Anda di halaman 1dari 8

TUGAS – 3 - MATA KULIAH HUKUM PENITENSIER

Dosen Pengajar : Dr. Sulistyowati, SH., MH

Disusun Oleh

Abdul Karim : 183112330040276

Fakultas Hukum
Universitas Nasional

2020

1
JENIS-JENIS HUKUMAN PEMIDANAAN

Jenis hukuman pidana tercantum di dalam pasal 10 KUHP. Jenis hukuman pidana ini dibedakan
antara pidana pokok dan pidana tambahan, dimana pidana tambahan hanya dijatuhkan jika pidana
pokok dijatuhkan.

Jenis jenis hukuman pidana tersebut adalah:

Hukuman-hukuman pokok, yaitu :

1. Hukuman mati
2. Hukuman penjara
3. Hukuman kurungan
4. Hukuman denda
5. Hukuman tutupan
6. Hukuman-hukuman tambahan, yaitu :
7. Pencabutan beberapa hak-hak tertentu
8. Perampasan barang-barang tertentu
9. Pengumuman keputusan hakim

Hukuman-hukuman pokok

Hukuman mati
Hukuman mati adalah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan oleh pengadilan ataupun
tanpa pengadilan sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat
perbuatannya. Hukuman ini adalah puncaknya dari segala hukuman.
Dalam abad abad terakhir sering terjadi pro-kontra mengenai hukuman mati ini. Salah satunya
karena sifatnya yang mutlak yang tidak memungkinkan mengadakan perbaikan atau perubahan.
Hakim sebagai manusia tidak luput dari kekeliruan, meskipun di dalam suatu perkara terlihat
pemeriksaan dan bukti-bukti menunjuk kepada kesalahan terdakwa akan tetapi kebenaran itu
hanya pada Tuhan.
Maka tidak mustahil seorang hakim dengan segala kejujurannya melakukan suatu kekeliruan
di dalam pandangan dan pendapatnya. Apabila hukuman itu telah dijalankan kemudian terdapat
kekeliruan, tak ada seorangpun yang dapat mengembalikan keadaan.
Hasil survei PBB antara 1998 hingga 2002 tentang korelasi antara praktek hukuman mati dan
angka kejahatan menyebutkan hukuman mati tidak lebih baik dari pada hukuman penjara seumur
hidup dalam memberikan efek jera pada pidana pembunuhan. Hasil studi tersebut secara signifikan
mempengaruhi keputusan beberapa negara untuk menghapuskan hukuman mati.1

1
Hamzah, Andi. 1994. Asas-asas Hukum Pidana. Hal.22

2
Banyak negara yang telah menghapuskan pidana mati untuk diterapkan di KUHP-nya seperti:
Belanda, Jerman, Italia, Portugal, dan lain-lain. Sedangkan negara seperti Indonesia, Singapura,
Malaysia, Pakistan, dan lain-lain masih mencatumkan pidana mati di KUHP-nya. Bahkan di
Indonesia semakin banyak delik yang diancam dengan pidana mati, diantaranya :

• Pasal 104 KUHP (makar terhadap presiden)


• Pasal 111 ayat (2) KUHP (membujuk negara asing berperang)
• Pasal 124 ayat (3) KUHP (menyerahkan kekuasaan, menganjurkan huru-hara)
• Pasal 140 ayat (3)KUHP (makar pada negara sahabat)
• Pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana)
• Pasal 365 ayat (4)KUHP (curat curas dengan kematian)
• Pasal 444 KUHP (pembajakan laut,dengan akibat kematian)
• Pasal 479 K ayat (2) dan pasal 479 O ayat (2) KUHP (kekerasan dalam pesawat dengan
akibat kematian)

Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM), di Indonesia juga dilindungi dengan peraturan
perundang-undangan. Hal ini di tunjukan dengan adanya undang-undang yang mengatur mengenai
HAM, yaitu undang-undang no. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 9 ayat 1 yang
menyatakan “setiap orang berhak atas kehidupan, mempertahankan hidup, dan meningkatkan
taraf kehidupannya”.
Demikan juga dalam amandemen kedua konstitusi UUD 1945, pasal 28 ayat 1, menyebutkan:
"Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di depan hukum, dan hak
untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak
dapat dikurangi dalam keadaan apapun", tapi peraturan perundang-undangan dibawahnya tetap
mencantumkan ancaman hukuman mati.
Hal ini dikarenakan hukuman mati mendapat dukungan yang luas dari pemerintah dan
masyarakat Indonesia. Pemungutan suara yang dilakukan media di Indonesia pada umumnya
menunjukkan 75% dukungan untuk adanya vonis mati. Kelompok pendukung hukuman mati
beranggapan bahwa bukan hanya pembunuh saja yang punya hak untuk hidup dan tidak disiksa.
Masyarakat luas juga punya hak untuk hidup dan tidak disiksa. Untuk menjaga hak hidup
masyarakat, maka pelanggaran terhadap hak tersebut patut dihukum mati.
Untuk meringankan penderitaan fisik bagi terpidana mati, maka beberapa usaha telah dilakukan
dalam eksekusi seperti: guillotine (Prancis, 1792), kursi listrik (Prancis, 1888), kamar gas (1924),
dan dengan suntikan.
Pelaksanaan hukuman mati diatur dalam PP No 2 tahun 1964, yaitu:

• Ditembak mati (pasal 1)


• Ditempat penjatuhan hukuman pengadilan tingkat pertama (pasal 2)
• Regu tembak(1 perwira,1 bintara, dan 12 tamtama) (pasal 10/1.2)
• Berdiri, duduk, berlutut (pasal 12)
• Sasaran tembak jantung (pasal 14)2

2
Hamzah, Andi dan A. Sumangelipu. 1985. Pidana Mati di Indonesia hal.23

3
Hukuman penjara.
A.Z. Abidin Farid dan A. Hamzah (2006:284) menegaskan bahwa pidana penjara adalah bentuk
pidana yang berupa kehilangan kemerdekaan. Pidana kehilangan kemerdekaan itu bukan hanya
dalam bentuk pidana penjara tetapi juga berupa pengasingan.
PAF Lamintang (1988:69) bentuk pidana penjara adalah suatu pidana berupa pembatasan
kebebbasan bergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang tersebut
dalam sebuah lembaga pemasyarakatan dengan mewajibkan orang itu untuk mentaati semua
peraturan tatatertib yang berlaku dalam lembaga pemasyarakatan yang dikaitkan dengan suatu
tindakan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar peraturan tersebut.
Hukuman penjara adalah untuk sepanjang hidup atau sementara waktu (pasal 12 KUHP).
Lamanya hukuman penjara untuk sementara waktu berkisar antara 1 hari sedikit-dikitnya dan 15
tahun berturut-turut paling lama. Akan tetapi dalam beberapa hal lamanya hukuman penjara
sementara itu dapat ditetapkan sampai 20 tahun berturut-turut. Yaitu dalam hal kejahatan yang
menurut pilihan hakim sendiri boleh dihukum mati, penjara seumur hidup, dan penjara sementara,
hukuman ditambah karena ada gabungan kejahatan atau karena berulang-ulang membuat
kejahatan atau karena aturan pasal 52. Akan tetapi, bagaimanapun juga hukuman penjara
sementara waktu tidak boleh melebihi 20 tahun. Hal ini sesuai dengan pasal 12 ayat (4) KUHP.
Pidana penjara disebut juga pidana hilang kemerdekaan. Tidak hanya itu, tapi narapidana
juga kehilangan hak-hak tertentu, diantaranya:

• Hak untuk memilih dan dipilih.


• Hak untuk memangku jabatan politik.
• Hak untuk bekerja di perusahaan.
• Hak untuk mendapatkan perizinan tertentu.
• Hak untuk mengadakan asuransi hidup.
• Hak untuk kawin, dan lain-lain.

Hukuman kurungan
Hukuman kurungan seperti halnya dengann hukuman penjara, maka dengan hukuman kurungan
pun, terpidana selama menjalani hukumannya, kehilangan kemerdekaannya. Menurut pasal 18
KUHP, lamanya hukuman kurungan berkisar antara 1 hari sedikit-dikitnya dan 1 tahun paling
lama. Hukuman kurungan ini mempunyai banyak kesamaan dengan hukuman penjara.
Di dalam beberapa hal, (samenloop, residive, dan pemberatan karena jabatan) hukuman
kurungan itu dapat dikenakan lebih lama, yaitu 1 tahun 4 bulan (pasal 18 ayat (2) KUHP).
Hukuman kurungan dianggap lebih ringan dari hukuman penjara dan hanya diancamkan bagi
peristiwa yang ringan sifatnya seperti di dalam kejahatan yang tidak disengaja dan di dalam hal
pelanggaran.

