Anda di halaman 1dari 23

1

PENDAHULUAN
Dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan, pemerintah atau
administrasi negara melakukan berbagai tindakan hukum yang
menggunakan sarana atau instrumen seperti alat tulis menulis, sarana
transportasi dan komunikasi, gedung-gedung perkantoran, dan lain-
lainnya yang menjadi bagian dari kepunyaan public atau pubik domein.
Selain itu, pemerintah juga menggunakan berbagai instrument yuridis
dalam menjalankan kegiatan mengatur dan menjalankan urusan
pemerintahan dan kemasyarakatan. Seperti peraturan perundang-
undangan, keputusan-keputusan, peraturan kebijakan, rencana-rencana,
perizinan, dan instrumen hukum keperdataan. Sehingga, instrument
pemerintahan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah alat-alat atau
sarana-sarana yang digunakan oleh pemerintah atau administrasi negara
dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
2

PEMBAHASAN
INSTRUMEN PEMERINTAHAN
A. Pengertian Instrumen Pemerintahan
Instrumen Pemerintahan adalah alat-alat atau sarana-sarana yang
digunakan oleh pemerintah atau administrasi negara dalam
melaksanakan tugas-tugasnya.
Pemerintah atau administrasi negara dalam melakukan tugasnya, ia
membutuhkan sarana atau instrumen, yaitu:
1. Instrumen Fisik
Instrumen Fisik yang terhimpun dalam publiek domain, terdiri atas; alat
tulis menulis, sarana transportasi dan komunikasi, gedung-gedung
perkantoran dan lain-lain.
2. Instrumen Yuridis
Instrumen Yuridis ini berfungsi untuk mengatur dan menjalankan urusan
pemerintahan dan kemasyarakatan, yang terdiri atas; peraturan
perundang-undangan, keputusan-keputusan, peraturan kebijaksanaan,
perizinan, instrumen hukum keperdataan dan lain-lain.
 Untuk menemukan norma dalam hukum administrasi negara harus
dicari dalam semua peraturan perundang-undangan terkait dari
tingkat yang paling tinggi dan bersifat umum-abstrak sampai yang
paling rendah yang bersifat individual-konkret.
 Menurut Indroharto (1993: 139-140) dalam suasana hukum tata
usaha negara kita menghadapi bertingkat-tingkat norma-norma
hukum yang kita perhatikan. Artinya, peraturan hukum yang harus
diterapkan tidak begitu saja kita temukan dalam undang-undang,
tetapi dalam kombinasi peraturan-peraturan dan keputusan-
3

keputusan tata usaha negara yang satu dengan yang lain saling
berkaitan.
 Lebih lanjut Indroharto menyebutkan sebagai berikut:
1. Keseluruhan norma hukum administrasi negara dalam
masyarakat memiliki struktur bertingkat dari yang sangat
umum yang terkandung dalam perundang-undangan
sampai pada norma yang paling individual dan konkrit
yang dikandung dalam penetapan tertulis (beschikking).
2. Pembentukan norma-norma hukum dalam hukum
administrasi negara tidak hanya dilakukan oleh pembuat
UU(kekuasaan legislatif) dan badan-badan peradilan, tetapi
juga oleh aparat pemerintah, dalam hal ini Badan atau
Jabatan Tata Usaha Negara.
 Guna mengetahui kualifikasi sifat keumuman (algemeenheid) dan
kekonkretan (concreetheid) norma hukum administrasi, perlu
diperhatikan mengenai obyek yang dikenai norma hukum
(adressaat) dan bentuk normanya. Artinya kepada siapa norma
hukum itu ditujukan apakah untuk umum atau untuk orang
tertentu.
 Philipus M. Hadjon (1994:125) membuat kualifikasi dengan
skema berikut ini:
o Untuk siapa
o Apa dan bagaimana
o Umum
o Individual
o Abstrak
o Konkret
4

