Anda di halaman 1dari 29

ALASAN PENGHAPUS

PENUNTUTAN
(VERVOGINGSUITSLUITINGSGRONDER)
Fakultas Hukum
DASAR HUKUM

• Buku Kesatu Bab III KUHP tentang Hal-hal yang Menghapuskan ,


Mengurangi atau Memberatkan Pidana. dimulai dari Pasal 44-52 a KUHP.
• Akan tetapi, sejak diundangkannya UU No.3/1997 Tentang Pengadilan Anak ,
keberadaan Pasal 45 – 47 KUHP dinyatakan TIDAK BERLAKU LAGI.
Penegasan atas TIDAK BERLAKU LAGI ketiga pasal tersebut disebutkan
dalam Pasal 67 UU No.3/1997 sebagai berikut : “Pada saat berlakunya
Undang-undang ini , maka Pasal 45-47 KUHP dinyatakan tidak berlaku lagi”.
PERBEDAAN ANTARA PENGHAPUS PIDANA DAN PENGHAPUS PENUNTUTAN

• Persamaannya adalah : sama-sama diterapkannya kedua


penghapus ini sehingga akan menyebabkan TIDAK DIPIDANANYA
seorang pelaku tindak pidana ATAU dalam hal-hal tertentu
seseorang yang telah terbukti melakukan tindak pidana akan tetapi
kepadanya (pelaku) tidak dijatuhi pidana.

• Perbedaannya adalah : ALASAN PENGHAPUS PENUNTUTAN Tidak


Ada ALASAN PEMBENAR DAN ALASAN PEMAAF”
Jadi tidak ada pikiran mengenai sifatnya Perbuatan maupun sifatnya
orang yang melakukan perbuatan, tetapi pemerintah menganggap
bahwa atas DASAR UTILITAS atau KEMANFAATANNYA kepada
masyarakat, sebaiknya tidak diadakan penuntutan. Lebih lanjut
MOELJATNO menegaskan bahwa yang menjadi pertimbangan disini
adalah Kepentingan Umum. Kalau perkaranya TIDAK DITUNTUT
tentunya yang melakukan perbuatan tidak dapat dijatuhi pidana.
• Jadi dasar hukum dari materi P4 adalah : Buku Kesatu Bab III KUHP Tentang
Hal-hal yang Menghapuskan , Mengurangi atau Memberatkan Pidana dalam
pasal-pasal berikut ini (Pasal 44,48,49,50,51,52,52 a KUHP adalah DASAR
HUKUM YANG POKOK DALAM MATERI P4). Kenapa dikatakan dasar
hukum pokok , karena masih ada pasal-pasal lain diluar Buku Kesatu Bab III
KUHP yang mengatur tentang P4 sebagai penunjang , ketentuan P4
Misal :
• - Hal-hal tentang Percobaan Melakukan Tindak
Pidana;
• - Pasal-pasal tentang Pengertian Dalam Tindak
Pidana;
• - Pasal-pasal tentang Perbarengan Tindak Pidana;
• - Pasal-pasal yang lainnya dalam KUHP
PERBEDAAN PRINSIP ANTARA ALASAN PENGHAPUS PIDANA DENGAN
ALASAN PENGHAPUS PENUNTUTAN

ALASAN PENGHAPUS PENUNTUTAN


• Merupakan Kewenangan JPU (Jaksa Penuntut Umum)
• Seseorang pelaku tidak dapat dituntut di Pengadilan
• Putusan hakim apabila kasus diajukan ke Pengadilan adalah Bukan Putusan
Akhir (dakwaan tidak dapat diterima)
• Pertimbangannya adalah Kepentingan Hukum
• Upaya Hukum yang dapat ditempuh JPU adalah melakukan Perlawanan (Verzet)
ALASAN PENGHAPUS PIDANA
• Merupakan Kewenangan Hakim
• Seseorang pelaku dapat dituntut di Pengadilan
• Putusan hakim apabila kasus diajukan ke Pengadilan
adalah Putusan Akhir (lepas dari segala tuntutan
hukum)
• Pertimbangannya adalah Sifat dari Perbuatan
maupun Pembuatnya
• Upaya Hukum yang dapat ditempuh JPU adalah
melakukan Banding atau Kasasi
HAL-HAL YANG MERUPAKAN ALASAN PENGHAPUS PENUNTUTAN dan
HAL-HAL YANG MERUPAKAN ALASAN-ALASAN PENGHAPUS PIDANA

