Anda di halaman 1dari 28

SOAL UJIAN SEMESTER

STAIN BENGKALIS

Mata Kuliah : ULUMUL QUR’AN

Prodi : KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

Bobot SKS : 2 sks

Semester/Kelas : 1 satu

Dosen : ABDUL RAUF,M.Pd.I

Tahun Akademik : 2020 – 2021

NAMA : ADELLA MAUDIYA ALFIRA

NIM : 183220608

1. Jelaskan Ruang lingkup ulumul Qur’an ?


2. Al-Qur’an dijamin Kemurniannya oleh allah sehingga sampai saat ini tanpa ada keraguan
sama sekali atas kebenarannya. Jelaskan factor-faktor yang menjamin kemurnian Al-
Qur’an !
3. Jelaskan pengertian Nuzulul Qur’an dan jelaskan tahapan-tahapan turunnya Al-Qur’an !
4. jelaskan pengertian Tafsir, Ta’wil dan terjemah !
5. bagaimana menurut mahasiswa (anda) tujuan dan manfaat mempelajari Ulumul Qur’an !
NAMA : ADELLA MAUDIYA ALFIRA

NIM : 183220608

Jawabannya :

1. Jelaskan Ruang lingkup ulumul Qur’an ?

Ruang Lingkup Pembahasan Ulumul Quran Atau Ilmu-ilmu Al-Quran

 Pengertian Ruang Lingkup Pembahasan Ulumul Quran

Ruang lingkup pembahasan ulumul quran berarti adalah cakupan pembahasan-


pembahasan atau masalah yang dibahas dalam ilmu al-Quran itu sendiri. Lebih
detail lagi bahwa ruang lingkup pembahasan ulumul Quran adalah wilayah kajian
yang berisi pembahasan dalam ulumul Quran.

Dari kemunculan ulumul Quran hingga masa sekarang ini tentu keluasan ruang
lingkup pembahasan ulumul Quran tidaklah sama. Pada saat dimana al-Quran
baru turun dan masyarakat baru mengetahui al-Quran, maka pembahasan ulumul
Quran pun hanya berkutat pada kata-kata yang sulit dipahami oleh masyarakat
Arab.

Lambat laun ulumul Quran pun memiliki ruang lingkup pembahasan yang lebih
luas dan semakin tajam dalam membahas al-Quran. Hingga ulumul Quran
dibukukan dan menjadi konsep yang jelas sehingga ulumul Quran menjadi ilmu
yang berdiri sendiri.

Sumber dan Perkembangan Ruang Lingkup Pembahasan Ulumul Quran

Ruang lingkup ‘Ulum Al-Qur’an ini berkembang dan semakin kompleks sesuai
dengan kebutuhan yang perlu segera diselesaikan dalam pembahasan yang
berkaitan dengan Al-Qur’an. Akan tetapi dalam perkembangannya, ‘Ulum Al-
Qur’an selalu berpegang kepada sumber-sumber dasar hukum Islam sebagai
berikut:

1) Al-Qur’an al-Karim

Al-Qur’an terkadang memuat ayat yang global, akan tetapi dijelaskan


secara terperinci pada ayat lainnya baik membatasi atau
mengkhususkannya, inilah yang disebut tafsir Al-Qur’an dengan Al-
Qur’an.

2) Hadis Nabi Muhammad Saw.

Beliau yang bertugas menjelaskan Al-Qur’an. Karena itu wajar jika para
sahabat bertanya kepada beliau ketika mendapakan kesulitan dalam
memahami sesuatu ayat. Di antara kandungan ayat Al-Qur’an terdapat ayat
yang tidak dapat diketahui takwil kecuali penjelasan Rasulullah Saw,
misalnya rincian tentang perintah shalat.

3) Pendapat Para Sahabat

Para sahabat merupakan orang paling dekat dan tahu dengan apa yang
diajarkan oleh Rasulullah Saw. Riwayat dari para sahabat yang berasal dari
Rasulullah Saw cukup menjadi acuan dalam pengembangan ilmu-ilmu Al-
Qur’an.

4) Pemahaman dan Ijtihad

Apabila para sahabat tidak mendapatkan tafsiran dalam Al-Qur’an dan


tidak pula mendapatkan sesuatu pun yang berhubungan dengan hal itu dari
Rasulullah Saw. dan banyak perbedaan di kalangan para sahabat, maka
mereka melakukan ijtihad dengan mengerahkan segenap kemampuan
nalar. Hal ini mengingat mereka adalah orang Arab asli yang sangat
menguasai bahasa Arab, dan mengetahui dengan baik aspek-aspek yang
ada di dalamnya.

Perkembangan pembahasan dan cabang-cabang ‘Ulum Al-Qur’an tidak terlepas


dari banyak faktor, seperti faktor sejarah yang membentuknya dalam kurun waktu
yang berlangsung lama. Tidak menutup kemungkinan cabang-cabang dari ‘Ulum
Al-Qur’an akan bertambah dari waktu ke waktu seiring dengan perkembangan-
perkembangan spesifikasi ilmu yang membahas Al-Qur’an.

Aspek yang menjadi cabang ‘Ulum Al-Qur’an sangat banyak dan selalu
berkembang seperti dalam kitab al-Burhân fî ‘Ulûm Al-Qur’an karangan Badr al-
Din al-Zarkasyi menyebut ada 74 ilmu.

 Ruang Lingkup Pembahasan Ulumul Quran

Bisa dibilang ketika telah menjadi ilmu yang mandiri, kajian dan ruang lingkup
pembahasan Ulumul Qur’an sangatlah luas. Banyak ulama berbeda pendapat
dalam mengklasifikasikan cakupan pembahasan dalam ilmu-ilmu al-Quran,
namun sebenarnya semua pendapat itu memang terkadang berbeda karena
perbedaan penyebutan atau pengklasifikasian ilmu saja.

Namun, ulumul Qur’an memang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang


luas, meliputi semua ilmu yang ada kaitan dengan Al-Qur’an, baik berupa ilmu-
ilmu diniyah seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab seperti balaghah
dan ilmu I’rabi Al-Qur’an.

Dalam kitab al-Itqan, Imam al-Syuyuti misalnya menjelaskan bahwa dalam


cakupan ruang lingkup pembahasan ulumul Quran, ada sebanyak 80 cabang ilmu.
Lebih dari itu, dari tiap-tiap cabang ilmu itu terdapat beberapa macam cabang
ilmu lagi.

Imam Suyuti juga mengutip pendapat dari seorang alim terkenal berkebangsaan
Spanyol, yaitu Abu Bakar Ibnu al-Araby yang mengatakan bahwa Ulumul Qur’an
terdiri dari 77450 ilmu. Pendapat ini sebenarnya didasarkan pada jumlah kata
yang terdapat dalam al-Qur’an dimana keseluruhannhya dikalikan empat.
Dikarenakan setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna zahir, batin,
terbatas, dan tidak terbatas.
Ungkapan di atas memang sama seperti dalam firman Allah Swt. dalam Al-
Qur’an Surat al-Kahfi ayat 109 berikut:

‫ات َربِّي َولَوْ ِج ْئنَا بِ ِم ْثلِ ِه َم َددًا‬


ُ ‫ت َربِّي لَنَفِ َد ْالبَحْ ُر قَ ْب َل أَ ْن تَ ْنفَ َد َكلِ َم‬
ِ ‫قُلْ لَوْ َكانَ ْالبَحْ ُر ِمدَادًا لِ َكلِ َما‬

Katakanlah: sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat


Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat
Tuhanku, meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)

Lebih jauh lagi bahwa pengukuran luang lingkup pembahasan ulumul Quran ini
masih dilihat dari mufradatnya saja. Belum ditambah dengan pembahasan pada
kalimat yang tersusun sehingga jumlah pembahasan ulumul Quran pun seakan tak
terhitung.

