Anda di halaman 1dari 11

Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-1

PERTEMUAN 4

OBJEK PERIKATAN

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah selesai mempelajari materi pada pertemuan keempat ini mahasiswa
mampu menjelaskan objek perikatan.

B. URAIAN MATERI
Dalam suatu perikatan pasti terdapat hak dan kewajiban, namun tidak semua
hak dan kewajiban merupakan perikatan dalam arti hukum. Perikatan adalah suatu
hubungan hukum yang diatur dan diakui hukum (dalam Buku II) yang berkaitan
dengan lingkup hukum kekayaan (vermogenrecht). Hubungan hukum yang bersifat
hukum keluarga (familierecht) seperti kewajiban suami isteri, tidak termasuk dalam
perikatan. Namun ada beberapa hubungan hukum dalam hukum keluarga yang
mempunyai sifat hukum harta kekayaan, misalnya wasiat, sehingga memungkinkan
penerapan ketentuan umum hukum perikatan (verbintenissen recht).
Untuk menentukan apakah hubungan hukum itu masuk dalam hukum
perikatan atau tidak, pada umumnya para sarjana menggunakan ukuran apakah
hubungan hukum itu dapat dinilai dengan sejumlah uang, yakni apakah kerugian
yang diakibatkan wanprestasi atau akibat suatu perbuatan melawan hukum itu
dapat diukur dengan sejumlah uang atau tidak, (bernilai ekonomis atau tidak).
Namun demikian dalam perikatan ada hubungan hukum yang tidak dapat dinilai
dengan uang, dan hal ini dianggap sebagai suatu pengecualian.
Pengertian prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam
setiap perikatan. Prestasi sama dengan objek perikatan. Dalam hukum perdata
kewajiban memenuhi prestasi selalu disertai jaminan harta kekayaan debitur. Dalam
pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata dinyatakan bahwa semua harta kekayaan debitur
baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang aka nada,
menjadi jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditur. Tetapi jaminan umum ini
dapat dibatasi dengan jaminan khusus berupa benda tertentu yang ditetapkan
dalam perjanjian antara pihak-pihak.

Hukum Perikatan 1
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-1

Pasal pertama dari Buku III KUHPerdata, membagi perikatan berdasarkan


sumbernya dan Pasal kedua membedakan perikatan menurut isinya yaitu memberi
sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Mengenai perikatan untuk
tidak berbuat sesuatu tidak menimbulkan persoalan, karena prestasi debitur hanya
berupa tidak melakukan sesuatu atau membiarkan orang lain berbuat sesuatu
misalnya, tidak akan mendirikan bangunan atau tidak akan menghalangi sesorang
mendirikan bangunan.
Dalam menentukan batas antara memberi sesuatu dan berbuat sesuatu
sering kali menimbulkan keragu-raguan. Walaupun menurut tata bahasa memberi
adalah berbuat, akan tetapi pada umumnya yang diartikan dengan memberi adalah
menyerahkan hak milik atau memberi kenikmatan atas sesuatu benda. Misalnya,
penyerahan hak milik atas sebuah rumah atau memberi kenikmatan atas barang
yang disewa kepada penyewa. Adapun yang dimaksud dengan berbuat adalah
setiap prestasi yang bersifat positif yang tidak berupa memberi, nisalnya melukis
atau menebang pohon.
Dalam melaksanakan suatu perjanjian yang menjadi sasaran pokok suatu
perjanjian atau persetujuan adalah prestasi. Menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Indonesia, prestasi dapat berupa memberikansesuatu,
berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Berbuat sesuatu adalah setiap
prestasi untuk melakukan sesuatu yang bukan berupa memberikan sesuatu,
misalnya membuat naskah buku untuk menerbitkan oleh penerbit anggota
IKAPI di Bandung. Sementara itu, tidak berbuat sesuatu, misalnya pihak penerbit
besar anggota IKAPI itu tidak bersedia menerbitkan sebuah naskah buku.
Pelaksanaan prestasi dalam perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak
dalam perjanjian pelaksanaan dari perikatan yang terbit dari perjanjian tersebut.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, agar suatu
perjanjian/perjanjian itu sah, objek suatu perjanjianharus memenuhi beberapa
persyaratan, yaitu objeknya harus tertentu atau dapat ditentukan, diperbolehkan
menurut perundang-undangan yang berlaku, dan tidak bertentangan
ketertiban umum dan tata susila. Sementara itu, prestasinya harus benar-benar
riil (bukan seperti menjual kerbau yang berada di padang rumput sehingga kurang
jelas pemilik sebenarnya ) agar benar-benar dapat dilaksana

