Anda di halaman 1dari 14

RESUME HUKUM JAMINAN

(UTS)

Disusun oleh:
NAMA : AMPI ALEXANDRO NAHUSONA
NIM : 201921010
KELAS : R5A

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2021
1. Pengertian Jaminan.
Dalam KUHPerdata tidak merumuskan jelas mengenai defenisi jaminan,
Meskipun dalam undang-undang tidak tertulis pengertian tentang hukum jaminan, namun
dalam KUHPerdata dapat ditemukan undang-undang yang mengatur tentang jaminan
secara umum. Yaitu, Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata. Dalam Pasal 1131
KUHPerdata disebutkan "Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur,
baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan
perorangan debitur itu." Dengan demikian menurut pasal ini, segala harta kekayaan
seseorang otomatis menjadi jaminan atas utang yang telah dibuat.
Dan dalam Pasal 1132 KUHPerdata menyebutkan barang-barang itu menjadi
jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya, hasil penjualan barang-barang itu
dibagi menurut perbandingan utang masing-masing kecuali bila di antara para kreditur itu
ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.
Banyak ahli memberikan definisi tentang hukum jaminan seperti,
Mariam Darus → Jaminan adalah suatu tanggungan yg diberikan oleh seorang
debitur/ pihak ke III pada kreditur untuk menjamin kewajiban dlm suatu perikatannya.
Hartono H → Jaminan adalah sesuatu yang diberikan debitur pada kreditur → untuk
menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai
dengan uang → yang timbul dari suatu perikatan.

2. Sifat perjanjian jaminan.


Perjanjian jaminan tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya perjanjian
pendahuluan atau pokok yang mendahuluinya. Karenanya perjanjian jaminan merupakan
perjanjian (accessoir), tambahan, atau ikutan. Apabila perjanjian pokoknya selesai maka
perjanjian jaminannya juga ikut selesai, sebab tidak mungkin ada Orang yang bersedia
menjamin sebuah hutang kalau hutang tersebut tidak berwujud.
adapun akibat hokum yang ditimbulkan:
Akibat hukumnya:
 Ada/ hapusnya tergantung perjanjian pokok
 Perjanjian pokok batal, perjanjian tambahan juga batal
 Perjanjian pokok berakhir, perjanjian tambahan juga berakhir
 Jika perjanjian pokok beralih karena cessie → perjanjian tambahan beralih tanpa
penyerahan khusus

3. Macam-Macam Jaminan.
Secara umum jaminan terdiri dari dua bagian yaitu jaminan umum dan jaminan
khusus.
1. Jaminan umum (Psl. 1131 & 1132 KUHPerdata).
Diberikan untuk kepentingan semua kreditur → menyangkut kekayaan debitur
(kreditur concurent)
Jika debitur pailit → penjualan harta kekayaan debitur tidak cukup untuk
membayar hutang pada para kreditur → tampaklah betapa penting menjadi
kreditur preferent
Ciri-ciri jaminan umum:
1. Kreditur mempunyai kedudukan yang sama – concurent
2. Hak kreditur bersifat hak perorangan
3. Jaminan umum – timbul karena UU
artinya “tidak diperjanjikan antar para pihak”
2. Jaminan khusus
Dalam hukum jaminan, ada pasal-pasal yang mengatur benda yang
dijadikan jaminan utang atau disebut jaminan kebendaan. Jaminan kebendaan
adalah jaminan yang objeknya berupa barang bergerak maupun tidak bergerak
yang khusus diperuntukan untuk menjamin hutang debitur kepada kreditur,
apabila dikemudian hari debitur tidak dapat membayar hutangnya kepada
kreditur.