 Berdasarkan skema ini, selanjutnya menghasilkan empat macam


sifat norma hukum, yaitu:
1. Norma Umum Abstrak, misalnya undang-undang;
2. Norma Individual Konkret, misalnya keputusan tata usaha
negara;
3. Norma Umum Konkret, misalnya rambu-rambu lalu lintas
yang dipasang di tempat tertentu (rambu itu berlaku bagi
semua pemakai jalan, namun hanya berlaku untuk tempat
itu;
4. Norma Individual Abstrak, misalnya IMB.
B. Peraturan Perundang-undangan
 Peraturan merupakan hukum yang in abstracto atau general norm
yang sifatnya mengikat umum (berlaku umum) dan tugasnya
adalah mengatur hal-hal yang bersifat umum. Istilah perundang-
undangan secara harfiah dapat diartikan peraturan yang berkaitan
dengan undang-undang, baik peraturan itu berupa undang-undang
sendiri maupun peraturan lebih rendah yang merupakan atribusi
ataupun delegasi undang-undang.
 Secara teoritis, istilah perundang-undangan (legislation,
wetgeving, atau gesetzgebung) mempunyai dua pengertian, yaitu:
1. Peraturan perundang-undangan yang merupakan proses
pembentukan/proses membentuk peraturan-peraturan
negara, baik di tingkat pusat maupun daerah.
2. Peraturan perundang-undangan yang merupakan segala
peraturan negara, yang merupakan hasil pembentukan
peraturan-peraturan, baik di tingkat pusat maupun di
tingkat daerah.
5

 Atas dasar atribusi dan delegasi kewenangan perundang-


undangan, maka yang tergolong peraturan perundang-undangan di
negara kita ialah undang-undang dan peraturan perundang-
undangan yang lebih rendah seperti : Peraturan Pemerintah,
Keputusan Presiden (Kepres) yang berisi peraturan, Keputusan
Menteri (Kepmen) yang berisi peraturan, dan Keputusan-
keputusan lain yang berisi peraturan (Hamid Attamimi, 1992: 3).
 Peraturan perundang-undangan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Peraturan perundang-undangan bersifat umum dan
komprehensif
2. Peraturan perundang-undangan bersifat universal, ia
diciptakan untuk menghadapi peristiwa-peristiwa yang
akan datang yang belum jelas bentuk konkritnya
3. Ia memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki
dirinya sendiri.
 Menurut beberapa undang-undang, peraturan perundang-undangan
diartikan sebagai:
1. Penjelasan Pasal 1 angka 2 UU No 5 Tahun 1986
mengartikan peraturan perundang-undangan sebagai semua
peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang
dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat bersama
pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di tingkat
daerah, serta semua keputusan badan atau pejabat tata
usaha negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat
daerah, yang juga mengikat umum.
2. Pasal 1 angka 2 UU No 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, mengartikan
6

peraturan perundang-undangan sebagai peraturan tertulis


yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang
berwenang dan mengikat secara umum.
 Berdasarkan kualifikasi norma hukum diatas, peraturan
perundang-undangan bersifat umum-abstrak, yang dicirikan oleh:
1. Tidak hanya berlaku pada saat tertentu;
2. Tidak hanya berlaku pada tempat tertentu;
3. Tidak hanya berlaku pada orang tertentu;
4. Tidak hanya ditujukan pada fakta hukum tertentu, tetapi
untuk berbagai fakta hukum yang dapat berulang-ulang.
 Dalam konsep negara kesejahteraan (welfare state), tugas
pemerintah tidak hanya terbatas untuk melaksanakan undang-
undang yang telah dibuat oleh lembaga legislatif, melainkan
Kewajiban untuk menyelenggarakan kepentingan umum atau
mengupayakan kesejahteraan sosial, yang dalam
menyelenggarakan kewajiban itu pemerintah diberi kewenangan
untuk campur tangan dalam kehidupan masyarakat, dalam batas-
batas yang diperkenankan oleh hukum.
 Menurut Bagir Manan (1995: 335) ada beberapa alasan yang
menjadi dasar diberikannya kewenangan membuat peraturan
perundang-undangan kepada eksekutif (pemerintah), yaitu:
a. Paham pembagian kekuasaan lebih menekankan pada
perbedaan fungsi daripada pemisahan organ yang terdapat
dalam ajaran pemisahan kekuasaan. Dengan demikian,
fungsi pembentukan peraturan perundang-undangan tidak
harus terpisah dari fungsi penyelenggaraan pemerintahan.
7