Hukum Perikatan 2
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-1

1. Memberikan sesuatu

Pada perikatan untuk memberikan sesuatu, kebendaan yang akan


diserahkan berdasarkan suatu perikatan tertentu tersebut haruslah sesuatu yang
telah ditentukan secara pasti. Dalam jual beli misalnya, setiap kesepakatan
antara penjual dan pembeli mengenai kebendaan yang dijual atau dibeli harus
telah ditentukan terlebih dahulu kebendaannya. Jika sebuah sepeda motor maka
harus ditentukan merek sepeda motor tersebut, kapasitasnya, serta spesifikasi
lain yang melekat pada kebendaan sepeda motor yang dipilih tersebut, sehingga
tidak akan menimbulkan keraguan mengenai sepeda motor lainnya yang serupa
tetapi bukan yang dimaksudkan.
Pada perikatan untuk memberi, debitur selain mempunyai kewajiban pokok
untuk menyerahkan barangnya, iapun berkewajiban untuk memelihara
barangnya sampai saat penyerahan, memelihara berarti menjaga barangnya
jangan sampai rusak atau musnah. Pada perikatan untuk memberi, undang-
undang hanya menentukan beberapa kemungkinan untuk terjadinya eksekusi riil,
yaitu dalam hal :

a. Prestasinya berupa memberi uang, kreditur dapat menjual di muka umum


barang-barang debitur dan mengambil pelunasan dari hasil penjualan
tersebut;
b. Debitur berkewajiban untuk memberikan hipotik yang diatur dalam Pasal 1171
KUHPerdata;
c. Pembelian kapal yang telah dibukukan, penyerahannya dapat dipaksakan.
Pembeli sebuah kapal dapat meminta putusan hakim agarpenjual
menyerahkan kapalnya. Jika penjual tetap tidak melaksanakannya, maka
pembeli sendiri dapat mengusahakan pemiliknya dengan mendaftarkan
putusan hakim tersebut dalam register kapal.

Menurut Titik Triwulan Tutik bahwa: “Perikatan untuk memberikan sesuatu


sebagaimana disebutkan dalam pasal 1235 KUHPerdata, perikatan untuk
memberikan sesuatu mewajibkan si berutang (Debitur) untuk menyerahkan suatu
kebendaan dan merawatnya sebagai bapak rumah yang baik sampai pada waktu
penerahan. Dalam hal ini menyerahkan kebendaan adalah kewajiban pokok,
Sedangkan merawat adalah kewajiban preparatoir, yaitu hal –hal yang harus
dilakukan oleh debitur menjelang penyerahan dari benda tersebut. Titik Triwulan

Hukum Perikatan 3
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-1

Tutik menegaskan bahwa: “Sedangkan sebagai bapak rumah yang baik


maksudnya adalah agar benda tersebut dijaga dan dirawat secara pantas dan
patut sesuai dengan kewajaran yang berlaku di masyarakat, sehingga tidak
merugikan si yang akan menerima”.1
Pada perikatan memberikan sesuatu prestasinya berupa menyerahkan
sesuatu barang atau memberikan kenikmatan atas sesuatu barang, misalnya
dalam transaksi jual beli dimana penjual berkewajiban menyerahkan barangnya
atau orang yang menyewakan berkewajiban memberikan kenikmatan atas
barang yang disewakan.2
Memberikan sesuatu yaitu menyerahkan kekuasaan nyata atas benda dari
debitur kepada kreditu, seperti membayar harga dan lainnya. Objek perikatan
dalam hal memberikan sesuatu diatur dalam KUHPerdata sebagaimana
disebutkan dalam Pasal-pasal sebagai berikut :3