Ps. 1133 KUHPerdata → timbulnya hak yang didahulukan


Hak preferent dapat timbul karena
a. Ketentuan UU – Ps. 1134 KUHPerdata
b. Diperjanjikan
b.1. Jaminan perorangan.
Prof. Soebekti → Suatu perjanjian antara kreditur dengan seorang
pihak ke III untuk pemenuhan kewajiban debitur.
Bandingkan lebih lanjut dengan Perjanjian Tanggung
Menanggung (Ps. 1278 KUHPerdata) → para debitur masing-
masing bertanggung jawab untuk memenuhi prestasi
Ciri-ciri jaminan perorangan
a. Mempunyai hubungan langsung dengan orang-orang tertentu
b. Hanya dapat dipertahankan pd orang tertentu
c. Seluruh kekayaan debitur menjadi jaminan pelunasan hutang →
Borgtocht
d. Menimbulkan hak perseorangan yang mengandung asas kesamaan/
keseimbangan
e. Jika pailit → harta dibagikan pada kreditur seimbang dengan
besarnya piutang – Ps. 1136 KUHPerdata
b.2. Jaminan kebendaan.
Jaminan yg memberikan pada kreditur atas suatu kebendaan milik
debitur → hak untuk memanfaatkan benda tersebut jika debitur →
wanprestasi
Jaminan Kebendaan atas
a. Benda bergerak: I. Gadai/pand
II. Fidusia
b. Benda tetap → III. Hipotek → (kapal 20m3 & pesawat udara)
IV. UUHT (tanah)
Ciri-ciri jaminan kebendaan
1. Hak mutlak atas suatu benda
2. Kreditur mempunyai hubungan langsung dengan benda yang
dijaminkan
3. Dapat dipertahankan terhadap siapapun
4. Droit de Suite
5. Mengandung asas prioritas – hak kebendaan yang lebih dahulu ada
lebih diutamakan dari yang terjadi kemudian
6. Dapat dialihkan
7. Accesoire

 Pasal 1831 BW
 Penanggung tdk wajib membayar kpd kreditor kecuali debitor lalai
membayar hutangnya, dlm hal itu pun barang kepunyaan debitur hrs disita
& dijual terlebih dahulu utk melunasi hutangnya.
 UU memberikan 2 hak kpd penjamin yg telah membayar hutang debitor
yaitu :
 Psl 1839 BW = Hak utk menuntut kembali kpd debitor agar debitor
membayar kembali apa yg sdh dibayarkan penjamin kpd kreditor sebesar
jumlah yg dibayarkan. (hak regres)
 Psl 1840 BW = Hak penjamin menggantikan demi hk semua hak-hak
kredior pada debitor. Penggantian kedudukan seorg kreditor disebut
“subrogasi” (psl 1402 : 3 BW .

GADAI.

1. Pengertian gadai.
Sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1150, gadai
merupakan suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diserahkan
kepadanya oleh debitur atau kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya dan yang memberi
wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dari barang itu
dengan mendahului kreditur-kreditur lain, dengan pengecualian biaya penjualan sebagai
pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya
penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu diserahkan sebagai gadai
dan yang harus didahulukan.
2. Objek dan sifat gadai.
Obyek Gadai : semua benda bergerak yg berwujud maupun tdk berwujud.
Para pihak dalam gadai:
1. pemberi gadai (debitur)
2. penerima gadai (kreditur)
Sifat Hak Gadai:
1. Hak Preferent, didahulukan dari debitur lain
2. Bersifat kebendaan
3. Accesoir, sebagai perjanjian ikutan
4. Menjadi pelunasan hutang
5. Tidak dapat dibagi-bagi –seluruh benda utk satu kesatuan
6. Inbezitstelling

3. Cara mengadakan gadai.


Terjadinya hak gadai tergantung pada benda yang digadaikan apakah tergolong
benda bergerak yang berwujud ataukah benda bergerak tidak berwujud. Menurut Pasal
1151 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, persetjuan gadai dibuktikan dengan segala
alat yang diperbolehkan bagi pembuktian persetujuan pokoknya.
a. Benda Bergerak Berwujud Dalam hal benda yang akan digadaikan merupakan benda
bergerak berwujud.
b. Benda bergerak tidak berwujud, Jika benda yang akan digadaikan adalah benda
bergerak tidak berwujud maka tergantung pada bentuk surat piutang yang bersangkutan
apakah tergolong pada surat piutang aan toonder, aan order, ataukah op naam.

