Anda di halaman 1dari 5

Nama : FANJI SETIADI

NIM : 044363133
Fakultas : FHISIP
Jurusan : Ilmu Administrasi
Program Studi : 50/ Ilmu Administrasi Negara
Mata Kuliah : ADPU4332/ Hukum Administrasi Negara
Tugas :2

Dalam rangka mengoptimalkan kemanfaatan barang milik negara, dapat dilakukan model pemanfaatan
barang milik negara, selain sewa yakni pinjam pakai seperti yang terdapat dalam Lampiran III PMK No
96/PMK.06/2007.

Pertanyaan :

1. Dari contoh artikel diatas jelas bahwa penandatangan pinjam pakai tersebut telah melalui parameter yang
harus dipenuhi BMN yang dapat dijadikan objek pinjam pakai, simpulkan parameter yang dapat
dijadikan objek pinjam pakai, baik yang dapat dilakukan oleh BMN Maupun pengguna barang.
2. Sebelum dilakukan penandatangan atau pembuatan perjanjian, harus ada penilai terhadap BMN yang
dijadikan objek kerjasama, berikan analisis saudara proses penilaian yang harus dilakukan!

1. Pinjam pakai Barang Milik Negara adalah penyerahan penggunaan Barang Milik Negara antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan
setelah jangka waktu berakhir Barang Milik Negara tersebut diserahkan kembali kepada pemerintah
pusat.
Pinjam pakai Barang Milik Negara dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan Barang Milik Negara
yang belum/tidak dipergunakan untuk pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan pusat dan untuk
menunjang pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Barang Milik Negara yang dapat dipinjam-pakaikan adalah tanah dan/atau bangunan, baik yang ada pada
Pengelola Barang maupun yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang, serta Barang Milik
Negara selain tanah dan/atau bangunan.
Pihak-pihak yang dapat meminjam-pakaikan Barang Milik Negara adalah:
a. Pengelola Barang, untuk tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang;
b. Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk:
1) sebagian tanah dan/atau bangunan yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang;
2) Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan.
Pihak yang dapat meminjam Barang Milik Negara adalah pemerintah daerah.
Ketentuan dalam Pelaksanaan Pinjam Pakai
a. Barang Milik Negara yang dapat dipinjam-pakaikan harus dalam kondisi belum/tidak digunakan oleh
Pengguna Barang atau Pengelola Barang untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi
pemerintahan.
b. Tanah dan/atau bangunan yang dapat dipinjam-pakaikan Pengelola Barang meliputi tanah dan/atau
bangunan yang berada pada Pengelola Barang yang seluruhnya belum/tidak digunakan untuk
kepentingan penyelenggaraan pemerintahan.
c. Tanah dan/atau bangunan yang dapat dipinjam-pakaikan Pengguna Barang meliputi sebagian tanah
dan/atau bangunan yang merupakan sisa dari tanah dan/atau bangunan yang sudah digunakan oleh
Pengguna Barang dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsinya.
d. Jangka waktu peminjaman Barang Milik Negara paling lama 2 (dua) tahun sejak ditandatanganinya
perjanjian pinjam pakai, dan dapat diperpanjang.
e. Dalam hal jangka waktu peminjaman Barang Milik Negara akan diperpanjang, permintaan
perpanjangan jangka waktu pinjam pakai dimaksud harus sudah diterima Pengelola Barang paling
lambat 3 (tiga) bulan sebelum jangka waktu pinjam pakai berakhir.
f. Tanah dan/atau bangunan yang dipinjam-pakaikan harus digunakan sesuai peruntukan dalam
perjanjian pinjam pakai dan tidak diperkenankan mengubah, baik menambah dan/atau mengurangi
bentuk bangunan.
g. Pemeliharaan dan segala biaya yang timbul selama masa pelaksanaan pinjam pakai menjadi
tanggung jawab peminjam.
h. Setelah masa pinjam pakai berakhir, peminjam harus mengembalikan Barang Milik Negara yang