b. Paham yang memberikan kekuasaan pada negara atau


pemerintah untuk mencampuri kehidupan masyarakat, baik
sebagai negara kekuasaan atau negara kesejahteraan.
Paham ini memerlukan instrumen hukum yang akan
memberikan dasar bagi negara atau pemerintah untuk
bertindak.
c. Untuk menunjang perubahan masyarakat yang berjalan
makin cepat dan kompleks diperlukan percepatan
pembentukan hukum. Hal ini mendorong administrasi
negara untuk berperan lebih besar dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan
d. Berkembangnya berbagai jenis peraturan perundang-
undangan baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah.
C. Keputusan Tata Usaha Negara
1. Pengertian keputusan
Keputusan tata usaha diperkenalkan pertama kali oleh Otto Meyer
dengan istilah verwaltungsakt. Kemudian, di Negara Belanda dikenal
dengan nama beschikking oleh van Vollenhoven dan C. W. van der Port.
Pengertian ini hanya dibatasi dalam pengertian yuridis, khususnya HAN.
Berikut ini beberapa definisi tentang keputusan (beschikking) :
a. Keputusan adalah pernyataan kehendak dari organ pemerintah
untuk (melaksanakan) hul khusus, ditujukan untuk menciptakan
hubungan hukum yang ada.
b. Keputusan adalah suatu pernyatan kehendak yang disebabkan oleh
surat permohonan yang diajukan, atau setidak-tidaknya keinginan atau
keputusan yang dinyatakan.
8

c. Beschikking adalah keputusan tertulis dari administrasi Negara


mempunyai akibat hukum.
d. Beschikking adalah perbuatan hukum publik bersegi satu (yang
dilakukan oleh alat-alat pemerintahan berdasarkan suatu kekuasaan
istimewa).
e. Beschikking adalah suatu tindakan hukum yang bersifat sepihak
dalam bidang pemerintahan yang dilakukan oleh suatu badan pemerintah
berdasarkan wewenang yang luar biasa.
2. Unsur-unsur keputusan
a. Pernyataan Kehendak Sepihak secara Tertulis
Berdasarkan penjelasan Pasal 1 Angka 3 UU No. 5 Tahun 1986, istilah
penetapan tertulis menunjuk pada isi dan bukan pada bentuk keputusan
yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN. Yang di syaratkan
tertulis bukan formatnya seperti surat keputusan pengangkatan dan
sebagainya yang diharuskan untuk kemudahan segi pembuktian. Oleh
karena itu, memo atau nota dapat memenuhi syarat tertulis dan akan
mendapat keputusan badan atau pejabat TUN menurut undang-undang
ini apabila sudah jelas :
Badan atau pejabat TUN yang mengeluarkannya.
Maksud serta mengenai hal apa saja isi tulisan itu.
Kepada siapa tulisan itu ditujukan dan apa yang ditetapkan di dalamnya.
b. Dikeluarkan oleh pemerintah
Keputusan dan ketetapan merupakan fenomena kenegaraan dan
pemerintahan. Hampir semua organ-organnya berwenang untuk
mengeluarkan ketetapan atau keputusan. Ketetapan dikeluarkan oleh
pemerintah selaku administrasi negara. Beragamnya lembaga atau organ
pemerintahan dan yang dipersamakan dengan organ pemerintahan
9

menunjukan bahwa pengertian badan atau pejabat TUN memiliki


cakupan luas. Hal ini berarti luas pula pihak-pihak yang dapat diberikan
wewenang pemerintah untuk membuat dan mengeluarkan ketetapan.
c. Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku
Pembuatan dan penerbitan keputusan harus didasarkan pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku atau didasarkan pada wewenang
pemerintahan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Tanpa
dasar tersebut pemerintah atau TUN tidak dapat membuat dan
menerbitkan ketetapan atau membuat keputusan menjadi tidak sah.
Kewenangan itu dapat diperoleh organ pemerintah melalui atribusi,
delegasi, dan mandat.
d. Bersifat Konkret, Individual, dan Final
Berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986, keputusan memiliki
sifat konkret, individual, dan final. Konkret berarti obyek yang
diputuskan dalam KTUN itu tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau
dapat ditentukan. Individual artinya KTUN itu tidak ditujukan untuk
umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju. Final
maksudnya sudah definitif sehingga dapat menimbulkan akibat hukum.
Keputusan yang masih memerlukan persetujuan instansi atasan atau
instansi lain belum bersifat final sehingga belum dapat menimbulkan
suatu hak atau kewajiban pada pihak yang bersangkutan.
e. Menimbulkan Akibat Hukum
Tindakan hukum pemerintah merupakan tindakan hukum yang dilakukan
oleh organ pemerintah untuk menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu
khususnya di bidang pemerintahan atau administrasi negara. Meskipun
pemerintah dapat melakukan tindakan hukum privat, dalam hal ini hanya
dibatasi pada tindakan pemerintah yang bersifat publik. Tindakan hukum
10

