Anda di halaman 1dari 5

Latihan Soal PIH (Persiapan Menjelang UTS) Semester Gasal TA 2020/2021

1. Ada sebuah pernyataan yang berbunyi ; “Hukum adalah Ilmu Sosial” . Apakah saudara setuju
dengan pernyataan tersebut ? Buatlah pernyataan pendukungnya untuk menegaskan
jawaban saudara.
2. Berikan penjelasan mengapa PIH dan PHI itu berbeda, dimana letak perbedaannya ? Dan
mengapa dikatakan bahwa mempelajari PIH itu sangat abstrak sementara mempelajari PHI
itu sangat konkret ?
3. Berikan ilustrasi singkat dan tepat tentang siklus tata hidup bermasyarakat!
4. Mengapa memberikan definisi hukum itu sulit ? Lalu bagaimana mengidentifikasi hukum jika
memberikan definisinya sulit ? Berikanlah definisi hukum sesuai identifikasi yang saudara
berikan tersebut.
5. Bagaimana hubungan antara Hukum obyektif dan hukum subyektif..? Berikan contoh dan
penjelasannya mana Hukum obyektifnya dan mana hukum subyektifnya ?
6. Menurut saudara, mana yang muncul terlebih dahulu ? Hak atau kewajiban ? Berikan
argumentasi saudara dengan tepat.
7. Dari ke 4 kaidah sosial, manakah kaidah sosial yang paling tua/orisinil ? Berikan
argumentasinya. Berikan pula perbedaan antara norma hukum dengan norma kesopanan.
Serta apa yang dimaksud dengan sifat heteronom dan otonom pada kaidah sosial.
8. Berdasarkan teori dan pendapat para sarjana tentang tujuan hukum, maka dapat diketahui
beberapa tujuan hukum. Sebutkan dan jelaskan.
9. Dalam penggolongan hukum diketahui bahwa hukum digolongkan berdasarkan
Isi/kepentingannya. Sebutkan, jelaskan dan berikan contohnya.
10. Jelaskan perbedaan terbentuknya hukum dengan disertai contoh yang terdapat pada abad
ke-19 dan abad ke-20.
11. Apakah yang dimaksud dari sumber hukum hanya berasal dari peraturan yang tertulis ?
jelaskan.
12. Ada berapa macam sumber hukum ? Sebutkan. Mengapa dalam sumber hukum materiil
harus memperhatikan faktor keadilan dan kemasyarakatan ?
13. Dalam asas berlakunya UU dibawah ini, berikan penjelasan beserta contohnya : (a) Lex
spesialis derogat legi generali (b) Lex posteriori derogat legi priori (c) Lex superiori derogat
legi inferiori
14. Berikan contoh konkret dari YURISPRUDENSI yang dijadikan sebagai sumber hukum formil
bagi hakim dalam memutus perkara
15. Apakah yang dimaksud dengan “kebiasaan hanya dapat melahirkan hukum apabilla UU
menunjukkannya”. Berikan contoh yang menjadikan adat dan kebiasaan menjadi sumber
hukum bagi bangsa Indonesia.
16. Apakah traktat sama dengan agreement? Mengapa UU tidak boleh bertentangan dengan
traktat. Jelaskan.
17. Apa yang dimaksud dengan “causa yang halal” pada perjanjian ? bagaimana sebuah
perjanjian itu dapat dikatakan memenuhi unsur syarat sah sebuah perjanjian ? sebutkan
dasar hukumnya.
18. Berikan 3 asas dalam perjanjian yang saudara ketahui berikut perngertiannya.
19. Jelaskan apakah semua doktrin dapat dikatakan sebagai sumber hukum ? Jelaskan.
20. Apa yang dimaksud dengan fiksi hukum dalam berlakunya sebuah UU. Adakah
pengecualiannya ? Berikan contoh.
Jawaban :
11. Sumber hukum adalah segala sesuatu yang berupa tulisan, dokumen, naskah, dan sebagainya yang
digunakan suatu bangsa sebagai pedoman hidup pada masa tertentu.
Sehingga sumber hukum dapat diartikan sebagai bahan atau materi yang berisi hukum itu dibuat dan
dibentuk, proses terbentuknya hukum, dan bentuk hukum itu sehingga dapat dilihat, dirasakan, atau
diketahui atas dasar penulisan, dokimen, dan. Menurut buku Pengantar Hukum Indonesia (2019) karya
Rahman Amin, sumber hukum yaitu segala sesuatu yang dapat melakukan, menimbulkan aturan hukum
serta tempat ditemukannya aturan hukum. Sumber hukum inilah yang menimbulkan aturan-aturan yang
mengikat dan memaksa. Jika aturan dilanggar, maka akan ada sanksi tegas dan nyata bagi pelanggarnya.

