Anda di halaman 1dari 4

F.

Pemecahan Masalah Sosial


Pemecahan masalah sosial dilakukan dengan metode preventif dan represif. Metode
preventif lebih sulit dilaksanakan karena harus didasarkan pada penelitian yang mendalam
terhadap sebab-sebab terjadinya masalah social. Metode represif lebih banyak digunakan.
Artinya, setelah suatu gejala dapat dipastikan sebagai masalah sosial, baru diambil
tindakan-tindakan untuk mengatasinya. Di dalam mengatasi masalah sosial, tidaklah
semata-mata melihat aspek sosiologis, tetapi juga aspek-aspek lainnya. Dengan demikian,
diperlukan suatu kerja sama antara ilmu pengetahuan kemasyarakatan pada khususnya
untuk memecahkan masalah sosial yang dihadapi (secara interdisipliner).

G. Perencanaan Sosial (Social Planning)


Menurut Sosiologi, suatu Perencanaan sosial harus di dasarkan pada pengertian yang
mendalam tentang bagaimana kebudayaan berkembang dari taraf yang rendah ke taraf
yang modern dan kompleks di mana di kenal industri/peradaban kota. Selain itu, harus
pula ada pengertian terhadap hubungan manusia dengan alam sekitar, hubungan antara
golongan-golongan dalam masyarakat dan pengaruh-pengaruh penemuan-penemuan baru
terhadap masyarakat dan kebudayaan.
Suatu perencanaan sosial haruslah didasarkan pada spekulasi atau idam-idaman pada
keadaan yang sempurna. Perencanaan sosial, dari sudut sosiologi, merupakan alat untuk
mendapatkan perkembangan sosial, dengan jalan menguasai serta memanfaatkan
kekuatan alam dan sosial serta menciptakan tata tertib sosial, melalui mana
perkembangan masyarakat terjamin kelangsungannya. Selain itu, perencanaan sosial
bertujuan pula untuk menghilangkan atau membatasi keterbelakangan unsur-unsur
kebudayaan material atau teknologi.
Menurut George A. lundberg, ketidaksanggupan untuk memecahkan masalahsosial di
sebabkan:
1. Kurangnya pengertian terhadap sifat hakikat masyarakat dan kekuatan-kekuatan yang
membentuk hubungan antar manusia.
2. Kepercayaan bahwa masalah sosial dapat diatasi dengan semata-mata
mendasarkannya pada suatu keinginan untuk memecahkan persoalan tadi, tanpa
mengadakan penelitian-penelitian yang mendalam dan objektif.

H. Tokoh-tokoh yang Memengaruhi Perkembangan Ilmu Sosiologi


1. Auguste Comte (1798-1857)
Merupakan bapak sosiologi yang pertama-tama memberi nama pada ilmu tersebut
(yaitu dari kata-kata socius dan logos). Comte mempunyai anggapan bahwa sosiologi
terdiri dari dua bagian pokok, yaitu social statistic dan social dynamic. Sebagai social
statistic, sosiologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik
antara lembaga-lembaga kemasyarakatan. Sementara itu social dynamic, meneropong
bagaimana lembaga-lembaga tersebut berkembang dan mengalami perkembangan
sepanjang masa.
Perkembangan tersebut pada hakikatnya melewati tiga tahap, sesuai dengan tahap-tahap
perkembangan pikiran manusia, yaitu sebagai berikut :
a. Tahap Teologis
Tahap ini merupakan tingkat pemikiran manusia yang beranggapan semua benda di
dunia ini mempunyai jiwa dan itu disebabkan oleh sesuatu kekuatan yang berada di atas
manusia. Cara pemikiran tersebut tidak dipakai dalam ilmu pengetahuan, karena ilmu
pengetahuan bertujuan untuk mencari sebab serta akibat dan gejala-gejala.
b. Tahap Metafisis
Pada tahap ini manusia masih percaya bahwa gejala-gejala di dunia ini disebabkan oleh
kekuatan-kekuatan yang berada di atas manusia. Manusia belum berusaha untuk
mencari sebab dan akibat gejala-gejala tersebut.
c. Tahap Positif
Tahap positif merupakan tahap dimana manusia telah sanggup untuk berpikir secara
ilmiah. Pada tahap ini berkembanglah ilmu pegetahuan.
Menurut Comte, masyarakat harus diteliti atas dasar fakta-fakta objektif dan dia juga
menekankan pentingnya penelitian-penelitian perbandingan antara pelbagai masyarakat
yang berlainan.

