A. MATERI PEMBELAJARAN
1. Perkembangan Sosiologi
Menurut Soekanto (2009:1-2), sosiologi merupakan suatu ilmu yang masih muda,
walau telah mengalami perkembangan yang cukup lama. Sejak manusia mengenal kebudayaan
dan peradaban, masyarakat manusia sebagai proses pergaulan hidup telah menarik perhatian.
Awal mulanya, orang-orang yang meninjau masyarakat hanya tertarik pada masalah-masalah
yang menarik perhatian umum, seperti kejahatan, perang, kekuasaan golongan yang berkuasa,
dan keagamaan. Dari pemikiran serta penilaian yang demikian itu, orang kemudian meningkat
pada filsafat kemasyarakatan, di mana orang menguraikan harapan-harapan tentang susunan
serta kehidupan masyarakat yang diingini atau yang ideal. Dengan demikian, timbullah
perumusan nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang seharusnya ditaati oleh setiap manusia dalam
hubungannya dengan manusia lain dalam suatu masyarakat. Yang dimaksudkan untuk
menciptakan kehidupan yang bahagia dan damai bagi semua manusia selama hidup di dunia
ini.
Hal tersebut merupakan idaman manusia di kala itu yang pada umumnya bersifat utopis.
Artinya, orang harus mengakui bahwa nilai-nilai dan kaidah-kaidah masyarakat yang diidam-
idamkan itu tidak selalu sesuai dengan kenyataan yang ada di dalam masyarakat pada suatu
waktu yang tertentu. Perbedaan yang tidak jarang menimbulkan pertentangan antara harapan
dengan kenyataan memaksa para ahli pikir untuk mencari penyebab-penyebabnya dengan jalan
mempelajari kenyataan-kenyataan di dalam masyarakat, sehingga timbul berbagai macam teori
tentang masyarakat. Lambat laun teori-teori tersebut dipelajari dan dikembangkan secara
sistematis dan netral, terlepas dari harapan-harapan pribadi para sarjana yang mempelajarinya
dan juga dari penilaian baik atau buruk mengenai gejala-gejala atau unsur yang dijumpai di
dalam tubuh masyarakat itu sehingga timbullah ilmu pengetahuan mengenai masyarakat.
Pemikiran terhadap masyarakat lambat laun mendapat bentuk sebagai suatu ilmu
pengetahuan yang kemudian dinamakan sosiologi, pertama kali terjadi di benua Eropa. Banyak
usaha, baik yang bersifat ilmiah maupun yang bersifat nonilmiah, yang membentuk sosiologi
sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri. Beberapa faktor yang menjadi pendorong utama
adalah meningkatnya perhatian terhadap kesejahteraan masyarakat dan perubahan-perubahan
yang terjadi di dalam masyarakat. Berbeda dengan di Eropa, sosiologi di Amerika Serikat
dihubungkan dengan usaha-usaha untuk meningkatkan keadaan-keadaan sosial manusia dan
sebagai suatu pendorong untuk menyelesaikan persoalan yang ditimbulkan oleh kejahatan,
pelanggaran, pelacuran, pengangguran, kemiskinan, konflik, peperangan, dan masalah-
masalah sosial lainnya (Soekanto, 2009:3).
Menurut Peter L. Berger dan Brigitte Berger dalam bukunya, Sociology: A
Biographical Approach, sebagaimana dikutip oleh Sunarto (2004:1), bahwa pemikiran
sosiologi berkembang manakala masyarakat menghadapi ancaman terhadap hal yang selama
ini dianggap sebagai hal yang memang sudah seharusnya demikian, benar, nyata, menghadapi
apa yang disebut threats to the taken for granted world. Manakala hal yang selama ini menjadi
pegangan manusia mengalami krisis, maka mulailah orang melakukan renungan sosiologi.
Dengan mengutip pendapat Leonardus Laeyendecker dalam bukunya, Tata Perubahan
dan Ketimpangan: Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi, dikemukakan lebih lanjut oleh Sunarto
(2004:1), bahwa kelahiran sosiologi terkait dengan serangkaian perubahan berjangka panjang
yang melanda Eropa Barat pada abad pertengahan, yaitu tumbuhnya kapitalisme pada akhir
abad ke-15, perubahan di bidang sosial dan politik, perubahan berkenaan dengan reformasi
Martin Luther, meningkatnya individualisme, lahirnya ilmu pengetahuan modern, serta
berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri. Selain itu, dikemukakan juga pendapat Goerge
Ritzer dalam bukunya Contempary Sociologycal Theory bahwa terdapat beberapa kekuatan
sosial yang mendorong pertumbuhan sosiologi, yaitu revolusi politik, revolusi industri, dan
munculnya kapitalisme, munculnya sosialisme, urbanisasi, perubahan keagamaan serta
pertumbuhan ilmu (2004:1).
