Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pada Umumnya, umat islam diwajibkan untuk selalu menjadikan kitab suci
Al-Quran sebagai landasan dalam hidup, untuk itu, pengetahuan sejarah
perkembangan maupun pengertian dari Al-Quran itu sendiri harus benar-benar
dimengerti. Selain merupakan sumber utama bagi ajaran islam, Al-qur’an   juga
sebagai pedoman, sumber rujukan bagi umat islam yang universal, baik meyangkut
kehidupan dunia maupun akhirat.
Ulumul qur’an atau juga di sebut ilmu-ilmu Al-Qur’an adalah kumpulan
sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaannya
sebagai Al-Quran maupun dari segi pemahaman terhadap apa yang terkandung di
dalamnya. Dengan demikian ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu rasmil Qur’an, ilmu
asbabul nuzul dan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an menjadi bagian
dari Ulumul Qur’an.
Sebelum kita mempelajari ilmu-ilmu Al-Qur’an, ada baiknya kita mengerti
terlebih dahulu sejarah adanya ulumul Qur’an. Dengan adanya pokok pembahasan
ini diharapkan mahasiswa semakin mencintai sumber utama umat islam yaitu Al-
Qur’an.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ilmu, Al-Qur’an, dan Ulumul Qur’an
2. Apa saja yang merupakan ruang lingkup dari ilmu Al-Qur’an
3. Bagaimana cara pembukuan serta pembakuan dari ilmu-ilmu Al-qur’an
4. Bagaimana sejarah serta perkembangan Al-Qur’an

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian ilmu, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an.
2. Untuk mengetahui ruanglingkup pembahasan ulumul Qur’an.
3. Untuk mengetahui betapa pentingnya mendalami ilmu Al-Qur’an.
4. Untuk mengetahui sejarah perkembangan Al-Qur’an.

1
BAB II
PEMBAHASAN

Alquran adalah mukjizat Islam yang abadi di mana semakin maju ilmu
pengetahuan, semakin tampak validitas kemukjizatannya. Allah SWT.
membebaskan manusia dari berbagai kegelapan hidup menuju cahaya Ilahi dan
menurunkannya kepada Nabi Muhammad SAW., demi membimbing mereka ke
jalan yang lurus. Rasulullah menyampaikannya kepada para sahabatnya sebagai
penduduk asli Arab yang sudah tentu dapat memahami tabiat mereka. Jika terdapat
sesuatu yang kurang jelas bagi mereka tentang ayat-ayat yang mereka terima,
mereka langsung menanyakannya kepada Rasulullah.

A. Pengertian ‘Ulumul Qur’an


1. Arti Kata ‘Ulum
Secara etimologi, kata ‘Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang
terdiri dari dua kata, yaitu “Ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ‘ulum   adalah
bentuk jamak dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu.[1] Kata ulum yang
disandarkan pada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini
merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an,
baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman
terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya.
2. Arti Kata Qur’an
Menurut bahasa, kata “Al-Qur’an” merupakan bentuk mashdar yang
maknanya sama dengan  kata “qira’ah” yaitu bacaan. Bentuk mashdar ini
berasal dari fi’il madhi “qoro’a” yang artinya  membaca.
Menurut istilah, “Al-Qur’an” adalah firman Allah yang bersifat
mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat
Jibril, yang dimulai surah Al-Fatihah dan diakhiri surah An-Nas, yang dinukil
dengan jalan mutawatir dan yang membacanya merupakan ibadah.
Sedangkan ”al-Qur’an” menurut ulama ushul, fiqih, dan ulama bahasa
adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
lafazh-lafazhnya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah,
yang diturunkan secara mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf, mulai dari

2
surat al-Fatihah sampai surat an-Nas, dengan demikian, secara bahasa, ’ulum
al-Qur’an adalah ilmu-ilmu (pembahasan-pembahasan) yang berkaitan dengan
al-Qur’an.[2]
3. Arti Kata Ulumul Qur’an
Kata ulum yang disandarkan kepada kata “al-Qur’an” telah memberikan
pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang
berhubungan dengan al-Qur’an, baik dari segi kberadaannya sebagai al-Qur’an
maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di
dalamnya. Secara istilah, para ulama telah merumuskan berbagai defenisi
Ulumul Qur’an.