• Tidak adanya pengaduan pada delik-delik aduan (Pasal 72-75 KUHP);


• Ne Bis In Idem (Pasal 76 KUHP);
• Daluwarsa (Pasal 78 KUHP);
• Telah adanya pembayaran denda maksimum kepada pejabat tertentu untuk
pelanggaran yang hanya diancam dengan pidana denda (Pasal 82 KUHP);
• Ada Abolisi atau Amnesti (Dasar di Luar KUHP)
HAL-HAL YANG MENYEBABKAN GUGURNYA HAK UNTUK MENUNTUT
PERBUATAN PIDANA

DALAM KUHP  
• Ne bis in idem (ketentuan Pasal 76 KUHP);
• Matinya si Tertuduh (Ketentuan Pasal 77 KUHP);
• Kedaluwarsa (ketentuan Pasal 78-81 KUHP);
• Penyelesaian di luar Perkara (ketentuan Pasal 82 KUHP).
DI LUAR KUHP : dalam UUD 1945

• 1. Abolisi; dan
• 2. Amnesti
 
1. NE BIS IN IDEM (PASAL 76 KUHP)

Asas ini juga lazim disebut dengan non bis in idem, yang artinya
ialah :”seseorang tidak boleh dituntut untuk kedua kalinya terhadap
perbuatan yang untuknya telah dijatuhi keputusan hakim yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap” (INKRACHT VAN GEWIJSDE).
Syarat Ne Bis In Idem

(a) orang yang dituntut itu harus satu;


(b) ia melakukan perbuatan satu;
(c) telah dijatuhi keputusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum yang
tetap
In kracht van gewijsde :Pasal 76 ayat (1) KUHP
• Ialah putusan yang tidak dapat lagi dilawan dengan upaya hukum Biasa,
misalnya verzet, banding, kasasi.
• Kecuali dengan upaya hukum Luar Biasa, misalnya Herziening, dan Kasasi
demi kepentingan hukum.
Ciri upaya hukum Luar Biasa :
• Dilakukan untuk melawan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap;
• Diajukan ke MA sebagai peradilan yang memeriksa dan memutus dalam
tingkat pertama dan yang terakhir;
• Hanya dapat diajukan pada hal-hal dan keadaan-keadaan tertentu yang
diatur dalam peraturan per-uu-an.
Ne bis in idem dalam perkara perdata dan
pidana
Ne bis in idem pada perkara Ne bis in idem pada perkara
Perdata pada pasal 1917 BW, Pidana pada pasal 76 ayat (1)
ada 3 KUHP, ada 2 (dua) syarat :
• Persoalan yang dituntut sama; • Perbuatan harus sama, termasuk didalamnya
ialah mengenai waktunya (tempus) dan
• Para pihak (tergugat dan penggugat) adalah
tempatnya (locus) yang sama, dan
sama;
• Didalam hal hubungan hukum yang sama atau • Si pembuat haruslah orang yang sama.
atas dalil-dalil yang sama.
Arti perbuatan dalam pasal 76 ayat (1) KUHP :
• Perbuatan dalam arti peristiwa jahat yang telah terjadi;
• Perbuatan dalam arti yang menjadi pokok dakwaan;
• Perbuatan dalam arti perbuatan materiil.
2. Sebab meninggalnya pembuat

