NIM : 031009302
TUGAS 1
1. Jelaskan bagaimana sejarah teori sosiologi pada tahun-tahun awal perkembangannya!
2. Jelaskan perkembangan masyarakat menurut pemikiran August Comte!
-------------------------------------------------------
Jawaban :
1. Sejarah perkembangan sosiologi abad 19
Sejarah perkembangan sosiologi yang sering diajarkan adalah sosiologi sebagai ilmu pengetahuan modern
yang saintifik atau ilmiah. Istilah ilmiah sendiri baru muncul pada abad pencerahan di perancis.
Pencerahan memiliki konotasi rasional dan empiris. Ilmu pengetahuan bersifat rasional ketika berasal dari
pikiran manusia, bukan metafisik dan teologis. Ilmu pengetahuan bersifat empiris ketika bisa dicercap oleh
indra untuk diuji kebenarannya. Maka sosiologi sebagai ilmu pengetahuan ilmiah adalah sosiologi yang
rasional dan empiris.
Sebagai ilmu pengetahuan sosial yang rasional dan empiris, sosiologi berusia relatif lebih muda ketibang
ilmu sosial lainnya. Auguste Comte, tokoh intelektual Perancis dalam bukunya ”Course de philosophie
positive” (1838) mencetuskan istilah sosiologi yang saat itu memiliki konotasi fisika sosial. Hukum tiga
tahap yang dielaborasikan Comte menegaskan bahwa sosiologi atau fisika sosial adalah ilmu yang berada
pada tahap positif. Positif artinya rasional, empiris, dan bisa diteliti dengan hukum-hukum ilmiah seperti
pada ilmu alam. Berada di tahap positif artinya meninggalkan unsur teologis dan metafisis. Dengan
demikiran sejarah perkembangan sosiologi modern pada awal mula ditemukannya adalah ilmu
pengetahuan yang positif. Metodologinya mengikuti hukum-hukum dalam ilmu alam oleh karena itu
dinamakan fisika sosial.
Pada tahun 1876, intelektual Inggris Herbert Spencer menulis buku pertama yang menggunakan istilah
’sosiologi’ di judulnya ”Principle of Sociology”. Spencer adalah orang yang percaya pada teori evolusi
Darwin. Ia menerapkan hukum evolusi biologi pada sosiologi. Spencer mengenalkan teori besar tentang
evolusi sosial yang diterima secara luas beberapa tahun kemudian. Pada tahun 1883, intelektual Amerika
Lester F. Ward menulis buku berjudul ”Dynamic Sociology”. Buku tersebut dianggap sebagai buku pertama
tentang desain tindakan sosial yang harus dilakukan masyarakat untuk menuju kemajuan. Berikutnya,
pada 1895, Email Durkheim menerangkan secara detail metodologi ilmiah sosiologi dalam bukunya ”The
Rules of Sociological Mehod”.
Sosiologi berkembang pesat di Eropa Barat pada abad 19. Perkembangan tersebut banyak dipengaruhi
oleh Revolusi Politik dan Revolusi Industri yang mengubah tatanan kehidupan sosial secara dramatis.
Minat kaum intelektual untuk mengetahui perubahan sosial masyarakat saat itu menjadi poin penting dalam
sejarah perkembangan sosiologi. Salah satu tokoh berpengaruh dalam sosiologi adalah intelektual Inggris
Karl Marx. Marx tidak pernah mengklaim dirinya secara spesifik sebagai sosiolog. Ia studi dampak politik
ekonomi dari perubahan sosial di Eropa. Teorinya tentang perjuangan kelas memengaruhi perkembangan
teori sosiologi bahkan sampai hari ini. Teori-teori Marx melahirkan aliran Marxisme dalam sosiologi.
Perubahan sosial, dengan demikian menjadi faktor utama kelahiran sosiologi sebagai ilmu pengetahuan
modern.
Secara kontras, unsur objektivitas sosiologi justru berkembang di Amerika Serikat melalui karya tokoh
besar Talcott Parsons. Pada 1937 Parsons menerbitkan buku ”The Structure of Social Action” yang secara
signifikan berpengaruh pada perkembangan teori sosiologi. Parsons banyak dipengaruhi oleh Dukheim dan
Weber, tanpa menaruh perhatian sama sekali pada Marx. Interpretasinya terhadap masyarakat Amerika
Serikat mempengaruhi perkembangan teori sosiologi Amerika beberapa tahun kemudian. Implikasinya,
teori Marxisme terkekslusi dari legitimasi ilmiah sosiologi Amerika. Parsons banyak mengelaborasikan teori
fungsionalisme struktural dalam menganalisis sistem sosial. Sosiologi yang berkembang di Amerika pada
periode Parsonian adalah sosiologi makro.
Perdebatan antara objektivitas-subjektivitas, agensi-struktur, dan mikro-makro dalam sosiologi berlangsung
sejak abad 20 sampai hari ini. Sejumlah aliran pemikiran ekstrem yang condong pada subjektivitas
mengkritik keras sosiologi pada awal berdirinya. Sosiologi positivistik yang dicetus oleh Comte belakangan
mulai ditinggalkan. Salah satu aliran pemikiran paling keras yang mengkritik sosiologi Comte adalah The
Frankfurt School, yang terdiri dari intelektual kritis dari Jerman. The Frankfurt School menapaki periode
popularitasnya pada pertengahan abad 20. Kritik paling pedas yang dilontarkan adalah sosiologi positivistik
tidak berkontribusi apa-apa pada sejarah manusia karena mengabaikan aspek transformatif dan
emansipatoris yang seharusnya menjadi agenda sosiologi. Ilmu sosial tidak bisa netral, melainkan harus
berpihak cita-cita transformasi sosial.
2. Comte mengajukan tiga tahap perkembangan masyarakat yang dapat disebut hukum tiga tahap, yaitu:
teologis, metafisik, dan positif. Tahap-tahap perkembangan ini didasarkan pada cara berpikir masyarakat.
Cara berpikir yang berbeda-beda ini berpengaruh pada pola kelembagaan dan organisasi sosial
masyarakat. Jadi, watak struktur sosial masyarakat tergantung pada pandangan dunia atau cara mengenal
dan menjelaskan gejala yang dominan.
Penjelasan Comte mengenai tiga tahap perkembangan pikiran manusia adalah:
Teologis
Tingkat pemikiran manusia di mana ia memahami bahwa semua gejala di dunia ini disebabkan oleh hal-hal
supernatural. Cara pandang seperti ini tidak dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan.
Comte membagi tahap ini menjadi tiga periode, yaitu fetisisme (percaya pada kekuatan benda-benda),
politeisme (percaya pada banyak dewa), dan monoteisme (percaya pada satu kekuatan tertinggi).
Metafisik
Ini hanya merupakan bentuk lain dari tahap yang pertama. Bedanya, kalau yang pertama akal budi
mengandaikan yang supernatural secara absolut, tahap metafisik mengandaikan adanya kekuatan-
kekuatan abstrak, hal-hal yang benar-benar nyata melekat pada semua benda dan mampu menghasilkan
gejala-gejala yang ada di dunia. Dalam tahap ini, manusia belum berusaha untuk mencari sebab serta
akibat dan gejala-gejala.
Positif
Tahap ini mengandaikan manusia sudah dapat berpikir secara ilmiah. Akal budi manusia tidak lagi
memusatkan perhatian pada pengertian-pengertian absolut, asal dan tujuan alam semesta. Tapi
memusatkan perhatian pada studi tentang hukum-hukumnya yang tidak berubah. Sarana-sarana
pengetahuan ini adalah penggabungan antara penalaran dan pengamatan secara empiris.