Anda di halaman 1dari 30

Sejarah Perkembangan Sosiologi Agama

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Alhamdulillah kami telah menyelesaikan makalah yang berjudul


Sejarah Perkembangan Sosiologi Agama.Dimana di dalamnya
dibahas mengenai sejarah perkembangan sosiologi agama.
Penelitian ini dilakukan dengan paradigma interpretif dengan
pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi dokumen dan
bentuk analisis berupa analisis isi (Content Analysis).

Pentingnya topik yang berjudul Sejarah Perkembangan Sosiologi


Agama ini antara lain untuk mengetahui bagaimana sejarah
perkembangan sosiologi klasik, modern serta Islam. Serta apa
saja aliran-aliran dalam ilmu sosiologi.

Bahwa isi global dari makalah ini adalah membahas tentang


sejarah-sejarah perkembangan sosiologi agama, dimana tokoh-
tokoh dalam perkembangan sosiologi terdiri dari beberapa aliran-
aliran serta teori-teori dari beberapa tokoh. Serta membahas
tentang sejarah perkembangan sosiologi klasik, modern, serta
sosiologi Islam.
2. Tujuan Pembahasan

a. Ingin memahami pengertian sejarah menurut etimologi


dan terminologi

b. Ingin memahami sejarah perkembangan sosiologiagama,


klasik, modern, serta Islam.

c. Ingin memahami aliran- aliran dalam sosiologi.

3. Rumusan Masalah

a. Apa pengertian Sejarah secara etimologi dan


terminologi ?

b. Bagaimana sejarah perkembangan sosiologi agama,


klasik, modern, serta Islam?

c. Apa saja aliranaliran dalam sosiologi?

B. POKOK PEMBAHASAN
1. Pengertian Sejarah secara Etimologi dan Terminologi

a. Pengertian Secara Etimologi

Definisi Sejarah menurut kamus besar bahasa Indonesia


adalah asal-usul (keturunan) silsilah; kejadian danperistiwa yang
benar-benar terjadi pada masalampau; pengetahuan atau uraian
tentang peristiwa dan kejadian yang benar-benarterjadi di masa
lampau; ilmu sejarah.[1]

Sejarah menurut kamus sosiologi sejarah adalah ilmu mengenai


hal-hal yang terjadi pada masa lampau dalam hubungannya
dengan masa kini dan faktor-faktor yang mempengaruhinya;
kejadian-kejadian yang terjadi pada masa lampau.[2]

Sejarah adalah study of past events; description of past events;


past events of experiences.[3]

b. Pengertian Secara Terminologi

Sejarah adalah pengetahuan yang mencatat dan menguraikan


secara kronologis peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang
benar-benar terjadi pada masa lampau.[4]
Definisi sejarah menurut para tokoh sebagai berikut :

1) Roeslan Abdulgani

Mengemukakan bahwa sejarah ialah ilmu yang meneliti dan


menyelidiki secara sistematis keseluruhan perkembangan
masyarakat serta kemanusiaan di masa lampau beserta
kejadian-kejadiannya; dengan maksud untuk menilai secara kritis
seluruh hasil penelitiannya, untuk dijadikan perbendaharaan-
pedoman bagi penilaian dan penentuan keadaan masa sekarang
serta arah progres masa depan.

Ilmu sejarah ibarat penglihatan tiga dimensi; pertama


penglihatan ke masa silam, kedua ke masa sekarang, dan ketiga
ke masa yang akan datang. Atau dengan kata lain, dalam
penyelidikan masa silam tidak dapat melepaskan diri dari
kenyataan-kenyataan masa sekarang yang sedang dihadapi, dan
sedikit banyak tidak dapat kita melepaskan diri dari perspektif
masa depan.

2) Moh. Yamin, SH

Memberikan pengertian sejarah ialah suatu ilmu pengetahuan


yang disusun atas hasil penyelidikan beberapa peristiwa yang
dapat dibuktikan dengan kenyataan.

3) Thomas Carlyle
Memberikan pengertian sejarah adalah peristiwa masa lampau
yang mempelajari biografi orang-orang terkenal. Mereka, adalah
penyelamat pada zamannya. Mereka merupakan orang-orang
besar yang pernah dicatat sebagai peletak dasar sejarah.

4) Herodotus

Ahli sejarah pertama dunia berkebangsaan Yunani, yang


mendapat julukan: The Father of History atau Bapak Sejarah.
Menurut Herodotus sejarah tidak berkembang ke arah depan
dengan tujuan yang pasti, melainkan bergerak seperti garis
lingkaran yang tinggi rendahnya diakibatkan oleh keadaan
manusia.

5) Ibnu Khaldun

Mendefinisikan sejarah sebagai catatan tentang masyarakat


umat manusia atau peradaban dunia, tentang perubahan-
perubahan yang terjadi pada watak masyarakat itu.[5]

2. Perkembangan Sosiologi
a. Sejarah Perkembangan Sosiologi Agama

Sosiologi termasuk ilmu yang paling muda dari ilmu-ilmu sosial


yang dikenal. Seperti ilmu yang lain, perkembangan sosiologi
dibentuk oleh setting sosialnya dan sekaligus menjadikannya
sebagai basis masalah pokok yang dikaji. Awal mula
perkembangan sosiologi bisa dilacak pada saat terjadinya
revolusi Perancis, dan revolusi industri yang terjadi sepanjang
abad 19 yang menimbulkan kekhawatiran, kecemasan dan
sekaligus perhatian dari pemikir di waktu itu tentang dampak
yang ditimbulkan dari perubahan dahsyatdibidang politik dan
ekonomi kapitalistik di masa itu.