Dalam abad ke-19, seorang ahli filsafat bangsa Prancis bernama Auguste Comte
menulis beberapa buah buku yang berisikan pendekatan-pendekatan umum untuk mempelajari
masyarakat. Dia berpendapat bahwa ilmu pengetahuan mempunyai urutan-urutan tertentu
berdasarkan logika, dan setiap penelitian dilakukan melalui tahap-tahap tertentu untuk
kemudian mencapai tahap terakhir, yaitu tahap ilmiah. Dia mempunyai anggapan saatnya telah
tiba bahwa semua penelitian terhadap permasalahan kemasyarakatan dan gejala-gejala
masyarakat memasuki tahap akhir, yaitu tahap ilmiah. Oleh sebab itu, dia menyarankan agar
semua penelitian terhadap masyarakat ditingkatkan menjadi suatu ilmu tentang masyarakat
yang berdiri sendiri. Nama yang diberikannya tatkala itu adalah “sosiologi” (1839) yang
berasal dari kata Latin socius yang berarti “kawan” dan kata Yunani logos yang berarti “kata”
atau ”berbicara”. Jadi, sosiologi berarti “berbicara mengenai masyarakat”, sedangkan geologi
(artinya bumi) artinya “berbicara mengenai bumi”, biologi (bios artinya kehidupan) artinya
“berbicara mengenai kehidupan” dan antropologi (antropos artinya manusia) berarti “berbicara
perihal manusia”.
Istilah “sosial” berasal dari kata socioes yang artinya berkumpul. Kata “sosial” dapat
diartikan dalam beberapa pengertian menurut http://en.wikipedia.org/wiki/social, antara lain:
a. Sikap yang menunjukkan kebutuhan untuk masuk pada bagian orang-orang lain.
b. Karakteristik umum dari orang-orang atau sekelompok orang.
c. Hubungan antar orang-orang (social relation).
d. Interaksi-interaksi antar orang.
e. Keanggotaan dari suatu kelompok orang atau suatu komunitas orang.
f. Karakteristik manusia untuk saling bekerjasama.
g. Saling ketergantungan (Hertati, 2011: 4.24).
Sosiologi dalam pandangan Veeger (1993:3) secara umum mempelajari secara
sistematik kehidupan bersama manusia sejauh kehidupan itu dapat ditinjau dan diamati dengan
memakai metoda empiris. Sosiologi adalah bagian dari human sciences (ilmu-ilmu manusia)
yang menyoroti salah satu segi khusus dari perilaku manusia. Kekhususannya ialah bahwa
perilaku manusia dilihat dalam kaitannya dengan struktur-struktur kemasyarakatan dan
kebudayaan yang dimiliki, dibagi, dan ditunjang bersama.
Bagi Auguste Comte, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan kemasyarakatan umum
yang merupakan hasil terakhir perkembangan ilmu pengetahuan. Sosiologi lahir pada saat-saat
terakhir perkembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, sosiologi didasarkan pada
kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Dikemukakan
lebih lanjut bahwa sosiologi harus dibentuk berdasarkan pengamatan dan tidak pada spekulasi-
spekulasi perihal keadaan masyarakat. Hasil-hasil observasi tersebut harus disusun secara
sistematis dan metodologis, tetapi sayang sekali Comte tidak menjelaskan bagaimana caranya
menilai hasil-hasil pengamatan kemasyarakatan tersebut. Lahirnya sosiologi, tercatat pada
1842, tatkala Comte menerbitkan jilid terakhir dari bukunya yang berjudul Positive-Philosophy
yang tersohor itu.