Kita ikuti lagi pendapat mufassir Indonesia yaitu bapak Quraish Shihab, dimana
pendapat beliau tentang cakupan ruang lingkup pembahasan ulumul Quran bisa
dibilang lebih ramping. Quraish Shihab dengan mengklasifikan materi
pembahasan Ulumul Qur’an dengan membaginya kedalam empat komponen:

1) Pengenalan terhadap al-Qur’an,


2) Kaidah-kaidah tafsir atau Qawaid tafsir,
3) Metode-metode tafsir,
4) kitab-kitab tafsir dan mufassir.

Dari klasifikasi cakupan ini, sepertinya Quraish shihab memetakan ulumul Quran
menjadi ulumul Tafsir.

Model klasifikasi lain dalam ruang lingkup ulumul Quran bisa kita lihat dari
pendapat Imam Jalal al-Din al-Bulqiny dimana beliau membagi kajian ilmu al-
Qur’an menjadi enam kelompok besar berupa:

1) Nuzul atau turunnya al-Quran,


2) Sanad atau periwayatan al-Quran,
3) Ada’ yang membahas tentang waqaf dan ibtida,
4) Al-Alfaz yang membahas Al-Quran dari segi lafadz seperti gharib,
muarrab, majaz dan lain sebagainya,
5) Ma’nan Muta‘alliq bi al-Ahkam seperti am khas, mutlak muqayyad dan
lain sebagainya,
6) Ma’nan muta’alliq bi al-alfaz seperti mubham, ithnab dan lain sebagainya.

Tak berhenti disitu, dalam satu pembahasan poin di atas juga dibagi menjadi
beberapa cabang pembahasan ulumul Quran sehingga cakupannya lebih luas.

Pendapat Hasby al-Shiddieqi tentang cakupan pembahasan Ulumul Qur’an ini


bisa dibilang mirip dengan apa yang diutarakan oleh Jalaluddin al-Bulqini,
dimana rinciannya adalah seperti berikut:

1) Aspek Nuzul.

Dimana pembahasan ini mengkaji tentang Ayat-ayat yang menunjukan


tempat dan waktu turunya ayat al-Qur’an misalnya makkiyah, madaniyah,
hadhariah, safariyah, nahariyah, lailiyah, syita’iyah, shaifiyah, dan
firasyiah.

2) Aspek Sanad.

Dimana pembahasan ini mengkaji tentang segi sanad yang mutawattir,


ahad, syadz, bentuk-bentuk qira’at nabi, para periwayat dan para
penghapal al-Qur’an, dan cara tahammul (penerimaan riwayat).

3) Ada’ al-Qira’ah.

Yaitu pembahasan yang menyangkut waqaf, ibtida’, imalah, madd, takhfif


hamzah, idgham.

4) Pembahasan lafadz-lafadz al-Quran

Yaitu pembahasan yang menyangkut lafadz Al-Qur’an, yaitu tentang


gharib, mu’rab, majaz, musytarak, muradif, isti’arah, dan tasybih.

5) Pembahasan makna al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum

yaitu ayat yang bermakna Am dan tetap dalam keumumanya, Am yang


dimaksudkan khusus, Am yang dikhususkan oleh sunnah, nash, zahir,
mujmal, mufashal, mantuq, mafhum, mutlaq, muqayyad, muhkam,
mutasyabih, musykil, nasikh mansukh, muqaddam, mu’akhar, ma’mul
pada waktu tertentu, dan ma’mul oleh seorang saja.

6) Pembahasan makna

Yaitu ilmu al-Qur’an yang berhubungan dengan lafadz, yaitu fasl, wasl,
i’jaz, itnab, musawah, dan qasr.

Dari banyaknya klasifikasi tenatang pembahasan ulumul Quran di atas, kita juga
bisa melihat ringkasan secara garis besar objek pembahasannya yang
disimpulkan oleh Hatta Syamsuddin, Lc, dalam Modul ‘Ulum Al-Qur’an sebagai
berikut:

1) Sejarah dan perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an.

Yang meliputi rintisan ‘Ulum Al-Qur’an pada masa Rasulullah SAW,


sahabat, tabi’in, tabi it-tabi’in, dan perkembangan selanjutnya lengkap
dengan nama-nama ulama dan karangannya di bidang ‘Ulum Al-Qur’an
di setiap zaman dan tempat.

2) Pengetahuan tentang Al-Qur’an.

Yang meliputi makna Al-Qur’an, karakteristik Al-Qur’an, nama-nama


Al-Qur’an, wahyu turunnya Al-Qur’an, Ayat Makkiyah dan
Madaniyah, asbab an-nuzul, dan sebagainya

3) Metodologi penafsiran Al-Qur’an.

Yang meliputi pengertian tafsir dan takwil, syarat-syarat mufassir dan


adab-adabnya, sejarah dan perkembangan ilmu tafsir, kaidah-kaidah
dalam penafsiran Al-Qur’an, muhkam dan mutasyabih, ‘am dan khas,
nashikh wa mansukh, dan sebagainya.

 Rincian Ruang Lingkup Pembahasan Ulumul Quran

Ruang lingkup ‘Ulum Al-Qur’an ini bila ditinjau dari segi pokok bahasannya
secara garis besar terdapat dua kelompok besar yaitu:
1) Ilmu Riwayah, yaitu ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata,
seperti yang membahas tentang macam-macam Qira’at, tempat turun ayat-
ayat Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya, dan sebab-sebabnya.

2) Ilmu Dirayah, yaitu ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu
yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam seperti
memahami lafaz yang gharib serta mengetahui ayat-ayat yang berhubungan
dengan hukum.

Hasby lebih memerinci tentang ruang lingkup ‘Ulum Al-Qur’an yang secara garis
besar terdiri dari persoalan sebagai berikut:

a) Persoalan turunnya Al-Qur’an, (nuzûl al-Qur’ân) yaitu pembahasan


menyangkut tempat dan waktu turun ayat Al-Qur’an, sebab-sebab turun
dan sejarah turun Al-Qur’an.

b) Persoalan sanad (Rangkaian para Periwayat), yaitu pembahasan


menyangkut sanad yang mutawatir, ahad, syadz, bentuk Qira’at Nabi, para
periwayat dan para penghapal Al-Qur’an dan cara tahammul (penerimaan
riwayat).

c) Persoalan Qira’at (ilmu tentang cara pembacaan al-Qur’an), yaitu


pembahasan yang menyangkut waqaf, ibtida, imalah, mad, takhfif hamzah,
idgham.

d) Persoalan kata-kata Al-Qur’an, yaitu pembahasan yang menyangkut lafaz


Al-Qur’an seperti gharib, mu’rab, majaz, musytarak, muradif, isti’arah dan
tasybih.
e) Persoalan makana-makna Al-Qur’an yang berkaitan dengan hukum, yaitu
pembahasan yang menyangkut ‘âmm, khâss, nash, zhahir, mujmal,
mufashshal, manthûq, mafhûm, mutlâq, muqayyad, muhkam,
mutasyabih,musykil, nashikh mansukh.

f) Persoalan makna Al-Qur’an yang berkaitan dengan kata-kata Al-Qur’an,


yaitu pembahasan yang menyangkut lafaz yaitu fashal, washal, ijaz,
ithnab, musawah, dan qashr.

