Anda di halaman 1dari 9

HAK SEWA ATAS BANGUNAN DAN HAK SEWA TANAH PERTANIAN (KELOMPOK 7)

Di susun oleh :

BOBY SYOFYANTORY 175010100111010

ELDEN CORVELO SARMENTO C 185010100111240

REFONDI RAMADHA 175010101111023

AHMAD AFFANDI SAPUTRA 175010100111082

DENY INDRA SETIAWAN 175010101111001

MUHAMMAD ZAYDAN MUSYAFFA 185010100111141

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS HUKUM

MALANG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, atau dikenal
dengan sebutan Undang-Undang Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA), LNRI Tahun 1960 No. 104-
TLNRI No. 2043, diundangkan pada tanggal 24 September 1960. UUPA merupakan pelaksanaan Pasal 33
ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 2 ayat 1 UUPA, yaitu “atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat 3 UUD NRI 45
dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan yang
terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan
seluruh rakyat”. Pasal 33 ayat 3 UUD NRI 1945 merupakan landasan konstitusional bagi pembentukan
UUPA.

UUPA mempunyai dua substansi dari segi berlakunya, yaitu pertama, mencabut atau
menyatakan tidak berlaku peraturan dan keputusan yang dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda, atau
tidak memberlakukan Hukum Agraria Kolonial, dan kedua membangun Hukum Agraria Nasional
berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945. Boedi Harsono menyatakan bahwa dengan berlakunya UUPA,
maka terjadi perubahan secara fundamental pada Hukum Agraria di Indonesia, terutama hukum di
bidang pertanahan. Perubahan yang fundamental ini mengenai struktur perangkat hukum, konsepsi
yang mendasari maupun isinya. 1

Wilayah Indonesia menurut pasal 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria (UUPA) adalah “kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia ,yang bersatu
sebagai bangsa Indonesia”

Tanah air Indonesia yang terdiri dari bumi ,air dan ruang angkasa,termasuk kekayaan alam yang
terkandung didalamnya pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara ,sebagai organisasi kekuasaan
seluruh rakyat (Pasal 2 ayat (1) UUPA), Kekuasaan yang ada pada negara sebgaimana dimaksud di atas,
ditentukan adanya macam macam hak atas peruntukan tanah yang diberikan kepada dan dipunyai oleh
orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta bada khusus (Pasal 4
ayat (2) UUPA)

Hak atas peruntukan yang diberikan kepada dan dipunyai oleh seseorang,sekelompok orang
atau badan hukum ,dapat berupa hak milik,hak guna usaha,hak guna bangunan,hak pakai,hak sewa,hak
membuka tanah,hak memungut hasil hutan dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak
tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara
(Pasal 16 ayat (1) UUPA).

1
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria Isi Dan
Pelaksanaanya (Djambatan 2003).Hal 1.
Salah satu hak atas tanah adalah hak milik. Secara rinci, hak milik diatur dalam Pasal 20 sampai
dengan Pasal 27 UUPA. Pasal 50 ayat 1 UUPA menetapkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai hak
milik diatur dengan undang-undang. Sampai sekarang undang-undang yang mengatur tentang hak milik
belum terbentuk. Pengertian hak milik disebutkan dalam Pasal 20 ayat 1 UUPA, yaitu “hak milik adalah
hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat
ketentuan Pasal 6”. Salah satu sifat hak milik adalah terpenuh, artinya hak milik memberi wewenang
kepada pemiliknya paling luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, dapat menjadi induk
bagi hak atas tanah yang lain, tidak berinduk pada hak atas tanah yang lain, dan penggunaan tanahnya
lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain. 2

Hak milik dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain yaitu di atas tanah hak milik dapat lahir hak
atas tanah berupa hak guna bangunan, hak pakai, dan hak sewa untuk bangunan. Lahirnya hak guna
bangunan, hak pakai dan hak sewa untuk bangunan tidak menghapuskan hak milik. Dengan kata lain,
hak milik dapat dibebani hak guna bangunan, hak pakai dan hak sewa untuk bangunan. Salah satu hak
atas tanah yang lahir dari hak milik adalah hak sewa untuk bangunan dan hak sewa tanah pertanian ,
dengan kata lain, hak milik dapat dibebani dengan hak sewa untuk bangunan & hak sewa tanah
pertanian

2
Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif (Kencana Prenada Media Group 2017).Hal 92
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hak Sewa atas Bangunan

Pengertian

Sewa Atas Bangunan (HSAB), yaitu bahwa penyewa menyewa bangunan diatas tanah hak orang lain
dengan membayar sejumlah uang sewa dan dalam jangka waktu yang tertentu yang disepakati oleh
pemilik bangunan dengan penyewa bangunan.jadi tujuan penyewa adalah menyewa bangunan yang
sudah ada diatas sebidang tanah

Jadi objek perbuatan hukumnya adalah bangunan bukan tanah.