ini terbagi dalam dua jenis, yaitu tindakan hukum publik yang bersifat
sepihak (eenzijdig) dan dua pihak atau lebih (meerzijdig). Berdasarkan
paparan tersebut tampak bahwa ketetapan merupakan instrumen yang
digunakan oleh organ pemerintah dalam bidang publik dan digunakan
untuk menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu.
f. Seseorang atau Badan Hukum Perdata
Subyek hukum terdiri dari manusia dan badan hukum untuk mendukung
hak-hak dan kewajiban. Berdasarkan hukum keperdataan, seseorang atau
badan hukum yang dinyatakan tidak mampu seperti orang yang berada
dalam pengampunan atau perusahaan yang dinyatakan pailit tidak dapat
dikualifikasi sebagai subyek hukum ini.
3. Macam-macam Keputusan
a. Keputusan Deklaratoir dan Keputusan Konstitutif
Keputusan deklaratoir adalah keputusan dimana untuk menetapkan
mengikatnya suatu hubungan hukum atau keputusan itu maksudnya
mengakui suatu hak yang sudah ada. Sedangkan, keputusan konstitutif
adalah keputusan yang melahirkan atau menghapus suatu hubungan
hukum atau ketetapan itu menimbulkan hak baru yang tidak dipunyai
sebelumnya. Keputusan konstitutif ini dapat berupa :
 Keputusan-keputusan yang meletakkan kewajiban untuk
melakukan sesuatu, tidak melakukan sesuatu, atau
memperkenalkan sesuatu.
 Keputusan yang memberikan status pada seseorang,
lembaga, atau perusahaan. Oleh karena itu, seseorang atau
perusahaan itu dapat menerapkan aturan hukum tertentu.
 Keputusan yang meletakkan prestasi atau harapan pada
perbuatan pemerintah.
11

 Keputusan yang mengizinkan sesuatu yang sebelumnya


tidak diizinkan.
 Keputusan yang menyetujui atau membatalkan berlakunya
ketetapan organ yang lebih rendah.
b. Keputusan yang Menguntungkan dan yang Memberi Beban
Keputusan bersifat menguntungkan artinya keputusan itu memberikan
hak-hak atau kemungkinan untuk memperoleh sesuatu yang tanpa
adanya ketetapan itu tidak akan ada atau bila keputusan itu memberikan
keringanan beban yang ada atau mungkin ada. Sementara itu, keputusan
yang memberi beban adalah keputusan yang meletakkan kewajiban yang
sebelumnya tidak ada atau mengenai penolakkan terhadap permohonan
untuk memperoleh keinginan.
c. Keputusan Eenmalig dan Keputusan yang Permanen
Keputusan eenmalig adalah keputusan yang hanya berlaku sekali atau
keputusan kilat (vluctige beschikking). Sedangkan, keputusan permanen
adalah keputusan yang memiliki masa berlaku yang relatif lama.
d. Keputusan yang Bebas dan yang Terikat
Keputusan bebas adalah keputusan yang didasarkan kewenangan bebas
(vrije beveogdheid) atau kebebasan bertindak pejabat atau pejabat TUN.
Sedangkan, keputusan terikat adalah keputusan yang didasarkan kepada
kewenangan pemerintah yang bersifat terikat (gebonden beveogdheid).
e. Keputusan Positif dan Negatif
Keputusan positif adalah keputusan yang menimbulkan perubahan bagi
yang dikenai. Terbagi dari lima golongan, yaitu :
 Keputusan yang pada umumnya melahirkan keadaan baru.
 Keputusan yang melahirkan keadaan hukum baru bagi obyek
tertentu
12