a. Pasal 1235. Dalam perikatan untuk memberikan sesuatu, termasuk kewajiban


untuk menyerahkan barang yang bersangkutan dan untuk merawatnya
sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik, sampai saat penyerahan.
Luas tidaknya kewajiban yang terakhir ini tergantung pada persetujuan
tertentu; akibatnya akan ditunjuk dalam bab-bab yang bersangkutan.

b. Pasal 1236. Debitur wajib memberi ganti biaya, kerugian dan bunga kepada
kreditur bila ia menjadikan dirinya tidak mampu untuk menyerahkan barang itu
atau tidak merawatnya dengan sebaik-baiknya untuk menyeIamatkannya.

c. Pasal 1237. Pada suatu perikatan untuk memberikan barang tertentu, barang
itu menjadi tanggungan kreditur sejak perikatan lahir. Jika debitur lalai untuk
menyerahkan barang yang bersangkutan, maka barang itu semenjak
perikatan dilakukan, menjadi tanggungannya.

d. Pasal 1238. Debitur dinyatakan Ialai dengan surat perintah, atau dengan akta
sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila
perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan lewatnya
waktu yang ditentukan.

1
Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata Di Indonesia, Jakarta, Prestasi Pustaka,2006, hal. 231
2
R.Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bandung, Putra Bardin 1978, hal.4
3
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Hukum Perikatan 4
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-1

2. Objek perikatan berbuat sesuatu/melakukan perbuatan

Pada perikatan untuk melakukan sesuatu, dalam pandangan Kitab


Undang-Undang Hukum Perdata, hal yang wajib dilakukan oleh salah satu pihak
dalam perikatan tersebut pastilah juga berhubungan dengan suatu kebendaan
tertentu, baik itu berupa kebendaan berwujud maupun kebendaan tidak
berwujud. Dalam perjanjian penanggungan utang misalnya, seorang yang
penanggung yang menanggung utang seorang debitor, harus mencantumkan
secara jelas utang mana yang ditanggung olehnya, berapa besarnya, serta
sampai seberapa jauh ia dapat dan baru diwajibkan untuk memenuhi
perikatannya kepada kreditor, atas kelalaian atau wanprestasi dari pihak debitor.
Pasal 1824 menyebutkan bahwa Penanggung tidak hanya dapat diduga-
duga, melainkan harus dinyatakan secara tegas, penanggungan itu tidak dapat
diperluas hingga melebihi ketentuan-ketentuan yang menjadi syarat-syarat
sewaktu mengadakannya.
Pada perikatan untuk berbuat sesuatu yang prestasi bertalian dengan
pribadi debitur atau jika prestasinya hanya dapat dilaksanakan oleh debitur
sendiri, tidak dapat dilaksanakan eksekusi riil. Contoh: Jika A mengadakan
persetujuan dengan seorang pelukis atau penyanyi dan ia menolak untuk melukis
atau menyanyi, kreditur tidak dapat memaksa debitur untuk memenuhi
prestasinya.
Akan tetapi, jika prestasinya terlepas dari pribadi debitur, misalnya
menebang pohon, mendirikan bangunan, maka dalam hal debitur menolak
memenuhi prestasinya, undang-undang dalam Pasal 1241 memberikan
wewenang kepada kreditur, setelah mendapatkan ijin daripada hakim, menyuruh
pihak ketiga untuk mengerjakan pekerjaan tersebut dengan biaya yang
dibebankan kepada debitur. Jadi dalam hal ini dapat dilakukan eksekusi riil.
Selanjutnya Titik Triwulan Tutik menjelaskan bahwa: “Berbuat sesuatu
berarti melakukan perbuatan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam
perikatan”. Contoh perjanjian untuk membuat rumah, mengosongkan lahan atau
membuat karya seni.4
Melakukan perbuatan, yaitu melakukan perbuatan seperti yang telah
ditetapkan di dalam perikatan (perjanjian), contohnya memperbaiki barang yang
rusak dan lainnya; Objek perikatan berbuat sesuatu atau melakukan perbuatan