dipinjam dalam kondisi sebagaimana yang dituangkan dalam perjanjian.
Tata Cara Pelaksanaan Pinjam Pakai
Pelaksanaan Pinjam Pakai Barang Milik Negara oleh Pengelola Barang
a. Permintaan pinjam pakai yang diajukan oleh pemerintah daerah kepada Pengelola Barang sekurang-
kurangnya memuat pertimbangan yang mendasari diajukannya permintaan, dan luas, lokasi, serta
detil peruntukan tanah dan/atau bangunan.
b. Pengelola Barang melakukan kajian atas permintaan pemerintah daerah tersebut, terutama
menyangkut kelayakan peminjaman tanah dan/atau bangunan yang diusulkan.
c. Berdasarkan hasil kajian tersebut dalam huruf b, Pengelola Barang dapat menyetujui atau tidaknya
permintaan pinjam pakai tanah dan/atau bangunan dimaksud.
d. Dalam hal Pengelola Barang tidak menyetujui permintaan tersebut, Pengelola Barang
memberitahukan kepada pemerintah daerah yang mengajukan permintaan pinjam pakai, disertai
alasannya.
e. Dalam hal Pengelola Barang menyetujui permintaan tersebut, Pengelola Barang menerbitkan surat
persetujuan pinjam pakai tanah dan/atau bangunan, yang sekurang-kurangnya memuat pihak yang
akan meminjam tanah dan/atau bangunan, tanah dan/atau bangunan yang dipinjamkan, jangka waktu
peminjaman, dan kewajiban peminjam untuk melakukan pemeliharaan tanah dan/atau bangunan
yang dipinjam.
f. Pelaksanaan pinjam pakai dituangkan dalam naskah perjanjian pinjam pakai antara Pengelola Barang
dengan pemerintah daerah selaku peminjam, yang antara lain memuat subjek dan objek pinjam
pakai, jangka waktu peminjaman, hak dan kewajiban para pihak antara lain kewajiban peminjam
untuk melakukan pemeliharaan dan menanggung biaya yang timbul selama pinjam pakai, dan
persyaratan lain yang dianggap perlu.
g. Setelah berakhirnya jangka waktu peminjaman, peminjam wajib menyerahkan objek pinjam pakai
kepada Pengelola Barang yang dituangkan dalam berita acara serah terima.
Pelaksanaan Pinjam Pakai Barang Milik Negara oleh Pengguna Barang
a. Pengguna Barang mengajukan usulan pinjam pakai kepada Pengelola Barang, yang sekurang-
kurangnya memuat pertimbangan yang mendasari diajukannya permintaan, jenis dan spesifikasi
barang, detil peruntukan dan jangka waktu pinjam pakai.
b. Pengelola Barang melakukan kajian atas usulan Pengguna Barang, terutama menyangkut kelayakan
kemungkinan peminjaman Barang Milik Negara tersebut.
c. Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam huruf b, Pengelola Barang dapat menyetujui
atau tidaknya usulan pinjam pakai.
d. Dalam hal Pengelola Barang tidak menyetujui usulan tersebut, Pengelola Barang memberitahukan
kepada Pengguna Barang, disertai alasannya.
e. Dalam hal Pengelola Barang menyetujui usulan tersebut, Pengelola Barang menerbitkan surat
persetujuan pinjam pakai Barang Milik Negara, yang sekurangkurangnya memuat pihak yang akan
meminjam, Barang Milik Negara yang dipinjamkan, jangka waktu peminjaman, dan kewajiban
peminjam untuk melakukan pemeliharaan Barang Milik Negara yang dipinjam.
f. Berdasarkan persetujuan pinjam pakai tersebut, pengguna Barang melaksanakan pinjam pakai yang
dituangkan dalam naskah perjanjian pinjam pakai antara Pengguna Barang dan pemerintah daerah,
yang antara lain memuat subjek dan objek pinjam pakai, jangka waktu peminjaman, hak dan
kewajiban para pihak antara lain kewajiban peminjam untuk melakukan pemeliharaan dan
menanggung biaya yang timbul selama pinjam pakai, dan persyaratan lain yang dianggap perlu.
g. Pengguna Barang menyampaikan laporan pelaksanaan pinjam pakai kepada Pengelola Barang.
h. Setelah berakhirnya jangka waktu pinjam pakai, peminjam wajib menyerahkan objek pinjam pakai
kepada Pengguna Barang yang dituangkan dalam berita acara serah terima, yang tembusannya
disampaikan kepada Pengelola Barang.

