Anda di halaman 1dari 6

Nama : Daniel Yudhi Pratama

NIM : 031009302

Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Politik-ISIP4212

UPBJJ-UT Banda Aceh

TUGAS 1
Menurut saya UUD 1945 pasal 28 ayat (1) adalah pasal yang paling sering dilanggar baik berupa
dalam bentuk penyiksaaan bahkan pembunuhan. Menurut saya pula bahwa pasal tersebut paling
penting untuk dijamin perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhannya. Karena apabila
pasal tersebut pelaksanaannya tidak ada yang melanggar maka angka kematian di Indonesia akan
berkurang dan penduduk Indonesia akan lebih merasa aman dan nyaman hidup di Indonesia ini.
Sekali lagi saya tegaskan bahwa ini hanya pendapat saya dan tidak menutup kemungkinan untuk
salah. Jika UUD 1945 pasal 28 ayat (1) dilaksanakan dengan baik maka penyelenggaraan hukum
di Indonesia jauh lebih baik, sehingga tidak adanya beda antara manusia di mata hukum. Selain
itu jumlah konflik di Indonesia akan jauh lebih sedikit. Sekali lagi saya tegaskan bahwa ini hanya
pendapat saya dan tidak menutup kemungkinan untuk salah. Dari semua Kasus yang berkaitan
dengan UUD 1945 pasal 28 ayat (1) saya berpendapat bahwa hal yang paling penting untung
menghilangkan pelanggaran tersebut ialah rasa saling menghormati antar mausia dan
mendekatkan diri kepada tuhan yang maha esa. Selain itu kita harus menyamakan semua
kedudukan manusia sehingga tidak membedakan suku, agama, dan ras. Sekali lagi saya tegaskan
bahwa ini hanya pendapat saya dan tidak menutup kemungkinan untuk salah. Jika dilihat dari
pelaksanaan penegakan hukum akan jauh lebih baik jika diperbaiki sehingga pelanggaran
tersebut bisa diminimalisir. Para pelaku penegak hukum mungkin bisa memberikan hukuman
sehingga memberikan efek jera bagi orang yang melanggar, yang berkaitan dengan UUD 1945
pasal 28 ayat (1). Saya percaya bahwa dengan hal seperti itu jumlah pelanggaran HAM di
Indonesia bisa berkurang.Untuk terakhir kalinya saya tegaskan bahwa ini hanya pendapat saya
dan tidak menutup kemungkinan untuk salah. Berikut kasus-kasus Pelanggaran HAM terberat
sepanjang sejarah Indonesia yang belum di bawa ke meja hijau :

1. Kasus tragedi 1965-1966

Sejumlah jenderal dibunuh dalam peristiwa 30 September 1965. Pemerintahan orde baru
kemudian menuding Partai Komunis Indonesia sebagai biang keroknya. Lalu pemerintahan saat
itu membubarkan organisasi tersebut, dan melakukan razia terhadap simpatisannya. Razia itu
dikenal dengan operasi pembersihan PKI. Komnas HAM memperkirakan 500.000 hingga 3 juta
warga tewas dibunuh saat itu. Ribuan lainnya diasingkan, dan jutaan orang lainnya harus hidup
dibawah bayang-bayang ‘cap PKI’ selama bertahun-tahun. Dalam peristiwa ini, Komnas HAM
balik menuding Komando Operasi Pemulihan Kemanan dan semua panglima militer daerah yang
menjabat saat itu sebagai pihak yang paling bertanggung-jawab. Saat ini, kasus ini masih
ditangani oleh Kejaksaan Agung. Namun penanganannya lamban. Tahun 2013 lalu, Kejaksaan
mengembalikan berkas ke Komnas HAM, dengan alasan data kurang lengkap.

2. Kasus penembakan misterius (Petrus) tahun 1982-1985

Penembakan misterius atau sering disingkat Petrus alias operasi clurit adalah operasi rahasia
yang digelar mantan Presiden Soeharto dengan dalih mengatasi tingkat kejahatan yang begitu
tinggi. Operasi ini secara umum meliputi operasi penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-
orang yang dianggap mengganggu keamanan dan ketentraman masyarakat, khususnya di Jakarta
dan Jawa Tengah. Pelakunya tak jelas, tak pernah tertangkap, dan tak pernah diadili. Hasil dari
operasi clurit ini, sebanyak 532 orang tewas pada tahun 1983. Dari jumlah itu, 367 orang di
antaranya tewas akibat luka tembakan. Kemudian pada tahun 1984, tercatat 107 orang tewas, di
antaranya 15 orang tewas ditembak. Setahun kemudian, pada 1985, tercatat 74 orang tewas, 28 di
antaranya tewas ditembak.

