Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupannya sehari-hari, manusia selalu melakukan hal-hal yang pada dasarnya
merupakan suatu perikatan, seperti membeli suatu barang, sewa menyewa, dan pinjam
meminjam. Hal ini dikarenakan manusia hidup dan berkembang dalam suatu susunan masyarakat
sosial yang mana didalamnya terdapat saling ketergantungan satu sama lain, seorang manusia
tidak akan dapat hidup sendiri dan akan selalu membutuhkan orang lain untuk mendampingi
hidupnya.

Dalam hukum perdata ini banyak sekali hal yang dapat menjadi cangkupannya, salahsatunya
adalah perikatan. Pada hukum perdata Indonesia, perikatan diatur didalam buku ke III
KUHPerdata yang bersifat terbuka . Perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan
harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan
pihak lain berkewajiban atas sesuatu.

Perikatan dapat lahir karena perjanjian atau karena undang-undang. Dalam perikatan yang lahir
karena perjanjian, dapat berupa perjanjian apapun dan bagaimana pun, baik itu yang diatur
dengan undang-undang atau tidak, inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan
syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah
diatur dalamUndang-Undang.

Menurut ilmu pengetahuan hukum perdata, perikatan dapat dibedakan atas beberapa jenis.
Bentuk perikatan yang paling sederhana, ialah suatu perikatan yang masing-masing pihak hanya
ada satu orang dan satu prestasi yang seketika juga dapat ditagih pembayarannya. Disamping
bentuk yang paling sederhana itu terdapat berbagai macam jenis perikatan lain yang akan
diuraikan dalam bab II mengenai pembahasan.

B. Rumusan Masalah
Apa saja yang menjadi jenis-jenis perikatan ?

1
BAB II

PEMBAHASAN

Jenis-Jenis Perikatan

A. Perikatan Menurut Prestasinya:

1. Perikatan untuk memberikan sesuatu

Perikatan untuk memberikan sesuatu diatur didalam pasal 1235 KUHPerdata “Dalam perikatan
untuk memberikan sesuatu, termasuk kewajiban untuk menyerahkan barang yang bersangkutan
dan untuk merawatnya sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik, sampai saat penyerahan.
Luas tidaknya kewajiban yang terakhir ini tergantung pada persetujuan tertentu; akibatnya akan
ditunjuk dalam bab-bab yang bersangkutan”. Artinya pada prikatan jenis ini benda atau
prestasinya sudah ada pada debitur ketika sebelum dilakukukannya penyerahan kepada kreditur.

Kewajiban pada perikatan pada jenis ini adalah perikatan untuk menyerahkan (levering) dan
merawat benda sampai pada saat penyerahan sebagaimana seorang Bapak yang baik. Sehingga,
kewajiban menyerahkan merupakan kewajiban pokok dan kewajiban merawat adalah kewajiban
prepatoir atau dalam kata lain sebagai kewajiban yang mendukung kewajiban pokok.

Contohnya ialah perikatan dalam hal jual beli suatu barang di supermarket antara pembeli
dengan penjual barang di supermarket.

2. Perikatan untuk berbuat sesuatu

Perikatan untuk beruat sesuatu diatur didalam pasal 1239 KUHPerdata “Tiap perikatan untuk
berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, wajib diselesaikan dengan memberikan
penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila debitur tidak memenuhi kewajibannya”.

Jika pada perikatan memberikan sesuatu benda atau prestasi nya sudah berwujud atau dalam kata
lain sudah ada pada debitur, sedangkan pada perikatan untuk berbuat sesuatu benda atau
prstasinya belum bewujud, sehingga benda atau prestasi nya dikehendaki untuk diwujudkan oleh
si debitur. Apabila debitur tidak mampu untuk mewujudkan benda atau prestasinya maka debitur
dituntu untuk dapat melakukan penggantian biaya ganti rugi dan kerugian. Hal ini dikarenakan

2
pada perikatan jenis ini kreditur dituntut terlebih dahulu memberikan biaya, sebelum benda atau
prestasinya berwujud atau ada.