4
R.Setiawan,Op.Cit, hal. 232

Hukum Perikatan 5
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-1

diatur dalam KUHPerdata, sebagaimana diatur dalam Pasal-pasal sebagai


berikut :

a. Pasal 1239. Tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat
sesuatu, wajib diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya, kerugian
dan bunga, bila debitur tidak memenuhi kewajibannya.

b. Pasal 1240. Walaupun demikian, kreditur berhak menuntut penghapusan


segala sesuatu yang dilakukan secara bertentangan dengan perikatan dan ia
dapat minta kuasa dari Hakim untuk menyuruh menghapuskan segala
sesuatu yang telah dibuat itu atas tanggungan debitur; hal ini tidak
mengurangi hak untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika
ada alasan untuk itu.

3. Objek perikatan tidak berbuat sesuatu atau tidak melakukan perbuatan.

Dalam perikatan untuk tidak berbuat dimungkinkan dilakukannya eksekusi


riil. Pasal 1230 mengatur tentang kemungkinan tersebut, yaitu bahwa jika debitur
telah berjanji untuk tidak mendirikan sesuatu bangunan dan kemudian ternyata
debitur tidak menempati janji, maka kreditur dapat meminta kepada hakim untuk
diberikan wewenang meniadakan atau membongkar bangunan tersebut dengan
biaya yang dibebankan kepada debitur.
Adakalanya terhadap perikatan untuk tidak berbuat, tidak dapat dilakukan
eksekusi riil misalnya, untuk tidak membunyikanpiano pada waktu-waktu tertentu.
Walaupun demikian pada kreditur masih terdapat upaya hukum lainnya, yaitu
menuntut ganti rugi atau uang paksa untuk setiap kali debitur melakukan
pelanggaran.
Titik Triwulan Tutik melanjutkan bahwa: “Maksud dari tidak berbuat sesuatu
adalah tidak melakukan perbuatan seperti apa yang telah diperjanjikan”.5 Tidak
melakukan suatu perbuatan, yaitu tidak melakukan perbuatan seperti yang telah
diperjanjikan, contohnya tidak mendirikan bangunan dan lainnya.
Supaya prestasi dapat tercapai, artinya suatu kewajiban akan prestasi
dipenuhi oleh debitur, maka prestasi harus memiliki sifat-sifat, antara lain :

5
Ibid, hal 233

Hukum Perikatan 6
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-1

a. Harus sudah tertentu atau dapat ditentukan;

Pasal1230 ayat (3) KUHPerdata menyebutkan; suatu hal tertentu dan


Pasal 1465. Harga beli harus ditetapkan oleh kedua belah pihak. Namun
penaksirannya dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Jika pihak ketiga itu
tidak suka atau tidak mampu membuat taksiran, maka tidaklah terjadi suatu
pembelian.

b. Harus mungkin;

Sesuai dengan akal pikiran. Contoh : pengeluaran lebih besar daripada


pendapatan. prestasi itu dapat dipenuhi oleh debitur secara wajar dengan
segala usahanya. Jika tidak demikian perikatan batal

c. Harus diperbolehkan (halal);

Artinya tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan


kesusilaan dan ketertiban umum. Jika prestasi itu tidak halal, perikatan batal

1) Pasal 1335. Suatu persetujuan tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan


suatu sebab yang palsu atau yang terlarang, tidaklah mempunyai
kekuatan. (KUHPerd. 890 dst.)
2) Pasal 1336. Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi memang ada sebab
yang tidak terlarang, atau jika ada sebab lain yang tidak terlarang selain
dari yang dinyatakan itu, persetujuan itu adalah sah. (KUHPerd. 1878.)
3) Pasal 1337. Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-
undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban
umum

d. Harus ada manfaatnya bagi kreditur;