4. Hak dan kewajiaban pemegang dan penerima gadai.


Hak penerima gadai atau pemegang gadai adalah:
1. Menerima angsuran pokok pinjaman dan bunga sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
2. Pemegang gadai mempunyai hak untuk menahan benda yang digadaikan (hak rentetie)
selama pemberi gadai belum melunasi utang pokok maupun bunga dan biaya-biaya utang
lainnya.
3. Hak pemegang gadai untuk melakukan penjualan kebendaan gadai yang diserahkan
kepadanya dengan kekuasaan sendiri (parate eksekusi) di depan umum (melalui
pelelangan umum) menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta atas syarat-syarat yang
lazim berlaku, bila debitur pemberi gadai wanprestasi atau tidak menepati janji dan
kewajiban-kewajibannya, guna mengambil pelunasan jumlah piutangnnya dari
pendapatan penjualan kebendaan kebendaan yang digadaikan tersebut. Dengan demikian
hak parate eksekusi atas barang gadai ini akan berlaku jika debitur pemberi gadai benar-
benar telah wanprestasi setelah diberikan peringatan untuk segera membayar atau
melunasi utangnya.
4. Hak untuk didahulukan pelunasan utangnnya (preferen).
Kewajiban penerima gadai atau pemegang gadai (kreditur) diatur dalam Pasal
1154, Pasal 1155, Pasal 1156, dan Pasal 1157 KUHPdt. Kewajiban penerima gadai:
1. Tidak diperkenankan mengalihkan barang yang digadaikan menjadi miliknya,
walaupun pemberi gadai wanprestasi (Pasal 1154 KUHPdt)
2. Memberi tahukan kepada pemberi gadai (debitur), apabila ia bermaksud hendak
menjual barang yang digadaikan dengan melalui sarana, telekomunikasi atau sarana
komunikasi lainnya (Pasal 1156 ayat (2) dan ayat (3) KUHPdt).
3. Bertanggung jawab atas hilang atau berkurangnya nilai barang yang digadaikan yang
berada dalam penguasaan penerima gadai (kreditur), apabila kelalaian ini diakibatkan
olehnya. Artinya penerima gadai berkewajiban untuk menjaga dan merawat barang yang
digadaikan tersebut (Pasal 1157 KUHPdt).
4. Penerima gadai berkewajiban mengembalikan barang yang digadaikan setelah pemberi
gadai (debitur) melunasi utang pokok beserta Bunga dan biaya lainnya (Pasal 1159 ayat
(1) KUHPdt).

5. Hapusnya gadai.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak mengatur secara khusus mengenai
sebab-sebab hapus atau berakhirnya hak gadai. Namun demikian, dari bunyi ketentuan
dalam pasal-pasal Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang mengatur mengenai
lembaga hak jaminan gadai sebagaimana diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal
1160 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, kita dapat mengetahui sebab-sebab yang
menjadi dasar bagi hapusnya gadai, yaitu:
1. Utang telah dilunasi
2. Terlepas benda gadai dari kekuasaan pemegang gadai (Psl 1152:3)
3. hapus/musnahnya benda gadai
4. Dilepas benda gadai secara sukarela.

FIDUSIA.
1. Pengertian fidusia.
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan
dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam
penguasaan pemilik benda, berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia, F.E.O :Fiduciare Eigendoms Overdracht
Menurut Psl 1 angka 1 UUJF, Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda
atas dsr kepercayaan dgn ketentuan bhw benda yg hak kepemilikannya dialihkan tsb ttp
dlm penguasaan pemilik benda.