Seorang ahli filsafat dan ahli pikir kemasyarakatan dari Inggris, yaitu John Stuart Mill
menyarankan istilah “ethology” bagi ilmu pengetahuan yang baru itu. Akan tetapi istilah
tersebut tidak pernah populer di dalam masa-masa selanjutnya. Menurut Soekanto, sejak
Herbert Spencer mengembangkan suatu sistematika penelitian masyarakat dalam bukunya
yang berjudul Principles of Sociology setengah abad kemudian, istilah sosiologi menjadi lebih
populer dan berkat jasa Herbert Spencer pula sosiologi berkembang dengan pesatnya. Sosiologi
berkembang dengan pesat dalam abad ke-20, terutama di Prancis, Jerman, dan Amerika
Serikat, tetapi arah perkembangannya di ketiga negara tersebut berbeda satu sama lain.
Walaupun John Start Mill dan Herbert Spencer merupakan orang Inggris, ilmu tersebut tidak
begitu pesat perkembangannya di negara tersebut, berbeda dengan keadaan di Amerika Serikat
pada masa itu.
Tokoh-tokoh yang mempengaruhi perkembangan sosiologi adalah sebagai berikut.
1. Auguste Comte (1798-1857)
Auguste Comte, seorang Prancis, merupakan bapak sosiologi yang pertama-tama
memberi nama pada ilmu tersebut (yaitu dari kata-kata socius dan logos). Walaupun dia tidak
menguraikan secara rinci masalah-masalah yang menjadi objek sosiologi, dia mempunyai
anggapan bahwa sosiologi terdiri dari dua bagian pokok, yaitu social statistics dan social
dynamics.
2. Herbert Spencer (1820-1903)
Dalam bukunya yang berjudul The Principle of Sociology (3 jilid, 1877), Herbert
Spencer menguraikan materi sosiologi secara rinci dan sistematis. Spencer mengatakan bahwa
objek sosiologi yang pokok adalah keluarga, politik, agama, pengendalian sosial, dan industri.
Sebagai tambahan disebutkannya asosiasi, masyarakat setempat, pembagian kerja, lapisan
sosial, sosiologi pengetahuan dan ilmu pengetahuan, serta penelitian terhadap kesenian, dan
keindahan.
3. Emile Durkheim (1858-1917)
Menurut Emile Durkheim, sosiologi meneliti lembaga-lembaga dalam masyarakat dan
proses-proses sosial.
4. Max Weber (1864-1920)
Sosiologi dikatakannya sebagai ilmu yang berusaha memberikan pengertian tentang
aksi-aksi sosial. Max Weber, seorang Jerman, berusaha memberikan pengertian mengenai
perilaku manusia dan sekaligus menelaah sebab-sebab terjadinya interaksi sosial. Di samping
terkenal dengan metode “pengertian”nya (method of understanding), Max Weber juga terkenal
dengan teori ideal typus. Ideal typus merupakan suatu konstruksi dalam pikiran seorang peneliti
yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisis gejala-gejala dalam masyarakat.
5. Charles Horton Cooley (1864-1929)
Seorang Amerika, yaitu Charles Horton Cooley, mengembangkan konsepsi mengenai
hubungan timbal balik dan hubungan yang tidak terpisahkan antara individu dengan
masyarakat.
6. Pierre Guillaurne Frederic Le Play (1806-1882)
Le Play, seorang Prancis, merupakan salah seorang ahli ilmu pengetahuan
kemasyarakatan terkemuka abad ke-19. Dia berhasil mengenalkan suatu metode tertentu di
dalam meneliti dan menganalisis gejala-gejala sosial, yaitu dengan jalan mengadakan observasi
terhadap fakta-fakta sosial dan analisis induktif. Kemudian dia juga menggunakan metode case
study dalam penelitian-penelitian sosial.
7. Ferdinand Tonnies
Ferdinand Tonnies terkenal dengan teorinya mengenai Gemeinschaft dan Gessellschaft
sebagai dua bentuk yang menyertai perkembangan kelompok-kelompok sosial.
8. Leopold von Wiese (1876-1949)
Von Wiese, seorang Jerman, menganggap sosiologi sebagai ilmu pengetahuan empiris
yang berdiri sendiri. Objek sosiologi adalah penelitian terhadap hubungan antar manusia yang
merupakan kenyataan sosial. Jadi, menurutnya, objek khusus sosiologi adalah interaksi sosial
atau proses sosial.
9. Alfred Vierkandt (1967-1953)
Pada permulaannya Alfred Vierkandt menganggap sosiologi harus mempelajari sejarah
kebudayaan. Kemudian, ia menyatakan bahwa sosiologi terutama mempelajari interaksi dan
hasil interaksi tesebut. Masyarakat merupakan himpunan interaksi-interaksi sosial, sehingga
sosiologi bertugas untuk mengonstruksikan teori-teori tentang masyarakat dan kebudayaan.