Persamaan antara hukuman penjara dan hukuman kurungan adalah:

• Hukuman penjara dan hukuman kurungan merupakan hukuman penahanan yang


termasuk dalam hukuman pokok, sehingga dalam penjatuhannya masih dapat disertai
oleh hukuman-hukuman tambahan pula.
• Sama-sama berinti pada penghilangan kebebasan seseorang selama hukumannya.3

3
Hamzah, Andi dan A. Sumangelipu. 1985. Pidana Mati di Indonesia. Hal.2

4
• Batas minimum hukuman penjara sama dengan batas minimum hukuman kurungan, yaitu
1 (satu) hari.4

Perbedaan antara hukuman penjara dan hukuman kurungan adalah:


Perbedaan yang penting antara pidana penjara dan pidana kurungan disebutkan di dalam
penjelasan pasal 18 KUHP oleh Sugandhi (1981), sebagai berikut :

• Hukuman penjara dapat dijalankan didalam penjara di mana saja, sedangkan hukuman
kurungan dilaksanakan di daerah tempat terhukum bertempat tinggal pada waktu
hukuman dijatuhkan.
• Pekerjaan yang diberikan kepada terpidana kurungan lebih ringan daripada pekerjaan
yang harus dijalankan oleh terpidana penjara.
• Terpidana kurungan mempunyai hak Pistole. Hak Pistole adalah suatu hak terpidana
untuk memperbaiki kehidupannya didalam lembaga dengan biaya sendiri.

Ruba`i (1997), menambahkan perbedaan pidana kurungan dan pidana penjara sebagai berikut
:

• Maksimum umum pidana kurungan adalah satu tahun. Jika dibandingkan dengan
maksimum umum pidana penjara yang lamanya sampai lima belas tahun, maka
maksimum umum pidana kurungan jauh lebih ringan. Maksimum umum satu tahun ini
dapat ditambah menjadi satu tahun empat bulan apabila terjadi perbarengan, pengulangan
atau tindak pidana yang dilakukan berkaitan dengan jabatan.
• Menurut pasal 62 ayat (1) Reglemen penjara, terpidana kurungan hanya diwajibkan
bekerja 8 jam sehari, sedangkan terpidana penjara diwajibkan bekerja 9 jam sehari.

Hukuman Denda
Beberapa pelanggaran hukuman dianggap kurang cukup dengan ancaman hukuman denda.
Walaupun sifatnya hukuman ini ditujukan pada orang yang bersalah, akan tetapi berlainan dengan
hukuman-hukuman lainnya, yang tidak dapat dijalankan dan diderita orang yang dikenai hukuman.
Maka di dalam hal hukuman denda tidak dapat dihilangkan kemungkinan, bahwa hukuman itu
dibayar oleh pihak ketiga.
Berbeda dengan hukuman-hukuman lain, maka di dalam hukuman denda, hukuman itu dapat
dirubah menjadi kurungan sebagai pengganti. Yang dikenakan hukuman dapat memilih,
membayar denda atau kurungan sebagai gantinya.
Dalam undang-undang tidak ditentukan maksimum umum besarnya denda yang harus dibayar.
Yang ada ialah minimum umum yang semula 25 sen, kemudian diubah dengan undang-undang
no.18 (perpu) tahun 1960 (LN 1960 no. 52) menjadi lima belas (15) kali lipat.
Lamanya pidana kurungan pengganti denda ditentukan secara kasus demi kasus dengan putusan
hakim, minimum umum 1 hari dan maksimum 6 bulan (pasal 30 ayat (3) KUHP). Maksimum ini
dapat dinaikkan menjadi 8 bulan dalam hal gabungan (concursus) resedive, dan delik jabatan
menurut pasal 52 dan 52 bis (pasal 30 ayat (5) KUHP).
Kurungan itu dapat saja dihentikan segera, setelah si terhukum membayar dendanya. Jangka
waktu untuk membayar denda ditentukan oleh jaksa yang mengeksekusinya, dimulai dengan
waktu 2 bulan dan diperpanjang menjadi 1 tahun.