 Keputusan yang menyebabkan berdirinya atau bubarnya badan


hukum.
 Keputusan yang membebankan kewajiban baru kepada seseorang
atau beberapa orang (perintah).
 Keputusan yang memberikan hak baru kepada seseorang atau
beberapa orang (keputusan yang menguntungkan.
Sedangkan, keputusan negatif adalah keputusan yang tidak menimbulkan
perubahan keadaan hukum yang telah ada. Dapat berbentuk pernyataan
tidak berkuasa (onbevoegd verklaring), pernyataan tidak diterima
(nietontvankelijk verklaring), atau penolakan (afwijzing).
f. Keputusan Perorangan dan Kebendaan
Keputusan perorangan adalah keputusan yang diterbitkan berdasarkan
kualitas pribadi orang tertentu atau berkaitan dengan orang. Sedangkan
keputusan kebendaan adalah keputusan yang diterbitkan atas dasar
kualitas kebendaan atau menyangkut kebendaan.
4. Syarat-syarat Pembuatan Keputusan
a. Syarat material :
Organ pemerintah yang membuat keputusan harus berwenang.
 Keputusan tidak boleh mengandung kekurangan-kekurangan
yuridis.
 Keputusan harus berdasarkan suatu keadaan tertentu.
 Keputusan harus dapat dilaksanakan tanpa melanggar peraturan
lain, serta isi dan tujuannya sesuai dengan peraturan dasar.
b. Syarat formal :
 Syarat yang ditentukan berhubungan dengan persiapan dibuatnya
keputusan dan berhubungan dengan cara dibuatnya keputusan
harus dipenuhi.
13

 Keputusan harus diberi bentuk yang telah ditentukan dalam


peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
dikeluarkannya keputusan itu.
 Syarat-syarat berhubungan dengan pelaksanaan keputusan itu
harus dipenuhi.
 Jangka waktu harus ditentukan.
Keputusan itu sah menurut hukum apabila kedua syarat tadi dapat
dipenuhi, artinya dapat diterima sebagai suatu bagian dari tata tertin
hukum yang ada baik secara formal dan material. Apabila ada
kekurangan maka ketetapan itu menjadi tidak sah.
Keputusan yang sah dengan sendirinya akan memiliki kekuatan hukum
formal dan kekuatan hukum material. Selain itu, juga akan melahirkan
prinsip praduga rechmatig.
D. Peraturan Kebijaksanaan
1. Freies Ermessen
Freies Ermessen berarti orang yang memiliki kebebasan untuk menilai,
menduga dan mempertimbangkan sesuatu.
 Syarat-syarat Freies Ermessen menurut Sjachran Basah :
a.   Ditujukan untuk menjalankan tugas – tugas servis public,
b.   Merupakan sikap tindak yang aktif dari administrasi negara,
c.   Sikap tindak itu dimungkinkan oleh hukum,
d.   Sikap tindak itu diambil atas inisiatif sendiri,
e.   Sikap tindak itu dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan –
persoalan penting yang timbul secara tiba – tiba,
f.    Sikap tindak itu dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral
kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun secara hukum.
14

 Di dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, freies ermessen


dilakukan oleh administrasi negara dalam hal – hal sebagai
berikut:
1.   Belum ada peraturan perundang – undangan yang mengatur tentang
penyelesaian in konkrito terhadap suatu masalah tertentu, padahal
masalah tersebut menuntut penyelesaian yang segera.
2.   Peraturan perundang – undangan yang menjadi dasar berbuat aparat
pemerintah memberikan kebebasan sepenuhnya.
3.   Adanya delegasi perundang – undangan, maksudnya aparat
pemerintah diberi kekuasaan untuk mengatur sendiri, yang sebenarnya
kekuasaan itu merupakan kekuasaan aparat yang lebih tinggi
tingkatannya.