Pasal 77 KUHP :
• “Kewenangan menuntut pidana hapus jika terdakwa meninggal dunia”.
• perkecualian pada tindak pidana yang merugikan keuangan, perekonomian
negara.
3. Sebab telah lampau waktu atau
Kadaluwarsa (verjaring).
Pasal 78 ayat (1) KUHP : kewenangan menuntut pidana menjadi hapus karena
lewatnya waktu.
Tenggang waktu, yakni :
• Untuk semua tindak pidana pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan
dengan percetakan, sesudah 1 tahun;
• Untuk tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana
kurungan atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah 6 tahun;
• Untuk tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih
dari tiga tahun, sesudah 12 tahun;
• Untuk tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau
pidana seumur hidup atau pidana penjara dalam waktu tertentu setinggi-
tingginya duapuluh tahun, sesudah 18 tahun.
• Untuk pembuat anak-anak berumur belum 18 tahun, daluwarsanya adalah
dikurangi 1/3 dari ketentuan.
• Mengenai pelanggaran pasal 556 sd 558a KUHP, adalah dimulai pada hari
sesudah daftar-daftar yang memuat pelanggaran-pelanggaran itu telah
disampaikan/diserahkan pada Panitera pengadilan yang bersangkutan.
• Berlakunya daluwarsa pasal 79 KUHP, yaitu pada hari sesudah dilakukannya
perbuatan, kecuali :
• Mengenai pemalsuan atau perusakan mata uang, adalah pada hari sesudah
barang yang dipalsu atau mata uang yang dirusak itu digunakan;
• Mengenai kejahatan dalam pasal 328, 329, 330 dan 333 KUHP, dimulainya
adalah pada hari sesudah orang yang langsung terkena kejahatan (korban)
dibebaskan atau meninggal dunia;
4. Sebab penyelesaian di luar pengadilan (afkoop)

• Hanyalah pidana pelanggaran yang diancam dengan pidana denda saja,


dengan secara suka rela telah membayar maksimum denda dan biaya-biaya
yang telah dikeluarkan kalau penuntutan telah dimulai.
5. Sebab Amnesti dan Abolisi

Pasal 14 (2) UUD 1945 :


• “Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat”.
TUJUAN : ne bis in idem

(1) Untuk menjunjung tinggi keluhuran negara serta


kehormatan peradilan;
(2) Untuk memberikan rasa kepastian hukum bagi
seseorang yang pernah dijatuhi pidana.
2. MATINYA SI TERDAKWA
(PASAL 77 KUHP)

• Ketentuan ini merupakan konsekuensi dari sifat pidana yang hanya dapat
disandarkan atas kesalahan diri pribadi seorang manusia.
Artinya harus dianggap bahwa hanya seorang pribadi sendiri itulah yang
bertanggung jawab. Kesalahan hanya dapat dituntut dari diri orang yang
melakkukannya itu sendiri. Kalau ia meninggal dunia maka habislah riwayat
untuk menuntutnya.
3. KEDALUWARSA
(PASAL 78-81 KUHP)

• Ketentuan yang mengatur tentang KEDALUWARSA ini dapat ditemukan


Pasal-pasal 78-81 KUHP.
• Kedaluwarsa adalah : “Pengaruh dari lampaunya jangka waktu yang
diberikan oleh Undang-undang untuk menuntut seseorang tertuduh
dalam/atas sesuatu perbuatan pidana.”
4. PENYELESAIAN DILUAR PENGADILAN
(Pasal 82 KUHP)

• Tidak semua perkara dapat diselesaikan di luar Pengadilan tetapi hanyalah


perkara pidana pelanggaran yang diancam dengan pidana denda saja
dengan cara sukarela si pembuat membayar maksimum denda (schiking)
dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan kalau penuntutan telah dimulai,
maka hapuslah kewenangan negara untuk melakukan penuntutan terhadap
diri si pembuat.
Kesimpulan : Dengan adanya dasar penghapus
penuntutan ini maka berakibat pada

• A. Perbuatan pidana tidak dapat dituntut


• B. Pelaku tidak dapat dihukum
• C. Jika penuntut tetap memaksakan untuk membuat tuntutan maka hakim
akan menyatakan tuntutan tersebut tidak dapat diterima (niet ontvankelijk
verklaard)

Anda mungkin juga menyukai