10. Lester Frank Ward (1841-1913)
Ward dapat dianggap sebagai salah seorang pelopor sosiologi di Amerika Serikat.
Tujuan utamanya adalah membentuk suatu sistem sosiologi yang akan menyempurnakan
kesejahteraan umum manusia. Menurutnya, sosiologi bertujuan untuk meneliti kemajuan-
kemajuan manusia. Ilmu tersebut mempelajari apa yang dilaksanakan manusia, jadi, fungsi
masyarakat yang dipelajarinya. Ia membedakan antara pure sociology (sosiologi murni) yang
meneliti asal dan perkembangan gejala-gejala-gejala sosial, dan applied sociology (sosiologi
terapan) yang khusus mempelajari perubahan-perubahan dalam masyarakat karena usaha usaha
yang kuat.
11. Vilfredo Pareto (1848-1923)
Vilfredo Pareto telah membuat beberapa teori dalam sosiologi yang dianggap sebagai
logi-experimental science. Sosiologinya didasarkan pada observasi terhadap tindakan-
tindakan, eksperimen terhadap fakta-fakta, dan rumus-rumus matematis.
12. Georg Simmel (1858-1918)
Menurut Georg Simmel, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan khusus, yaitu satu-
satunya ilmu pengetahuan analitis yang abstrak di antara semua ilmu pengetahuan
kemasyarakatan.
13. William Graham Sumner (1840-1910)
Sistem sosiologi Sumner (seorang Amerika) didasarkan pada konsep in-group dan out-
group. Masyarakat merupakan peleburan dari kelompok-kelompok sosial. Kebiasaan dan tata
kelakuan merupakan petunjuk-petunjuk bagaimana harus memperlakukan warga-warga
sekelompok, maupun warga-warga dari kelompok lainnya.
14. Robert Ezra Park (1864-1944)
Park dianggap sebagai pelopor dari salah satu mazhab dalam sosiologi, yaitu mazhab
ekologi yang diakui sebagai cabang ilmu sosiologi, pada 1925 oleh suatu pertemuan American
Sociological Society. Pokok ajarannya adalah suatu pendapat yang menyatakan bahwa
sosiologi meneliti masyarakat setempat dari sudut hubungan antar manusia.
15. Karl Mannheim (1893-1947)
Mannheim telah banyak menyumbangkan buah pikirannya bagi perkembangan
sosiologi. Antara lain dipeloporinya suatu cabang sosiologi, yang dinamakannya sosiologi
pengetahuan, yang khusus menelaah hubungan antara masyarakat dengan pengetahuan.
Kemudian, teorinya yang sangat terkenal adalah mengenai krisis.
Memasuki abad ke 20, menurut Bagong Suyanto (Narwoko dan Suyanto, 2004:7),
perkembangan sosiologi semakin variatif. Dipelopori tokoh-tokoh ilmu sosial kontemporer,
terutama Anthony Giddends, fokus minat sosiologi dewasa ini bergeser dari structures ke
agency, dari masyarakat yang dipahami terutama sebagai seperangkat batasan eksternal yang
membatasi bidang pilihan yang tersedia untuk anggota-anggota masyarakat tersebut, dan dalam
beberapa hal menentukan perilaku mereka, menuju ke era baru; memahami latar belakang
sosial sebagai kumpulan sumberdaya yang diambil oleh aktor-aktor untuk mengejar
kepentingan mereka sendiri. Dikemukakan lebih lanjut bahwa di era tahun 2000-an ini,
perkembangan sosiologi semakin mantap dan kehadirannya diakui banyak pihak memberikan
sumbangan yang sangat penting bagi usaha pembangunan dan kehidupan sehari-hari
masyarakat.
2. Ilmu Pengetahuan dan Sosiologi
Apakah sosiologi benar-benar merupakan suatu ilmu pengetahuan? Sejak mulakala,
para pelopor sosiologi menganggapnya demikian, tetapi apakah anggapan tadi benar?