2.     Pengertian, Ciri-ciri, Fungsi, dan Penormaan Peraturan


Kebijaksanaan
a.      Pengetian peraturan kebijaksanaan
Di dalam penyelenggaraan tugas-tugas administrasi negara, pemerintah
banyak mengeluarkan kebijaksanaan yang dituangkan dalam berbagi
bentuk seperti garis-garis kebijaksanaan, kebijaksanaan, peraturan-
peraturan, pedoman-pedoman, petunjuk-petunjuk, surat edaran, resolusi-
resolusi, instruksi-instruksi, nota kebijaksanaan, peraturan-peraturan
menteri, keputusan-keputusan, dan pengumuman-pengumuman.
b.     Ciri – ciri Peraturan Kebijaksanaan
Ciri-ciri peraturan kebijaksanaan menurut J.H. van Kreveld adalah :
1.   Peraturan itu langsung atau tidak langsung, tidak didasarkan pada
ketentuan undang – undang formal atau UUD yang memberikan
15

kewenangan mengatur, dengan kata lain, peratran itu tidak ditemukan


dasarnya dalam undang – undang.
2.   Peraturan itu, tidak tertulis dan muncul melalui serangkaian
keputusan – keputusan instansi pemerintahan dalam melaksankan
kewenangan pemerintahan yang bebas terhadap warga negara, atau
ditetapkan secara tertulis oleh instansi pemerintahan tersebut.
3.   Peraturan itu memberikan petunjuk secara umum, dengan kata lain
tanpa pernyataan dari individu warga negar mengenai bagaimana
instansi pemerintahan melaksanakan kewenangan pemerintahannya yang
bebas terhadap setiap individu warga negara yang berada dalam situasi
yang dirumuskan dalam peraturan itu.
Unsur – unsur persamaan antara peraturan perundang – undangan
dengan peraturan kebijaksanaan menurut A. Hamid Attamimi :
1.   Aturan yang berlaku umum
2.   Peraturan yang berlaku ‘ke luar’
3.   Kewenangan pengaturan yang bersifat umum atau public
Sedangkan perbedaannya menurut A. Hamid Attamimi :
1.   Pembentukan peraturan perundang – undangan merupakan fungsi
negara.
2.   Fungsi pembentukan peraturan kebijaksanaan ada pada pemerintah
dalam arti sempit (eksekutif).
3.   Materi muatan perundang – undangan berbeda dengan materi muatan
peraturan kebijaksanaan.
4.   Sanksi dalam peraturan perundang – undangan dan pada peraturan
kebijaksanaan.
c.      Fungsi dan Penormaan Peraturan Kebijaksanaan
16

Menurut Marcus Lukman, peraturan kebijaksanaan dapat difungsikan


secara tepat guna dan berdaya guna, yang berarti :
1.   Tepat guna dan berdaya guna sebagai sarana pengaturan yang
melengkapi, menyempurnakan, dan mengisi kekurangan – kekurangan
yang ada pada peraturan perundang – undangan.
2.   Tepat guna dan berdaya guna sebagai sarana pengaturan bagi
keadaan vakum peraturan perundang – undangan.
3.   Tepat guna dan berdaya guna sebagai sarana pengaturan bagi
kepentingan – kepentingan yang belum terakomodasi secara patut, layak,
benar, dan adil dalam peraturan perundangan.
4.   Tepat guna dan berdaya guna sebagaisarana pengaturan untuk
mengatasi kondisi peraturan perundang – undangan yang sudah
ketinggalan jaman.
5.   Tepat guna dan berdaya guna bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan
fungsi administrasi dibidang pemerintahan dan pembangunan yang
bersifat cepat berubah atau memerlukan pemabruan sesuai dengan situasi
dan kondisi yang dihadapi.
Menurut Indroharto, pembuatan keijaksanaan harus memperhatikan hal
sebagai berikut :
1. Ia tidak boleh bertentangan dengan peraturan dasar yang
mengandung wewenang diskresioner yang dijabarkan itu.
2. Ia tidak boleh nyata-nyata bertentangan dengan nalar yang sehat.
3. Ia harus dipersiapkan dengan cermat, semua kepentingan,
keadaan-keadaan serta alternatif-alternatif yang ada perlu
dipertimbangkan.
17