Sebagaimana diketahui di Indonesia menganut asas pemisahan horizontal. Atas dasar asas ini, maka
pemilik tanah tidak dengan sendirinya merupakan pemilik bangunan, sehingga bangunan dapat
dijadikan objek tersendiri yang terpisah dari tanahnya. Dalam HSAB ini tidak mensyaratkan harus hak
milik, sedangkan HSUB mengharuskan pihak penyewa adalah pemilik tanah. 3

Objek nya

Bangunan yang disewakan merupakan objek dalam hal hak sewa atas bangunan. bangunan yang
disewakan tersebut harus jelas memuat data tentang letak , ukuran luas bangunan, status tanah, dan
fasilitas . Bangunan yang sedang dalam sengketa tidak boleh disewakan oleh pemiliknya kepada pihak
lain. Bangunan yang dapat disewakan oleh pemiliknya dapat berdiri di atas tanah haknya sendiri atau
berdiri di atas tanah milik orang lain. Dalam bangunan yang disewakan berdiri di atas tanah milik orang
lain yang disewa mendapat persetujuan secara tertulis dari pemilik tanah. Dalam hal ini, antara pemilik
tanah dan pemilik bangunan sudah ada kesepakatan yang isinya pemilik bangunan diperkenankan
menyewakan bangunan kepada pihak lain selama masa sewa tanah berlangsung, artinya jangka waktu
sewa menyewa bangunan tidak boleh melebihi jangka waktu sewa menyewa tanah antara pemilik tanah
dan pemilik bangunan sebagai penyewa tanah. 4

Pihak pemilik bangunan sebagai pihak yang menyewakan bangunan adalah

“orang yang memiliki bangunan di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan atas tanah negara, Hak
Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik, Hak Pakai atas
tanah negara, Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan, Hak Pakai atas tanah Hak Milik, dan Hak Sewa
Untuk Bangunan. Pemilik bangunan sebagai pihak yang menyewakan rumah tidak selalu pemilik tanah,
melainkan dapat juga bangunan yang disewakan di tanah pihak lain (tanah yang bukan haknya)”. 5

3
Sri Hajati dan Agus Sekarmadji, Politik Hukum Pertanahan, Airlangga University Press, 2011, hlm. 63.
4
Urip Santoso, Hukum Perumahan, (Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2014), hal.318
5
Ibid, hal 317
Dibebani dengan hak tanggungan

Hak Tanggungan merupakan amanat dari Pasal 51 UUPA, bahwa hak tanggungan dapat dibebankan
pada hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan sebagaimana diatur dengan undang-undang.
Keberdaan Hak tanggungan dimaksudkan sebagai pengganti lembaga dan ketentuan hipotek
sebagaimana diatur dalam Buku II BW. Dengan diundangkannya UU Hak Tanggungan maka tanah
beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah tidak lagi merupakan objek hipotek tetapi sudah
menjadi objek dari Hak Tanggungan.

Ketentuan Objek hak tanggungan terdapat pada beberapa pasal yaitu Pasal 4UU Hak Tanggungan, Pasal
10 ayat (3) UU Hak Tanggungan dan Pasal 27 UU HakTanggungan jo. Pasal 47 Undang-undang nomor 20
tahun 2011 tentang rumahsusun, yaitu hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai atas
tanah negara (dengan syarat wajib di daftar dan dapat dipindah tangankan), hak pakai atas tanah hak
milik, bangunan rumah susun dan hak milik atas satuan rumah susun yang berdiri diatas tanah HM, HGB,
atau hak pakai yang diberikan oleh negara, hak lama (petok D), dan hak atas tanah yang berasal dari
konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belum
dilakukan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas mengenai hak tanggungan maka jelas hak sewa atas bangunan
bukan merupakan suatu bentuk hak atas tanah yang dapat dibebeni dengan hak tanggungan

Hak ini dapat digunakan oleh

(1) Warganegara Indonesia,

(2) Badan Hukum Indonesia,

(3) Warganegara asing yang berkedudukan di Indonesia dan

(4) Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. Jangka waktunya berdasarkan
perjanjian, dengan memeperhatikan Pasal 26 ayat 2 UUPA Hak Sewa

Jangka waktu
UUPA tidak mengatur secara tegas jangka waktu hak sewa atas bangunan, jangka waktu diserahkan
kepada kesepakatan antara pemilik bangunan dengan pemegang hak sewa atas bangunan ,UUPA juga
tidak mengatur setelah berakhirnya jangka waktu hak sewa atas bangunan apakah dapat diperpanjang
jangka waktunya ataukah diperbaharui haknya. Ada tidaknya perpanjangan jangka waktu hak sewa atas
bangunan ataukah pembaharuan hak sewa atas bangunan bergantung pada kesepakatan antara pemilik
bangunan dan pemegang hak sewa atas bangunan yang dituangkan dalam perjanjian kedua belah pihak.