12. Sumber hukum materiil

Sumber hukum materiil merupakan sumber daeri mana materi hukum diambil. Sumber hukum ini
menjadi faktor yang membantu menentukan isi atau materi hukum.

Contohnya, sumber hukum materiil seperti agama, kesusilaan, kehendak Tuhan, akal budi, hubungan
sosial, dan sebagainya.

Sumber hukum formal

Sumber hukum formal yaitu sumber suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Sumber-sumber
hukum formal membentuk pandangan-pandangan hukum menjadi aturan-aturan hukum dan mengikat.

Sumber hukum formal meliputi beberapa hal, seperti:

Undang-undang

Undang-undang meliputi semua bentuk peraturan perundang-undangan (dalam pengertian materiil,


bukan hanya dalam arti formal).

Kebiasaan

Perbuatan manusia atau lembaga yang dilakukan secara berulang-ulang mengenai hal yang sama. Jika
kebiasaan diterima masyarakat luas dan merasa wajib, maka kebiasaan itu dipandang sebagai hukum
tidak tertulis.

Keputusan hakim (yurispudensi)

Keputusan hakim terdahulu terhadap suatu perkara yang tidak diatur dalam undang-undang dan
dijadikan pedoman oleh hakim lainnya.

Traktat

Perjanjian antara dua negara atau lebih mengenai masalah-masalah tertentu yang menjadi kepentingan
negara yang bersangkutan.

Traktat akan mengikat semua orang di negara-negara yang membuat traktat. Perjanjian yang dilakukan
dua negara disebut bilateral. Perjanjian lebih dari dua negara disebut traktat multilateral.
Doktrin atau pendapat ahli

Pendapat para sarjana hukum terkemuka yang memilih pengaruh dalam pengambilan keputusan bagi
hakim. Doktrin sering digunakan dalam proses yurispudensi.

Karena sumber hukum yang menentukan isi suatu peraturan atau kaidah hukum yang mengikat setiap
orang. Sumber hukum materiil berasal dari perasaan hukum masyarakat, pendapat umum, kondisi sosial-
ekonomi, sejarah, sosiologi, hasil penelitian ilmiah, filsafat, tradisi, agama, moral, perkembangan
internasional, geografis, politik hukum, dan lain-lain. Dalam kata lain sumber hukum materil adalah faktor-
faktor masyarakat yang mempengaruhi pembentukan hukum (pengaruh terhadap pembuat UU, pengaruh
terhadap keputusan hakim, dan sebagainya). Sumber hukum materil ini merupakan faktor yang
mempengaruhi materi (isi) dari aturan-aturan hukum, atau tempat dari mana materi hukum itu diambil
untuk membantu pembentukan hukum. Faktor tersebut adalah faktor idiil dan faktor kemasyarakatan. 

14. Yurisprudensi berkaitan dengan perkembangan ilmu hukum dan dipandang sebagai salah satu
intrumen untuk melihat konsistensi putusan hakim atau kepastian hukum. Sebagai negara yang
mewarisi tradisi Eropa Kontinental, keberadaan yurisprudensi di Indonesia tidak semengikat dibanding
negara dengan sistem hukum Anglo Saxon. Bukan berarti Indonesia tak mengenal penggunaan putusan
hakim terdahulu. Tetapi jika dihubungkan dengan prinsip dasar kemandirian hakim, maka penerapan
yurisprudensi akan menjadi tantangan. Terutama berkaitan dengan pertanyaan apakah yurisprudensi itu
memiliki kekuatan mengikat, atau sebenarnya lebih memiliki kekuatan persuasif. Beberapa tahun
terakhir, putusan-putusan terpilih –tidak menggunakan istilah yurisprudensi—dipublikasikan bersamaan
dengan Laporan Tahunan Mahkamah Agung. Ada juga yurisprudensi tentang kedudukan janda dalam
pewarisan; ahli waris pengganti; dan hak isteri yang berbeda agama dari suaminya. Seiring
bertambahkanya pelaku kekuasaan kehakiman di Indonesia, maka yurisprudensi bukan saja datang dari
Mahkamah Agung dan empat lingkungan peradilan di bawahnya, tetapi juga dari putusan Mahkamah
Konstitusi. Misalnya, putusan mengenai hak pilih keturunan orang tua yang terkena tuduhan anggota
Partai Komunis Indonesia; putusan tentang hubungan anak yang lahir di luar nikah dengan ayah
biologisnya, dan putusan mengenai hak buruh dalam kepailitan.