2. Herbert Spencer(1820-1903)
Spencer menguraikan materi sosiologi secara rinci dan sistematis. Ia mengatakan bahwa
objek sosiologi yang pokok adalah keluarga, politik, agama, pengendalian sosial dan
industri.
Spencer juga menekankan bahwa sosiologi harus menyoroti hubungan timbal balik antara
unsur-unsur masyarakat seperti pengaruh norma-norma atas kehidupan keluarga,
hubungan antara lembaga politik dan lembaga keagamaan. Unsur-unsur masyarakat tadi
mempunyai hubungan yang tetap dan harmonis, serta merupakan suatu integrasi.
Sebagaimana juga dengan Comte, Spencer menganggap penting penelitian atas
perkembangn masyarakat dan perbandingan atara masyarakat-masyarakat tersebut.
3. Emile Durkheim (1858-1917)
Menurut Emile Durkheim, sosiologi meneliti lembaga-lembaga dalam masyarakat dan
proses-proses sosial. Dalam sebuah majalah sosiologi yang pertama, yaitu L’annee
Sociologique, ia mengklasifikasikan pembagian sosiologi atas tujuh seksi, yaitu:
a. Sosiologi umum yang mencakup kepribadian individu dan kelompok manusia.
b. Sosiologi agama.
c. Sosiologi hukum dan moral yang mencakup organisasi politik, organisasi sosial,
perkawinan dan keluarga.
d. Sosiologi tentang kejahatan.
e. Sosiologi ekonomi yang mencakup ukuran-ukuran penelitian dan kelompok kerja
f. Demografi yang mencakup masyarakat pedesaan dan perkotaan.
g. Sosiologi estetika.
Dia juga menekankan pentingnya penelitian perbandingan karena sosiologi merupakan
ilmu mengenal masyarakat.
Di samping itu, Durkheim mengulas solidaritas dan angka bunuh diri dalam masyarakat
bersahaja sebagai sifat mekanis karena sifatnya yang spontan, sedangkan pada masyarakat
yang kompleks bersifat organis.

4. Max Weber (1864-1920)


Sosiologi dikatakannya sebagai ilmu yang berusaha memberikan pengertian tentang aksi-
aksi sosial. Max Webber, seorang Jerman, berusaha memberikan pengertian mengenai
perilaku manusia dan sekaligus menelaah sebab-sebab terjadinya interaksi sosial.
Disamping terkenal dengan metode “pengertian” nya (method of uunderstanding). Max
Weber juga terkenal dengan teori ideal typus. Ideal typus merupakan suatu konstruksi
dalam pikiran seorang peneliti yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisis
gejala-gejala dalam masyarakat. Ajaran-ajaran Max Weber amat menyumbang
perkembangan sosiologi, misalnya analisisnya tentang wewenang, birokrasi, sosiologi
agama, organisasi-organisasi ekonomi, dan seterusnya.

5. Charles Horton Cooley (1864-1929)


Seorang Amerika, yaitu Charles Hortonn Cooley, mengembangkan konsepsi mengenai
hubungan timbal balik dan hubungan yang tidak terpisahkan antara individu dengan
masyarakat. Terlebih dahulu dia mulai dengan perkembangan kehidupan manusia sejak
dia dilahirkan. Pada waktu manusia berada di bawah dominasi kelompok utama (primary
group), yaitu keluarga kelompok sepermainan dan rukun tetangga. Kelompok utama
ditandai dengan saling kenal antara warga serta kerja sama pribadi yang erat adalah
peleburan individu-individu dalam satu kelompok sehingga tujuan individu juga menjadi
tujuan kelompok.
Coooley dalam mengemukakan teorinya terpengaruh oleh aliran romantik yang
mengidamkan kehidupan bersama, rukun dan damai, sebagaimana dijumpai pada
masyarakat-masyarakat yang masih bersahaja. Dia prihatin melihat masyarakat-
masyarakat modern yang telah goyah norma-normanya sehingga masyarakat-masyarakat
bersahaja merupakan bentuk ideal yang terlalu berlebih-lebihan kesempurnaannya.

6. Pierre Guillaurne Frederic Le Play (1806-1882)

Anda mungkin juga menyukai