Dengan melihat ruang lingkup kajian ‘Ulum Al-Qur’an baik dari yang sederhana
sampai yang terperinci maka akan terlahir berbagai cabang disiplin ‘Ulum Al-
Qur’an, dan pada suatu waktu tidak menutup kemungkinan akan timbul
perkembangan baru disiplin ‘Ulum Al-Qur’an yang pada generasi sebelumnya
belum ditemukan.

Berikut ini juga merupakan cabang ‘Ulum Al-Qur’an menurut Hasby Ash-
Shiddiqie yang dikutip oleh Rosihon Anwar sebagai berikut:

1) Ilmu Mawâthin al-nuzûl, yaitu ilmu yang menerangkan tempat-tempat


turunnya ayat, masanya, awal dan akhirnya,

2) Ilmu Tawârikh al-Nuzûl, yaitu ilmu yang menerangkan dan menjelaskan


masa turun ayat dan tertib turunnya, satu demi satu dari awal turun hingga
akhirnya dan tertib surat dengan sempurna.

3) Ilmu Asbab al-Nuzûl, yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab turunnya


ayat.

4) Ilmu Qirâat, yaitu ilmu yang menerangkan rupa-rupa Qira’at (bacaan yang
diterima dari Rasulullah SAW).
5) Ilmu Tajwid, yaitu ilmu yang menerangkan cara membaca Al-Qur’an,
tempat mulai dan pemberhentiannya.

6) Ilmu Ghârib al-Qur’ân yaitu, ilmu yang menerangkan makna kata-kata


yang ganjil yang tidak terdapat dalam kitab-kitab biasa, atau tidak terdapat
dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini menerangkan makna-makna kata
yang halus, tinggi dan pelik.

7) Ilmu I`râb al-Qur’ân yaitu ilmu yang menerangkan baris Al-Qur’an dan
kedudukan lafal dalam ta’bir ( susunan kalimat).

8) Ilmu Wujûh al-Nazhâir, yaitu ilmu yang menerangkan kata-kata Al-Qur’an


yang banyak arti, menerangkan makna yang dimaksud pada satu-satu
tempat.

9) Ilmu ma’rifat al-Mukham wa al-Mutasyâbih, yaitu ilmu yang menyatakan


ayat-ayat yang dipandang muhkam dan ayat-ayat yang dianggap
mutasyabih.

10) Ilmu al-Nâsikh wa al-Mansûkh, yaitu ilmu yang menerangkan ayat-ayat


yang dianggap mansukh oleh sebagian mufasir.

11) Ilmu Badai`u al-Qur’ân, yaitu ilmu yang membahas keindahan-keindahan


Al-Qur’an. Ilmu ini menerangkan kesusasteraan Al-Qur’an, kepelikan dan
ketinggian balaghahnya.

12) Ilmu I’jaz al-Qur’ân, yaitu ilmu menerangkan kekuatan susunan tutur Al-
Qur’an, sehingga dipandang sebagai mukjizat.
13) Ilmu Tanâsub ayat Al-Qur’an, yaitu ilmu yang menerangkan persesuaian
suatu ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya.

14) Ilmu AQ.S. âm al-Qur’ân, yaitu ilmu yang menerangkan arti dan maksud-
maksud sumpah yang terdapat dalam Al-Qur’an.

15) Ilmu Amsâl al-Qur’ân, yaitu ilmu yang menerangkan perumpamaan yang
ada dalam Al-Qur’an.

16) Ilmu Jidâl al-Qur’ân, yaitu ilmu untuk mengetahui rupa-rupa debat yang
dihadapkan Al-Qur’an kepada kaum musyrikin dan lainnya.

17) Ilmu Adab al-Tilâwah al-Qur’ân, yaitu ilmu yang mempelajari segala
bentuk aturan yang harus dipakai dan dilaksanakan di dalam membaca Al-
Qur’an, serta segala kesusilaan, kesopanan, dan ketentuan yang harus
dijaga ketika membaca Al-Qur’an.

 Ruang Lingkup Pembahasan Ulumul Quran Terpenting

Meskipun semua cabang dan ruang lingkup dalam pembahasan ulumul Quran itu
penting, namun para ulama ada yang berpendapat mengenai pembahasan ulumul
Quran yang paling penting.

Diantara cabang-cabang Ulum Al-Qur’an, para ulama sepakat menyatakan


terdapat cabang-cabang terpenting sebagai berikut:

a) Ilmu asbâb al-Nuzûl (ilmu tentang sebab-sebab turunnya ayat-ayat Al-


Qur’an)
b) Ilmu I’jâz al-Qur’ân (ilmu tentang kemukjizatan Al-Qur’an)

c) Ilmu nâsikh wa al-Mansûkh (Ilmu tentang ayat yang menghapus hukum


ayat lain dan ayat yang dihapuskan hukumnya oleh ayat lain).

d) Ilmu ahkâm al-Qur’ân (ilmu tentang hukum-hukum Al-Qur’an).

e) Ilmu Fadhâil Al-Qur’an (Ilmu tentang keutamaan-keutamaan Al-Qur’an).

f) Ilmu Ta’wil Al-Qur’an (ilmu tentang takwil Al-Qur’an )

g) Ilmu Muhkâm wa al-Mutasyâbih (Ilmu tentang ayat-ayat yang jelas dan


yang samar).

h) Târikh Al-Qur’an wa al-Tadwînih (sejarah Al-Qur’an dan


pembukuannya).

i) Ilmu I`râbal-Qur’ân (ilmu tentang tatabahasa Al-Qur’an).

j) Ilmu al-Qirâ’at (ilmu tentang bacaan-bacaan Al-Qur’an).

k) Ilmu Munâsabah (ilmu tentang sistematika Al-Qur’an).


