Anda di halaman 1dari 6

TUGAS 2

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

1. Public Domain atau Staat Domain adalah barang milik publik yang didefinisikan dalam UU
nomor 25 tahun 2009 sebagai benda-benda yang disediakan oleh pemerintah untuk dipakai
oleh masayarakat. Dan fugsi dari pemerintah sebagai penyedia dan pengawas atas fasilitas yang
telah disediakan untuk dipakai oleh masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kemanfaatan benda-benda tersebut dapat dinikmati secara langsung oleh masayarakat umum.
Barang milik publik memliki dua sifat, yaitu non-excludable dan non-rivalry. Pengertian non-
excludable adalah apabila tersedia, tidak ada yang dapat menghalangi siapapun untuk
memperoleh manfaatnya. Contoh dari sifat ini adalah penyediaan TNI oleh Negara. Adanya TNI
menyebabkan masyarakat merasa aman dan tidak ada seorangpun yang dapat mencegah
warga didalamnya tidak mendapatkan perlindungan. Sedangkan yang dimaksud non-rivalry
adalah penggunaan satu konsumen terhadap suatu barang tidak akan mengurangi kesempatan
konsumen lain untuk ikut mengonsumsi. Contoh sifat ini ada pada jalan raya. Penggunaan jalan
raya oleh satu pengendara, tidak akan mempengaruhi pengguna jalan lain untuk
menggunakannya. Dasar tentang hak menguasai oleh negara ini secara sangal mendasar
ditentukan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi "Bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarnya-
besarnya kemakmuran rakyat" Selanjutnya pasal 2 UUPA (Undang Undang Pokok Agraria)
menyatakan bahwa: "Bumi,air dan ruang angkasa termasuk kekayaan yang terkandung
didalamnya pada tingkatan tinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh
rakyat" Sedangkan pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa yang dimaksud hak menguasai oleh
negara adalah kewenangan untuk :
a. Mengatur serta menyelenggarakan peruntukan, persediaan, dan  pemeliharaan bumi, air,
dan ruang angkasa tersebut.
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi,
air dan ruang angkasa.
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan
perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa

Private Domain adalah benda atau barang milik negara yang dipakai oleh aparat pemerintah
secara langsung, dimana kemanfaatan benda-benda tersebut jarang diperuntukkan untuk
umum.Dan berfungsi sebagai fasilitas penunjang aparat negara dalam menjalankan tugasnya.
Barang privat memliki sifat rivalrous consumption, excludable consumption, dan scarcity.
(Mengurangi atau menghilangkan kesempatan orang lain untuk memanfaatkan barang yang
sama. Excludable artinya ada pengakuan atas kepemilikan barang). Contohnya rumah dinas,
gedung BUMN, kendaraan dinas, alat-alat elektronik dinas seperti komputer dan lain-lain.
Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,pada
pasaldisebutkan bahwa: “Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh
atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.” Dimana tidak termasuk dalam
pengertian BMN adalah  barang-barang yang dikuasai dan atau dimiliki oleh :
a. Pemerintah Daerah (sumber dananya berasal dari APBD termasuk yang sumber dananya
berasal dari APBN tetapi sudah diserahterimakan kepada Pemerintah Daerah).
b. Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah  yang terdiri dari:
1) Perusahaan Perseroan, dan
2) Perusahaan Umum.
c. Bank Pemerintah dan Lembaga Keuangan Milik Pemerintah.
Selanjutnya, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah, pengertian “perolehan lainnya yang sah” disebutkan antara lain meliputi
hibah/sumbangan, pelaksanaan perjanjian/kontrak, diperoleh berdasarkan ketentuan undang-
undang, dan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