Persoalan tersebut mungkin dapat diselesaikan dengan terlebih dahulu berusaha merumuskan
apakah yang dimaksudkan dengan ilmu pengetahuan (science). Menurut Soekanto (2009:24),
secara pendek dapatlah dikatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah pengetahuan (knowledge)
yang tersusun sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran, yang selalu dapat
diperiksa dan ditelaah (dikontrol) dengan kritis oleh setiap orang lain yang ingin
mengetahuinya. Perumusan tadi sebetulnya jauh dari sempurna, tetapi yang terpenting adalah
perumusan tersebut telah mencakup beberapa unsur yang pokok. Unsur-unsur (elements) yang
merupakan bagian-bagian yang tergabung dalam suatu kebulatan adalah:
a. Pengetahuan (knowledge);
b. Tersusun secara sistematis;
c. Menggunakan pemikiran;
d. Dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain atau umum (objektif).
Dikemukakan lebih jauh, bahwa secara umum dan konvensional, dikenal adanya empat
kelompok ilmu pengetahuan (2009:10), yaitu masing-masing:
a. Ilmu Matematika
b. Ilmu Pengetahuan Alam, yaitu kelompok ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala
alam baik yang hayati (life science) maupun yang tidak hayati (fisika);
c. Ilmu tentang perilaku (behavioral science) yang di satu pihak menyoroti perilaku hewan
(animal behavior), dan di lain pihak menyoroti perilaku manusia (human behavior). Yang
terakhir ini sering kali dinamakan ilmu-ilmu sosial yang mencakup pelbagai ilmu
pengetahuan yang masing-masing menyoroti sesuatu bidang di dalam kehidupan
masyarakat.
d. Ilmu pengetahuan kerohanian, yang merupakan kelompok ilmu pengetahuan yang
mempelajari perwujudan spiritual kehidupan bersama manusia.
Pengertian sosiologi dikemukakan oleh beberapa ahli sebagaimana dikutip oleh
Soekanto (2009:17-18), dengan definisi sebagai berikut.
a. Pitirim Sorokin mengatakan bahwa sosiologi adalah satu ilmu yang mempelajari:
1. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial
(misalnya antara gejala ekonomi dengan agama; keluarga dengan moral, hukum dengan
ekonomi, gerak masyarakat dengan politik dan lain sebagainya);
2. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala-gejala
nonsosial (misalnya gejala geografis, biologis, dan sebagainya);
3. Ciri-ciri umum semua jenis gejala sosial.
b. Roucek dan Warren mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari
hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.
c. William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff berpendapat bahwa sosiologi adalah penelitian
secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya yaitu organisasi sosial.
d. J.A.A. Can Doorn dan C.J. Lammers berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu
pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat
stabil.
e. Selo Soermadjan dan Soelaeman Soemardi menyatakan bahwa sosiologi atau ilmu
masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk
perubahan-perubahan sosial. Menurut kedua ahli ini, struktur sosial adalah keseluruhan
jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok, yaitu kaidah-kaidah sosial (norma-norma
sosial), lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok serta lapisan-lapisan sosial. Proses
sosial adalah pengaruh timbal balik antara pelbagai segi kehidupan bersama, umpamanya
pengaruh timbal balik antara segi kehidupan hukum dan segi kehidupan agama, antara segi
kehidupan agama dan segi kehidupan ekonomi dan lain sebagainya. Salah satu proses sosial
yang bersifat tersendiri ialah dalam hal terjadinya perubahan-perubahan di dalam struktur
sosial.
Dalam pandangan Soekanto (2009:18-21), apabila sosiologi ditelaah dari sudut sifat
hakikatnya, maka akan dijumpai beberapa petunjuk yang akan dapat membantu untuk
menetapkan ilmu pengetahuan macam apakah sosiologi itu. Sifat-sifat hakikatnya adalah
sebagai berikut:
a. Sosiologi merupakan suatu ilmu sosial dan bukan merupakan ilmu pengetahuan alam
ataupun ilmu pengetahuan kerohanian.
b. Sosiologi bukan merupakan disiplin yang normatif tetapi merupakan suatu disiplin yang
kategoris. Artinya sosiologi membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini dan bukan
mengenai apa yang terjadi atau seharusnya terjadi.
c. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang murni (pure science) dan bukan merupakan
ilmu pengetahuan terapan atau terpakai (applied science),
d. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak dan bukan merupakan ilmu
pengetahuan yang kongkret.
e. Sosiologi bertujuan untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola umum.
f. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional.
g. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang umum dan bukan merupakan ilmu
pengetahuan yang khusus.
