1
alam) ini kemudian dipandang akan selalu menyengsarakan kehidupan manusia.
Oleh sebab itu dibuatlah kesepakatan-kesepakatan pengaturan antar kelompok
yang dapat saling berterima dan saling menguntungkan, yang kemudian dikenal
sebagai kontrak sosial.
D. Abad Ke 18
Pada masa ini munculah John Locke (1632-1704) yang dianggap sebagai
bapak Hak Asasi Manusia (HAM). Dia berpandangan bahwa pada dasarnya setiap
manusia mempunyai hak-hak dasar yang sangat pribadi yang tidak dapat dirampas
oleh siapapun termasuk oleh negara (seperti hak hidup, hak berpikir dan berbicara,
berserikat, dan lain-lain). Tokoh lain yang muncul adalah J.J. Rousseau (1712-
1778) yang masih berpegang pada ide kontrak sosialnya Hobbes. Dia
berpandangan bahwa kontrak antara pemerintah (negara?) dengan yang diperintah
(rakyat?) menyebabkan munculnya suatu kolektifitas yang mempunyai keinginan-
keinginan tersendiri yang kemudian menjadi keinginan umum. Keinginan umum
inilah yang harusnya menjadi dasar penyusunan kontrak sosial antara negara
dengan rakyatnya.
E. Abad ke 19
Abad ke 19 dapat dianggap sebagai abad mulai berkembangnya
sosiologi, terutama sesudah Auguste Comte (1798-1853) memperkenalkan istilah
sosiologi, sebagai usaha untuk menjawab adanya perkembangan interaksi sosial
dalam masa industrialisasi.
Pada masa ini sosiologi dianggap mulai dapat mandiri. Kondisi yang baru
dalam taraf mulai mandiri ini disebabkan walaupun sosiologi sudah dapat
menunjukkan adanya obyek yang dijadikan fokus pembahasan (interaksi
manusia), namun di dalam pengembangan ilmunya masih menggunakan metode-
metode ilmu-ilmu yang lain (ilmu ekonomi misalnya).
F. Abad ke 20
Baru pada abad ke 20 inilah sosiologi dapat benar-benar dianggap
mandiri karena:
1. Mempunyai obyek khusus yaitu interaksi antar manusia,
2. Mampu mengembangkan teori-teori sosiologi,
3. Mampu mengembangkan metode khusus sosiologi untuk pengembangan
sosiologi,
2
4. Sosiologi menjadi sangat relevan dengan semakin banyaknya kegagalan
pembangunan karena tidak mendasarkan dan memperhatikan masukan dari
sosiologi.
Pada akhir abad ke 20 ini, maka salah satu kelemahan (masih dianggap
ketinggalan) dari sosiologi, namun yang pada saat ini juga sudah mulai dapat
dipecahkan, yaitu dalam kaitannya dengan perkembangan dan permasalahan
global. Di sini interaksi antar manusia yang dapat diamati adalah adalah interaksi
tidak langsung lewat telepon, internet, dan lain-lain yang menghubungkan
manusia yang saling berjauhan letaknya.
3
tidak saja bersifat positif seperti berkembangnya demokratisasi dalam masyarakat,
tetapi juga berdampak negatif. Salah satu dampak negatif tersebut adalah
terjadinya konflik antarkelas dalam masyarakat. Menurut Comte, konflik-konflik
tersebut terjadi karena hilangnya norma atau pegangan (normless) bagi
masyarakat dalam bertindak. Comte berkaca dari apa yang terjadi dalam
masyarakat Prancis ketika itu (abad ke-19). Setelah pecahnya Revolusi Prancis,
masyarakat Prancis dilanda konflik antarkelas. Comte melihat hal itu terjadi
karena masyarakat tidak lagi mengetahui bagaimana mengatasi perubahan akibat
revolusi dan hukum-hukum apa saja yang dapat dipakai untuk mengatur tatanan
sosial masyarakat. Oleh karena itu, Comte menyarankan agar semua penelitian
tentang masyarakat ditingkatkan menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri. Comte
membayangkan suatu penemuan hukum-hukum yang dapat mengatur gejala-
gejala sosial. Namun, Comte belum berhasil mengembangkan hukum-hukum
sosial tersebut menjadi sebuah ilmu. la hanya memberi istilah bagi ilmu yang akan
lahir itu dengan istilah sosiologi. Sosiologi baru berkembang menjadi sebuah ilmu
setelah Emile Durkheim mengembangkan metodologi sosiologi melalui bukunya
Rules of Sociological Method. Meskipun demikian, atas jasanya terhadap lahirnya
sosiologi, Auguste Comte tetap disebut sebagai Bapak Sosiologi.
Meskipun Comte menciptakan istilah sosiologi, Herbert Spencer-lah yang
mempopulerkan istilah tersebut melalui buku Principles of Sociology. Di dalam
buku tersebut, Spencer mengembangkan sistem penelitian tentang masyarakat. la
menerapkan teori evolusi organik pada masyarakat manusia dan mengembangkan
teori besar tentang evolusi sosial yang diterima secara luas di masyarakat.
Menurut Comte, suatu organ akan lebih sempurna jika organ itu bertambah
kompleks karena ada diferensiasi (proses pembedaan) di dalam bagian-bagiannya.
