Anda di halaman 1dari 2

Analisa Kasus Peradilan Militer

Contoh kasus: Pagelaran Peradilan Koneksitas Kasus Pembantaian Ulama Karismatik, Tengku
Bantaqiah bersama 56 orang murid Pesantrennya di Desa Betong Ateuh, Kabupaten Aceh Barat,
pada tanggal 23 Juli 1999 di Pengadilan Negeri Banda Aceh
Sidang koneksitas itu sendiri di pimpin oleh oleh Ketua Majelis Hakim dan 2 orang hakim
anggota Sebagai pembela yang mendampingi seluruh prajurit Kostrad, 25 tersangka kasus
pembantaian Ulama Aceh Tengku Bantaqiah bersama 56 murid pesantrennya di Beutong Ateuh,
Kabupaten Aceh Barat itu,
10 tersangka diantaranya adalah anggota Yon Linud 328 Kostrad Cilodog Bogor-Jawa Barat.
1 Tersangka anggota Yon Linud 305 Kerawang Jawa Barat,
1 tersangka dari Kipan B Yon 113 Cunda Lhokseumawe-Aceh Utara,
2 tersangka dari Yon 413 Sukoharjo Jawa Tengah,
2 anggota Korem 011 Lilawangsa Lhokseumawe,
7 tersangka anggota Kiwal Kodam I Bukit Barisan Medan,
1 tersangka warga sipil bernama Taleb Aman Suar, penduduk Kampung Paya Kolak, Kecamatan
Silih Nara, Kabupaten Aceh Tengah.
1 tersangka Letkol Sujono, Kasi Intel Korem 011 Lilawangsa Lhokseumawe,
Dalam penjelasannya JPU mengatakan 56 korban pembataian tidak semuanya tewas di Pesantren
Tengku Bantaiqiah, tetapi yang luka-luka saat itu diangkut dengan dua truk ke Lhokseumawe,
dengan alasan akan dirawat di kota Lhokseumawe Aceh Utara, namun di pertengahan jalan di
Kabupaten Aceh Tengah, ke 23 korban luka-luka itu dibunuh oleh para tersangka di dua titik
lokasi dan seluruh mayat-mayatnya dibuang ke dalam jurang di Kabupaten Aceh Tengah.
ANALISA
Contoh kasus tersebut merupakan salah satu kejahatan koneksitas yaitu kejahatan yang dilakukan
bersama-sama oleh mereka yang termasuk dalam lingkungan peradilan umum dan lingkungan
peradilan militer, yang diadili dan diperiksa oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum
kecuali jika menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Kemanan dengan persetujuan Menteri
Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan
militer. (Pasal 89 UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP) dan (Pasal 198 UU NO. 31 Tahun

1997 Tantang Peradilan Militer). untuk menentukan apakah pengadilan dalam lingkungan
peradilan militer atau pengadilan dalam lingkungan peradilan umum yang mengadili perkara
pidana, diadakan penelitian bersama oleh Jaksa atau Jaksa Tinggi dan Oditur Militer atau Oditur
Militer Tinggi atas dasar hasil penyidikan tim. Pendapat dari penelitian bersama tersebut
dituangkan dalam berita acara yang di tandatangani oleh Jaksa atau Jaksa Tinggi dan Oditur
Militer atau Oditur Militer Tinggi atas dasar penyidikan tim.Jika titik berat kerugian yang
ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut terletak pada kepentingan umum, maka perkara pidana
itu harus diadili di lingkungan peradilan umum.
Dapat kita lihat pada kasus pembantaian Ulama Aceh Tengku Bantaqiah bersama 56 murid
pesantrennya di Beutong Ateuh, Kabupaten Aceh Barat salah satunya adalah warga sipil
penduduk Kampung Paya Kolak, Kecamatan Silih Nara, Kabupaten Aceh Tengah yang ikut
melakukan kejahatan tsb dan pada kasus ini kerugian yang ditimbulkan terletak pada
kepentingan umum. Oleh karena itu, kasus ini diadili di Pengadilan Negeri Banda Aceh.
Hal ini sesuai dengan Pasal 22 UU No. 14 Tahun 1970 yang telah diamandemen dengan UU No.
35 Tahun 1999 bahwa Prajurit TNI dapat diadili di peradilan umum apabila melakukan tindak
pidana bersama-sama dengan orang sipil, dan kerugian lebih banyak pada kepentingan sipil.
Namun seharusnya pada kasus ini, karena termasuk dalam pelanggaran HAM berat untuk itu
lebih baik diselesaikan dalam Pengadilan HAM bukan Pengadilan Koneksitas karena merupakan
kejahatan kemanusiaan.

Semoga bermanfaat untuk pembaca :)

Anda mungkin juga menyukai