Kelahiran sosiologi, lazimnya dihubungkan dengan seseorang


ilmuwanPerancis bernama Auguste Comte (1798-1857), yang
dengan kreatif telah menyusun sintesaberbagai macam aliran
pemikiran, kemudian mengusulkan untuk mendirikan ilmu
tentang masyarakat dengan dasar filsafat empris yang kuat. Ilmu
tentang masyarakat itu pada awalnya Auguste Comte diberi
nama social physic (fisika sosial), kemudian diubahnya sendiri
dengan sociology karena istilah fisika sosial tersebut dalam
waktu yang bersamaan digunakan oleh seorang ahli statistik
sosial Belgia bernama Adophe Quetelet.[6]

Sedangkan embrio minat mempelajari fenomena agama dalam


masyarakat, mulai tumbuh sekitar pengetahuan abad ke19 oleh
sejumlah sarjana Barat terkenal seperti Edward B.Tylor (1832-
1917), Herbert Spencer (1820-1903), Frederich H. Muller (1823-
1917), James G. Fraser (1854-1941). Tokoh-tokoh ini lebih tertarik
pada agama-agama primitif, namun kajian ilmiah tentang agama
relatif mulai sekitar tahun 1900. Sejak saat itu hingga menjelang
munculnya buku-buku sosiologi agama, disebut juga dengan
sosiologi agama klasik. Periode klasik ini terutama dikuasai oleh
dua sosiologi yang terkenal, yaitu EmileDurkheim dari Perancis
(1858-1917) dengan karyanya The Elementery From of Religius
Life dan Max Weber dari Jerman (1864-1920) dengan karya
monumentalnya,The Protestant Ethic and the Sprit of
Capitalismdan Ancient Judaism. Dua sarjana ini lazim disebut
sebagai pendiri Sosiologi Agama. Di kemudian hari, tulisan-
tulisan mereka digolongkan oleh para ahli sosiologi ke dalam
bagian soisologi umum berdasarkan datadata etnologi yang
diperoleh dari bangsa-bangsa di luar Eropa, Durkheim menulis
bukuyang menarik tentang bentuk- bentuk elementer kehidupan
religius, sedangkan Weberjuga tidak kalah menariknya dengan
menulis tentang agama di India dan di Cina, karena dari kedua
sosiologi tersebut muncul berbagai gagasan penting yang dapat
digunakan sebagai prinsip dasar dalam pengembangan ilmu-ilmu
sosial.

Banyak ahli sepakat bahwa banyak faktor yang melatarbelakangi


kelahiran sosiologi adalah karena adanya krisis-krisis yang terjadi
dalam masyarakat. Misalnya, Laeyendecker mengaitkan
kelahiran sosiologi dengan serangkain perubahan dan krisis yang
terjadi di Eropa Barat. Proses perubahan dan krisisyang
diidentifikasikan Laeyendecker adalah tumbuhnya kapitalisme
pada akhir abad ke15, perubahan-perubahan sosial di bidang
politik, perubahan berkenaan dengan reformasi Martin Luther,
meningkatnya individualisme, lahirnya ilmu pengetahuan
modern, berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri, dan
revolusi industri pada abad ke18, serta terjadinya
revolusi Perancis. Sosiologi itu disebut sosiologi ilmu keranjang
sampah (dengan nada memuji), karena membahas ikhyal atau
masalah yang lebih banyak terfokus pada problem
kemasyarakatan yang timbul akibat krisis-krisissosial yang
terjadi.

Ada pendapat lain, mengapa pengetahuan sosial tidak bisa


digolongkan sebagai ilmu. Leonardus Laeyendecker menyebut
ada tiga keterbatasan dari pengetahuan sosial, yakni:

1. Karena pengetahuan sosial diperoleh orang dari lingkungan


yang relatif terbatas

2. Karena pengetahuan sosial diperoleh secara selektif menurut


emosi-emosi dan karakteristik pribadi masing-masing orang,
sehingga besar kemungkinan atau sekurang-kurangnya bukan
tidak muncul

3. Karena pengetahuan sosial acapkali diperoleh secara tidak


sengaja, main-main, dan karenanya kurang dipikirkan secara
mendalam dan tidak selalu ditinjau secara kritis.[7]

Sejak awal kelahirannya, sosiologi banyak dipengaruhi oleh


filsafat sosial. Tetapi berbeda dengan filsafat sosial yang banyak
dipengaruhi oleh ilmu alam dan memandang masyarakat sebagai
mekanisme yang dikuasi hukum-hukum mekanis, sosiologi
lebih menempatkan warga masyarakatsebagai individu yang
relatif bebas. Para filsuf sosial, seperti Plato dan Aristoteles,
umumnya berkeyakinan bahwa seluruh tertib dan keteraturan
dunia dan masyarakat langsung berasal dari suatu tertib dan
keteraturan yang adimanusiawi, abadi, tidak terubahkan dan
ahistoris. Sementara sosiologi justru mempertanyakan keyakinan
lama dari para filsuf itu, dan sebagai gantinya muncullah
kepercayaan keyakinan baru yang dipandang lebih
mencerminkan realitas sosial yang sebenarnya. Para ahli
sosiologi telah menyadari bahwa bentuk dari kehidupan
bersama, adalah ciptaan manusia itu sendiri. Bentuk-bentuk
masyarakat, gejala pelapisan sosial, dan pola-pola interaksi yang
berbeda, sekarang lebih dilihat sebagai hasil inisiatif atau hasil
kesepakatan manusia itu sendiri.