Contohnya, seorang mahasiswa membeli lunas sebuah rumah kepada pengembang perumahan.
Namun, rumah tersbut belum selesai untuk dibangun. Sehingga, pengembang (debitur) memiliki
kewajiban atau prestasi untuk dapat membangun rumah tersebut sesuai dengan apa yang
diperjanjikan sebelumnya kepada mahasiswa (kreditur).

3. Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu.

Pada perikatan jenis ini diatur sama halnya dengan perikatan untuk berbuat sesuatu yaitu pada
pasal 1239 KUHPerdata. Pada perikatan jenis ini, debitur dituntut untuk tidak mewujudkan
sesuatuhal yang sudah diperjanjikan kepada kreditur. Apabila debitur melakukan sesuatu hal
yang sudah diperjanjikan kepada kreditur, maka debitur memperoleh sanksi untuk mengganti
biaya ganti rugi dan ganti kerugian kepada kreditur.

Contohnya, seorang dosen telah membayar lunas sebuah mobil milik mahasiswa, namun dosen
tersebut baru mau mengabil mobil yang sudah dibelinya itu pada 5 hari setelah dilakukannya
pembayaran. Sehingga mahasiswa (debitur) tidak boleh menjualnya kembali kepada orang lain
meskipun mobil itu belum diambil oleh dosen (kreditur).

4. Perikatan alternative.

Perikatan jenis ini sama halnya dengan perikatan jenis lain pada umunya, hanya saja pada
perikatan jenis ini debitur berkewajiban untuk melaksanakan satu dari dua atau lebih prestasi.
Sehingga dalam rangka pemenuhan prestasi, dapat ditentukan oleh debitur terhadap prestasinya
mana yang ingin diwujudkannya. Hanya saja dalam pemilihan prestasi, itu tetap menjadi hak
kreditur untuk menentukannya.

Contohnya, pada perjanjian pinjam meminjam. Pada awal dibuatnya perjanjian sudah ditentukan
dan disepakati oleh kreditur dan debitur, bahwasannya dalam hal pelunasan pinjamannya debitur
dapat melakukan pelunasan bisa dengan pembayaran dalam bentuk emas atau uang yang senilai
dengan nilai uang yang telah dipinjamkan kepada debitur.

3
5. Perikatan fakultatif.

Perikatan jenis ini ialah perikatan yang mana objeknya hanya berupa satu prestasi atau tidak ada
pilihan. Sehingga debitur tidak dapat menggantikan prestasi dengan prestasi yang lainnya.
Perikatan fakultatif dapat lahir karena:

 Perjanjian.

Dimana perikatan fakultatif yang lahir karena perjanjian, dimana dalam pemenuhan prestasinya
dimungkinkan dapat disepakati menggunakan cara lain oleh debitur dengan kreditur.

 Undang-undang.

Dimana dalam pemenuhan prestasinya debitur tidak dapat mengupayakan pilihanlain,


dikarenakan sudah ditentukan oleh undang-undang.

6. Perikatan generik.

Perikatan jenis ini adalah perikatan yang mana objeknya ditentukan menurut jenis dan
jumlahnya, namun tidak ditentukan secara spesifik. Sehingga debitur dalam pemenuhannya dapat
menentukan lain selain menurut jumlah dan jenisnya. Perikatan jenis ini dapat lahir karena
perjnajian dan juga karena undang-undang.

Contohnya, seorang ibu rumah tangga yang membeli cabai merah sebanyak 10 KG. dalam hal
ini penjual (debitur) dapat memilih sendiri cabai merah dengan berat 10 KG dimasukkan dalam
pelasitk warna apa dan masing-masing berat tiap pelastik yang diisikan cabai merah.

7. Perikatan spesifik.

Ialah jenis perikatan yang objeknya ditentukan secara terperinci oleh kreditur. Sehingga debitur
dalam pemenuhan prestasinya harus sesuai dengan rincian yang ditentukan oleh kreditur.
Perikatan ini dapat lahir hanya dari perjanjian saja. Akibat hukumnya dari perjanjian jenis ini
ialah dapat batal demi hukum.

