Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia perlu berinteraksi dengan manusia lainnya. Sebagai makhluk sosial, manusia melakukan interaksi sosial untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Tujuan dilakukannya interaksi adalah untuk mempertahankan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Masyarakat adalah objek kajian sosiologi. Sosiologi mempelajari hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok yang ada di masyarakat. Sosiologi adalah ilmu yang khusus mengkaji masyarakat. Para Sosiolog berperan penting dalam memberikan gambaran realitas sosial yang dikaji secara ilmiah dengan metode-metode tertentu guna mendapatkan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan itu akan dimanfaatkan untuk membantu dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial yang ada di masyarakat. 1. Sosiologi sebagai Ilmu Pengetahuan Secara etimologi, sosiologi berasal dari kata socius dan logos. Socius berasal dari Bahasa Latin yang berarti teman, sedangkan logos berasal dari Bahasa Yunani yang berarti perkataan, pembicaraan, atau berarti ilmu (Setiadi, 2015:1). Dengan demikian, secara harfiah sociology atau sosiologi berarti ilmu yang mempelajari tentang hubungan antarmanusia dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai Ilmu pengetahuan sosial, sosiologi memiliki ciri-ciri yang memenuhi unsur-unsur ke ilmuan yaitu : a. Empiris Yaitu berdasarkan observasi terhadap kenyataan dan tidak berdasarkan praduga. Data sosiologi diambil berdasarkan hasil observasi di masayarakat, karena objek kajian sosiologi adalah masyarakat. Dengan dimikian untuk mendapatkan data dari masyarakat diperlukan pengamatan langsung di masyarakat. Contoh, siswa melakukan penelitian tentang tingkat Pendidikan anak-anak jalanan, maka siswa tersebut akan mengambil data dengan melakukan observasi terhadap anak-anak jalanan. b. Teoritis Menyusun abstraksi dari hasil observasi yang bertujuan untuk menyusun kerangka dan menjelaskan hubungan sebab akibat kemudian diambil kesimpulan logis sehingga menjadi sebuah teori. Hasil penelitian sosiologi bukanlah bersifat ramalan masa depan tentang sebuah fakta sosiologis. Sosiologi hanya mempelajari data persoalan di masyarakat yang kemudian menjadi fakta yang sifatnya teori sebagai pengantar pemahaman tentang sebuah fakta sosiologi. c. Kumulatif Teori-teori disusun berdasarkan teori-teori yang sudah ada atau memperbaiki, memperluas serta memperkuat teori-teori yang sudah lama. Masyarakat senantiasa berkembang, demikian juga dengan persoalan-persoalan yang ada dalam masyarakat pun akan berkembang pula. Sebagai suatu ilmu dalam mengkaji sebuah permasalahan di masyarakat, sosiologi akan menggunakan teori- teori yang sudah ada sebelumnya untuk mendapatkan pemahaman tentang dasar permasalahan dan kemudian akan melahirkan teori yang baru untuk memperkuat dan memperluas teori yang sudah ada sebelumnya. d. Nonetis Kajian sosiologi tidak mempersoalkan baik dan buruk, tetapi untuk memperjelas kajian/masalah secara lebih dalam. Dalam mengkaji sebuah data sosiologi akan mengabaikan nilai yang dimiliki oleh data tersebut, baik atau buruknya, pantas atau tidaknya. Sosiologi akan melihat data tersebut sebagai objek kajian untuk dibahas dan dikaji secara mendalam. Contohnya, kajian sosiologis tentang anismisme dan dinamisme di masyarakat Islam pantai Utara Jawa.