Sosiologi mulai memperoleh bentuk dan diakui


eksistensisnya sekitar abad ke19, tidaklah berarti bahwa baru
pada waktu itu orang memperoleh tentang bagaimana
masyarakat dan interaksi sosial. Jauh sebelum Auguste Comte
memproklamirkan kehadiran sosiologi, orang-orang telah
memiliki pengetahuan tentang kehidupannya yang diperoleh dari
pengalamannya. Namun karena belum dirumuskan dengan
metode yang mantap pengetahuan mereka disebut pengetahuan
sosial, bukan pengetahuan ilmiah. Kemudian Auguste Comte
menulis buku-buku tentang berbagai pendekatan umum untuk
mempelajari masyarakat. Dia berpendapat bahwa ilmu
pengetahuan mempunyai urutan tertentu berdasarkan logika dan
setiap penelitian dilakukan melalui tahap-tahap tertentu untuk
mencapai tahap akhir, tahap ilmiah. Namun diberikan tatkala itu
pada ilmu yang baru tersebut pada tahun 1839 adalah
sosiology yang berasal dari bahasa latin socius yang berarti
kawan dan bahasa Yunani logosyang berarti kata atau
berbicara, jadi sosiologi berarti berbicara mengenai
masyarakat.

Pada tahun 1842, lahirlah Sosiologi tatkala Auguste Comte


menerbitkan jilid terakhir dari bukunya yang berjudul The Caurse
of Positive Phylosophy. Buku tersebut ditulis dan diterbitkan
antara tahun 1830-1842, yang merupakan karya utamanya dan
mencerminkan suatu komitmen yang kuat terhadap metode
ilmiah. Sosiologi sebagai suatu disiplin akademis yang mandiri,
telah berusia kurang dari 200 tahun. Sekitar 400 tahun
sebelumnya Auguste Comte mengembangkan perseptif
sosiologinya diPerancis, Ibnu Kholdun telah merumuskan tentang
model suku bangsa nomaden yang keras dan masyarakat yang
halus bertipe menetap dalam suatu hubungan yang kontras.
Model Kholdun mengenai tipe-tipe sosial dan perubahan sosial
diwarnai oleh warisan khusus dari pengalaman dunia gurun pasir
di arab. Tujuannya tidak hanya untuk memberikan suatu
deskripsi historis mengenai masyarakat Arab, namun untuk
mengembangkan prinsip-prinsip umum atau hukum-hukum yang
mengatur dinamika-dinamikamasyarakat dan proses-proses
perubahan sosial secara keseluruhan.Kemudian Herbert Spencer
mengembangkan pula suatu sistematika penelitian masyarakat
dalam bukunya yang berjudul Principles of Sosiology, sehingga
kurang lebih setengah abad kemudian sosiologi menjadi
berkembang pesat dan populer di Perancis, Jerman dan Amerika
Serikat.[8]
Perkembangan sosiologi yang makin mantap terjadi tahun 1895,
yakni pada saat Emile Durkheim menerbitkan bukunya yang
berjudul Rules of Sociological Method.Pada saat ini diakui
banyak pihak sebagai Bapak Metodologi Sosiologi, dan bahkan
Reiss lebih setuju menyebutkanEmile Durkheim sebagai
penyumbang utama kemunculan sosiologi. Pendiri sosiologi
lainnya, Max Weber memiliki pendekatan yang berbeda
denganDurkheim. Menurut Weber, sebagai ilmu yang mencoba
memahami masyarakat dan perubahan-peubahan yang terjadi di
dalamnya, sosiologi tidak semestinnya berikut pada soal-soal
pengukuran yang sifatnya kuantitatifyangsekedar mengkaji
pengaruh faktor-faktor eksternalitas, tetapi sosiologi bergerak
pada upaya memahami di tingkat makna dan mencoba mencari
penjelasan pada faktor-faktor internal yang ada pada masyarakat
itu sendiri.[9]

Memasuki abad ke-20, perkembangan sosiologi makin variatif.


Dipelopori tokoh-tokoh ilmu sosial kontemporer, terutama
Anthony Giddens, fokus minat sosiologi dewasa ini bergeser
dari structures dari masyarakat yang dipahami terutama sebagai
seperangkat batasan eksternal yang membatasi bidang pilihan
yang bersedia untuk anggota-anggota masyarakat tersebut, dan
dalam beberapa hal menentukan perilaku mereka, menuju ke era
baru; memahami latar belakang sosial sebagai kumpulan sumber
daya yang diambil oleh aktor-aktor untuk mengejar kepentingan
mereka sendiri.
Padaera tahun 2000-an ini, perkembangan sosiologi semakin
mantap dan kehadirannya diakui banyak pihak,memberikan
sumbangan yang sangat penting bagi usaha pembangunan dan
kehidupan sehari-hari masyarakat. Bidang-bidang kajian sosiologi
juga terus berkembang makin variatif dan menembus batas-
batas disiplin ilmu lain. Horton dan Hunt, misalnya mencatat
sejumlah bidang kajian sosiologi yang saat ini telah dikenal dan
banyak dikembangkan. Di tahun-tahun berikut, seiring dengan
perkembangan masyarakat yang semakin kompleks, bisa
diramalkan bahwa perkembangan sosiologi juga akan makin
beragam dan makin penting.