Contohnya, seperti penentuan warna barang, jenis barang, berat barang pada tiap bungkusan,
dan hal yang bersifat spesifik atau rinci lainnya.

8. Perikatan dapat dibagi.

4
Perikatan dapat dibagi adalah perikatan yang prestasinya dapat dibagi-bagi dalam beberapa
bagian. Artinya krtika dilakukan pembagian tidak menghilangkan manfaat atau kegunaan pada
prestasinya. Contohnya beras.

9. Perikatan tidak dapat dibagi.

Ialah jenis perikatan yang prestasinya harus utuh dan tidak dapat dibagi, karena jika diadakan
pembagian akan menghilangkan manfaat atau kegunaan pada prestasinya. Contohnya mobil,
rumah, hewan ternak, dan yang sejenis lainnya.

10. Perikatan sepintas.

ialah perikatan yang pemenuhan prestasi hanya dilakukan dengan satu kali saja dalam waktu
yang singkat. Contohnya penyerahan barang jual-beli.

11. Perikatan terus menerus

ialah yang dalam pemenuhan prestasinya dilakukan dengan terus-menerus berkelanjutan dalam
waktu yang panjang. Contohnya sewa-menyewa, perjanjian perburuhan dan sebagainya.

B. Perikatan Menurut Subjeknya :

1. Perikatan tanggung renteng.

Perikatan jenis ini ialah prikatan yang mana debitur dan / atau krediturnya terdiri dari beberapa
orang. Perikatan jenis ini dapat lahir karena undang-undang dan bisa juga lahir karena perjanjian.
Selanjutnya mengenai perikatan tanggun renteng didasarkan pada pasal 1749 KUHPerdata “
Jika beberapa orang bersama-sama meminjam satu barang, maka mereka masing-masing wajib
bertanggung jawab atas keseluruhannya kepada pemberi pinjaman”. dan 1836 KUHPerdata “
Jika beberapa orang telah mengikatkan diri sebagai penanggung untuk seorang debitur yang
sama dan untuk utang yang sama, maka masing-masing penanggung terikat untuk seluruh utang
itu”. serta pasal 18 KUHDagang “Dalam perseroan firma adalah tiap-tiap pesero secara
tanggung-menanggung bertanggung-jawab untuk seluruhnya atas segala perikatan dari
perseroan”.

2. Perikatan pokok

5
Perikatan pokok adalah perikatan yang lahir secara murni swbagai dasar perikatan antara kreditur
dengan debitur. Artinya perkatan pokok lahir bukan didasarkan karena adanya perikatan lainnya.

Contohnya, perjanjian peminjaman uang antara kreditur dengan debitur.

3. Perikatan tambahan.

Perikatan tambahan adalah perikatan yang lahir didasarkan pada perjanjian pokok yang telah
dibuat sebelumnya oleh kreditur bersama dengan debitur. Tujuan dibuatnya perikatan tambahan
ialah sebagai pelengkap atau penambah perikatan pokok.

Contohnya ialah perjanjian gadai.

C. Perikatan Menurut Mulai dan Berakhirnya (Daya Kerjanya) Perikatan :

1. Perikatan bersyarat.

Perikatan ini didasarkan pada pasal 1253 KUHPerdata “ Suatu perikatan adalah bersyarat jika
digantungkan pada suatu peristiwa yang mungkin terjadi dan memang belum terjadi, baik dengan
cara menangguhkan berlakunya perikatan itu sampai terjadinya peristiwa itu, maupun dengan
cara membatalkan perikatan itu, tergantung pada terjadi tidaknya peristiwa itu”.

Dikatakan perikatan bersyarat, karena prestasinya bergantung pada syarat. Pada pasal 1253
KUHPerdata, dikatakan syarat adalah suatu peristiwa yang akan dating, bisa terjadi bisa juga
tidak terjadi.