2. Al-Qur’an dijamin Kemurniannya oleh allah sehingga sampai saat ini tanpa ada
keraguan sama sekali atas kebenarannya. Jelaskan factor-faktor yang menjamin
kemurnian Al-Qur’an !

 ayat 9 surat al hijr :

sesungguhnya kami yang menurunkan al-quran dan kami pula yang menjaganya.
dengan apa ? denagn para penghafal quran yang banyak di muka bumi ini. dan
bacaan mereka sama dengan generasi-generasi sebelumnya. baik dari harokat
bahkan hurufnya tidak ada yang berubah sampai sekarang

 terjaganya Alquran dg adanya para huffadz yg terdidik dg guru yg benar2 ada


sanad sampai rosululloh
 bahsa al quran merupakan bahasa wahyu dan tidak ada manusia yang bisa
membuat bahasa wahyu

berikut dalil yang mendukung atas faktor yang menjamin kemurnian Al-Qur’an

1) Masa Turunnya

Al-Qur-an diturunkan secara berangsur-angsur dalam waktu lebih kurang


23 tahun. Menurut beberapa riwayat, setelah bi`tsah, Rosululloh Saw
hidup di Mekah selama 13 tahun, kemudian hijrah kemadinah dan
bermukim dikota ini hingga akhir hayatnya, yakni selama 10 tahun. Ibn
Abbas mengatakan, Rosululloh diangkat sebagai nabi dan rosul dalam usia
40 tahun. Setelah bi`tsah beliau tinggal di Mekah 13 Tahun dan selama itu
beliau menerima wahyu. Beliau wafat dalam usia 63 tahun. Beberapa
sumber riwayat memperkirakan masa turunnya wahtu seluruhnya 20 tahun,
tetapi ada juga yang memperkirakan kurang lebih 25 tahun, namun yang
masyhur adalah 23 tahun. Menurut al-Sya`bi, al-Qur-an mula-mula turun
pada malam qodar (lailatul qodar). Setelah itu, ia terus diturunkan secara
berangsur-angsur. Pendapat ini berdasarkan pada firman Alloh Swt.

‫إِنَّا أَ ْنزَ ْلنَاهُ فِي لَ ْيلَ ِة ْالقَ ْدر‬

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam


kemuliaan.” {Q.S Al-Qodr (17) : 106}
‫ث َونَ َّز ْلنَاهُ تَ ْن ِزيال‬ ِ َّ‫َوقُرْ آنًا فَ َر ْقنَاهُ ِلتَ ْق َرأَهُ َعلَى الن‬
ٍ ‫اس َعلَى ُم ْك‬

“Dan Al Qur'an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar


kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami
menurunkannya bagian demi bagian.” {Q.S Al-Isro (17) : 106}

Tujuan Al-Qur-an diturunkan secara berangsur-angsur itu adalah agar


Rosululloh Saw dan para sahabatnya dapat menyimak, memahami,
mengamalkan, dan memeliharanya dengan baik. Rosululloh
membacakannya di hadapan para sahabatsecara perlahan-lahan dan para
sahabat membacanya sedikit demi sedikit.

Selain itu al-Qur-an diturunkan berkaitan dengan suatu peristiwa, baik


bersifat individual maupun social (kemasyarakatan). Dengan cara seperti
ini proses pemeliharaan kemurnian al-Qur-an berjalan dengan sendirinya.
Demikian pula mengenai lailatul qodr yang menandai permulaan turunnya
al-Qur-an. Penetapan mala mini dimaksudkan agar manusia dapat
mengingatnya, sehingga ia akan terus diingat dan dikenang. Ini juga
merupakan bentuk lain dari upaya pemeliharaan kemurnian al-Qur-an,
disamping menunjukan ke agunganNya.

Disetiap zaman Alloh menciptakan orang-orang yang dengan mudah dapat


menghafal ayat-ayat al-Qur-an. Alloh Swt menegaskan dalam firmanNya:

َ‫إِنَّا نَحْ نُ نَ َّز ْلنَا ال ِّذ ْك َر َوإِنَّا لَهُ لَ َحافِظُون‬

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya


Kami benar-benar memeliharanya.” {Q.S al-Hijr (15) : 9}

2) Yang Menyampaikan Al-Qur-an.

Al-Qur-an memberi informasi bahwa ia diturunkan dari lauh mahfudz ke


dunia melalui Malaikat Jibril. Lauh Mahfudz adalah tempat yang
terpelihara semacam disket dalam system computer yang terpelihara secara
apik dari gangguan dan pengrusakan. Hal ini dijelaskan dalam ayat yang
berbunyi:

‫ح َمحْ فُو ٍظ‬ ٌ ْ‫بَلْ هُ َو قُر‬.


ٍ ْ‫ فِي لَو‬.‫آن َم ِجي ٌد‬
“Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Qur'an yang mulia, yang
(tersimpan) dalam Lohmahfuz.” {Q.S Al-Buruj (85) : 21-22}.

3) Penerima Al-Qur-an

Sebagaimana disebutkan di atas, wahyu dari Alloh Swt disampaikan


kepada Nabi Muhammad Saw melalui malaikat Jibril. Sebagai penerima
wahyu, Nabi Muhammad dianugrahi Alloh sifat-sifat mulia yang mustahil
ia berdusta. Akhlaq beliau sangat agung. Hal ini ditegaskan Alloh dalam
firmanNya:

ٍ ُ‫ك لَ َعلى ُخل‬


‫ق َع ِظ ٍيم‬ َ َّ‫َوإِن‬

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”{Q.S


Al-Qolam (68) : 4}

4) Para Penulis Al-Qur-an

Al-Qur-an terdiri dari 6666 ayat yang dihimpun dalam 114 surat, mulai
dari surat al-fatihah sampai surat an-Nas, kemurnian dan keaslian ayat-ayat
tersebut dapat dilihat antara lain dari proses penulisannya. Wahyu pertama
yang diterima Nabi ialah ayat 1 s/d 5 surat al-Alaq, ketika beliau berada di
Gua Hiro, sedangkan wahyu terakhir adalah ayat ke 3 surat al-Maidah,
pada waktu beliau wukuf di arofah melakukan HAji Wada` 9 Zulhijah,
tahun ke 10 Hijrah, bertepatan dengan 7 Maret 632 M. Salah satu faktor
yang dapat menjamin keaslian dan kemurnian al-Qur-an ialah teks al-Qur-
an itu ditulis sesuai dengan tuntunan dan petunjuk Rosululloh.
Penulisannya dilakukan dihadapan beliau sendiri. Untuk keperluan
penulisan tersebut Rosululloh mengerahkan sejumlah penulis seperti
Khulafaur Rosyidin yang empat, Amir bin Fuhairoh, Ubay bin Ka`ab,
Tsabit bin Qois bin Samas, Zaid bin Tsabit, Mu`awiyyah bin Abi Sufyan,
termasuk saudara Abu Sufyan: Yazid bin Syu`bah, Zubair bin Awwam,
Kholid bin Walid, `Alla bin Al-Hadhromy, Amr bin `Ash, Abdullah bin
Al-Hadromy, Muhammad bin Maslamah, dan Abdullah bin Abdullah bin
Ubay bin salul.

 pemeliharaan al Qur’an pada masa Nabi saw  


1) Pengumpulan Al-Qur’an dalam dada berupa penghafalan oleh para
sahabat

Al-Qur’anul Karim turun kepada Nabi yang ummy (tidak bisa baca-


tulis). Karena itu perhatian Nabi hanyalah dituangkan untuk sekedar
menghafal dan menghayatinya, agar ia dapat menguasai Al-Qur’an
persis sebagaimana halnya Al-Qur’an yang diturunkan. Setelah itu ia
membacakannya kepada orang-orang dengan begitu terang agar
merekapun dapat menghafal dan memantapkannya. Yang jelas adalah
bahwa Nabi seorang yang ummy dan diutus Allah di kalangan orang-
orang yang ummy pula, Allah berfirman:

“Dialah  yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul


diantara mereka yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka,
mensucikan mereka dengan mengajarkan kepada mereka kitab dan
hikmah”. (Al-Jumu’ah: 2).