b. Perkembangan Sosiologi Klasik

Menurut Berger dalam pemikiran sosiologi berkembang


manakala masyarakat menghadapi ancaman terhadap halyang
selama ini dianggap sebagai hal yang memang seharusnya
demikian, benar, nyata, menghadapi apa yang oleh Berger
dan Berger disebut threats to the taken for granted the
world. Manakala hal yang selama ini menjadi pegangan manusia
mengalami krisis, maka mulailah orang melakukan renungan
sosiologi.[10]

Salah satu hal yang menurut Berger dianggap sebagai ancaman


ialah disintegrasi kesatuan masyarakat abad pertengahan,
khususnya disintegrasi dalam agama Kristen.
L. Laeyendecker pun mengaitkan kelahiran sosiologi dengan
serangkaian perubahan berjangka panjang melanda Eropa Barat
di abad pertengahan. Proses perubahan jangka panjang yang
diidentifikasi Laeyendecker ialah:

1) tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad ke-15,

2) perubahan di bidang sosial dan politik,

3) perubahan berkenaan dengan reformasi Martin Luther,

4) meningkatnya individualisme,

5) lahirnya ilmu pengetahuan modern,dan

6) berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri.[11]

Berbagai proses perubahan sosial berjangka panjang yang


dijabarkan Laenyendecker dan Ritzer itulah ancaman terhadap
tatanan sosial (threats to the taken-for-granted world) yang
telah begitu menggoncang masyarakat dan seakan
membangunkannya setelah terlena beberapa abad. Faktor ini
merupakan penyebab utama mengapa pemikiran sosiologi mulai
berkembang secara serentak di beberapa negara di Eropa-
Inggris, Perancis, dan Jerman dalam kurun waktu yang hampir
bersamaan, yaitu pada akhir abad kedelapan belas dan awal
abad kesembilan belas.

1. Para Perintis Sosiologi

a. Auguste Comte (1798-1857)

Dalam sosiologi, tokoh yang sering di anggap sebagai


bapak sosiologi ialah Auguste Comte,seorang ahli filsafat dari
Perancis. Namun mengenai hal ini pun tidak ada kesepakatan;
Reiss, Jr.(1968), misalnya, berpendapat bahwa Comte lebih tepat
dianggap sebagai godfather (wali) dari pada progenitor (leluhur)
sosiologi karena sumbangan Comte terbatas pada pemberian
nama dan suatu filsafat yang membantu perkembangan
sosiologi.

Nama sosiologi memang merupakan hasil ciptaan Comte, yaitu


suatu gabungan antara kata romawi socius dan kata
yunanilogos.Coser (1977) mengisahkan bahwa Comte semula
bermaksud memberikan nama social physics bagi ilmu yang
akan diciptakannya itu, namun kemudian mengurungkan niatnya
karena istilah tersebut telah digunakan oleh seorang tokoh lain.

Salah satu sumbangan penting lain bagi sosiologi, sebagaimana


telah diungkapkanReiss ialah suatu filsafat yang mendorong
perkembangan sosiologi. Pemikiran ini diutarakan Comte dalam
bukunya Hukum Kemajuan Manusia atau Hukum Jenjang
Tiga, menurut pandangan ini, sejarah manusia akan melewati
tiga jenjang yang mendaki: jenjang teologi, jenjang matefisika,
dan jenjang positif.

Karena memperkenalkan metode positif ini, maka Comte


dianggap sebagai perintis positivisme. Ciri metode positif ialah
bahwa objek yang dikaji harus berupa fakta, dan bahwa kajian
harus bermanfaat serta mengarah ke kepastian dan kecermatan.
Saran yang menurut Comte dapat digunakan untuk melakukan
kajian ialah (1) pengamatan, (2) perbandingan, (3) eksperimen,
atau (4) metode historis.[12]

Comte berpendapat bahwa sosiologi harus menggunakan


metode positif karena dalam pandangannya, sosiologi
merupakan ilmu yang sama ilmiahnya dengan ilmu pengetahuan
alam yang mendahuluinya. Menurut hematnya kagiatan kajian
sosiologi yang tidak menggunakan metode pengamatan,
perbandingan eksperimen atau historis bukanlah kajian ilmiah
melainkan hanya renungan atau khayalan belaka.

Sumbangan pikiran penting lain yang diberikan Comte ialah


pembagian sosiologi ke dalam bagian besar: statistika sosial
(kajian terhadap tatanan sosial) dan dinamika sosial (kajian
terhadap kemajuan dan perubahan sosial). Statika mewakili
stabilitas, sedangkan dinamika mewakili perubahan. Dengan
memakai analogi dari biologi, Comte menyatakan bahwa
hubungan antara statika sosial dengan dinamika social dapat
disamakan dengan hubungan antara anatomi dan fisiologi.

b. Karl Marx (1818-1883)

Karl Marx lahir di Trier, Jerman pada tahun 1818, dari keluarga
kalangan rohaniwan Yahudi. Marx lebih dikenal sebagai tokoh
sejarah ekonomi, ahli filsafat, dan aktivis yang mengembangkan
teori tentang sosialisme yang kemudian dikenal dengan
Marxisme dari pada seorang perintis sosiologi.