Didasarkan pada pasal 1263 KUHPerdata “ Suatu perikatan yang bergantung pada suatu
pristiwa yang masih akan datang dan yang belum tentu akan terjadi, atau yang bergantung pada
suatu hal yang sudah terjadi tetapi tidak diketahui oleh kedua belah pihak”. Syarat terbagi
menjadi dua jenis yaitu:

 Syarat yang menagguhkan.

Syarat yang mengguhkan ialah syarat yang apabila terpenuhi, maka suatu perikatan akan berlaku.

Contohnya, Rio akan menjual rumahnya kepada Andi apabila Rio jadi dipindahkan oleh
perusahaannya ke Bali. Sehingga dalam hal ini Rio belum tentu akan pindah ke Bali atau tidak,

6
artinya tergantung dari keputusan perusahaan tempat kerja Rio. Namun, apabila Rio jadi
dipindahkan oleh perusahaanya ke Bali, maka Rio harus menjual rumahnya kepada Andi karena
syarat yang menangguhkannya sudah terpenuhi, sehingga perikatan berlaku.

 Syarat yang memutuskan atau yang membatalkan.

Syarat ini didasarkan pada pasal 1265 KUHPerdata “Suatu syarat batal adalah syarat yang bila
dipenuhi akan menghapuskan perikatan dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan
semula, seolah-olah tidak pernah ada suatu perikatan”. Artinya, apabila syarat itu terpenuhi maka
perikatan menjadi batal.

Contohnya, Annisa akan menyewakan rumahnya kepada Risa, asalkan Risa tidak menggunakan
rumahnya sebagai gudang. Namun, apabila Risa menggunakan rumah Annisa sebagai gudang,
maka perikatan tersebut menjadi batal dan membawa segala sesuatu nya seperti keadaan semula
seolah-olah tidak ada suatu perikatan.

Dalam suatu perikatan bersyarat, debitur tidak diwajibkan untuk berprestasi sebelum syarat itu
terpenuhi. Jika debitur telah berprestasi sebelum syarat itu dipenuhi, maka debitur dapat meminta
kembali prestasinya sampai syarat itu dipenuhi. Jadi prestasi yang sudah diberikan merupakan
pembayaran yang tidak terutang.

2. Perikatan dengan ketentuan waktu.

Ialah perikatan yang pemenuhan pestasinya digantungkan pada waktu yang tertentu. R. Setiawan
merumuskan perikatan dengan ketetapan waktu adalahperikatan yang berlaku atau hapusnya
digantungkan pada waktu atau peristiwatertentu yang akan terjadi dan pasti terjadi. Di dalam
perikatan dengan ketetapanwaktu, perikatan sudah terjadi, tetapi pelaksanaannya masih
menunggu saat atauwaktu akan datang. Ketentuan waktu ini dapat berupa tanggal sudah pasti
atautertentu maupun berupa peristiwa yang pasti akan terjadi tetapi saat ini belumterjadi.

Perikatan ini tidak menangguhkan lahirnya perikatan, hanyamenangguhkan pelaksanaannya


ataupun menentukan lama waktu berlakunyasuatu perjanjian atau perikatan itu.

Contohnya pada 15 Januari 2020 Ani meminjam uang kepada Budi sejumlah Rp. 500.000.- dan
termuat dalam surat pejanjian hutang piutang, Ani baru akan membayar pada tanggal 14 februari
2020.

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lainnya
karena pebuatan, peristiwa, atau keadaan, dari rumusan ini dapat ditarik kesimpulan
bahwasannya perikatan itu terletak pada bidang hukum harta kekayaan, dalam bidang hukum
keluarga, dalam bidang hukum waris, dan dalam bidang hukum pribadi, yang kemudian di
golongkan dalam beberapa jenis perikatan.

B. Daftar Pustaka

Oka Setiawan, I Ketut. 2016. Hukum Perikatan. Jakarta Timur : Sinar Grafika.

Setiawan. 1997. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung: Bina Cipta.

Anda mungkin juga menyukai