2. Sejarah dan latar belakang timbulnya fidusia.


Latar belakang timbulnya lembaga fidusia, sebagaimana dipaparkan oleh para ahli
adalah karena ketentuan undang-undang yang mengatur tentang
lembaga pand (gadai) mengandung banyak kekurangan, tidak memenuhi kebutuhan
masyarakat dan tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat (Sri Soedewi Masjhoen
Sofwan, 1977: 15-116).
Berdasarkan perkembangan dalam sejarahnya, Fidusia ini berawal dari suatu
perjanjian yang hanya didasarkan pada kepercayaan.  Namun lama kelamaan dalam
prakteknya diperlukan suatu kepastian hukum yang dapat melindungi kepentingan para
pihak. 
Fidusia menurut asal katanya berasal dari bahasa Romawi fides yang berarti
kepercayaan. Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa
Indonesia. Begitu pula istilah ini digunakan dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun
1999 tentang Jaminan Fidusia.
Latar belakang timbulnya lembaga fidusia, sebagaimana dipaparkan oleh para ahli
adalah karena ketentuan undang-undang yang mengatur tentang lembaga pand (gadai)
mengandung banyak kekurangan, tidak memenuhi kebutuhan masyarakat dan tidak dapat
mengikuti perkembangan masyarakat (Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, 1977: 15-116). 
Berdasarkan perkembangan dalam sejarahnya, Fidusia ini berawal dari suatu
perjanjian yang hanya didasarkan pada kepercayaan.  Namun lama kelamaan dalam
prakteknya diperlukan suatu kepastian hukum yang dapat melindungi kepentingan para
pihak.
Latar belakang timbulnya lembaga fidusia, sebagaimana dipaparkan oleh para ahli
adalah karena ketentuan undang-undang yang mengatur tentang
lembaga pand (gadai) mengandung banyak kekurangan, tidak memenuhi kebutuhan
masyarakat dan tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat (Sri Soedewi Masjhoen
Sofwan, 1977: 15-116).
Berdasarkan perkembangan dalam sejarahnya, Fidusia ini berawal dari suatu
perjanjian yang hanya didasarkan pada kepercayaan.  Namun lama kelamaan dalam
prakteknya diperlukan suatu kepastian hukum yang dapat melindungi kepentingan para
pihak.

3. Objek dan ciri fidusia.


Ciri-ciri:
1. Mempunyai sifat Accesoir sbgmn dlm Psl 4 UUJF
2. Merupakan hak kebendaan sbgmn tertera pada :
a. Psl 20 UUJF yaitu asas droit de suite
b. Psl 1 angka 2 yaitu asas droit de preference bahwa berkedudukan sbg kreditor
preferen.
3. Menjamin utang yg telah ada, utang yg akan timbul di kemudian hari, utang yg pada
saat eksekusi dpt ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok yg menimbulkan
kewajiban memenuhi suatu prestasi, Psl 7 UUJF
4. Dapat menjamin lebih dari 1 utang, Psl 8 UUJF
5. Eksekusi jaminan fidusia sbgmn pada Psl 29 UUJF
Objek:
Berdasarkan Undang-Undang ini objek fidusia dibagi 2 macam, yaitu :pertama, benda
bergerak baik yang berujud maupun tidak berujud, dan kedua, benda tidak bergerak,
khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan.
Ditentukan dlm Psl 1 angka 2 UUJF (materi pasal)
Psl 1 angka 4 UUJF
Psl 3 UUJF
Psl 9 UUJF
Psl 48 UURS