2. Berdasarkan UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, lingkup keuangan negara


salah satunya mengatur mengenai kekayaan negara. Kekayaan negara dapat diartikan sebagai
semua bentuk kekayaan hayati dan non hayati berupa benda berwujud maupun tidak
berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, yang dikuasai dan/atau dimiliki negara.
Dengan demikian Barang Milk Negara merupakan bagian dari kekayaan negara. Berdasarkan PP
28 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, definisi Barang Milik Negara adalah semua barang
yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal
dari perolehan lainnya yang sah. Selain itu diatur pula mengenai jabatan terkait pengelolaan
BMN yang terdiri atas Pengelola Barang dan Pengguna Barang/Kuasa Pengguna. Menteri
Keuangan selaku Bendahara Umum Negara adalah Pengelola Barang yang secara operasional
dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), sedangkan Menteri/Pimpinan
Lembaga memiliki kewenangan dan tanggungjawab selaku Pengguna Barang yang dapat
mendelegasikan kewenangannya kepada Kuasa Pengguna Barang.
Sewa merupakan salah satu bentuk pemanfaatan BMN disamping bentuk pemanfaatan lainnya
seperti Pinjam Pakai, Kerjasama Pemanfaatan, Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna,
Kerjasama Penyediaan Infrastruktur , dan Kerjasama Terbatas untuk Pembiayaan Infrastruktur.
Sewa bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan BMN yang tidak digunakan untuk
pelaksanaan tugas fungsi dan mencegah penggunaan BMN oleh pihak lain secara tidak sah
disamping tentunya menghasilkan penerimaan bagi negara dari imbalan yang dibayarkan oleh
penyewa. Secara prinsip semua Barang Milik Negara dapat disewakan sepanjang tidak
merugikan negara dan tidak menganggu pelaksanaan tugas operasional suatu instansi.
Dalam pemanfaatan barang milik negara yang digunakan pihak ketiga, ada beberapa pola yang
dapat digunakan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor
96/PMK.06/2007 :
1. Sewa
Dalam pengelolaan barang atau benda milik negara, salah satu tujuannya adalah upaya agar
barang atau benda milik negara dapat bermanfaat sebesar mungkin, baik bagi negara maupun
bagi masyarakat yang memerlukannya. Salah satu upaya untuk mengoptimalkan kemanfaatan
barang atau benda milik negara dilakukan dengan mempersilahkan pihak ketiga untuk
memanfaatkan dengan cara menyewa. Pengertian penyewaan dalam Peraturan Menteri
Keuangan RI Nomor 96/PMK/.06/2007 diartikan sebagai berikut.
Sewa adalah pemanfaatan barang milik negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan
menerima imbalan uang tunai.
2. Pinjam Pakai
Dalam mengoptimalkan kemanfaatan barang milik negara, dapat dilakukan model pemanfaatan
barang milik negara, selain sewa, yakni menggunakan pinjam pakai. Pengertian pinjam pakai,
menurut Lampiran III PMK No 96/PMK.06/2007, dinyatakan sebagai berikut.
Pinjam pakai barang milik negara adalah penyerahan penggunaan barang milik negara antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam jangka waktu tertentu, tanpa menerima
imbalan. Setelah jangka waktu berakhir, barang milik negara tersebut diserahkan kembali
kepada pemerintah pusat.
3. Kerja sama Pemanfaatan
Pola lain pemanfaatan barang milik negara dapat pula dilakukan melalui model kerja sama
pemanfaatan barang milik negara. Pengertian kerja sama pemanfaatan barang milik
negara, menurut Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan No 96/PMK.06/2007, dinyatakan
sebagai berikut.
Pendayagunaan barang milik negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka
peningkatan penerimaan negara bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya.
4. Kerja Sama Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
Dalam proses pemerintahan sehari-hari, terkadang terdapat kebutuhan sarana prasarana
gedung/bangunan yang seharusnya didirikan. Akan tetapi, karena keterbatasan anggaran atau
ketiadaan anggaran untuk hal tersebut, pemerintah atas pertimbangan tersebut dalam upaya
mengoptimalkan fungsi dan manfaat barang milik negara, baik yang dilakukan oleh pemerintah
pusat, terdapat model pemanfaatan BMN, khususnya yang berbentuk tanah ataupun lahan
bangunan dalam bentuk :
a. bangun guna serah (BGS)
b. bangun serah guna (BSG)
Bangun guna serah menurut Lampiran V Peraturan Menteri Keuangan No 96/PMK.06/2007,
dinyatakan sebagai berikut.
Pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan
dan/atau saran, berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam
jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya tanah serta bangunan dan/atau
sarana, berikut fasilitasnya diserahkan kembali kepada pengelola barang setelah berakhirnya
jangka waktu.

3. Hukum Administrasi Negara adalah seperangkat peraturan yang memungkinkan administrasi


negara menjalankan fungsi-fungsinya, yang sekaligus juga melindungi warga terhadap sikap
tindak administrasi negara, dan melindungi administrasi negara itu sendiri. Indonesia adalah
negara Hukum, hal ini telah dijelaskan di dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan
“Negara Indonesia adalah negara hukum” berdasarkan pada penjelasan UUD 1945 bahwa
Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan atas kekuasaan
semata (machstaat). Oleh karena itu negara tidak boleh melaksanakan aktivitasnya atas dasar
kekuasaan belaka, tetapi harus berdasar pada hukum.
Ada dua macam perlindungan hukum bagi rakyat, yaitu :
- Perlindungan hukum Preventif yaitu memberikan rakyat kesempatan untuk mengajukan
keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk
yang defintif. (bersifat mencegah terjadinya sengketa)
- Perlindungan hukumRepresif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Prinsip
perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah ini bertumpu dan bersumber dari
konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia dan
pengakuan dari negara tersebut.