4. Isi dari kebijaksanaan harus memnerikan kejelasan yang cukup


mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari warga yang
terkena peraturan tersebut.
5. Tujuan-tujuan dan dasar- dasar pertimbangan mengenai
kebijaksanaan yang akan ditempuh harus jelas.
6. Ia harus memenuhi syarat kepastian hukum material.
Sementara itu, dalam penerapan atau penggunaan peraturan
kebijaksanaan harus memperhatikan hal – hal yang diantaranya :
1.   Harus sesuai dan serasi dengantujuan undang – undang yang
memberikan ruang kebebasan bertindak.
2.   Serasi dengan asas – asas hukum umum yang berlaku.
3.   Serasi dan tepat guna dengan tujuan yang hendak dicapai.
E. Rencana-rencana
1. Pengertian Rencana
Rencana merupakan bagian tak terelakkan dalam organisasi sebagai
tahap awal pencapaian suatu tujuan. Berdasarkan hukum administrasi
negara, rencana merupakan bagian dari tindakan hukum pemerintahan,
suatu tindakan yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat – akibat
hukum.
2. Unsur – unsur Rencana
a. Schiftelijke Presentatie (Gambaran Tertulis)
b. Besluit of Handeling (Keputusan atau Tindakan)
c. Bestuurorgaan (Organ Pemerintahan)
d. Op de Toekomst Gericht (Ditujukan pada Masa yang Akan
Datang)
e. Planelemanten (Elemen – elemen Rencana)
18

f. Ongelijksoortig Karakter (Memiliki Sifat yang Tidak Sejenis,


Beragam)
g. Samenhang (Keterkaitan)
h. Al dan Niet voor een Bepaalde Duur (Untuk Waktu Tertentu)
3.     Karakter Hukum Rencana
F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek mengemukakan 4 pendapat tentang
sifat hukum rencana :
a. Rencana dalah ketetapan atau kumpulan dari berbagai ketetapan.
b. Rencana adalah sebagian dari kumpulan ketetapan – ketetapan,
sebagian peraturan, peta dengan penjelasan adalah kumpulan keputusan
– keputusan, penggunaan peraturan memliki sifat peraturan.
c. Rencana adalah bentuk hukum tersendiri.
d. Rencana adalah peraturan perundang-undangan
F. Perizinan
1. Pengertian Perizinan.
izin adalah perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan
perundang-undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkret menurut
prosedur dan persyaratan tertentu.
2. Unsur-unsur Prizinan
Unsur-unsur dalam perizinan, yaitu sebagai berikut :
1. Berupa instrumen yuridis dalam bentuk KTUN;
2. Dibuat berdasarkan wewenang yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan atau berdasarkan
diskresionare power;
3. Dikeluarkan oleh organ pemerintah;
4. Ditujukan pada peristiwa konkret;
5. Telah memenuhi prosedur dan persyaratan tertentu.
19

3. Fungsi dan Tujuan Perizinan


Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi selaku ujung tombak dari
instrumen hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang
masyarakat sehingga terwujud masyarakat adil dan makmur.
Tujuan tersebut, dapat dirinci sebagai berikut:
1. Untuk mengendalikan aktifitas-aktifitas tertentu;
2. Untuk mencegah bahaya bagi lingkungan;
3. Untuk melindungi obyek-obyek tertentu;
4. Untuk membagi benda-benda yang sedikit; dan
5. Untuk memberikan pengarahan dengan menyeleksi orang-
orang dan aktifitas-aktifitasnya.
4. Bentuk dan isi izin
Sebagai ketetapan yang tertulis, izin memuat hal-hal sebagai berikut:
a. Organ yang berwenang
b. Yang dialamatkan
c. Diktum
d. Ketentuan-ketentuan
e. Pemberian alasan
f. Pemberitahuan-pemberitahuan tambahan
G. Instrumen Hukum Keperdataan
1. Penggunaan Instrumen Hukum Keperdataan.
Penggunaan instrumen hukum keperdataan ini adalah untuk
mengusahakan kesejahteraan (bestuurszorg), dimana pemerintah terlibat
dengan kegiatan kemasyarakatan dalam berbagai dimensi sejalan dengan
tuntutan perkembangan kemasyarakatan.
2. Instrumen Hukum Keperdataan yang Dapat Digunakan Pemerintah.
20