2. Penilaian BMN adalah milik bersama, milik seluruh pegawai DJKN. Tidak hanya mereka yang berstatus
sebagai penilai yang wajib untuk selalu meng-update pengetahuan dalam bidang penilaian BMN tetapi
semua pegawai DJKN seyogyanya juga selalu meng-update pengetahuan dalam bidang penilaian BMN.
Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan BMN/BMD sedikit banyak
membawa perkembangan pada aturan penilaian BMN. Sebagai bagian dari pengelolaan BMN, aturan-
aturan terkait penilaian BMN juga terdapat dalam PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
BMN/BMD.
Selain dalam ketentuan umum, Penilaian BMN dalam PP Nomor 27 Tahun 2014 diatur dalam Bab VIII
Penilaian. Bab ini terdiri dari 6 pasal yaitu dari pasal 48 sampai dengan pasal 53 dengan penjelasan lebih
lanjut terhadap masing-masing pasal. Dengan jumlah pasal yang ada rasanya tidak perlu waktu yang
lama untuk dapat membaca dan memahami ketentuan penilaian BMN dalam PP ini. Namun terkadang
bagi kita yang tidak bersentuhan langsung dengan bidang tugas penilaian, rutinitas pekerjaan menjadikan
kesempatan untuk mengikuti perkembangan aturan penilaian sangat terbatas dan cenderung lebih fokus
pada aturan-aturan terkait dengan bidang tugas kita saja. Dalam rangka mengenal penilaian BMN dalam
PP Nomor 27 Tahun 2014, mari sejenak meluangkan waktu untuk mengetahui seperti apa penilaian
BMN dalam PP Nomor 27 Tahun 2014.
Pengertian Penilaian BMN
Penilaian merupakan salah satu tahapan dalam pengelolaan BMN selain perencanaan kebutuhan dan
penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan,
pemindahtanganan, pemusnahan, penghapusan, penatausahaan, dan pembinaan, pengawasan dan
pengendalian. Dalam ketentuan umum PP Nomor 27 Tahun 2014, Penilaian BMN merupakan proses
kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian berupa BMN pada saat tertentu.
Opini nilai yang dihasilkan akan dipergunakan dalam proses pengelolaan BMN sesuai dengan tujuan
awal pelaksanaan penilaian.
Tujuan Penilaian BMN
Pasal 48 yang merupakan pasal pertama dalam Bab VIII Penilaian menyatakan bahwa penilaian BMN
dilakukan dalam rangka: Penyusunan Neraca Pemerintah Pusat Penetapan nilai BMN dalam rangka
penyusunan neraca Pemerintah Pusat dilakukan dengan berpedoman pada Standar Akuntansi
Pemerintahan (Pasal 49). Pemanfaatan kecuali Pemanfaatan dalam bentuk Pinjam Pakai Dalam
pemanfaatan BMN, penilaian diperlukan untuk bentuk-bentuk pemanfaatan BMN berupa sewa, kerja
sama pemanfaatan, bangunan guna serah atau bangunan serah guna, dan kerja sama penyediaan
infrastruktur. Hal ini karena dalam pemanfaatan BMN tersebut terdapat adanya potensi penerimaan
negara dari hasil pemanfaatan BMN sehingga diperlukan penilaian untuk menentukan kewajaran
penerimaan negara dari pemanfaatan BMN. Sedangkan untuk pemanfaatan BMN dalam bentuk pinjam
pakai tidak perlu dilakukan penilaian karena tidak terdapat potensi penerimaan negara. Dalam pinjam
pakai hanya terdapat perubahan penggunaan BMN untuk jangka waktu tertentu tanpa adanya imbalan
yang diberikan. Pemindahtanganan kecuali Pemindahtanganan dalam bentuk Hibah. Dalam
pemindahtanganan BMN, penilaian diperlukan untuk pemindahtanganan dengan cara penjualan, tukar
menukar, dan penyertaan modal Pemerintah Pusat. Hal ini karena dalam pemindahtanganan BMN
dengan cara tersebut, ada penggantian yang diterima dari kegiatan pemindahtanganan baik penggantian
berupa uang, barang maupun penyertaan modal Pemerintah sehingga diperlukan penilaian untuk
menentukan kewajaran dari penggantian tersebut. Pengecualian pelaksanaan penilaian dilakukan
terhadap pemindahtanganan dengan cara hibah karena dalam pemindahtanganan dengan cara ini tidak
ada bentuk penggantian yang diterima.
Penilaian BMN berupa Tanah dan/atau Bangunan dalam rangka Pemanfaatan atau Pemindahtanganan.
Pasal 50 yang terdiri dari 5 ayat mengatur pelaksanaan penilaian BMN berupa tanah dan/atau bangunan
dalam rangka Pemanfaatan atau Pemindahtanganan. Dalam pasal ini dinyatakan secara jelas bahwa
untuk penilaian BMN berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka Pemanfaatan atau
Pemindahtanganan dilakukan oleh:
a. Penilai Pemerintah
Penilai Pemerintah adalah penilai PNS di lingkungan Pemerintah yang diangkat oleh kuasa Menteri
Keuangan serta diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melakukan penilaian, termasuk
atas hasil penilaiannya secara independen.
b. Penilai Publik yang ditetapkan oleh Pengelola Barang.
Selain dapat dilakukan oleh Penilai Pemerintah, Penilaian BMN berupa tanah dan/atau bangunan