Sumbangan Marx bagi sosiologi terletak pada teorinya mengenai


sosial. Menurut Marx perkembangan pembagian kerja dalam
kapitalisme menumbuhkan kelas berbeda yaitu kelas yang terdiri
atas orang yang menguasai alat produksi, yang dinamakan kaum
bourgeoisie, yang mengksploitasikelas yang terdiri atas produksi,
yaitu kaum proletar. Menurut Marx pada suatu saat kaum
proletar akan menyadari kepentingan bersama mereka sehingga
bersatu dan memberontak, dan dalam konflik yang kemudian
berlangsung yang dinamakan perjuangan kelas, kaum
bourgeoisie akan dikalahkan. Marx meramalkan kaum proleter
akan mendirikan masyarakat tanpa kelas.[13]

Meskipun ramalan Marx tidak pernah terwujud, namun pemikiran


Marx mengenai stratifikasi sosial dan konflik tetap berpengaruh
terhadap sejumlah besar ahli sosiologi. Sebagaimana halnya
dengan para tokoh sosiologi lainnya sebagaimana kita lihat,
pemikiran Marx diarahkan pada perubahan sosial besar yang
melanda Eropa Barat sebagai dampak perkembangan pembagian
kerja, khususnya yang terkait dengan kapitalisme.

c. Herbert Spencer (1820-1903)

Herbert Spencer adalah seorang berkebangsaan Inggris yang


menguraikan materi sosiologi secara terperincidan sistematis.
Dalam pandangannya ia mengatakan bahwa objek kajian
sosiologi adalah kehidupan keluarga, perilaku politik, tingkah laku
antar-penganut umat beragama, kontrol sosial, dan kehidupan
masyarakat industri yang di dalamnya terdapat asosiasi,
masyarakat setempat, pembagian kerja (job division), pelapisan
sosial (social stratification), sosiologi pengetahuan (sociological
knowledge), dan ilmu pengetahuan (science).

Pada tahun 1876 Spencer mengemukakan teorinya yang dikenal


dengan istilah teori evolusi sosial (social evolution), yang hingga
saat ini masih banyak dianut para sosiolog dan mengalami
banyak perkembangan. Dalam teoriini ia menganggap bahwa
perubahan masyarakat itu ekuivalen dengan teori evolusi
Darwin. Dalam evolusi sosial ia berpendapat bahwa
perkembangan masyarakat akan selalu berubah secara linier dari
tingkat peradaban yang primitif ke arah peradaban modern
(industri) secara bertahap sebagaimana teori evolusi Darwin.
d. Emile Durkheim (1858-1917)

Buku The Divison of Labor in Society(1968) merupakan suatu


upaya Durkheim untuk mengkaji suatu gejala yang sedang
melanda masyarakat yaitu pembagian kerja. Dukheim
mengemukakan bahwa dibidang perekonomian seperti dibidang
industri modern terjadi penggunaan mesin serta konsentrasi
modal dan tenaga kerja yang mengakibatkan pembagian kerja
dalam bentuk spesialisasi dan pemisahan okupasi yang semakin
rinci. Gejala pembagian kerja tersebut dijumpai pula di bidang
perniagaan dan pertanian, dan tidak terbatas pada bidang
ekonomi saja tapi melanda pula di bidang-bidang kehidupan lain,
yaitu hukum, politik, kesenian, dan bahkan juga keluarga.

Nama sosiologi memang merupakan hasil ciptaan Comte, yaitu


gabungan antara kataRomawi socius dan kata Yunanilogos.Coser
mengisahkan bahwa Comte semula bermaksud memberikan
nama social physics bagi ilmu yang akan diciptakannya itu,
namun kemudian mengurungkan niatnya karena istilah tersebut
telah digunakan oleh seorang tokoh lain.[14]

Durkheim menawarkan definisi sosiologi, bidang yang harus


dipelajari sosiologi yaitu fakta sosial fakta yang berisikan cara
bertindak, berpikir dan yang mengendalikan individu tersebut.
Untuk memperjelas definisi ini Durkhiem mengemukakan bahwa
fakta sosial adalah setiap cara bertindak, yang telah baku atau
tidak, yang dapat melakukan pemaksaan dari luar terhadap
individu. Fakta sosial tersebut mengendalikan dan dapat
memaksa individu, karena bilamana individu melanggarnya ia
terkena sanksi.[15]

Buku Suicide (1968) merupakan upaya Durkhiem untuk


menerapkan metode yang telah dirintisnya untuk menjelaskan
faktor sosial yang menjadi penyebab terjadinya fakta sosial yang
konkret, yaitu bunuh diri.