Begitu Al-Qur’an datang kepada mereka dengan jelas, tegas


ketentuannya dan kekuasaannya yang luhur, mereka merasa kagum,
akal fikiran mereka tertimpa dengan Al-Qur’an, sehingga
perhatiannya dicurahkan kepada Al-Qur’an. Mereka menghafalnya
ayat demi ayat dan surat demi surat. Mereka tinggalkan syair-syair
karena merasa memperoleh ruh/jiwa dari Al-Qur’an.

Ada beberapa faktor yang mendorong minat mereka untuk menghafal


kitab suci Al-Qur’an itu dengan segera, yaitu :

a) Al-Qur’an berisi berbagai ajaran dan petunjuk tentang


kehidupan yang baik, beradab, dan sejahtera, baik lahir
maupun batin. Ajaran-ajaran dan petunjuk-petunjuk tersebut
belum pernah mereka miliki sebelumnya. Untuk menjaga agar
ajaran-ajaran dan petunjuk-petunjuk tersebut tidak hilang,
mereka segera menghafal ayat-ayat al-Qur’an yang telah
mereka terima itu dengan sebaik-baiknya.
b) Belajar membaca dan mengajarkan al-Qur’an kepada orang
lain merupakan kegiatan ibadah yang paling utama dalam
Islam.
c) Orang yang terbaik dalam membaca al-Qur’an dan terbanyak
hafalannya akan mendapat prioritas untuk ditunjuk menjadi
imam shalat berjama’ah.
d) Rasulullah saw sendiri telah memerintahkan kepada para
sahabat agar selalu memelihara al-Qur’an dengan sebaik-
baiknya. Selain memerintahkan, Rasulullah saw juga
mengingatkan kepada para sahabat yang telah melupakan ayat-
ayat al-Qur’an yang telah dihafalnya.

Dengan adanya dorongan beberapa faktor itulah, dapat kita simpulkan


bahwa sebelum Rasulullah saw wafat, seluruh isi al-Qur’an telah
terpelihara secara utuh dalam hafalan sejumlah besar sahabat.

2) Pegumpulan dalam bentuk tulisan oleh para sahabat

Di samping telah menyuruh dan mendorong minat para sahabat untuk


menghafal al-Qur’an, Rasulullah saw juga telah menyuruh mereka
menuliskan ayat-ayat dari kitab suci itu ke atas benda apa saja yang bisa
ditulisi, seperti pelepah tamar, kepingan batu, potongan kayu, sobekan
kain, keratin tulang, dan lembaran kulit binatang yang sudah disamak.
Praktik yang demikian itu telah dijelaskan oleh ‘Utsman ibn ‘Affan ra.,
berikut ini:

Surat yang banyak ayatnya sering diturunkan kepada Rasulullah saw.


Karena itu, apabila sesuatu dari surat itu diturunkan, beliau memanggil
beberapa orang yang dapat menulis, kemudian beliau memanggil beberapa
orang yang dapat menulis seraya berkata, “Letakkanlah ayat-ayat ini di
surat yang di dalamnya disebutkan begini-begini. Surat al-Anfal termasuk
surat-surat yang pertama kali diturunkan di Madinah dan surat al-Baraah
termasuk surat yang terakhir diturunkan, padahal surat itu sama ceritanya
dengan surat al-Anfal. Karena itu, aku menganggapnya merupakan bagian
dari surat al-Anfal. Rasulullah saw wafat dan beliau tidak pernah
menjelaskan hal itu kepada kami.

Rasulullah SAW mempunyai beberapa orang sekretaris wahyu. Setiap


turun ayat Al-Qur’an beliau memerintahkan kepada mereka menulisnya,
untuk memperkuat catatan dan dokumentasi dalam kehati-hatian beliau
terhadap kitab Allah ‘Azza Wa Jalla, sehingga penulisan tesebut dapat
melahirkan hafalan dan memperkuat ingatan.
Penulis-penulis tersebut adalah sahabat pilihan yang dipilih oleh Rasul dari
kalangan orang yang terbaik dan indah tulisannya agar mereka dapat
mengemban tugas yang mulia ini.

Jumlah sahabat yang telah menuliskan al-Qur’an cukup banyak dan tidak
kurang dari 43 orang. Yang terkenal, antara lain Abu Bakar, Umar ibn al-
Khaththab, Usman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, Abu Sufyan dan dua
orang putranya, yaitu Mu’awiyah dan Yazid, Zaid ibn Tsabit, Sa’id ibn
al-‘Ash dan dua orang putranya, yaitu Abban dan Khalid, Zubair ibn al-
Awwam, Thalhah ibn ‘Ubaidillah, Sa’ad ibn Abi Waqqash, Amir ibn
Fuhairah, Abdullah ibn Rawahah, Abdullah ibn Sa’id ibn Sarah, Ubai ibn
Ka’ab, Tsabit ibn Qais, Hanzhalah ibn al-Rabi’, Syurahbil ibn Hasanah,
‘Ala ibn al-Hadlrami, Khalid ibn al-Walid, ‘Amr ibn ‘Ash, Mughirah ibn
Syu’bah, Mu’aiqib ibn Abi Fathimah, Huzaifah al-Yamani, dan Huwaithib
ibn Abd al-‘Uzza al-Amiri.

Mereka itu semuanya disebut katibu al-wahyi (para penulis wahyu).


Meskipun demikian, yang paling sering bersama Rasulullah saw dan
paling banyak menuliskan ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan di
Madinah adalah Zaid ibn Tsabit. Hal ini dikarenakan ia adalah sekretaris
pribadi Rasulullah saw. Sesuai dengan jabatannya itu, maka ia selalu
menyertai Rasulullah saw ke mana dan di mana saja beliau berada dan ia
pula yang pertama kali diminta beliau untuk menuliskan sesuatu yang
diperlukan, termasuk menuliskan ayat-ayat al-Qur’an yang baru
diturunkan. Adapun para penulis wahyu yang lain baru diminta Rasulullah
saw untuk menuliskan ayat-ayat al-Qur’an apabila Zaid ibn Tsabit
berhalangan. Itulah sebabnya, ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis oleh
penulis-penulis wahyu itu tidak sebanyak ayat yang ditulis Zaid.

Perhatian Rasulullah saw terhadap penulisan ayat-ayat al-Qur’an tidak


hanya setelah beliau berada di Madinah, tetapi juga selagi beliau masih
berada di Mekkah. Meskipun pada waktu itu jumlah kaum Muslim masih
sedikit dan sarana untuk penulisan masih langka serta kesempatan untuk
menuliskan ayat-ayat al-Qur’an masih terbatas, catatan-catatan atau
naskah-naskah yang berisi ayat-ayat al-Qur’an dapat saja beredar di antara
mereka.

Akhirnya, dari uraian  di atas dapat disimpulkan bahwa semua ayat al-
Qur’an yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad saw telah ditulis
oleh para penulis wahyu sebagaimana yang telah didiktekan beliau kepada
mereka, tanpa mengalami perubahan sedikit pun.
3) Penyusunan Semua Ayat Dan Surat Al-Qur’an Seperti Sekarang 

Untuk menjaga kemurnian al-Qur’an, maka Rasulullah saw tidak hanya


menyuruh para sahabat menghafal dan menuliskan ayat-ayat al-Qur’an
secara utuh, tetapi juga sekaligus menetapkan ayat-ayat al-Qur’an pada
suratnya masing-masing.

Ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah saw telah


memerintahkan kepada para penulis wahyu untuk meletakkan ayat-ayat al-
Qur’an pada suratnya masing-masing. Di samping itu, masih banyak lagi
riwayat yang berisi dukungan terhadap pernyataan tersebut. Misalnya,
seperti sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Abu Darda,’Siapa
saja yang telah menghafal 10 ayat dari permulaan surat al-Kahfi, ia akan
terpelihara dari fitnah Dajjal.’ Begitu pula dengan sabda Rasulullah saw
yang diriwayatkan oleh Umar ra. Katanya, “Ia sering bertanya kepada
Rasulullah saw tentang masalah kalalah.” Beliau kemudian menusukkan
jari-jari beliau ke dadanya seraya bersabda, “Ayat shaif yang terdapat di
surat an-Nisa sudah cukup untukmu.”

Ketiga hadis terakhir tersebut telah memberikan isyarat kepada kita bahwa
ayat-ayat al-Qur’an telah tersusun secara berurutan. Sebab, jika tidak
dipahami demikian, bagaimana mungkin seorang sahabat dapat
mengetahui urutan ayat-ayat al-Qur’an di dalam suatu surat sebagaimana
yang telah disebutkan dalam ketiga riwayat tersebut kalau tidak ada
susunan ayat al-Qur’an pada setiap surat yang telah baku dan diikuti oleh
semua orang.

Selain itu, telah pula terbukti bahwa Rasulullah saw telah membaca
beberapa surat al-Qur’an, seperti al-Baqarah, Ali-Imran, dan an-Nisa yang
ayat-ayatnya masing-masing sudah tersusun secara konsisten, baik dalam
shalat maupun khutbah Jum’at dengan didengar oleh para sahabat.
Demikian pula, Rasulullah saw telah membaca surat al-A’raf pada shalat
maghrib, membaca surat Alif Lam Mim Tanzil al-Kitab la raiba fih al-
Sajdah dan surat Hal ata ‘ala al-Insan al-Dahr pada shalat Subuh Jum’at
dan membaca surat al-Jum’ah dan surat al-Munafiqun pada shalat Jum’at
serta membaca surat Qaf dalam khutbah beliau.

Riwayat-riwayat di atas juga telah membuktikan kepada kita bahwa pada


masa Rasulullah saw ayat-ayat al-Qur’an telah disusun beliau satu-per satu
secara berurutan dalam surat masing-masing. Para sahabat juga jika
membaca dan menghafal suatu surat atau beberapa surat al-Qur’an atau
seluruh isi al-Qur’an selalu mengikuti susunan ayat yang telah mereka
dengar dari Rasulullah saw.

Di samping itu lagi, bagaimana mungkin para sahabat dapat secara terus-
menerus membaca dan menghafal al-Qur’an yang berisi berbagai macam
tuntutan dan banyak ayat itu, – baik pada waktu shalat maupun pada waktu
di luar shalat, baik pada waktu belajar maupun waktu mengajarkan al-
Qur’an kepada orang lain – jika tidak ada susunan dan urutan ayat yang
sudah baku dan tetap pada setiap surat? Jika kepada setiap orang diberikan
kebebasan membaca al-Qur’an menurut susunannya sendiri, akan terdapat
berbagai versi susunan ayat pada setiap surat. Kalau sudah demikian
jadinya, akan muncul kesulitan di kalangan sahabat untuk mengontrolnya
dan mengoreksi terjadinya kesalahan baca, padahal Rasulullah saw sendiri
telah berpesan, “Apabila salah seorang di antara kalian telah membuat
kesalahan atau tertinggal suatu ayat dalam shalatnya, yang mendengarnya
harus meluruskannya dan memberitahukan ayat yang tertinggal itu.

Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa pada masa Rasulullah saw


semua ayat al-Qur’an telah disusun oleh beliau dalam suratnya masing-
masing. Bahkan, menurut al-Zarkasyi dalam al-Burhan fi ‘Ulum Alqur’an
dan al-Suyuthi dalam al-Itqan fi ‘Ulum Alqur’an, seluruh kaum Muslim
juga sudah sepakat tentang hal itu.

3. Jelaskan pengertian Nuzulul Qur’an dan jelaskan tahapan-tahapan turunnya Al-


Qur’an !

 Pengertian dan Sejarah Nuzulul Qur’an

Lafadz ‘Nuzul’ secara etimologi (bahasa) berarti ”menetap di satu tempat” atau
“turun dari tempat yang tinggi”. Kata kerjanya ialah “nazala” yang artinya “dia telah
turun” atau “dia menjadi tetamu”. Pengertian Nuzulul Qur’an secara terminology
(istilah) yaitu Peristiwa diturunkannya wahyu Allah SWT (AL-Qur’an) kepada Nabi
Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril as secara berangsur-angsur.
Sejarah terjadinya peristiwa Nuzul al-Qur’an terjadi pada malam Jum’at, 17
Ramadhan, di Gua Hira tahun ke-41 dari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Peristiwa
itu dikisahkan dalam sebuah firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat: 185, yang
artinya: “Ramadhan yang padanya diturunkan Al-Qur’an, menjadi petunjuk bagi
sekalian manusia, dan menjadi keterangan yang menjelaskan petunjuk serta
menjelaskan perbedaan antara yang benar dan yang salah” (QS. Al-Baqarah: 185).

 Tahap Turunnya Al Qur’an

Yang dimaksud dengan Tahap-tahap diturunkannya Al-Qur’an adalah tertib dari


fase-fase disampaikannya kitab Suci Al-Qur’an, mulai dari sisi allah SWT sampai
kepada nabi Muhammad SAW. Kitab Suci ini tidak seperti kitab-kitab Suci
sebelumnya. Karena, Kitab Suci ini kebanyakan diturunkan secara bertahap,
sehingga betu-betul menunjukkan kemu’jizatannya. Selain itu, penyampaian Kitab
Suci tersebut sangat luar biasa, yang tidak dipunyai oleh kitab-kitab sebelumnya.
Proses-proses diturunkannya Al-Qur’an ada tiga fase atau tahapan, seperti yang akan
dijelaskan sebagai berikut:

1) Tahap Pertama

Tahapan Pertama, Al-qur’an diturunkan/ditempatkan ke Lauh Mahfudh. Lauh


Mahfudh adalah suatu tempat dimana manusia tidak bisa mengetahuinya secara
pasti. Dalil yang mengisyaratkan bahwa Al-qur’an itu diletakkan di Lauh
mahfudh itu ialah terdapat dalam firman Allah swt: “Bahkan (Yang didustakan
mereka) itu yaitu Al-Qur’an yang mulia yang tersimpan di lauh mahfudh.”
(QS. Al Buruj: 21 – 22). Tetapi berkaitan sejak kapan Al-quran ditempatkan di
Lauh mahfudh, dan bagaimana caranya merupakan hal-hal ghaib tidak ada
yang mampu mengetahuinya selain Allah SWT.