3. Objek Sosiologi
Sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, objek sosiologi adalah
masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antarmanusia dan proses yang timbul dari
hubungan manusia di dalam masyarakat. Agak sukar untuk memberikan suatu batasan tentang
masyarakat karena istilah masyarakat terlalu banyak mencakup pelbagai faktor sehingga
kalaupun diberikan suatu definisi yang berusaha mencakup keseluruhannya, masih ada juga
yang tidak memenuhi unsur-unsurnya.
Beberapa orang sarjana telah memberikan definisi masyarakat (society) sebagaimana
dikutip oleh Soekanto, seperti berikut ini:
a. R.M. Maclver dan Charles H. Page, masyarakat ialah suatu sistem dari kebiasaan dan tata
cara, dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok dan penggolongan, dan
pengawasan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan manusia. Keseluruhan yang selalu
berubah ini kita namakan masyarakat. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial, dan
masyarakat selalu berubah.
b. Ralph Linton, masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan
bekerjasama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap
diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan
jelas.
c. Selo Soemardjan, masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan
kebudayaan.
Walaupun definisi dari sarjana-sarjana tersebut berlainan, pada dasarnya isinya sama,
yaitu masyarakat yang mencakup beberapa unsur berikut ini:
a. Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tak ada ukuran
mutlak ataupun angka pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada.
Akan tetapi, secara teoretis angka minimnya adalah dua orang yang hidup bersama.
b. Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan
kumpulan benda-benda mati seperti umpamanya kursi, meja dan sebagainya. Karena
dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu juga
dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti mereka juga mempunyai keinginan-keinginan
untuk menyampaikan kesan-kesan atau perasaan-perasaannya. Sebagai akibat hidup
bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan timbullah peraturan-peraturan yang
mengatur hubungan antarmanusia dalam kelompok tersebut.
c. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan.
d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan
kebudayaan karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan lainnya.
Dengan demikian, menurut Soekanto (2009:24), setiap masyarakat mempunyai
komponen-komponen dasarnya, yakni sebagai berikut.
a. Populasi, yakni warga-warga suatu masyarakat yang dilihat dari sudut pandangan kolektif.
Secara sosiologis, aspek-aspek sosiologis yang perlu dipertimbangkan adalah misalnya,
aspek-aspek genetik yang konstan; variabel-variabel genetik; variabel-variabel demografis.
b. Kebudayaan, yakni hasil karya, cipta, dan rasa dari kehidupan bersama yang mencakup:
sistem lambang-lambang; dan informasi.
c. Hasil-hasil kebudayaan materiil
d. Organisasi sosial, yakni jaringan hubungan antara warga-warga masyarakat yang
bersangkutan, yang antara lain mencakup: warga masyarakat secara individual; peranan-
peranan; kelompok-kelompok sosial; dan kelas-kelas sosial.
e. Lembaga-lembaga sosial dan sistemnya.
Berbagai perspektif digunakan dalam sosiologi, menurut Horton dan Hunt, yang
masing-masing memandang masyarakat secara berbeda, yaitu perspektif evolusioner,
interaksionis, fungsionalis, dan konflik (1996:24). Perspektif evolusioner memusatkan
perhatiannya pada urut-urutan berlakunya perubahan masyarakat. Perspektif interaksionis
memusatkan perhatian pada hubungan sehari-hari dan perilaku individu serta kelompok
menurut keadaan sebenarnya. Perspektif fungsionalis memandang masyarakat sebagai suatu
sistem yang saling berhubungan, masing-masing kelompok memainkan suatu peranan dan
setiap pelaksanaan membantu bekerjanya sistem tersebut. Perspektif konflik memandang
ketegangan dan perjuangan kelompok sebagai kondisi normal suatu masyarakat, stabilitas dan
konsensus nilai merupakan ilusi yang disusun dengan hati-hati untuk melindungi kelompok
yang dapat hak-hak istimewa.
B. RANGKUMAN
Sosiologi termasuk kelompok bidang ilmu-ilmu pengetahuan sosial, yang dalam
perkembangannya sebagai ilmu telah melampaui sejarah yang panjang. Auguste Comte
dianggap sebagai pelopor tampilnya sosiologi sebagai ilmu, yang awal perkembangannya
sebagai bidang telaahan tentang masyarakat telah muncul sejak Yunani Kuno. Kemudian
berkembang ke Amerika dan belahan dunia lain termasuk Indonesia. Obyek telaah sosiologi
adalah masyarakat, yang bidang-bidang kajiannya terus berkembang.