apabila uangnya taruhan, menurut


pendapatnya, lebih dari sepantasnya.
Seterusnya dikatakan oleh pasal 1790: tidaklah diperbolehkan
untuk menyingkiri berlakunya ketentuan-ketentuan kedua pasal
yang lalu, dengan jalan perjumpaan utang.
Perkataan utang yang terjadi karena perjudian harus ditafsirkan
secara sempit, dalam arti bahwa utang itu terjadi dimeja
perjudain, sehingga tidak boleh dimasukkan didalamnya
pinjaman yang dibuat seorang untuk dipakai berjudi.
Seorang yang secara sukarela telah membayar kekalahannya,
sekali-kali tak diperbolehkan menuntutnya kembali, kecuali
apabila dari pihaknya si pemenang telah dilakukan kecurangan
atau penipuan (pasal 1791). Seorang yang dengan sukarela
membayar utang yang terjadi karena perjudian itu dikatakan
telah memenuhi suatu perikatan alam atau suatu perikatan
bebas yang dalam bahasa Belanda dinamakan natuurlijke
verbintennis. Yaitu suatu perikatan sebagaimana simaksudkan
oleh pasal 1359 (2) BW.

Anda mungkin juga menyukai