Maksud dari objeknya harus ada manfaatnya bagi kreditur, dalam


transaksi jual beli misal objeknya suatu barang, maka barang terssebut harus
ada manfaatnya bagi kreditur. Belum kedaluwarsa atau sudah rusak. Artinya
kreditur dapat menggunakan, menikmati, dan mengambil hasilnya. Jika tidak
demikian, perikatan dapat dibatalkan

Hukum Perikatan 7
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-1

e. Harus bisa terdiri dari satu perbuatan atau serentetan perbuatan.

Jika prestasi terdiri dari satu perbuatan dilakukan lebih dari satu,
mengakibatkan pembatalan perikatan
Dalam melaksanakan suatu perikatan maka harus ada objek
perikatannya dimana objek tersebut harus memenuhi syarat-syaratnya yaitu :

1) Suatu hal tertentu


Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjelaskan maksud hal
tertentu, dengan memberikan rumusan dalam Pasal 1333 Kitab Undang-
Undang Hukum Pedata yang berbunyi sebagai berikut: Suatu perjanjian
harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-kurangnya
ditentukan jenisnya. Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu
kemudian dapat ditentukan atau dihitung.

Pasal 1332 sampai dengan Pasal 1334 Kitab Undang-Undang


Hukum Perdata mengenai keharusan adanya suatu hal tertentu dalam
perjanjian. Hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat
menjadi pokok perjanjian, yang tidak dapat diperdagangkan tidak bisa
menjadi objek perikatan. Suatu perjanjian harus mempunyai pokok berupa
suatu barang yang sekurang-kurangnya ditentukan jenisnya. Jumlah
barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan
atau dihitung. Barang yang baru ada pada waktu yang akan datang, dapat
menjadi pokok suatu perjanjian. Tetapi tidaklah diperkenankan untuk
melepaskan suatu warisan yang belum terbuka, ataupun untuk meminta
diperjanjikan sesuatu hal mengenai warisan itu, sekalipun dengan
sepakatnya orang yang akan meninggalkan warisan yang menjadi pokok
perjanjian itu.6
Secara sepintas dengan rumusan pokok perjanjian barang yang telah
ditentukan jenisnya, tampaknya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
hanya menekankan pada perikatan untuk memberikan sesuatu. Namun
demikian jika kita perhatikan lebih lanjut, rumusan tersebut hendak
menegaskan kepada kita semua bahwa apapun jenis perikatanya , baik itu
perikatan untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau untuk tidak

6
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Hukum Perikatan 8
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-1

berbuat sesuatu. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hendak


menjelaskan, bahwa semua jenis perikatan tersebut pasti melibatkan
keberadaan atau eksistensi dari suatu kebendaan yang tertentu.7

2) Tentang Sebab yang Halal

Sebab yang halal diatur dalam Pasal 1335 hingga Pasal 1337 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa: Suatu perjanjian
tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau
yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan. Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata tidak memberikan pengertian sebab yang dimaksud dalam
Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hanya saja dalam
Pasal 1335 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dijelaskan bahwa yang
disebut dengan sebab yang halal adalah :

a) Bukan tanpa sebab


b) Bukan sebab yang palsu
c) Bukan sebab yang terlarang

Dalam uraian mengenai kebebasan berkontrak telah disinggung


bahwa pada dasarnya hukum tidak memperhatikan apa yang ada dalam
benak, ataupun hati seseorang. Yang diperhatikan oleh hukum adalah apa
yang tertulis, yang pada pokoknya menjadi perikatan yang harus atau wajib
dilaksanakan oleh debitor dalam perjanjian tersebut. Oleh karena itu, maka
selanjutnya dalam Pasal 1336 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
dinyatakan lebih lanjut bahwa: Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi
ada sebab yang tidak terlarang, atau jika ada sebab lain selain daripada
yang dinyatakan itu, perjanjian itu adalah sah.
Rumusan mengenai sebab yang halal menjadi hanya sebab yang
tidak terlarang. Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
menyatakan bahwa: Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh
undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau
ketertiban umum.