B. Ruang Lingkup Ulumul Qur’an


Mengingat luasnya ruang lingkup kajian Ulumul Qur’an sehingga sebagian
ulama menjadikannya seperti luas yang tak terbatas. Bahkan, menurut Abu Bakar
Al-‘Arabi, ilmu-ilmu Al Qur’an itu mencapai 77.450. Hal ini didasarkan kepada
jumlah kata yang terdapat dalam Al Qur’an dengan dikalikan empat. Sebab setiap
kata dalam Al-Quran mengandung makna zahir, batin, terbatas, dan tidak terbatas.
Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-qur’an dengan
dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna Dzohir,
batin, terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan ini masih dilihat dari sudut
mufrodatnya. Adapun jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka
jumlahnya menjadi tidak terhitung.
Firman Allah :
“Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-
kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-
kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”.(Q.S.
Al-Kahfi :109).[3]

Namun demikian, Ash-Shiddieqi memandang segala macam pembahasan


Ulumul Quran itu kembali kepada beberapa pokok persoalan saja sebagai berikut:
Pertama, persoalan nuzul. Persoalan ini menyangkut tiga hal, yaitu waktu
dan tempat turunnya Al Qur’an, sebab-sebab turunnya Al Quran, dan sejarah
turunnya Al quran.[4]

3
Kedua, persoalan sanad. Persoalan ini meliputi hal-hal yang menyangkut
sanad yang mutawatir, yang ahad, yang syaz, bentuk-bentuk qiraat Nabi, para
periwayatnya dan para penghafal Al-Quran, dan cara tahammul (penerimaan
riwayat).
Ketiga, persoalan ada’ al qiroah (cara membaca al quran) hal ini menyangkut
waqof (cara berhenti), Ibtida’ (cara memulai) imalah, madd (bacaan yang
dipanjangkan), takhfif hamzah (meringankan bacaan hamzah) idghom
( memasukkan bunyi huruf yang sakin kepada bunyi huruf sesudahnya)
Keempat, pembahasan yang menyangkut lafal al quran yaitu tentang yang
ghorib (pelik), mu’rob (menerima perubahan akhir kata), majaz (metafora),
musytarak (lafal yang mengandung lebih dari satu makna), murodif (sinonim),
isti’arah (metaphor), dan tasbih (penyempurnaan).
Kelima, Persoalan makna al quran yang berhubungan dengan al quran, yaitu
ayat yang bermakna ‘amm (umum) dan tetap dalam keumumannya, ‘amm (umum)
yang dimaksud khusus, ‘amm (umum) yang dikhususkan oleh sunnah, yang nas,
yang dzahir, yang mujmal(bersifat global), yang mufassal (dirinci), yang mantuq
(makna yang berdasarkan pengutaraan) yang mafhum (makna yang berdasarkan
pemahaman), mutlaq (tidak terbatas), yang muqoyyad (terbatas), yang muhkam
(kukuh, jelas) mutashabih (samar), yang muskhil (maknanya pelik), yang nasikh
(menghapus), dan mansukh (dihapus), muqaddam (didahulukan), muakhor
( dikemudiankan), ma’mul (diamalkan) pada waktu tertentu, dan yang hanya ma’mul
(diamalkan) oleh seorang saja.
Keenam, persoalan, makna al quran yang berhubungan dengan lafal yaitu fasl
(pisah) wasl (berhubungan) ijaz (singkat) itnab (panjang) musawah (sama) dan qosr
(pendek).[5]

C. Cabang- Cabang Pokok Pembahasan


Ulumul Qur’an.Meskipun nama ilmu-ilmu yang menjadi pembahasan
Ulumul Quran telah disebutkan secara sepintas lalu, namun untuk lebih
mengenalnya perlu dikemukakan beberapa macam yang penting diketahui seorang
yang hendak menafsirkan atau menerjemahkan Alquran. Ilmu-ilmu Alquran pada
dasarnya terbagi ke dalam dua kategori. Pertama, ilmu riwayah, yaitu ilmu-ilmu
yang hanya dapat diketahui melalui jalan riwayat, seperti bentuk-bentuk  qiraat,