Spencer melihat masyarakat sebagai sebuah sistem yang tersusun atas bagian-
bagian yang saling bergantung sebagaimana pada organisme hidup. Evolusi dan
perkembangan sosial pada dasarnya akan berarti jika ada peningkatan diferensiasi
dan integrasi, peningkatan pembagian kerja, dan suatu transisi dari homogen ke
heterogen dari kondisi yang sederhana ke yang kompleks. Setelah buku Spencer
tersebut terbit, sosiologi kemudian berkembang dengan pesat ke seluruh dunia,
termasuk Indonesia.
4
memasukkan unsur tata hubungan manusia pada berbagai golongan yang berbeda
(intergroup relation) dalam ajaran Wulang Reh.
Selanjutnya, Ki Hadjar Dewantara yang dikenal sebagai peletak dasar
pendidikan nasional Indonesia banyak mempraktikkan konsep – konsep penting
sosiologi seperti kepemimpinan dan kekeluargaan dalam proses pendidikan di
Taman Siswa yang didirikannya. Hal yang sama dapat juga kita selidiki dari
berbagai karya tentang Indonesia yang ditulis oleh beberapa orang Belanda seperti
Snouck Hurgronje dan Van Volenhaven sekitar abad 19. Mereka menggunakan
unsur-unsur sosiologi sebagai kerangka berpikir untuk memahami masyarakat
Indonesia. Snouck Hurgronje, misalnya, menggunakan pendekatan sosiologis
untuk memahami masyarakat Aceh yang hasilnya dipergunakan oleh pemerintah
Belanda untuk menguasai daerah tersebut.
Dari uraian di atas terlihat bahwa sosiologi di Indonesia pada awalnya,
yakni sebelum Perang Dunia II hanya dianggap sebagai ilmu pembantu bagi ilmu-
ilmu pengetahuan lainnya. Dengan kata lain, sosiologi belum dianggap cukup
penting untuk dipelajari dan digunakan sebagai ilmu pengetahuan, yang terlepas
dari ilmu-ilmu pengetahuan yang lain.
Secara formal, Sekolah Tinggi Hukum (Rechtsshogeschool) di Jakarta
pada waktu itu menjadi saru-satunya lembaga perguruan tinggi yang mengajarkan
mata kuliah sosiologi di Indonesia walaupun hanya sebagai pelengkap mata kuliah
ilmu hukum. Namun, seiring perjalanan waktu, mata kuliah tersebut kemudian
ditiadakan dengan alasan bahwa pengetahuan tentang bentuk dan susunan
masyarakat beserta proses-proses yang terjadi di dalamnya tidak diperlukan dalam
pelajaran hukum. Dalam pandangan mereka, yang perlu diketahui hanyalah
perumusan peraturannya dan sistem-sistem untuk menafsirkannya. Sementara,
penyebab terjadinya sebuah peraturan dan tujuan sebuah peraturan dianggap
tidaklah penting.
Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, sosiologi di Indonesia
mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Adalah Soenario Kolopaking
yang pertama kali memberikan kuliah sosiologi dalam bahasa Indonesia pada
tahun 1948 di Akademi Ilmu Politik Yogyakarta (sekarang menjadi Fakultas Ilmu
Sosial dan Politik UGM). Akibatnya, sosiologi mulai mendapat tempat dalam
insan akademisi di Indonesia apalagi setelah semakin terbukanya kesempatan bagi
masyarakat Indonesia untuk menuntut ilmu di luar negeri sejak tahun 1950.
Banyak para pelajar Indonesia yang khusus memperdalam sosiologi di luar negeri,
kemudian mengajarkan ilmu itu di Indonesia.
Buku sosiologi dalam bahasa Indonesia pertama kali diterbitkan oleh
Djody Gondokusumo dengan judul Sosiologi Indonesia yang memuat beberapa
5
pengertian mendasar dari sosiologi. Kehadiran buku ini mendapat sambutan baik
dari golongan terpelajar di Indonesia mengingat situasi revolusi yang terjadi saat
itu. Buku ini seakan mengobati kehausan mereka akan ilmu yang dapat membantu
mereka dalam usaha memahami perubahan-perubahan yang terjadi demikian
cepat dalam masyarakat Indonesia saat itu. Selepas itu, muncul buku sosiologi
yang diterbitkan oleh Bardosono yang merupakan sebuah diktat kuliah sosiologi
yang ditulis oleh seorang mahasiswa.
Selanjutnya bermunculan buku-buku sosiologi baik yang tulis oleh orang
Indonesia maupun yang merupakan terjemahan dari bahasa asing. Sebagai contoh,
buku Social Changes in Yogyakarta karya Selo Soemardjan yang terbit pada
tahun 1962. Tidak kurang pentingnya, tulisan-tulisan tentang masalah-masalah
sosiologi yang tersebar di berbagai majalah, koran, dan jurnal. Selain itu, muncul
pula fakultas ilmu sosial dan politik berbagai universitas di Indonesia di mana
sosiologi mulai dipelajari secara lebih mendalam bahkan pada beberapa
universitas, didirikan jurusan sosiologi yang diharapkan dapat mempercepat dan
memperluas perkembangan sosiologi di Indonesia.