Jika Comte dan ahli sosiologi lain yang mengikutinya membagi


sosiologi menjadi statistika sosial dan dinamika sosial, maka
dalam majalah Lannee sociologiqueDurkheim dan kawan-
kawannya memperkenalkan pembagian-pembagian lain.
Berdasarkan pokok bahasannya, sosiologi mereka klasifikasikan
menjadi bagian yang terdiri atas sosiologi umum, sosiologi
agama, sosiologi ekonomi, morfologi sosial, dan sejumlah pokok
bahasan yang mencakup sosiologi estetika, teknologi, bahasa,
dan perang.

e. Max Weber (1864-1920)

Weber merupakan seorang ilmuan yang sangat produktif dan


menulis sejumlah buku dan makalah. Salah satu bukunya yang
terkenal ialah The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism
(1904). Dalam buku ini ia mengemukakan tesisnya yang terkenal
mengenai keterkaitan antara etika protestan dengan munculnya
kapitalisme di Eropa Barat. Menurut Weber muncul dari
berkembangnya kapitalisme di Eropa Barat berlangsung secara
bersamaan dengan berkembangan sekte kalvinisme dalam
agama protestan. Argument Weber adalah sebagai berikut:
ajaran kalvinisme mengharuskan umatnya untuk menjadikan
dunia tempat yang makmur, sesuatu yang hanya dapat dicapai
dengan kerja keras. Karena umat kalvinis bekerja keras, antara
lain dengan harapan bahwa kemakmuran merupakan tanda baik
yang mereka harapan dapat menuntun mereka ke arah surga,
maka mereka pun menjadi makmur.

Namun keuntungan yang mereka peroleh melalui kerja keras ini


tidak dapat digunakan untuk berfoya-foya atau bentuk konsumsi
berlebihan lain, karena ajaran kalvinisme mewajibkan hidup
sederhana dan melarang segala bentuk kemewahan dan foya-
foya. Sebagai akibat yang tidak direncanakan dari perangkat
ajaran kalvinisme ini, maka para penganut agama ini menjadi
semakin makmur karena keuntungan yang mereka peroleh dari
hasil usaha tidak dikonsumsikan melainkan ditanamkan kembali
dalam usaha mereka. Melalui cara inilah menurut Weber
kapitalisme di Eropa Barat berkembang.

Sumbangan Weber yang tidak kalah pentingnya ialah kajiannya


mengenai konsep dasar sosiologi. Dalam uraian ini Weber
menyebutkan pula bahwa sosiologi ialah ilmu yang berupaya
memahami tindakan sosial. Ini tampak dari definisi berikut
ini sociology is a science which attempts the interpretive
understanding of social action in order thereby to arrive at a
causal explanation of its course and effect.[16]
Arti penting tulisan ini ialah bahwa dikemudian hari tulisan ini
menjadi acuan bagi dikembangkannya teori sosiologi yang
membahas interaksi sosial. Namun yang perlu dikemukakan
disini ialah bahwa pendekatan sosiologi yang diusulkan Weber
dalam tulisan ini ternyata tidak menjadi tuntunan baginya untuk
melihat masyarakat.

Dari uraian ini nampak bahwa salah satu sumbangan Weber bagi
sosiologi di samping sumbangan pemikirannya berupa usaha
menjelaskan proses perubahan jangka panjang yang melanda
Eropa Barat ialah usahanya untuk mendefinisikan dan
menjabarkan pokok bahasan sosiologi.

c. Perkembangan Sosiologi Modern

Sosiologi modern tumbuh pesat di benua Amerika tepatnya di


Amerika Serikat dan Kanada.Mengapa bukan di Eropa? (yang
notabene merupakan tempat dimanasosiologimuncul pertama
kalinya).

Pada permulaan abad ke-20, gelombang besar imigran


berdatangan ke Amerika Utara. Gejala itu berakibat pesatnya
pertumbuhan penduduk, munculnya kota-kota industri baru,
bertambahnya kriminalitas dan lain lain. Konsekuensi gejolak
sosial itu, perubahan besar masyarakat pun tak terelakkan.
Perubahan masyarakat itu menggugah para ilmuwan sosial untuk
berpikir keras, untuk sampai pada kesadaran bahwa pendekatan
sosiologi yang lama di Eropa tidak relevan lagi.Mereka berupaya
menemukan pendekatan baru yang sesuai dengan kondisi
masyarakat pada saat itu, maka lahirlah sosiologi modern.[17]

Berkebalikan dengan pendapat sebelumnya, pendekatan


sosiologi modern cenderung mikro (lebih sering disebut
pendekatan empiris).Artinya, perubahan masyarakat dapat
dipelajari mulai dari fakta sosial demi fakta sosial yang
muncul.Berdasarkan fakta sosial itu dapat ditarik kesimpulan
perubahan masyarakat secara menyeluruh.Sejak saat itulah
disadari betapa pentingnya penelitian(research) dalam
sosiologidan dalam sosiologi modern ini lebih memunculkan
rincian tentang teori-teori dalam konteks lebih luas.

Teori Sosiologi Modern

Manusia adalah masyarakat dalam bentuk miniatur.Ketika dia


berkomunikasi dengan dirinya sendiri, dia bisa menjadi subyek
dan sekaligus obyek.Dalam komunikasi itu pula, manusia
berpikir, menunjuk segala sesuatu, menginterpretasikan situasi,
dan berkomunikasi dengan dirinya sendiri dengan cara-cara
berbeda.

Berpikir berarti berbicara kepada diri sendiri, sama seperti cara


kita berbicara dengan orang lain. Percakapan dengan diri sendiri
sebagian besar dilakukan dengan diam. Tanpa diri sendiri,
manusia tidak akan mampu berkomunikasi dengan orang lain,
sebab hanya dengan itu, maka komunikasi efektif dengan orang
lain bisa terjadi.