4. Pendaftaran dan eksekusi jaminan fidusia.


a. Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia
Jaminan fidusia merupakan salah satu pranata lembaga jaminan yang berada di
Indonesia. Jaminan fidusia diperuntukan bagi benda bergerak seperti sepeda motor
maupun mobil. Untuk mendapatkan jaminan fidusia, benda bergerak itu harus
didaftarkan untuk diberikan surat atau akta jaminan fidusia. Permohonan pendaftaran
jaminan fidusia diajukan oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya kepada Menteri.
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menegaskan bahwa
benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan. Pendaftaran jaminan
fidusia tersebut untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang
berkepentingan. Tata cara pendafyaran jaminan fidusia telah diatur didalam Peraturan
Pemerintah Nomor 86 tahun 2000 ientang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia
Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia yang telah dirubah oleh Peraturan
Pemerintah Nomor 21 tahun 2015 ientang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia
Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia
b. Eksekusi jaminan fidusia
Menurut Subekti, yang dimaksud dengan eksekusi adalah upaya dari pihak yang
dimenangkan dalam putusan guna mendapatkan yang menjadi haknya dengan
bantuan kekuatan hukum, memaksa pihak yang dikalahkan untuk melaksanakan
putusan (Subekti, 1989 : 128).
Dengan debitur yang ingkar janji, maka kreditur bisa langsung mengeksekusi
benda jaminan yang dijaminkan fidusia. Karena di dalam sertifikat jaminan fidusia
memuat ketentuan kata-kata " DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN
YANG MAHA ESA". Dengan kata-kata ini, maka mempunyai kekuatan hukum
seperti keputusan pengadilan. Hal ini sesuia dengan undang-undang nomor 42 tahun
1999 tentang Jaminan Fidusia yang menyatakan, apabila debitor atau pemberi fidusia
cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dapat
dilakukan dengan cara :
(1)Pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima fidusia
(2)Penjualan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima
fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari
hasil penjualan
(3)Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan
penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang
menguntungkan para pihak.
Eksekusi jaminan fidusia mempunyai kekuatan hukum mengikat yang sama
dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, sehingga
memerlukan pengamanan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia. Yang
dimaksud dengan Pengamanan Eksekusi adalah tindakan kepolisian dalam rangka
memberi pengamanan dan perlindungan terhadap pelaksana eksekusi, pemohon
eksekusi, termohon eksekusi (tereksekusi) pada saat eksekusi dilaksanakan.

5. Hapusnya jaminan fidusia.


Mengenai hapusnya jaminan fidusia diatur dalam ketentuan Pasal 25 – Pasal 26
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Jaminan fidusia hapus karena hal-hal sebagai berikut:
1. Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia.
2. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia.
3. Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia tidak menghapuskan kalim
asuransi benda tersebut sebagai jaminan fidusia.
Penerima fidusia berkewajiban untuk memberitahukan mengenai hapusnya
jaminan fidusia kepada kantor pendaftaran fidusia dengan melampirkan surat pernyataan
mengenai hapusnya utang, pelepasan hak, atau musnahnya benda yang menjadi objek
jaminan fidusia.

HIPOTEK.
1. Pengertian hipotek.
Hipotek atau mortgage adalah instrumen utang berupa kredit berjangka panjang
yang dilakukan dengan memberikan hak tanggungan properti dari peminjam kepada
pemberi pinjaman sebagai jaminan terhadap kewajibannya. Selama periode tertentu,
peminjam dapat membayar kembali pinjaman tersebut dengan cara mengangsur
dengan bunga hingga lunas, hingga peminjam bisa memiliki properti sepenuhnya.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1162
disebutkan bahwa hipotek adalah “suatu hak kebendaan atas barang tak bergerak yang
dijadikan jaminan dalam pelunasan suatu perikatan”.
Lalu, dalam Pasal 1171 menyebutkan bahwa hipotek adalah hal yang hanya dapat
diadakan jika terdapat akta autentik, kecuali dalam sejumlah hal yang secara tegas
ditunjuk undang-undang.
Maksudnya, baik sang kreditur atau debitur telah menyatakan kesepakatan untuk
saling mengikatkan diri dalam perjanjian yang disusun dalam akta notaris.