3. Tragedi Semanggi dan Kerusuhan Mei 1998

Pada 13-15 Mei 1998, terjadi kerusuhan massif yang terjadi hampir di seluruh sudut tanah air.
Puncaknya di Ibu Kota Jakarta. Kerusuhan ini diawali oleh kondisi krisis finansial Asia yang
makin memburuk. Serta dipicu oleh tewasnya empat mahasiswa Universitas Trisakti yang
tertembak dalam demonstrasi pada 12 Mei 1998. Dalam proses hukumnya, Kejaksaan Agung
mengatakan, kasus ini bisa ditindaklanjuti jika ada rekomendasi dari DPR ke Presiden. Karena
belum ada rekomendasi, maka Kejaksaan Agung mengembalikan berkas penyelidikan ke
Komnas HAM. Namun belakangan, Kejaksaan Agung beralasan kasus ini tidak dapat
ditindaklanjuti karena DPR sudah memutuskan, bahwa tidak ditemukan pelanggaran HAM berat.
Dalih lainnya, Kejaksaan Agung menganggap kasus penembakan Trisakti sudah diputus oleh
Pengadilan Militer pada 1999, sehingga tidak dapat diadili untuk kedua kalinya.

4. Kasus terbunuhnya aktivis HAM Munir Said Thalib

Munir ditemukan meninggal di dalam pesawat jurusan Jakarta-Amsterdam, pada 7 September


2004 . Saat itu ia berumur 38 tahun. Munir adalah salah satu aktivis HAM paling vokal di
Indonesia. Jabatan terakhirnya adalah Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi
Manusia Indonesia Imparsial. Saat menjabat Dewan Kontras (Komite Untuk Orang Hilang dan
Korban Tindak Kekerasan), namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang
hilang yang diculik pada masa itu. Ketika itu dia membela para aktivis yang menjadi korban
penculikan Tim Mawar dari Komando Pasukan Khusus Tentara Nasional Indonesia. Setelah
Soeharto jatuh, penculikan itu menjadi alasan pencopotan Danjen Kopassus Prabowo Subianto
dan diadilinya para anggota tim Mawar. Namun, hingga hari ini, kasus itu hanya mampu
mengadili seorang pilot maskapai Garuda, Pollycarpus Budihari Priyanto. Polly mendapat vonis
hukuman 14 tahun penjara karena terbukti berperan sebagai pelaku yang meracuni Munir dalam
penerbangan menuju Amsterdam. Namun banyak pihak yang meyakini, Polly bukan otak
pembunuhan.

5. Tragedi Wamena Berdarah pada 4 April 2003

Tragedi itu terjadi pada 4 April 2003 pukul 01.00 waktu Papua. Sekelompok massa tak dikenal
membobol gudang senjata Markas Kodim 1702/Wamena. Penyerangan ini menewaskankan dua
anggota Kodim, yaitu Lettu TNI AD Napitupulu dan Prajurit Ruben Kana (penjaga gudang
senjata). Kelompok penyerang diduga membawa lari sejumlah pucuk senjata dan amunisi.
Dalam rangka pengejaran terhadap pelaku, aparat TNI-Polri diduga telah melakukan penyisiran,
penangkapan, penyiksaan, perampasan secara paksa, sehingga menimbukan korban jiwa dan
pengungsian penduduk secara paksa. Pada pemindahan paksa ini, tercatat 42 orang meninggal
dunia karena kelaparan, serta 15 orang jadi korban perampasan. Komnas juga menemukan
pemaksaan penanda tanganan surat pernyataan, serta perusakan fasilitas umum. Proses hukum
atas kasus tersebut hingga saat ini buntu. Terjadi tarik ulur antar Komnas HAM dan Kejaksaan
Agung. Sementara para tersangka terus menikmati hidupnya, mendapat kehormatan sebagai
pahlawan, menerima kenaikan pangkat dan promosi jabatan tanpa tersentuh hukum.