4
tempat-tempat turunnya Alquran, waktu-waktu turunnya. Kedua, ilmu dirayah,
yaitu ilmu-ilmu yang diketahui melalui jalan perenungan, berpikir, dan
penyelidikan, seperti mengetahui pengertian lafal yang gharib, makna-makna yang
menyangkut hukum, dan penafsiran ayat-ayat yang perlu ditafsirkan.
Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy, ada tujuh belas ilmu-ilmu Alquran yang
terpokok.[6]
a. Ilmu  Mawathin al-Nuzul
Ilmu ini menerangkan tempat-tempat turunnya ayat, masanya, awalnya,
dan akhirnya. Di antara kitab yang membahas ilmu ini adalah  Al-Itqan fi
‘Ulum al-Qur’an  karya Al-Suyuthi.
b. Ilmu Tawarikh al-Nuzul
Ilmu ini menerangkan masa turunnya ayat dan urutan turunnya satu
persatu, dari permulaan turunnya sampai akhir serta urutan turun surah dengan
sempurna.
c. Ilmu Asbab al-Nuzul
Ilmu ini menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat.  Di antara kitab yang
penting dalam hal ini adalah kitab  Lubab al-Nuqul karya Al-Suyuthi. Namun,
perlu diingat bahwa  banyak riwayat dalam kitab ini yang tidak sahih.
d. Ilmu Qiraat
Ilmu ini menerangkan bentuk-bentuk bacaan Alquran yang telah
diterima dari Rasul SAW. Ada sepuluh qiraat yang sah dan beberapa macam
pula yang tidak sah. Tulisan Alquran yang beredar di Indonesia adalah
menurut qiraatHafsh, salah satu qiraat yang ke tujuh.  Kitab yang paling baik
untuk mempelajari ilmu ini adalah Al-Nasyr fi al-Qiraat al-Asyr karangan
Imam Ibn al-Jazari.
e. Ilmu Tajwid
Ilmu ini menerangkan cara membaca Alquran dengan baik. Ilmu ini
menerangkan di mana tempat memulai, berhenti, bacaan yang panjang dan
yang pendek, dan sebagainya.
f. Ilmu Gharib Alquran
Ilmu ini menerangkan makna kata-kata yang ganjil dan tidak terdapat
dalam kamus-kamus bahasa Arab yang biasa atau tidak terdapat dalam
percakapan sehari-hari. Ilmu ini berarti menjelaskan  makna kata-kata yang

5
pelik dan tinggi. Di antara kitab penting dalam ilmu ini adalah Al-Mufradat li
Alfaz al-Qur’an al-Karim karangan Al-Raghib al-Ashfahani. Kitab ini sangat
penting bagi seorang mufassir atau penerjemah Alquran.
g. Ilmu I’rab Alquran
Ilmu ini menerangkan baris kata-kata Alquran dan kedudukannya dalam
susunan kalimat. Di antara kitab penting dalam ilmu ini adalah  Imla’ al-
Rahman karangan Abd al-Baqa al-Ukbari.
h. Ilmu Wujuh wa al-Nazair
Ilmu ini menerangkan kata-kata Alquran yang mengandung banyak arti
dan menerangkan makna yang dimaksud pada tempat tertentu. Ilmu ini dapat
dipelajari dalam kitab Mu’tarak al-Aqran karangan Al-Suyuthi.
i. Ilmu Ma’rifah al-Muhkam wa al- Mutasyabih
Ilmu ini menjelaskan ayat-ayat yang dipandang muhkam  (jelas
maknanya) dan yang mutasyabih  (samar maknanya, perlu ditakwil). Salah satu
kitab menyangkut ilmu ini ialah Al-Manzumah al-Sakhawiyah karangan  Al-
Sakhawi.
j. Ilmu Nasikh wa al-Mansukh
Ilmu ini menerangkan ayat-ayat yang dianggap mansukh (yang
dihapuskan) oleh sebagian para mufassir. Di antara kitab-kitab yang membahas
hal ini adalah Al-Nasikh wa al-Mansukh karangan Abu Ja’far al-Nahhas, Al-
Itqankarangan Al-Suyuthi, Tarikh Tasyri’ dan Ushul al-Fiqh karangan Al-
Khudhari.
k. Ilmu Badai’ Alquran
Ilmu ini bertujuan menampilkan keindahan-keindahan Alquran dari
sudut kesusastraan, keanehan-keanehan, dan ketinggian balaghahnya. Al-
Suyuthi mengungkapkan yang demikian dalam kitabnya Al-Itqan dari halaman
83 s/d 96 dalam jilid II.
l. Ilmu I’jaz Alquran
Ilmu ini menerangkan susunan dan kandungan ayat-ayat Alquran
sehingga dapat membungkemkan para sastrawan Arab. Di antara kitab yang
membahas ilmu ini adalah I’jaz al-Qur’an karangan Al-Bagillani.