Pengaturan mengenai penyelesaian sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara (“UU 5/1986”)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan
Pertama atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (“UU
9/2004”) dan terakhir kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara (“UU 51/2009”).  Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam
bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat
tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan
tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Sengketa tata usaha negara ini diselesaikan di Pengadilan Tata Usaha
Negara dengan mengajukan gugatan tertulis yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha
Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai
tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi. Alur Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara :
1.    Upaya Administratif
Upaya administratif adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh oleh seorang atau badan
hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara.
Prosedur tersebut dilaksanakan di lingkungan pemerintahan sendiri dan terdiri atas dua
bentuk: 
a.    Keberatan
Penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara yang dilakukan sendiri oleh
Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha
Negara.
b.    Banding Administratif
Penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara yang dilakukan oleh instansi atasan atau
instansi lain dari Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan
Tata Usaha Negara, yang berwenang memeriksa ulang Keputusan Tata Usaha
Negara yang disengketakan .
Berbeda dengan prosedur di Peradilan Tata Usaha Negara, maka pada prosedur banding
administratif atau prosedur keberatan dilakukan penilaian yang lengkap, baik dari segi
penerapan hukum maupun dari segi kebijaksanaan oleh instansi yang memutus. Dari ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya Keputusan Tata
Usaha Negara yang bersangkutan dapat dilihat apakah terhadap suatu Keputusan Tata Usaha
Negara itu terbuka atau tidak terbuka kemungkinan untuk ditempuh suatu upaya administratif.
 
2.    Gugatan Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara
Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha
Negara jika seluruh upaya administratif sudah digunakan. Apabila peraturan dasarnya hanya
menentukan adanya upaya administratif berupa pengajuan surat keberatan, maka gugatan
terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan diajukan kepada Pengadilan
Tata Usaha Negara.
Namun, jika peraturan dasarnya menentukan adanya upaya administatif berupa pengajuan
surat keberatan dan/atau mewajibkan pengajuan surat banding administratif, maka gugatan
terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang telah diputus dalam tingkat banding administratif
diajukan langsung kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam tingkat pertama yang
berwenang.

Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap badan atau pejabat tata usaha
negara dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan. Sehingga yang menjadi
tergugat adalah badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan
berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh
orang atau badan hukum perdata. Sedangkan yang dimaksud dengan Keputusan Tata Usaha
Negara, yang menjadi objek sengketa, adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh
badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual,
dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Yang
tidak termasuk ke dalam kategori Keputusan Tata Usaha Negara dalam UU 5/1986 berserta
perubahannya adalah :
a.    Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;
b.    Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;
c.    Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;
d.   Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau peraturan
perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana;
e.   Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan
peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
f.    Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia
g.   Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil
pemilihan umum.
Perlu diketahui bahwa gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 90 hari terhitung
sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.

Setelah diajukan gugatan, maka akan dilakukan pemeriksaan dismissal atau rapat
permusyawaratan. Dalam rapat permusyawaratan ini, Ketua Pengadilan berwenang
memutuskan dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan
bahwa gugatan yang diajukan itu dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar, dalam hal :
a.   Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang Pengadilan;
b.   Syarat-syarat gugatan tidak dipenuhi oleh penggugat sekalipun ia telah diberi tahu dan
diperingatkan;
c.   Gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak;
d.  Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan Tata Usaha
Negara yang digugat;
e.   Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya.
Terhadap penetapan ini dapat diajukan Perlawanan kepada Pengadilan dalam tenggang waktu
empat belas hari setelah diucapkan. Dalam hal perlawanan tersebut dibenarkan oleh
Pengadilan, maka penetapan gugur demi hukum dan pokok gugatan akan diperiksa, diputus
dan diselesaikan menurut acara biasa. Terhadap putusan mengenai perlawanan itu tidak dapat
digunakan upaya hukum.

Sumber :
- https://steemit.com
- https://herygaara5.wordpress.com
- https://jenisaputra96.blogspot.com
- https://www.djkn.kemenkeu.go.id
-

Anda mungkin juga menyukai