2) Tahapan Kedua

Tahapan kedua, Al-Qur’an singgah dari Lauh Mahfudh ke Baitul izzah di


Langit dunia. Sehinggai, setelah berada di Lauh Mahfudh, Kitab Al-Qur’an itu
letakkan ke Baitul Izzah di Langit dunia atau langit terdekat dengan bumi ini.
Banyak dalil yang menjelaskan penurunan Al-Qur’an tahapan keduanya ini,
baik dari ayat Al-Qur’an ataupun dari Hadits Nabi Muhammad saw,
diantaranya adalah seperti dibawah ini :

 Sesungguhnya Kami menurunkan-Nya (Al-qur’an) pada suatu malam


yang diberkahi. (QS. Ad-Dukhon: 3).
 Sesungguhnya Kami telah menurunkan-Nya (Al-qur’an) pada malam
kemuliaan. (QS. Al-Qadri: 1).
 ” (Beberapa hari itu) ialah Bulan Ramadlan, bulan yang didalamnya
diturunkan permulaan) Al-Qur’an”. (QS. Al-Baqarah: 185).

3) Tahapan Ketiga

Tahapan Ketiga, Al-Qur’an diturunkan dari Baitul Izzah dilangit dunia


langsung kepada Nabi Muhammad saw. Artinya, baik melalui perantaraan
Malaikat Jibril, atau pun secara langsung ke dalam hati sanubari Nabi
Muhammad saw, ataupun dari balik tabir.

Firman Allah swt. Al-Qur’an dan Hadits-hadits Nabi, di antaranya sebagai


berikut:

 ”Dan sesungguhnya Kami telah menyinggahkan kepadamu ayat-ayat


yang jelas.” (QS. Al-Baqarah: 99).
 ”Dia-lah yang menyinggahkan urunkan Al-Qur’an kepadamu. Di antara
(isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah point-point isi Al-Qur’an,
dan yang lain (ada ayat-ayat) yang mutasyabbihat.” (QS. Ali Imran: 7).
 ”Ia (Al-quran) itu dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibrl) ke dalam
hatimu (Muhammad) supaya kamu menjadi salah seorang diantara
orang–orang yang mengirim peringatan.” (QS. Asy – Syu’ara: 193 –
194).
 ”Sesungguhnya Al-Harits bin Hisyam bertanya kepada Rasulullah
SAW seraya berkata:” Wahai Rasulullah, bagaimanakah wahyu itu
turun kepadamu? Maka Rasulullah SAW bersabda:” kadang-kadang
datang kepadaku seperti gemurunnya bunyi lonceng, dan itu paling
berat bagiku. Maka begitu berhenti bunyi itu dariku, aku telah merajai
apa yang sudah diucapkannya. Dan kadang-kadang malaikat menyamar
kepadaku sebagai laki-laki, lalu mengajak berbicara denganku. Maka
aku kuasai apa yang diucapkannya.” Aisyah lalu berkata:” Saya pernah
menyaksikan beliau wahyu pada hari yang sangat dingin, tetapi begitu
selesai wahyu itu dari beliau, maka bercucurlah keringat dipelipis
beliau.” (H.R. Al-Bukhari).

 Al-Qur’an diturunkan dalam 7 huruf

Orang-orang Arab pada masa jahiliyah memiliki beberapa bahasa, mempunyai


beberapa macam ejaan, mempunyai perlainan istilah dan cara walaupun bahasa yang
digunakan mereka adalah bahasa golongan Quraisy. Al-Qur’an diturunkan
menggunakan bahasa Quraisy yang dikagumi segenap bangsa Arab yang bermacam-
macam qabilahnya. Dan Al-Qur’an juga diturunkan dengan memakai kalimat-
kalimat bahasa yang selain dari bahasa Quraisy dan juga masyhur dalam masysarakat
Arab agar mudah bagi kabilah-kabilah itu membaca Al-Qur’an dan
mengucapkannya. Bahasa Arab yang masyhur pada waktu itu ada tujuh macam.

Al-Qur’an diturunkan dalam tujuh dialek bahasa Arab. Akan tetapi yang selain dari
lughot quraisy. Setelah Islam berdiri teguh, bahasa Quraisylah yang mendominasi
bangsa Arab dan menjadi bahasa resmi bangsa arab. Sehingga di waktu khalifah
Utsman menyuruh menyalin shuhuf al-Qur’an ke dalam mushaf, beliaupun
menyuruh menyalin dan menulisnya dengan memakai bahasa Quraisy saja. Beliau
bertindak demikian, melainkan karena bahasa Quraisy itu telah mempengaruhi segala
dialek-dialek kabilah-kabilah Arab, juga karena untuk menghilangkan perselisihan-
perselisihan yang akan terjadi lantaran menyebut dan membaca itu.

 Bukti Sejarah Turunnya Al-Qur’an Secara Bertahap

Al-Qur’an merupakan sumber tujuan paling utama dalam ajaran Islam. Allah swt
menurunkannya kepada nabi muhammad saw. Agar disampaikan kepada umat
manusia. Hakikat diturunkannya al-qur’an yaitu menjadi acuan moral secara
universal bagi umat manusia untuk memecahkan masalah sosial yang timbul
ditengah-tengah masyarakat. Maka dari itu, al-qur’an secara kategoris dan tematik,
dihadirkan untuk menjwab berbagai masalah aktual yang dihadapi masyarakat sesuai
dengan konteks dan dinamika sejarahnya. Karena itu, masuk akal jika para mufasir
setutu bahwa prosesi penurunan al-qur’an kemuka bumi dilakukan oleh Allah swt.
Secara berangsur-angsur (gradual), tidak sekaligus, disesuaikan berdasarkan
kapasitas intelektual serta konteks masalah yang dihadapi manusia. Graduasi
penurunan Al-qur’an menjukkan tingkat kearifan serta kebesaran Allah swt.,
sekaligus membuktikan bahwa pewahyuan total pada satu waktu ialah sesuatu yang
dikatakan mustahil, karena bertentangan dengan fitrah manusia sebagai makhluk
yang dho’if (lemah).

4. jelaskan pengertian Tafsir, Ta’wil dan terjemah !

berikut pengertian dari Tafsir, Ta’wil dan Terjemah :

1) Tafsir

Tafsir menurut bahasa artinya menyingkap (membuka) dan melahirkan. Adapun


pengertian tafsir menurut para ulama yaitu sebagai berikut:

a) Menurut Al-Kilabi tafsir adalah menjelaskan Al-Qur’an, menerangkan


maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendaki dengan nashnya atau
dengan isyaratnya atau tujuannya.
b) Menurut Syekh Al-Jazairi tafsir pada hakikatnya adalah menjelaskan lafadz
yang sukar dipahami oleh pendengar dengan mengemukakan lafadz
sinonimnya atau makna yang mendekatinya, atau dengan jalan
mengemukakan salah satu dialah lafadz tersebut.
c) Menurut Az-Zakkasyi tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami
dan menjelaskan makna-makna kitab Allah yang diturunkan kepada
Rasulullah serta menyimpulkan kandungan-kandungan hukum dan
hikmahnya.
d) Sedangkan menurut Abu Hayyan tafsir adalah ilmu mengenai cara
pengucapan lafadz-lafadz Al-Qur’an serta cara mengungkapkan petunjuk,
kandungan-kandungan hukum, dan makna yang terkandung di dalamnya.
e) Menurut Al-Jurjani tafsir pada asalnya , ialah membukadan melahirkan.
Dalam istilah syara’, ialah menjelaskan makna ayat, urusannya, kisahnya,
dan sebab diturunkannya ayat, dengan lafazh yang menunjukannya secara
terang.
2) Takwil