6
m. Ilmu Tanasub Ayat Alquran
Ilmu ini menerangkan penyesuaian dan keserasian antara suatu ayat dan
ayat yang di depan dan yang di belakangnya. Di antara kitab yang memaparkan
ilmu ini ialah Nazm al-Durar karangan Ibrahim al-Biqa’i.
n. Ilmu Aqsam Alquran
Ilmu ini menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah Tuhan yang
terdapat dalam Alquran. Ibn al-Qayyim telah membahasnya dalam
kitabnya Al-Tibyan.
o. Ilmu Amtsal Alquran
Ilmu ini menerangkan maksud perumpamaan-perumpamaan yang
dikemukakan Alquran. Al-Mawardi telah membahasnya dalam kitabnya
berjudul Amtsl al-Qur’an.
p. Ilmu Jidal Alquran
Ilmu ini membahas bentuk-bentuk dan cara-cara debat dan bantahan
Alquran yang dihadapkan terhadap kaum Musyrik yang tidak bersedia
menerima kebenaran dari Tuhan. Najmuddin telah mengumpulkan ayat-ayat
yang menyangkut ilmu ini.
q. Ilmu Adab Tilawah Alquran
Ilmu ini merupakan tata-cara dan kesopanan yang harus diikuti ketika
membaca Alquran. Imam Al-Nawawi telah memaparkan dalam kitabnya
berjudul kita Al-Tibyan.

Inilah tujuh belas macam ilmu Alquran yang sangat ditentukan oleh   Ash-
Shiddieqy untuk memahirkan oleh setiap orang yang bermaksud menafsirkan atau
menterjemahkan Alquran. Sebelum itu, ia juga harus menguasai ilmubalaghah,
bahasa dan kaidah-kaidahnya, ilmu kalam dan ilmu ushul. Namun demikian,
tampaknya masih banyak lagi ilmu-ilmu yang harus dikuasai oleh seorang mufassir
atau penerjemah. Setidaknya satu ilmu lagi harus ditambahkan kepada ilmu-ilmu
yang disebutkan Ash-Shiddieqy di atas, yaitu ilmu tafsir .[7]
Ilmu tafsir merupakan bagian dari Ulumul Quran. Ilmu tafsir berfungsi
sebagai alat untuk mengungkap isi dan pesan yang terkandung dalam ayat-ayat
Alquran. Ulumul Quran lebih umum dari ilmu tafsir karena Ulumul Quran ialah  
segala ilmu-ilmu yang mempunyai hubungan dengan Alquran. Ilmu tafsir tidak

7
kurang penting dari ilmu-ilmu di atas, terutama setelah berkembangnya dengan
menampilkan berbagai metodologi, corak, dan alirannya. Kadang-kadang Ulumul
Quran ini juga disebut Ushul At-Tafsir (dasar-dasar/prinsip-prinsip penafsiran),
karena memuat berbagai pembahasan dasar atau pokok yang wajib dikuasai dalam
menafsirkan Alquran.

D. SEJARAH PERKEMBANGAN ULUMUL QUR’AN


Sebagai ilmu yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, Ulumul
Quran tidak lahir sekaligus. Ulumul Quran menjelma menjadi suatu disiplin ilmu
melalui proses pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan
kesempatan untuk membenahi Alquran dari segi keberadaannya dan segi
pemahamannya. Makalah ini akan memaparkan perkembangan Ulumul Quran pada
masa Rasulullah SAW., masa Khulafa al-Rasyidin, dan masa Tadwin (Penulisan
Ilmu).