1. Kekuatan sosial yang berperan dalam perkembangan teori


sosiologi

Semua bidang intelektual dibentuk setingan sosialnya.Hal ini


terutamaberlaku untuk sosiologi, yang tak hanya berasal dari
kondisi sosialnya, tetapi juga menjadikan lingkungan sosialnya
sebagai basis masalah pokoknya. Beberapa pemusatan terhadap
kondisi sosial terpenting di abad 19 dan awal abad 20 yang
sangat signifikan dalam perkembangan sosiologi modern.

Revolusi politik, industri dan kemunculan kaum kapitalis.Revolusi


ini dihantarkan oleh revolusi Perancis 1789 dan revolusi yang
belangsung sepanjang abad 19 merupakan faktor yang paling
besar perannya dalam perkembangan sosiologi.[18]Akibat
revolusi ini terjadi perubahan yang dahsyat pada masyarakat
terutama masalah dampak negatifnya yang mengundang
keperihatinan dari para ilmuan, olehkarena itu para pemikir
mencoba untuk menemukan tatanan baru dalam masyarakat
yang telah berubah oleh revolusi politik.Hal ini menjadi salah
satu perhatian utama teoritis sosiologi klasik terutama Comte
dan Durkheim.
Kemudian revolusi politik dan revolusi industri melanda Eropa
pada abad 19 dan 20 dan merupakan faktor yang memunculkan
teori sosiologi.[19]Dalam revolusi ini banyak merubah pola
masyarakat dari corak pertanian menjadi industri karena mereka
mendapatkan tawaran dari pihak industri.Birokrasi ekonomi
muncul dalam skala besar yang memberikan pelayanan yang
dibutuhkan oleh indusri dan sistem ekonomi kapitalis. Akibat dari
sistem kapitalis ini adanya pihak-pihak lain yang diuntungkan
sehingga menyebabkan terjadinya bentrok antara kaum industri
dan kaum kapitalis dan reaksi penentang ini diikuti dengan
ledakan gerakan buruh dan berbagai radikal lain yang bertujuan
untuk menghancurkan sistem kapitalis.

Sosialisme adalah sebuah istilah yang bertujuan unutk


menghancurkan serta menanggulangi akses industi dan kapitalis
terutama Marx.Disamping itu juga Weber dan Durkheim
menentang sosialisme seperti kata Marx, karena menurut
mereka daripada melakukan reformasi sosial dalam sistem
kapitalisme lebih baik melakukan revolusi sosial.

Finanisme dimana perempuan disub-ordinasikan hampir dimana


saja mereka mengakui dan memprotes situasi itu dalam berbagai
bentuk, mereka menuntut mobilisasi masif untuk hak pilih
perempuan dan reformasi undang-undang dan kewarganegaraan
dan industrialdi awal abad 20 di Amerika Serikat.Hal ini sangat
mempengaruhi perkembangan sosiologi khususnya pada
sejumlah karya perempuan, dimana karya-karya mereka sering
kali terdesak kepinggiran dan disub-ordinasikan, atau di
remehkan oleh lelaki yang menyusun sosiologi sebagai basis
kekuatan profesional.

Urbanisasi akibat revolusi industri banyak sekali orang di


pedesaan berpindah kelingkungan urban hal ini dikarenakan
adanya lapangan pekerjaan yang diciptakan industri di kawasan
urban. Akibat dari migrasi ini menimbulkan berbagai persoalan
seperti kepadatan yang berlebihan, kebisingan, kepadatan lalu
lintas, dll, hal ini menarik perhatian sosiologi awal terutama
Weber dan George Sammel.[20]

Perubahan keagamaan, urbanisasimembawa pengaruh besar


terhadap religius karena mereka ingin meningkatkan taraf hidup
manusia, mereka ingin orang seperti Comte, sosiologi
ditransformasikan kedalam agama.Menurut yang lainnya teori
sosiologi mereka mengandung nilai kegamaan yang tak mungkin
keliru.

Pertumbuhan ilmu pengetahuan, ketika sosiologi dibangun, minat


terhadap ilmu pengetahuan (science) memberikan prestasi yang
cukup besar.Diantaranya yang sukses adalah bidang fisika,
biologi, dan kimia sehingga mendapat terhormat dalam
masyarakat. Para sosiologi awal terutama Comte dan Durkheim
semula telah berkecimpung dalam sains itu dan banyak
menginginkan agar sosiologi dapat meniru kesuksesan, tetapi hal
itu menjadi bahan perdebatan karena sains berpendapat bahwa
ciri-ciri kehidupan sosial yang sangat berbeda dengan ciri-ciri
objek studi sains yang akan menimbulkan kesukaran apabila
mencontoh studi sains secara utuh.[21]

2. Kekuatan intelektual dan kemunculan teori sosiologi

Dalam hal ini adalah tentang kekuatan intelektual yang berperan


sentral dalam membentuk teori sosiologi. Berbagai kekuatan
intelektual yang menentukan perkembangan teori sosiologi akan
dibahas dalam konteks nasional karena dalam kehidupan
nasional itulah pengaruhnya terutama dirasakan.

