Anda di halaman 1dari 3

PENDAHULUAN

Ex-tunc adalah ungkapan Latin, yang dalam bahasa Spanyol harfiah berarti "sejak itu", digunakan untuk berbicara tentang suatu tindakan yang menghasilkan efek dari saat yang sama di mana tindakan itu asalnya, kembali kepada situasi hukum dengan keadaan sebelumnya. Ex Tunc adalah Pengujian Keputusan Tata Usaha Negara dilakukan terhadap Peraturan Perundang-undangan yang berlaku pada saat diterbitkannya Keputusan Tata Usaha Negara tersebut, meskipun telah ada perubahan terhadapnya. Apabila Keputusan Tata Usaha Negara tersebut dibatalkan/dinyatakan tidak sah, maka akibat hukum yang ditimbulkan oleh Keputusan Tata Usaha Negara tersebut berlaku/ada sejak diterbitkannya Keputusan Tata Usaha Negara tersebut. Wakil Ketua MA Bidang Yudisial, Abdul Kadir Mappong mengatakan ada dua macam pembatalan sebuah peraturan dalam putusan uji materi di MA. Ada pembatalan secara ex tunc dan secara ex nunc, ujarnya. Ia menjelaskan bila sebuah peraturan dibatalkan secara ex tunc maka semua akibat hukumnya batal juga. Dicabut sampai ke akarakarnya. Kalau ex tunc berlaku surut sedangkan ex nunc hanya sejak pembatalannya saja, tegasnya. Dalam perspektif historis, tujuan pembentukan Pengadilan Tata Usaha Negara adalah memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat yang bersumber dari hakhak individu dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat yang didasarkan pada kepentingan bersama dari individu yang hidup dalam masyarakat tersebut. Peradilan tata usaha negara dapat melakukan pengujian keabsahan (rechtmatigheidstoetsing) dan ketepatgunaan (doelmatigheidstoetsing) suatu keputusan aparatur pemerintahan. Permasalahan ini muncul di Belanda, sehubungan dengan adanya sarana rechtsbescherming, yaitu gewone rechter, administratief beroep (banding administratif) dan administratief rechtpraak (peradilan administratif), pada prinsipnya peradilan yaitu gewone rechtspraak maupun administratief rechtspraak hanya mempunyai wewenang dan batas pengujian keabsahan sedangkan administratief beroep dapat melakukannya baik meliputi pengujian keabsahan maupun ketepatgunaaan, dalam perkembangan praktek peradilan, gewone rechtspraak menerapkan marginal toetsing dengan menilai perbuatan pemerintah berdasarkan asas-asas kepatutan yang lazim disebut alemene beginselen van behoorlijk bestuur. Pengujian ex tunc dan pengujian ex nunc. Dasar pengujian ex tunc, berarti peradilan menilai suatu perbuatan pemerintah dengan memperhitungkan semua fakta perbuatan itu dilakukan, jadi atas suatu surat keputusan, fakta dan keadaan yang dinilai adalah fakta dan keadaan pada saat dikeluarkannya surat keputusan itu, perubahan

fakta dan keadaan tidaklah masuk perhitungan dan penilaian peradilan, berbeda dengan pengujian ex nunc, perubahan fakta dan keadaan termasuk dalam penilaian suatu perbuatan. Pengujian ex tunc digunakan untuk pengujian keabsahan sedangkan pengujian ex nunc digunakan untuk pengujian ketepatgunaan, namun hendaknya dilihat secara relatif dan dikaitkan dengan fungsi Peradilan Tata Usaha Negara yang dicanangkan, yaitu tidak hanya fungsi peradilan administrasi, pengujian ex nunc perlu juga mendapat tempat dalam fungsi penasehatan, fungsi peradilan administrasi negara diterapkan pengujian ex tunc demi kepastian suatu perbuatan yang dibuat pada waktu lampau. Pada prinsipnya peradilan tidak mencampuri keputusan aparatur pemerintahan dalam menjalankan fungsinya, jadi tidak mengukur perbuatan pemerintah yang berdasar kebijakan (op grond van beleidsmatigheid), namun hal itu hendaknya dilihat secara relatif dengan memperhatikan asas keserasian yang bertumpu atas dasar kerukunan perbuatan penguasa, maka perbuatan penguasa tidak hanya dinilai berdasarkan norma-norma yang zakelijk tetapi juga dinilai berdasarkan kepatutan yang berlaku dalam masyarakat. Putusan retroaktif dan prospektif menyangkut saat putusan yang menyatakan tidak sah suatu peraturan perundang-undangan atau perbuatan administrasi Negara berlaku efektif. Putusan retroaktif bersifan ex tunc yaitu peraturan perundangundangan atau perbuatan administrasi Negara tersebut dianggap tidak pernah ada dan tidak pernah merupakan suatu peraturan perundang-undangan atau perbuatan administrasi Negara yang sah. Jadi setiap putusan ex tunc adalah berlaku surut ke saat peraturan perundang-undangan atau perbuatan administrasi Negara tersebut ditetapkan. Karena dalam system retroaktif, peraturan perundang-undangan atau perbuatan administrasi Negara yang dianggap tidak pernah ada, maka putusan hakim tidak berisi pembatalan (annul) tetapi menyatakan sebagai suatu tidak sah (nullity). Putusan menyatakan tidak sah tersebut bersifat deklaratur bukan konstitutif. System retroaktif dijalankan antara lain di AMerika Serikat, Itali, dan Jerman. Apabila sesuatu dinyatakan tidak sah, mengandung arti sebagai suatu yang tidak memenuhi syarat untuk ada, karena dianggap tidak pernah ada. Mengingat retroaktif mengandung anggapan tidak pernah ada, maka ungkapan menyatakan tidak sah dalam kedua UU yaitu UU No. 14/ 1970 maupun UU No. 14/ 1985 semestinya akan berkaitan dengan system retroaktif dan bukan system prospektif.

Referensi :

http://thetantoindonesia.blogspot.com/ www.mahkamahkonstitusi.go.id (JURNAL KONSTITUSI) http://ulah-go.blogspot.com/2011/01/ex-tunc-ex-nunc.html

Anda mungkin juga menyukai