1. Perkembangan Ulumul Quran Pada Masa Rasulullah SAW


Pada masa Rasulullah SAW. ini Alquran belum dibukukan. Di masa
Rasulullah SAW. dan para sahabat, Ulumul Quran belum dikenal sebagai suatu
ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Pada masa Rasulullah SAW., Ulumul
Quran dipelajari secara lisan, hal ini berlangsung terus sampai beliau wafat.
[8] Karena para sahabat yang menerima Alquran asli orang Arab dengan
keistemewaan hafalan yang kuat, kecerdasan, kemampuan menangkap makna
yang terkandung dalam Alquran. Para sahabat adalah orang-orang Arab asli
yang dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa
yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. Bila mereka menemukan kesulitan
dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung
kepada Rasulullh SAW.
Sebagai contoh, ketika turun ayat :
 “Dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman …”
(QS Al-An’am (6): 82). Para sahabatnya bertanya: “Siapa dari kami yang
tidak menganiaya (menzalimi) dirinya !”. Nabi menjawab, “Pemahamannya
tidak seperti yang kalian maksudkan, tidakkah kalian mendengar apa yang
dikatakan seorang hamba yang soleh kepada anaknya”.[9] 

8
Nabi menafsirkan kata zulm di sini dengan syirk berdasarkan ayat di
bawah ini :
“Sesungguhnya syirik itu kezaliman yang besar” (QS Luqman(31):13)“
Adapun tentang kemampuan Rasulullah SAW. memahami Alquran
tentunya tidak diragukan lagi karena ialah yang menerimanya dari Allah
dan Allah yang mengajari segala sesuatunya. Dengan demikian ada tiga
faktor yang menyebabkan Ulumul Quran tidak dibukukan di masa
Rasulullah SAW. dan sahabat.
Pertama, kondisinya tidak membutuhkan karena kemampuan
mereka yang besar untuk memahami Alquran dan Rasulullah SAW. dapat
menjelaskan maksudnya.
Kedua,  para sahabat sedikit sekali yang pandai menulis.
Ketiga, adanya larangan Rasul untuk menuliskan selain Alquran.
Semua ini merupakan faktor yang menyebabkan tidak tertulisnya ilmu ini
baik di masa Nabi SAW. maupun di zaman sahabat.[10]
Sebagian besar para sahabat Nabi terdiri dari orang-orang buta
huruf, dan alat tulis menulis pun tidak dapat mereka peroleh dengan mudah.
Itu juga merupakan halangan bagi kegiatan menulis buku tentang ilmu
Alquran.[11]
Di lain pihak ada larangan dari Rasulullah SAW., untuk menuliskan
selain Alquran. Hal ini seperti diriwayatkan oleh Muslim yang berbunyi :

F‫ﺭ‬F‫ﺎ‬F‫ﻨ‬F‫ﻠ‬F‫ﺍ‬F‫ﻥ‬F‫ﻤ‬F‫ﻩ‬F‫ﺩ‬F‫ﻌ‬F‫ﻘ‬F‫ﻤ‬F‫ﺃ‬F‫ﻭ‬F‫ﺒ‬F‫ﺘ‬F‫ﻴ‬F‫ﻠ‬F‫ﻓ‬F‫ﺍ‬F‫ﺩ‬F‫ﻤ‬F‫ﻌ‬F‫ﺘ‬F‫ﻤ‬F‫ﻲ‬F‫ﻠ‬F‫ﻋ‬F‫ﺏ‬F‫ﺫ‬F‫ﻜ‬F‫ﻥ‬F‫ﻤ‬F‫ﻭ‬F‫ﺝ‬F‫ﺤﺭ‬F‫ﻻ‬F‫ﻭ‬F‫ﻰ‬F‫ﻨ‬F‫ﻋ‬F‫ﺍ‬F‫ﻭ‬F‫ﺜ‬F‫ﺩ‬F‫ﺤ‬F‫ﻭ‬F‫ﻪ‬F‫ﺤ‬F‫ﻤ‬F‫ﻴ‬F‫ﻠ‬F‫ﻓ‬F‫ﻥ‬F‫ﺍ‬F‫ﺭ‬F‫ﻘ‬F‫ﻠ‬F‫ﺍ‬F‫ﺭ‬F‫ﻴ‬F‫ﻏ‬F‫ﻰ‬F‫ﻨ‬F‫ﻋ‬F‫ﺏ‬F‫ﺘ‬F‫ﻜ‬F‫ﻥ‬F‫ﻤ‬F‫ﻭ‬F‫ﻰ‬F‫ﻨ‬F‫ﻋ‬F‫ﺍ‬F‫ﻭ‬F‫ﺒ‬F‫ﺘ‬F‫ﻜ‬F‫ﺘ‬F‫ﻻ‬