Pembayaran

Ketentuan mengenai pembayaran uang sewa dalam hak sewa atas bangunan oleh pemegang kepada
pemilik bangunan bergantung pada kesepakatan antara penyewa dan pemegang hak sewa atas
bangunan yang dituangkan dalam perjanjian kedua belah pihak

Pengalihan

hak sewa atas bangunan dapat beralih dan dialihkan oleh pemegang haknya kepada pihak lain.
Kata “dapat” beralih dan dialihkan pada hak sewa atas bangunan menunjukkan bahwa dapat tidaknya
hak sewa atas bangunan beralih dan dialihkan oleh pemegang haknya kepada pihak lain bergantung
pada kesepakatan antara pemilik tanah dan pemegang hak sewa untuk bangunan yang dituangkan
dalam perjanjian kedua belah pihak

Prinsip umum yang menjadi dasar dari boleh atau tidaknya Anda menyewakan kembali tersebut
sebenarnya kembali pada prinsip konsensualitas (kesepakatan). Sepanjang disepakati bersama dan
memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian, tanpa adanya paksaan, penipuan maupun kekhilafan, maka
dapat dialihkan .

Perkembangan Hak sewa Atas Bangunan

Dalam praktek, ini merupakan penerapan dari pembagian horizontal yang mana memisahkan antara
tanah dan bangunan yang ada di atasnya. Penyewaan dapat berupa bangunan rumah, tokoh dan
bangunan apa saja yang berada di atasnya.

Perkembangan Lembaga jaminan fidusia dirasakan oleh masyarakat sangat memberikan banyak manfaat
kepada masyarakat itu sendiri. Hal ini semakin nampak ketika di satu sisi masyarakat khususnya sangat
membutuhkan pinjaman modal guna mengembangkan usahanya, sedangkan di sisi lainnya mereka tidak
dapat menyerahkan benda yang bersangkutan untuk dijadikan sebagai jaminan kepada pihak bank.
Karena hal ini secara tidak langsung dapat menghentikan usaha calon debitur yang bersangkutan. Jika
benda yang dijadikan jaminan hutang tersebut berupa hak sewa atas bangunan yang berdiri di atas
tanah negara atau tanah orang lain, apabila dilihat dalam UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
hanya menentukan tanah hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan saja yang dapat dibebani
dengan menggunakan hak tanggungan, di luar itu terhadap hak sewa hanya bisa dibebani dengan
fidusia. Namun ternyata, muncul perkembangan yang di mana bank menerima hak sewa atas tanah
sebagai jaminan fidusia.
B. Hak Sewa Atas Tanah Pertanian

Pengertian

UUPA tidak memberikan pengertian yang dimaksud denga hak sewa tanah pertanian, definisi sewa
tanah pertanian itu sendiri diartikan suatu transaksi yang mengizinkan orang lain mengerjakan atau
mengelola tanah pertanian untuk dimanfaatkan sesuai kebutuhan si penyewa dengan membayar uang
sewa yang tetap setiap sesudah panen atau tiap bulan, atau di tiap tahunnya. 6 Praktek Perjanjian sewa
menyewa berdasar UUPA. Setelah keluarnya UUPA dan segenap peraturan pelaksanaannya, khsusnya
PP No 24 Tahun 1997, maka semuanya sudah berubah. Dalam Pasal 10 UUPA :

(1) Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada azasnya
diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara
pemerasan.

(2) Pelaksanaan dari pada ketentuan dalam ayat (1) pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan peraturan
perundangan.

(3) Pengecualian terhadap azas tersebut pada ayat ( 1 ) pasal ini diatur dalam peraturan perundangan.

Dan juga ditegaskan dalam Pasal 23 UUPA yaitu :

(1) Hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus
didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19.

(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya
hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.

Sedangkan PP yang dimaksud dalam pasal 19 UUPA (Pendafaran Tanah) tersebut adalah PP No. 24 Th
1997, yaitu pasal 37 dan pasal 38 yang menyatakan bahwa:

Pendaftaran Peralihan Dan Pembebanan Hak

Pemindahan Hak

Pasal 37 PP No. 24 Th 1997 :

a. Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar,
hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali
pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh
PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6
Dewi Wulansari, Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar, (Bandung: PT Refika Aditanma, 2009), 93.
B. Dalam keadaan tertentu sebagaimana ditentukan oleh Menteri, Kepala Kantor Pertanahan daftar
mendaftar pemindahan hak atas bidang tanah hak milik yang dilakukan di antara perorangan warga
negara Indonesia dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi menurut Kepala Kantor
Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak tersebut.