Penggunaan instrumen hukum keperdataan oleh pemerintah ini perlu


dibatasi, yaitu:
1. Pemerintah tidak dapat melakukan hubungan keperdataan
yang berhubungan dengan hukum kekeluargaan;
2. Pemerintah tidak boleh membeli tanah untuk dijadikan hak
milik;
3. Pemerintah tidak diperkenankan melakukan perbuatan
hukum keperdataan yang bertentangan dengan kepentingan
umum atau dilarang oleh peraturan perundang-undangan
Hubungan hukum dalam bidang keperdataan bersifat dua pihak atau
lebih (meerzijdige), bersandar pada prinsip otonomi dan kebebasan
berkontrak (contractsvrijheid) dalam arti kemerdekaan atau kemandirian
penuh bagi subyek hukum untuk melakukan atau tidak melakukan
perbuatan hukum, serta iktikad baik dalam berbagai persetujuan, yang
menunjukkan kesetaraan antarpihak tanpa salah satunya memiliki
kedudukan khusus dan kekuatan memaksa terhadap pihak lain.
Bentuk-bentuk perjanjian yang bisa dijalankan pemerintah dengan pihak
lain adalah :
1. Perjanjian perdata biasa; contoh: jual beli, sewa-menyewa dan
lain-lain
Perbuatan keperdataan ini dilakukan karena pemerintah memerlukan
berbagai sarana dan prasarana untuk menjalankan administrasi
pemerintahan, seperti: kebutuhan alat tulis menulis yang harus dibeli,
membeli tanah untuk perkantoran, perumahan dinas dan lain
sebagainya.
2. Perjanjian perdata dengan syarat-syarat standar, contoh: kontrak
adhesie.
21

Pemerintah dapat pula menggunakan instrumen hukum keperdataan


untuk membuat perjanjian dengan pihak swasta dalam rangka
melakukan tugas-tugas tertentu, misalnya tugas-tugas atau pekerjaan
yang tidak sepenuhnya dapat diselenggarakan sendiri oleh
pemerintah. Bentuk dari perjanjian ini dapat berupa kontrak adhesie,
yaitu suatu perjanjian yang seluruhnya telah disiapkan secara sepihak
hingga pihak lawan berkontraknya tidak ada pilihan lain kecuali
menerima atau menolaknya.
3. Perjanjian mengenai kewenangan publik
Perjanjian mengenai kewenangan publik adalah perjanjian antara
badan atau pejabat tata usaha negara dengan warga masyarakat dan
yang diperjanjikan adalah mengenai cara badan atau pejabat tata
usaha negara tersebut menggunakan wewenang pemerintahannya.
4. Perjanjian mengenai kebijaksanaan pemerintahan.
 Kewenangan luas yang dimiliki pemerintah atas dasar freies
ermessen, yang kemudian melahirkan kebijaksanaan
dimungkinkan pula dijalankan dengan menggunakan perjanjian.
 Dengan kata lain, pemerintah dapat menjadikan kewenangan luas
atau kebijaksanaan yang dimilikinya sebagai obyek dalam
perjanjian.
 Perjanjian seperti ini dikenal dengan perjanjian kebijaksanaan
(beleidsovereenkomst), yaitu perbuatan hukum yang menjadikan
kebijaksanaan publik sebagai obyek perjanjian.
PENUTUP
Instrumen pemerintah adalah alat-alat atau sarana-sarana yang
digunakan oleh pemerintahan dan administrasi negara dalam
melaksanakan tugas-tugasnya.
22

Penggunaan instrumen pemerintahan haruslah dalam rangka


pelaksanaan fungsi pemerintahan yang bertumpuh pada prinsip-
prinsip Negara Hukum dan asas-asas yang mendasari masing-masing
instrumen. Agar keberhasilan pelaksanaan instrumen pemerintahan
dan tindakan yang berimbang dan terkonsep dengan baik, serta dapat
memiliki pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan negara dalam
segala bidangnya.

Daftar Pustaka
23

HR, Dr. Ridwan. 2017. Hukum Administrasi Negara. Jakarta:

Rajawali Pers. Bab 3: Instr umen Pemerinahan.

Halaman 125-217.

Anda mungkin juga menyukai