4
Moeljatno. 2008. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) hal.43

5
Hukuman tutupan
Dalam KUHP terjemahan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), pada pasal 10
dicantumkan pidana tutupan sebagai pidana pokok bagian terakhir di bawah pidana denda.
Tentulah pencatuman ini didasarkan kepada undang-undang no. 20 tentang pidana tutupan.
Di dalam pasal 2 undang-undang 1946 no. 20 itu ditetapkan bahwa di dalam mengadili orang
yang melakukan kejahatan, yang diancam dengan hukuman penjara, karena terdorong oleh maksud
yang patut dihormati, maka hakim boleh menjatuhkan hukuman tutupan. Dari pasal 1 undang-
undang tersebut, ternyata hukuman tutupan itu dimaksudkan untuk menggantikan hukuman
penjara.
Pidana tutupan disediakan bagi politisi yang melakukan kejahatan yang disebabkan oleh
ideologi yang dianutnya. Tetapi dalam praktek peradilan dewasa ini, tidak pernah ketentuan
tersebut diterapkan.

Hukuman Hukuman Tambahan


Melihat namanya saja, sudah nyata bahwa pidana tambahan ini hanya bersifat menambah
pidana pokok yang dijatuhkan. Jadi, tidaklah dapat berdiri sendiri, kecuali dalam hal-hal tertentu,
dalam perampasan barang-barang tertentu. Pidana tambahan ini bersifat fakultatif, artinya dapat
dijatuhkan tetapi tidaklah harus.

Pencabutan hak-hak tertentu.


Pencabutan segala hak yang dipunyai atau diperoleh orang sebagai warga disebut “burgerlijke
dood”, tidak diperkenankan oleh undang-undang sementara (pasal 15 ayat 2).
Hak-hak yang dapat dicabut oleh keputusan, dimuat dalam pasal 35 KUHP, yaitu:

• Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu.


• Hak memasuki angkatan bersenjata.
• Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diakan berdasarkan aturan-aturan umum.
• Hak menjadi penasihat (raadsman) atau pengurus menurut hukum (gerechtelijke
bewindvoerder), hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas,
atas orang yang bukan anaknya sendiri.
• Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak
sendiri.
• Hak menjalankan pencaharian (beroep) yang tertentu.

Untuk berapa lamanya hakim dapat menetapkan berlakunya pencabutan hak-hak tersebut, hal
ini dijelaskan dalam pasal 38 KUHP, yaitu:

• Dalam hal pidana atau mati, lamanya pencabutan seumur hidup.


• Dalam hal pidana penjara untuk waktu tertentu atau kurungan, lamanya pencabutan
paling sedikit 2 tahun dan paling banyak 5 tahun lebih lama dari pidana pokoknya.
• Dalam hal denda lamanya pencabutan paling sedikit 2 tahun dan palin banyak 5 tahun. 5

5
Soesilo, R. 1993. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). hal.23

6
Perampasan barang-barang tertentu.
Perampasan merupakan pidana kekayaan, seperti juga halnya dengan pidana benda. Dalam
pasal 39 KUHP, dijelaskan barang-barang yang dapat dirampas, yaitu:

• Barang-barang yang berasal/diperoleh dari hasil kejahatan.


• Barang-barang yang sengaja digunakan dalam melakukan kejahatan.

Jika barang itu tidak diserahkan atau harganya tidak dibayar, maka harus diganti dengan
kurungan. Lamanya kurungan ini 1 hari paling sedikit dan 6 bulan paling lama. Jika barang itu
dipunyai bersama, dalam keadaan ini, perampasan tidak dapat dilakukan karena sebagian barang
kepunyaan orang lain akan terampas pula.

Pengumuman putusan hakim.


Di dalam pasal 43 KUHP, ditentukan bahwa apabila hakim memerintahkan supaya putusan
diumumkan berdasarkan kitab undang-undang ini atau aturan yang lain. Maka harus ditetapkan
pula bagaimana cara melaksanakan perintah atas biaya terpidana.
Pidana tambahan berupa pengumuman keputusan hakim hanya dapat dijatuhkan dalam hal-hal
yang ditentukan undang-undang. Terhadap orang-orang yang melakukan peristiwa pidana sebelum
berusia 16 tahun, hukuman pengumuman tidak boleh dikenakan.6

6
Soesilo, R. 1993. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) hal.12

7
DAFTAR PUSTAKA

-Hamzah, Andi. 1994. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: PT. Rineka Cipta
-Hamzah, Andi dan A. Sumangelipu. 1985. Pidana Mati di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia
-Moeljatno. 2008. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Jakarta: Bumi Aksara
-Soesilo, R. 1993. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Bogor: Politeia

Anda mungkin juga menyukai