Dengan adanya penafsiran kedua pasal tersebut yakni pasal 23 UUPA dan pasal 37 PP No 24 Tahun
1997, jelaslah bahwa hak sewa atas tanah pertanian yang nantinya akan diberikan dan sekaligus yang
sifatnya membebani hak milik atas tanah pertanian, maka pendaftaran merupakan persyaratan mutlak
untuk tercapainya kepastian hukum terhadap kedua belah pihak maupun pihak ketiga yang kebetulan
akan melakukan perbuatan hukum dengan tanah pertanian sebgai obyeknya. Berkaitan dengan bunyi
dari pasal 37 PP No. 24 tahun 1997, maka dapat dikatakan bahwa perjanjian untuk pemindahan hak atas
tanah, memberikan suatu hak baru atas tanah sebagai tanggungan haruslah dibuat dengan akta otentik.
Oleh di hadapan seseorang pejabat yang berwenang.

Perkembangan Praktek Hak Sewa pertanian

Dalam prakteknya, hak sewa pertanian banayak di lakukan, baik itu secara adat maupun secra hukum
islam. Di kutip dari koran pantura dimana pemkot Probolinggo pada tahun 2019 lalu menaikkan harga
sewa pertanian. Menurut Wawali Subri, aturan sewa tanah aset pertanian harus diperbarui, disesuaikan
dengan tarif umum yang berlaku. Selain itu, penyewa dibatasi tentang luasan lahan yang akan disewa.
Sebab, jumlah warga atau petani yang ingin menyewa, ada lebih banyak dibanding jumlah aset.

Karena itu, penyewa diprioritaskan petani yang tinggal di wilayah Kota Probolinggo. Selain itu juga
petani yang tidak memiliki lahan, dan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Setiap petani, tambah Wawali Subri, hanya boleh menyewa maksimal 4 ribu meter persegi (satu iring)
luasannya. Sedangkan masa sewa dibatasi lima tahun dan akan dievaluasi setiap tahun. Perjanjian sewa-
menyewa akan diputus di tengah jalan, apabila penyewa tidak membayar. “Maksimal masa sewa 5
tahun. Tetapi bayarnya tidak sekaligus, melainkan setiap tahun,” jelasnya.

Selain itu, lahan pertanian tadi dapat juga dialihkan ke orang lain atau pengalihan status sewa.
Pengalihan ini dibolehkan asal ada surat dan persetujuan dari bidang aset. “Jika ada galeng (pematang)
di tengah lahan, tidak boleh dihilangkan, meski galeng itu mengganggu,” beber Wawali Subri. Jika ada
yang mengalihkan secara sepihak, maka akan menerima sanksi.

Dalam prakteknya di suatu daerah, dalam sewa menyewa lahan pertanian tidak di butihkan nya surat
perjanjian yang mana di dasari atas dasar kepercayaan. Selian itu, sewa menyewa lahan tahan tersebut
dapat di bayar dengan hasil dari lahan tersebut dengan di bagi 2 atau sepertiga tergantung dari
kesepakatan di awal.
Cara Terjadinya

Hak sewa tanah pertanian bisa terjadi dalam bentuk perjanjian yang tidak tertulis atau tertulis yang
memuat unsure-unsur para pihak , objek, uang sewa, jangka waktu hak dan kewajiban bagi pemilik
tanah pertanian dan penyewa.

BAB III

KESIMPULAN

Salah satu hak atas tanah yang lahir dari hak milik adalah hak sewa atas bangunan dan hak sewa tanah
pertanian dengan kata lain, hak milik dapat dibebani dengan hak sewa untuk bangunan & hak sewa
tanah pertanian. Sewa Atas Bangunan (HSAB), yaitu bahwa penyewa menyewa bangunan diatas tanah
hak orang lain dengan membayar sejumlah uang sewa dan dalam jangka waktu yang tertentu yang
disepakati oleh pemilik bangunan dengan penyewa bangunan.jadi tujuan penyewa adalah menyewa
bangunan yang sudah ada diatas sebidang tanah . HSUB ini tidak sama dengan hak sewa atas bangunan
(HSAB). Dalam HSUB ini yang disewa adalah tanah kosong, selanjutnya pihak penyewa mendirikan
bangunan di atas HSUB tersebut, sedangkan HSAB adalah hak sewa atas bangunan dalam arti yang
menjadi objek sewa adalah bangunan. definisi sewa tanah pertanian itu sendiri diartikan suatu transaksi
yang mengizinkan orang lain mengerjakan atau mengelola tanah pertanian untuk dimanfaatkan sesuai
kebutuhan si penyewa dengan membayar uang sewa yang tetap setiap sesudah panen atau tiap bulan,
atau di tiap tahunnya.

Anda mungkin juga menyukai