Menurut lughat takwil adalah menerangkan dan menjelaskan. Adapun pengertian


takwil menurut para ulama yaitu sebagai berikut:

a) Menurut  Al-Jurzani takwil adalah memalingkan satu lafazh dari makna


lahirnya terhadap makna yang dikandungnya, apabila makna alternatif
yang dipandangnya sesuai dengan ketentuan Al-kitab dan As-sunnah.
b) Menuurut ulama khalaf takwil adalah mengalihkan suatu lafazh dari
makna yang rajih pada makna yang marjuh karena ada indikasi untuk itu.
c) Menurut sebagian ulama lain takwil ialah menerangkan salah satu makna
yang dapat diterima oleh lafazh.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan takwil adalah suatu usaha untuk
memahami lafazh-lafazh (ayat-ayat) Al-Qur’an melalui pendekatan memahami
arti atau maksud sebagai kandungan dari lafazh itu.

3) Terjemah

Arti terjemah menurut bahasa adalah salinan dari satu bahasa ke bahasa lain, atau
mengganti, menyalin, memindahkan kalimat dari suatu bahasa ke bahasa lain.

Sedangkan menurut istilah seperti yang dikemukakan oleh Ash-Shabuni:


“Memindahkan bahasa Al-Qur’an ke bahasa lain yang bukan bahasa ‘Arab dan
mencetak terjemah ini kebeberapa naskah agar dibaca orang yang tidak mengerti
bahasa ‘Arab, sehingga dapat memahami kitab Allah SWt, dengan perantaraan
terjemahan.”

Pada dasarnya ada tiga corak penerjemahan, yaitu:

a) Terjemah maknawiyyah tafsiriyyah, yaitu menerangkan makna atau


kalimat dan mensyarahkannya, tidak terikat oleh leterlek-nya, melainkan
oleh makna dan tujuan kalimat aslinya (sinonim dengan tafsir)
b) Terjamah harfiyah bi Al-mistli, yaitu menyalin atau mengganti kata-kata
dari bahasa asli dengan kata sinonimnya (muradif) ke dalam bahasa baru
dan terikat oleh bahasa aslinya.
c) Terjemah harfiyah bi dzuni Al-mistl, yaitu menyalin atau mengganti kata-
kata bahasa asli kedalam bahasa lain dengan memperhatikan urutan makna
dan segi sastranya.
5. bagaimana menurut mahasiswa (anda) tujuan dan manfaat mempelajari Ulumul
Qur’an !

Manfaat mempelajari ulumul Qur’an ialah bisa memahami, mengaplikasikan perintah


Allah SWT melalui Al-Qur’an dalam prospek kehidupan konkret serta ajaran
kehidupan sehabis hari akhir. Mempelajari Ulumul Qur’an meliputi pembahasan-
pembahasan yang berkaitan dengan Al Qur’an.

Sangat penting mempelajri Ulumul Qur’an, sebab Al Alquran merupakan ajaran utama
bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan di dunia ini, manfaat membaca Al Qur’an
biar dalam perjalanannya selalu menerima ridho, ketenangan, keselamatan dengan
mengetahui manfaat sedekah dalam Islam

Berbagai Manfaat mempelajari Ulumul Qur’an yakni sebagai berikut:

1) Memahami Isi Al Qur’an

Mempelajari ilmu perihal Al Qur’an akan memabawa kita pada pemahaman


terhadap Al Qur’an, segala hal mengenai ajaran hidup, hukum dan larangan
yang Allah ajarkan secara eksklusif melalui kalam nya. Turunnnya Al
Qur’an merupakan rahmat bagi seru sekalian alam menjadi dasar kehidupan
insan di bumi ini yang hany abersifat sementara. Sama halnya dengan
manfaat sedekah setiap hari Melakukan segala sesuatu dengan niat ibadah
hanya kepada Allah dengan berlandaskan Al Qur’an, Sunah Nabi dan Hadist
Shahih.

2) Pedoman Syarat dalam Penafsiran Al Qur’an

Seseorang yang berniat menafsirkan Al Qur’an harus menguasai ulumul


Qur’an itu merupakan syarat utama yang wajib dilakukan. Berbagai hal
tersebut perlu dilakukan biar menghindari salah tafsir akan makna kalamullah
sebab insan ialah kawasan banyak nya kekurangan dan kesalahan. Kajian
yang amat dalam perlu dilakukan biar tidak menyesatkan diri sendiri bahkan
orang lain.

3) Mempelajari Cara para mufassir dalam Menafsirkan Al Qur’an

Mempelajari Ulumul Qur’an akan membiasakan kita memahami aneka


macam metode yang dilakukan para muffasir dalam menafsirkan Al Qur’an
dengan manfaat gemar beribadah berguru ulumul Qur’an bukan kasus
gampang perlu usaha dan usaha yang panjang untuk sanggup mencapai pada
titik tersebut.

4) Mempertahankan Kesucian Al Qur’an

Al Qur’an ialah Kitab suci yang menjadi dasar untuk pegangan insan dalam
menjalani hidup. Berasal eksklusif dari Allah SWT melalui mediator
Rasullullah dimana merupakan pesan suci yang disampaikan, mempelajarinya
akan bisa mempertahankan kesucian dan keaslian makna ayat yang
terkandung didalamnya biar tidak dirusak oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab. Misalnya kita membaca sebuah novel dan hapal betul apa
yang terdapat didalamnya cerita, plot, tokoh, tempat, dan kisah akhirnya,
kalau suatu waktu novel tersebut diubah isinya oleh orang lain dan sanggup
merusak isinya tentu kita akan mengetahui secara pasti, apakah yang
dihilangkan atau ditambahkan ini hanya sebagai citra kecil saja bukan
sebanding kalau dengan mempelajari AL Qur’an tentu membutuhkan
pemahaman mendalam ibaratkan kita tidak akan tau apakah isi Al Qur’an
dirubah kalau bahkan kita idak tau isi yang terkandung didalamnya.

5) Mencegah Kesalahan dalam Menafsirkan Al Qur’an

Seseorang yang telah menghafal isi Al Qur’an tentu akan juga mendalami
secara lebih lanjut mengenai makna idalamnya, hal ini akan mencegah
terjadinya kesalahan dalam menafsirkan Al Qur’an.

Berbagai manfaat mempelajari ulumul Qur’an sangat penting, butuh waktu yang usang
serta pendalaman yang besar dengan berkuasa akan ilmu tersebut. hanya orang yang
telah andal dalam ilmu tersebut yang bisa menafsirkan ayat yang tersurat dalam Al
Qur’an biar menghindari salah tafsir dan berakibat pada hilangnya kesucian makna
dalam kandungan ayat Al Qur’an.

Anda mungkin juga menyukai