2. Sifat, ciri, dan asas hipotek.


Hipotek mempunyai sifat dari hak kebendaan pada umumnya, antara lain:
1. Absolut, yaitu hak yang dapat dipertahankan terhadap tuntutan siapapun.
2. Droit de suite atau zaaksgevolg, artinya hak yang senantiasa mengikuti bedanya di
tangan siapa pun benda tersebut berada (Pasal 1136 ayat (2), Pasal 1198 KUH Perdata).
3. Droit de Preference yaitu seorang mempunyai hak untuk didahulukan pemenuhan
piutangnya di antara orang berpiutang lainnya (Pasal 1133, 1134 ayat (2) KUH Perdata).
Di sini hak jaminan kebendaan tidak berpengaruh oleh kepailitan ataupun oleh penyitaan
yang dilakukan atas benda yang bersangkutan.
Di samping itu, hipotek juga mempunyai ciri khas tersendiri yaitu:
1. Accecoir artinya hipotek merupakan perjanjian tambahan yang keberadaannya
tergantung pada perjanjian pokoknya yaitu utang-piutang.
2. Ondeelbaar yaitu hipotek tidak dapat dibagi-bagi karena hipotek terletak di atas
seluruh benda yang menjadi objeknya, artinya sebagian hak hipotek tidak menjadi hapus
dengan dibayarnya sebagian utang (Pasal 1163 ayat (1) KUH Perdata).
3. Mengandung hak untuk pelunasan utang (verhaalsrecht) saja. Jadi, tidak mengandung
hak untuk memiliki bendanya. Namun jika diperjanjikan, kreditur berhak menjual benda
jaminan yang bersangkutan atas kekuasaan sendiri (eigenmachttigeverkoop/parate
execusi) jikalau debitur lalai (Pasal 1178 ayat (1) dan (2) KUH Perdata).

Asas-asas dalam hipotek merupakan asas yang penting dan harus diperhatikan
dalam membuat hipotek. Asas-asas tersebut diantaranya adalah:
1. Asas Publiciteit
Dalam asas ini artinya hipotek harus didaftarkan dalam register umum. Artinya, harus ada
pihak ketiga yang mengetahui mengenai hipotek ini. Sedangkan Akta resmi dari hipotek
harus didaftarkan ke Seksi Pendaftaran Tanah.
2. Asas Specialiteit
Dalam asas ini artinya hipotek hanya bisa dibuat untuk benda-benda tertentu saja. Benda-
benda yang dimaksud yaitu harus terikat sebagai tanggungan. Misalnya benda yang
memiliki wujud, jelas letaknya, dan juga jelas besar dan batas-batasnya.
3. Asas Ondeelbaarheid
Dalam asas ini artinya hipotek tidak bisa dibagi-bagi. Maksudnya adalah hipotek
membebani seluruh objek yang dihipotekkan. Meskipun utang tersebut sudah dibayar
sebagian, maka hal ini tetap tidak bisa mengurangi tanggungan hipotek.

3. Objek hipotek.
Berdasarkan Pasal 1168 KUHPerdt :
Hipotek tdk dpt diadakan selain oleh orang yang mempunyai wewenang untuk
memindahkan barang yang dibebani itu.
1. Benda tak bergerak beserta segala kelengkapannya yang dapat dipindahtangankan
2. Hak pakai atas suatu benda beserta segala kelengkapannya
3. Hak untuk numpang karang dan hak usaha
4. Bunga tanah yang dibayar dengan uang maupun yang dibayar dengan hasil tanah
5. Bunga seperti semula
6. Pasar yang diakui oleh pemerintah beserta hak-hak asli yang melekat padanya

4. Pembebanan hipotek atas pesawat udara dan kapal laut.


Diatur dalam Bk II BW sepanjang tdk mengenai tanah & benda-benda yg
berkaitan dgn tanah.
Obyek hipotek adalah kapal yg berukuran minimal 20 M3 isi kotor & sdh terdaftar
menurut Psl 314 KUHD jo Psl 60 UU No.17 Thn 2008 ttg Pelayaran.
Psl 12 UU 15 Thn 1992 disebutkan bhw pesawat udara yg telah mempunyai tanda
pendaftaran & kebangsaan Indonesia dpt dibebani hipotek, ttpi berlakunya UU No. 1 Thn
2009 telah mencabut UU 15 Thn 1992.

5. Hapusnya jaminan hipotek.


1. Hapusnya perikatan pokok, sesuai dgn sifat accesoir dari hipotek
2. Dilepaskannya hak hipotek oleh siberpiutang
3. Karena Penetapan Tingkat oleh hakim
4. Musnahnya benda yg menjadi obyek hipotek
5. Berakhirnya jangka wkt pemberian hipotek
6. Terpenuhinya syarat batal dlm akta hipotek

Anda mungkin juga menyukai