dalam rangka Pemanfaatan atau Pemindahtanganan dapat juga dilakukan oleh Penilai Publik yang
ditetapkan oleh Pengelola Barang. Dalam penjelasan pasal ini yang dimaksud dengan Penilai Publik
yaitu penilai selain penilai Pemerintah yang mempunyai izin praktik penilaian dan menjadi anggota
asosiasi penilai yang diakui oleh Pemerintah.
Penilaian BMN berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka Pemanfaatan atau Pemindahtanganan
dilakukan untuk mendapatkan nilai wajar yaitu estimasi harga yang akan diterima dari penjualan aset
atau dibayarkan untuk penyelesaian kewajiban antara pelaku pasar yang memahami dan berkeinginan
untuk melakukan transaksi wajar pada tanggal penilaian. Nilai wajar hasil penilaian menjadi tanggung
jawab penilai. Penggunaan nilai wajar dalam rangka pemindahtanganan BMN berupa tanah dikecualikan
untuk penjualan BMN berupa tanah yang diperlukan untuk pembangunan rumah susun sederhana,
dimana nilai jual BMN ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan perhitungan yang ditetapkan oleh
Menteri Pekerjaan Umum. Hal ini dimaksudkan agar tujuan pembangunan rumah susun sederhana dapat
tercapai. Namun demikian kewajaran harga/nilai BMN tersebut tetap diperhatikan.
Penilaian BMN selain Tanah dan/atau Bangunan dalam rangka Pemanfaatan atau Pemindahtanganan
Pasal 51 yang juga terdiri dari 5 ayat mengatur tentang penilaian BMN selain tanah dan/atau bangunan.
Ada ketentuan yang berbeda untuk penilaian BMN selain tanah dan/atau bangunan yaitu bahwa
Penilaian BMN selain tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan atau pemindahtanganan
dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh Pengguna Barang, dan dapat melibatkan Penilai yang ditetapkan
oleh Pengguna Barang. Tim ini merupakan panitia penaksir harga yang unsurnya terdiri dari instansi
terkait termasuk melibatkan penilai baik penilai Pemerintah atau penilai publik.
Apabila tim ini dibentuk tanpa melibatkan penilai maka hasil penilaian yang dilakukan oleh tim hanya
merupakan nilai taksiran. Sedangkan apabila tim yang dibentuk melibatkan penilai maka hasil penilaian
yang dihasilkan oleh tim adalah nilai wajar. Hasil penilaian oleh tim baik berupa nilai taksiran ataupun
nilai wajar kemudian ditetapkan oleh Pengguna Barang untuk digunakan dalam proses pemanfaatan atau
pemindahtanganan.
Penilaian Kembali BMN
Penilaian kembali BMN yaitu proses revaluasi BMN sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan yang
metode penilaiannya dilaksanakan sesuai standar penilaian. Dalam PP ini penilaian kembali BMN
dimungkinkan untuk dilaksanakan yaitu sebagaimana diatur dalam pasal 52 yang menyatakan bahwa
dalam kondisi tertentu Pengelola Barang dapat melakukan Penilaian kembali atas nilai BMN yang telah
ditetapkan dalam neraca Pemerintah Pusat. Keputusan mengenai penilaian kembali atas nilai BMN
dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pemerintah yang berlaku secara nasional yaitu kebijakan yang
ditetapkan oleh pemerintah untuk seluruh entitas Pemerintah Pusat.
Kesimpulan yang harus diperhatikan
Hal penting mengenai penilaian BMN dalam PP Nomor 27 Tahun 2014 yang wajib diketahui dan
diperhatikan oleh setiap pegawai DJKN dalam pelaksanaan tugas pengelolaan BMN yaitu:
Untuk penilaian BMN berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan atau
pemindahtanganan dilakukan oleh penilai pemerintah atau penilai publik yang ditetapkan oleh pengelola
barang;
Untuk penilaian BMN selain tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan atau
pemindahtanganan dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh pengguna barang dan dapat melibatkan
penilai baik penilai pemerintah atau penilai publik yang ditetapkan oleh pengguna barang.
Demikian garis besar penilaian BMN yang diatur dalam PP Nomor 27 Tahun 2014, adapun ketentuan
lebih lanjut mengenai Penilaian BMN diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (pasal 53). Meskipun
hanya terdiri dari 6 pasal apabila tidak membacanya tentu kita tidak akan mengetahuinya. Semoga
tulisan ringan ini dapat menjadikan kita lebih dekat dengan penilaian dan bermanfaat untuk mendukung
pelaksanaan tugas pengelolaan BMN.

Sumber:
https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2007/96~PMK.06~2007Per.htm
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/7602/Lebih-Dekat-dengan-Penilaian-Penilaian-BMN-
dalam-PP-Nomor-27-Tahun-2014.html
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan BMN/BMD

Anda mungkin juga menyukai