a. Abad pencerahan

Pencerahan adalah sebuah periode perkembangan intelektual


dan pembahasan pemikiran filsafat yang luar biasa.Sejumlah
gagasan dan keyakinan lama kebanyakan berkaitan dengan
kehidupan social dibuang dan diganti selama periode
pencerahan.Pemikir yang paling terkemuka adalah Charle
Montesqueu (1689-1755) dan Jean Jacques Rousseau.Pemikir
yang berhubungan dengan pencerahan terutama dipengaruhi
dua arus, yakni sains dan filsafat. Masa era pencerahan lebih
menekankan pada reaksi konservatif dan romantis terhadap
pertumbuhan teori sosiologi.

b. Reaksi konservatif terhadap pencerahan


Sosiologi Perancis bersifat rasional, empiris, ilmiah, dan
berorientasi perubahan.Ideologi menentang premis modernisasi
dapat menemukan sentimentanti-modernisasi dalam kritik
pencerahan.Bentuk oposisi paling ekstrim terhadap gagasan
pencerahan berasal darifilosofi kontra revosioner katolikPerancis
seperti tampak padaide-ide Louis de Bonald (1754-1840) dan
Joseph de Maistre (1753-1821). Zeltin telah menguraikan 10
proposisi yang muncul dari reaksi konservatif dan menyediakan
basis bagi perkembangan teori sosiologi Perancis klasik, yaitu:

Sebagian pemikiran pencerahan cenderung menekankan pada


individu, sedangkan reaksi konservatif mengarahkan perhatian
pada sosiologi umum dan menekankan pada masyarakat dan
fenomena.

Masyarakat adalah unit analisi terpenting masyarakat


dipandang lebih penting daripada individu.

Individu bahkan tidak dilihat sebagai unsur yang paling


mendalam dalammasyarakat, karena masyarakat terdiri dari
komponen sepertiposisi, hubungan, dll.

Bagian-bagian masyarakat dianggap saling berhubungan dan


saling ketergantungan.
Perubahan dipandang bukan hanya sebagai ancaman terhadap
masyarakat dan terhadap komponennya, tetapi juga terhadap
invidu dan masyarakat.

Kecenderungan umum adalah melihat berbagai komponen


masyarakat berskala luas sebagai komponen yang berguna, baik
bagi masyarakat maupuan bagi individu yang menjadi
anggotanya.

Unit-unit kecil seperti kelompok keluarga, tetangga, kelompok


keagamaan dan mata pencaharian dipandang penting bagi
individu yang menjadi anggotanya.

Ada kecenderungan memandang berbagai perubahan sosial


modern seperti industrialisasi, urbanisasi dan birokrasi dapat
menimbulkan kekacauan tatanan.

Sementara kebanyakan perubahan menakutkan itu mengarah


pada kehidupan masyarakat yang lebih rasional.

Pemikir konservatif mendukung keberadaan sistem hirarkis


dalam masyarakat.[22]

d. Perkembangan Sosiologi Islam


Ibnu Khaldun mencetus pemikiran baru yang menyatakan sistem
sosial manusia berubah mengikut kemampuannya berfikir,
keadaan muka bumi persekitaran mereka, pengaruh iklim,
makanan, emosi serta jiwa manusia itu sendiri.[23]

Beliau juga berpendapat institusi masyarakat berkembang


mengikut tahapnya dengan tertib bermula dengan tahap primitif,
pemilikan, diikuti tahap peradaban dan kemakmuran sebelum
tahap kemunduran.Pandangan Ibnu Khaldun dikagumi tokoh
sejarah berketurunan Yahudi, Prof. Emeritus dan Dr. Bernerd
Lewis yang menyifatkan tokoh ilmuwan itu sebagai ahli sejarah
Arab yang hebat pada zaman pertengahan.

Felo Amat Utama Akademik Institut Antarabangsa Pemikiran dan


Ketamadunan (Istac), Universiti Islam Antarabangsa Malaysia
(UIAM), Muhammad Uthman El-Muhammady juga melihat
pendekatan Ibnu Khaldun secara sejagat. Beliau dilahirkan di
Tunisia, keluarga Ibnu Khaldun sebenarnya berasal dari wilayah
Seville, Spanyol, ketika dalam pemerintahan Islam.

Ketika zaman kanak-kanak, beliau mempelajari al-Quran


dariorang tuanya sebelum melanjutkan pendidikan ke tingkat
tinggi dengan dibantu sejarawan dan ulama Tunisia serta
Spanyol.Pada 1375, beliau berhijrah ke Granada, Spanyol karena
akan melarikan diri dari kerajaan di Afrika Utara.Bagaimanapun,
keadaan politik Granada tidak stabil, lantas mendorong beliau
untuk merantau ke Aljazair (bagian utara Semenanjung Tanah
Arab). Di sana, beliau tinggal di kampung kecil yaitu Qalat Ibnu
Salama.

Di sana juga beliau menghasilkan beberapa karya terkenal


termasuk al Ibar Wa Diwan al-Mubtad Wa al-Khabar. Kitab ini
mengandung enam jilid dan paling terkenal, kitab
Mukaddimah.Sehingga kini kitab itu menjadi rujukan umat Islam,
khususnya dalam ilmu kajian sosial, politik, falsafah dan
sejarah.Kitab Mukaddimah menguraikan beberapa peristiwa
dalam kehidupan masyarakat, proses pembentukan negara,
faktor kemajuan serta kemunduran, selain menerangkan
beberapa perkara yang berkaitan dengan bidang perniagaan,
perindustrian dan pertanian.

Anda mungkin juga menyukai