2. Sejarah Munculnya Sosiologi
Sejak abad ke-19, Eropa merupakan wilayah yang mengalami perkembangan peradaban paling pesat sebagai pusat tumbuhnya peradaban dunia. Proses perubahan sosial berpengaruh terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Kondisi masyarakat Eropa menarik perhatian para ilmuwan untuk mengkaji berbagai aspek kehidupan masyarakat. Abad 20 sosiologi berkembang pesat di Amerika Serikat. Pada masa ini di Amerika Serikat tumbuh kota-kota besar, industri-industri besar dan gelombang migrasi besar-besaran. Akibat dari pertumbuhan perkotaan ini menimbulkan gejolak dan perubahan sosial yang besar dan kompleks. Kondisi demikian menjadi kajian para ahli sosiologi untuk menemukan pendekatan baru, sehingga melahirkan sosiologi modern. Auguste Comte (1798-1857) adalah seorang filsuf Perancis pertama yang menggunakan istilah sosiologi. Menurut Comte ilmu pengetahuan harus sistematis, logis, dilakukan menurut tahap-tahap tertentu (metodis) dan objektif. Ilmu Pengetahuan bersifat objektif apabila memusatkan perhatiannya pada gejala gejalanya dan konkret, tanpa ada pertimbangan lain yang menghalangi untuk dapat mengungkap kebenaran fenomena yang terjadi, sehingga memungkinkan ilmu pengetahuan dapat berkembang dan diuji kebenarannya oleh pihak manapun. 3. Pengertian Sosiologi Menurut Para Ahli a. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi Sosiologi sebagai ilmu masyarakat mempelajari tentang struktur sosial yakni keseluruhan jalinan sosial antara unsur-unsur sosial yang pokok, seperti kaidah- kaidah sosial, kelompok-kelompok dan lapisan-lapisan sosial. Sosiologi juga mempelajari proses sosial yaitu pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama. b. William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial yaitu hubungan timbal balik antara perorangan dengan perorangan, perorangan dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok. Hasilnya yaitu organisasi sosial. 4. Tokoh dan Teori Sosiologi a. Max Weber Max Weber mengembangkan pemikiran tentang tindakan sosial. Selain teori tindakan sosial, Max Weber menyampaikan teori kelas, status, kekuasaan, dan rasionalitas (Verstehen). Verstehen (pemahaman) merupakan upaya memahami makna subjektif suatu tindakan dengan menempatkan diri sesuai peran masing- masing. b. Emile Durkheim Emile Durkheim membahas masalah pembagian kerja yang berfungsi meningkatkan solidaritas. Emile Durkheim membagi dua tipe solidaritas dalam masyarakat, yaitu solidaritas mekanis dan solidaritas organis. Hubungan anggota masyarakat dalam solidaritas mekanis terbentuk berdasarkan gotong royong dan ikatan batin yang kuat. Adapun hubungan antaranggota dalam solidaritas organis terbentuk berdasarkan kepentingan. c. Auguste Comte Pemikiran Auguste Comte yang terkenal adalah positivisme (positivism). Dalam pemikiran tersebut, ia menekankan tiga tingkatan intelektual perkembangan manusia yang harus dilewati di sepanjang sejarahnya. Adapun tiga tahap/tingkatan intelektual dalam perkembangan manusia sebagai berikut (Setiadi, 2015). 1) Tahap teologis, artinya segala sesuatu dijelaskan dengan hal-hal yang bersifat kodrati dan meyakini bahwa setiap benda memiliki kekuatan gaib. Tahap teologis dibagi menjadi tiga, yaitu fetisisme, politeisme, dan monoteisme. 2) Tahap metafisik, artinya manusia memahami dan meyakini kekuatan- kekuatan metafisik (berada di luar kemampuan akal pikiran) atau kekuatan abstrak seperti ”alam” dapat menjelaskan segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan. Tahap ini termasuk tahap transisi teologis menuju positivis. 3) Tahap positivistik, artinya gejala alam dan gejala sosial dapat dijelaskan secara deskriptif menggunakan pendekatan ilmiah. Pada tahap ini manusia mulai memusatkan perhatian pada pengamatan alam fisik dan dunia sosial guna mengetahui hukum-hukum yang mengaturnya. Teori yang dijelaskan Auguste Comte memusatkan perhatian pada factor intelektual. Menurut Auguste Comte, kekacauan intelektual menyebabkan kekacauan sosial.