6. Peristiwa Talangsari-Lampung 1989

Pada Maret 2005, Komnas HAM membentuk Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM untuk
melakukan penyelidikan terhadap kasus ini. Pada 19 Mei 2005 tim menyimpulkan adanya unsur
pelanggaran HAM berat. Berkas hasil penyelidikan diserahkan Komnas HAM ke Jaksa Agung
(2006) untuk ditindaklanjuti, namun macet di Kejaksaan. Korban mencapai 803 orang.

7. Tragedi Penembakan Mahasiswa Trisakti 1998

Komnas HAM telah melakukan penyelidikan kasus Trisakti dan selesai pada Maret 2002. Masuk
ke Kejaksaan Agung berkali-kali, namun berkali-kali juga dikembalikan. Bahkan pada 13 Maret
2008 dinyatakan hilang oleh Jampidsus Kejaksaan Agung, Kemas Yahya Rahman. Korban
mencapai 685 orang.

8. Peristiwa Simpang Kertas Kraft Aceh (KAA) 3 Mei 1999

Tanggal 3 Mei 1999 pagi hari 4 truk pasukan TNI datang ke Desa Lancang Barat yang
bersebelahan dengan Desa Cot Murong. TNI melanggar kesepakatan untuk tidak kembali datang
ke desa. Warga berunjuk rasa di Simpang KKA, mereka memprotes penganiayaan yang
dilakukan TNI. Aksi warga dibalas tembakan oleh aparat TNI satuan Detasmen Rudal
001/Lilawangsa dan Yonif 113/Jaya Sakti. Selain melakukan tembakan ke arah masa, TNI juga
mengarahkan tembakan ke rumah-rumah penduduk, sehingga banyak warga yang sedang di
dalam rumah juga menjadi korban. Koalisi NGO HAM Aceh mencatat sedikitnya 46 warga sipil
tewas, 156 mengalami luka tembak, dan 10 orang hilang dalam peristiwa itu. Tujuh dari korban
tewas adalah anak-anak.

9. Tragedi Beutong Ateuh

Sebuah peristiwa pembantaian warga sipil di desa Blang Meurandeh kecamatan Beutong Ateuh
kabupaten Nagan Raya oleh personel TNI-AD pada hari Jumat, 23 Juli 1999. Peristiwa ini terjadi
di balai pengajian Teungku Bantaqiah yang dilakukan oleh lebih dari 100 personel TNI-AD yang
berada di bawah kendali operasi (BKO) Korem 011/Lilawangsa yang terdiri dari pasukan Yonif
131 dan 133 dengan didukung satu pleton pasukan dari Batalyon 328 Kostrad. Pasukan ini
dipimpin oleh kasi intel Korem 011/Lilawangsa, Letkol Inf Sudjono. Warga sipil tersebut
dibantai dengan tuduhan terlibat Gerakan Aceh Merdeka (GAM), dan menyimpan senjata dan
ganja.

10. Tragedi Idi Cut

Pembantaian ini diduga merupakan tindakan balas dendam ABRI atas penyisiran (sweeping)
yang dilakukan sejumlah orang tak dikenal dan berujung pada pembunuhan beberapa personel
ABRI di Lhok Nibong pada tanggal 29 Desember 1998. Jenazah mereka diceburkan ke Sungai
Arakundo. Klaim ini diperkuat oleh kesaksian korban yang mendengar kata-kata para serdadu
ABRI saat sedang membantai korban: "Kalian bunuh kawan kami. Kalian ceburkan mereka ke
sungai. Rasakan balasannya.

Sumber :

https://nasional.kompas.com/read/2015/09/29/05220051/Ini.8.Kasus.Pelanggaran.HAM.yang.Masih.M
acet.hingga.Sekarang?page=all

https://www.rappler.com/world/regions/asia-pacific/indonesia/77617-lima-kasus-besar-pelanggaran-
ham-di-indonesia
https://news.detik.com/berita/d-3239546/mengenang-tragedi-berdarah-simpang-kraft-aceh-17-tahun-
lalu

https://tirto.id/teungku-bantaqiah-dan-para-santri-dibunuh-militer-czdP

https://id.wikipedia.org/wiki/Tragedi_Beutong_Ateuh

https://id.wikipedia.org/wiki/Tragedi_Idi_Cut

Anda mungkin juga menyukai