18. Asas kebebasan berkontrak

Dalam Pasal 1338 ayat 1 BW menegaskan “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada pihak untuk
membuat atau tidak membuat perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan isi
perjanjian/ pelaksanaan dan persyaratannya, menentukan bentuknya perjanjian yaitu tertulis atau lisan.

Asas kebebasan berkontrak merupakan sifat atau ciri khas dari Buku III BW, yang hanya mengatur para
pihak, sehingga para pihak dapat saja mengenyampingkannya, kecuali terhadap pasal-pasal tertentu
yang sifatnya memaksa.

Asas konsensualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan melalui Pasal 1320 ayat 1 BW. Bahwa salah satu syarat sahnya
perjanjian adalah adanya kesepakatan kedua belah pihak. Dengan adanya kesepakatan oleh para pihak,
jelas melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak tersebut telah
bersifat obligatoir yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak tersebut.

ASAS KEPRIBADIAN

Asas ini berhubungan dengan subyek yang terikat dalam suatu perjanjian. Asas kepribadian dalam
KUHPerdata diatur dalam pasal 1340 ayat (1) yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya berlaku
antara pihak yang membuatnya. Pernyataan ini mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh
para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Ketentuan mengenai hal ini ada
pengecualiannya, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1337 KUHPerdata yaitu, dapat pula perjanjian
diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian dibuat untuk diri sendiri, atau suatu
pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu. Pasal ini memberi pengertian
bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga dengan suatu syarat
yang telah ditentukan. Sedangkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian
untuk diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh
hak dari padanya.

19. Doktrin merupakan pendapat atau pendirian ilmiah yang disusun dan dikemukakan secara rasional
dan dapat meyakinkan orang lain. Doktrin ini memiliki peranan penting karena doktrin ini dikemukakan
oleh seorang ilmuwan hukum yang bisa mempengaruhi jurisprudensi dan bisa menjadi kaedah hukum,
karena itu doktrin itu dapat menjadi bagian dari sumber hukum positif. Menurut B. Arief Sidarta istilah
lain doktrin adalah ajaran. Ajaran itu juga dapat disamakan dengan doktrin, doktrin ini merupakan
tampungan dari norma sehingga dokrin menjadi sumber hukum. Mengutip pendapat Apeldorn, doktrin
hanya membantu dalam pembentukan norma, doktrin itu harus dipindahkan lebih dahulu ke dalam
norma yang langsung misalnya putusan hakim atau peraturan perundang-undangan sehingga doktrin itu
menjadi sumber tidak langsung dalam penerapan hukum.

20. Dalam sebuah fiksi hukum, siapapun tanpa kecuali dianggap tahu hukum. Menjadi kesalahan besar
jika seseorang tidak tahu hukum (ignorante legs est lata culpa). Dalam bahasa sederhana, seseorang
tidak bisa ngeles bahwa ia tidak tahu hukum jika suatu saat harus mempertanggungjawabkan sesuatu di
depan hukum.

Adagium fiksi hukum sudah lama ditinggalkan, tetapi faktanya pandangan ini dianut dunia peradilan,
baik Mahkamah Agung (MA) maupun Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan MA No. 645K/Sip/1970 dan
putusan MK No. 001/PUU-V/2007 memuat prinsip yang sama: “ketidaktahuan seseorang akan undang-
undang tidak dapat dijadikan alasan pemaaf”.

Putusan MA No. 77 K/Kr/1961 menegaskan “tiap-tiap orang dianggap mengetahui undang-undang


setelah undang-undang itu diundangkan dalam lembaran negara”.

Sesuai namanya, fiksi hukum adalah fiksi. Faktanya, tidak semua orang tahu hukum, dan tidak satu orang
pun yang tahu semua hukum. Akibatnya, seringkali pencari keadilan dirugikan. Contohnya, seorang
pengacara publik LBH Jakarta pernah ditahan aparat Polres Jakarta Utara dengan tuduhan bertindak
seolah-olah advokat, padahal Pasal 31 UU Advokat yang dijadikan polisi sebagai dasar untuk menahan
sudah lama dibatalkan Mahkamah Konstitusi.

Ketidaktahuan masyarakat terhadap hukum disebabkan banyak faktor. Tetapi secara umum lebih
disebabkan akses mereka terhadap sumber-sumber informasi hukum sangat minim. Sekadar contoh,
Lembaran Negara (LN) dan Tambahan Lembaran Negara (TLN), tempat undang-undang beserta
penjelasannya dimuat, tidak diproduksi massal dan gratis. Kalau saja semua peraturan yang diterbitkan
pemerintah bisa diakses, kemungkinan besar masyarakat semakin melek hukum.

Anda mungkin juga menyukai