7
Kartini Muljadi & Gunawan Widjaya, Perikatan yang lahir dari perjanjian, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2008, hal.
155

Hukum Perikatan 9
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-1

Dalam rumusan yang demikian sesungguhnya undang-undang tidak


memberikan batasan mengenai makna sebab yang tidak terlarang.
Mengenai rumusan negatif mengenai sebab yang terlarang undang-undang
juga tidak menjelaskan bagaimana alasan atau sebab yang menjadi dasar
pembentukan suatu perjanjian dapat digali atau ditetapkan hingga memang
benar bahwa sebab itu adalah terlarang.
Dapatkah dalam suatu perkara perdata, seorang diharapkan untuk
mengatakan bahwa mereka telah membuat sesuatu perjanjian berdasarkan
pada suatu hal yang tidak diperbolehkan oleh undang-undang, meskipun
prestasi yang terbit dari perikatan tersebut adalah suatu hal yang
diperbolehkan oleh hukum.
Sampai seberapa jauh seorang hakim diberikan kewenangan dalam
suatu perkara perdata untuk memeriksa hal yang sesungguhnya tidak
dituntut oleh para pihak, dan jika diminta sampai seberapa jauh suatu
pembuktian dapat dilakukan. Dalam hal pembuktian dapat dilaksanakan,
bukanlah hal tersebut sudah beralih ke dalam lapangan hukum pidana
bukan lagi perdata. Apakah pihak-pihak dengan alasan yang terlarang oleh
undang-undang akan dapat diajukan ke peradilan pidana, secara hukum?
Lantas bagaimana akibatnya ? Sulit rasanya untuk menjawab rangkaian
pertanyaan yang akan terus muncul sehubungan dengan pencarian alasan
atau sebab yang tidak terlarang tersebut.
Dengan demikian berarti apa yang disebut dengan sebab yang halal
dalam Pasal 1320 jo Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
tidak lain dan tidak bukan adalah prestasi dalam perjanjian yang
melahirkan perikatan, yang wajib dilakukan atau dipenuhi oleh para pihak,
yang tanpa adanya prestasi yang ditentukan tersebut, maka perjanjian
tersebut tidak mungkin dan tidak akan pernah ada di antara para pihak.
Lagi pula sebagaimana dijelaskan dalam uraian mengenai kebebasan
berkontrak, adanya causa yang dihalal hanya menghapuskan unsur
haftung dalam perikatan yang terbentuk, sehingga menjadikannya sebagai
perikatan alamiah. Dengan ini berarti kreditor yang belum dipenuhi haknya
tidak dapat memaksakan pelaksanaan kewajiban debitor yang belum
dipenuhi tanpa kehilangan unsur kewajiban (Schuld) pada diri debitor
sendiri.

Hukum Perikatan 10
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-1

C. LATIHAN SOAL
1. Jelaskan yang dimaksud dengan objek perikatan memberikan sesuatu dan
berilah contohnya !
2. Jelaskan yang dimaksud dengan objek perikatan berbuat sesuatu atau
melakukan perbuatan dan berilah contohnya !
3. Jelaskan yang dimaksud dengan objek perikatan tidak berbuat sesuatu atau tidak
melakukan perbuatan dan erilah contohnya !

D. REFERENSI
Kartini Muljadi & Gunawan Widjaya, Perikatan yang lahir dari perjanjian, Jakarta,
Raja Grafindo Persada, 200

R.Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bandung, Putra Bardin 1978

Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata Di Indonesia, Jakarta, Prestasi


Pustaka,2006

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Hukum Perikatan 11

Anda mungkin juga menyukai