Artinya : “Janganlah sekali-kali kalian menulis apapun dariku. Dan


barang siapa yang menuliskan selain Alquran maka harus menghapusnya,
dan ceritakanlah apa yang kalian dengar dariku karena itu tidak apa-apa,
barang siapa yang berbohong kepadaku dengan sengaja maka bersiaplah
untuk mencari tempat duduk di neraka”.[12]
Larangan beliau itu didorong kekhawatiran akan terjadinya
pencampuran Alquran dengan hal-hal yang bukan dari Alquran. Pada masa
Rasulullah SAW., penulisan Alquran dilakukan oleh beberapa penulis

9
wahyu yaitu Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Muadz bin Jabal, Muawiyah
bin Abi Sufyan, Khulafaur Rasyidin dan sebagainya.

2. Perkembangan Ulumul Quran Pada Masa Khulafa al Rasyidin 


Pada zaman kekhalifaan Abu Bakar dan Umar, ilmu Alquran masih
diriwayatkan melalui penuturan secara lisan.[13]Ketika Abu Bakar Shiddiq
menjadi khalifah terjadi pertempuran yang sangat sengit antara kaum muslimin
dengan pengikut Musailamah al-Kadzab yang menimbulkan banyak korban. Di
pihak muslimin ada tujuh puluh penghafal Alquran yang gugur, sehingga Umar
bin Khattab mengusulkan kepada Abu Bakar untuk menuliskan Alquran dalam
satu mushaf. Pada mulanya Abu Bakar merasa ragu untuk menerima usul Umar
tersebut dan memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk menuliskan Alquran dalam
bentuk mushaf.
Ketika di zaman Utsman di mana orang Arab mulai bergaul dengan
orang-orang non Arab, pada saat itu Utsman memerintahkan supaya kaum
muslimin berpegang pada mushaf induk dan membuat reproduksi menjadi
beberapa buah naskah untuk dikirim ke daerah-daerah. Bersamaan dengan itu
ia memerintahkan supaya membakar semua mushaf lainnya yang ditulis orang
menurut caranya masing-masing. Di zaman Khalifah Utsman wilayah Islam
bertambah luas sehingga terjadi perbauran antara penakluk Arab dan bangsa-
bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab. Keadaan demikian menimbulkan
kekhawatiran sahabat akan tercemarnya keistimewaan bahasa Arab dari bangsa
Arab. Bahkan dikhawatirkan akan terjadinya perpecahan di kalangan kaum
Muslimin tentang bacaan Alquran yang menjadi standar bacaan bagi mereka.
Untuk menjaga terjadinya kekhawatiran itu, disalinlah dari tulisan-tulisan
aslinya sebuah Alquran yang disebut Mushhaf Imam. Dengan terlaksananya
penyalinan ini maka berarti Utsman telah meletakkan suatu dasar Ulumul
Qur’an yang disebut Rasm al-Qur’an atau Ilm al Rasm al-Utsmani.[14]
Di masa Ali bin Abu Thalib terjadi perkembangan baru dalam bidang
ilmu Alquran. Karena banyaknya melihat umat Islam yang berasal dari bangsa
non-Arab, kemerosotan dalam bahasa Arab, dan kesalahan dalam pembacaan
Alquran, Ali menyuruh Abu al-Aswad al-Duali (w.63 H.) untuk menyusun
kaidah-kaidah bahasa Arab. Hal ini dilakukan untuk memelihara bahasa Arab

10
dari pencemaran dan menjaga Alquran dari keteledoran pembacanya. Tindakan
khalifah Ali ini dianggap perintis bagi lahirnya ilmu Nahwu dan  I’rab
Alquran.[15]

3. Perkembangan Ulumul Quran Pada Masa Tadwin (Penulisan Ilmu)


Setelah berakhirnya zaman khalifah yang Empat, timbul zaman Bani
Umayyah. Kegiatan para sahabat dan Tabi’in terkenal dengan usaha-usaha
mereka yang tertumpu pada penyebaran ilmu-ilmu Alquran melalui jalan
periwayatan dan pengajaran secara lisan, bukan melalui tulisan atau catatan.
Kegiatan-kegiatan ini dipandang sebagai persiapan bagi masa pembukuannya.
Orang-orang yang paling berjasa dalam periwayatan ini adalah; khalifah yang
Empat, Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, Zaid ibn Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari,
Abdullah ibn al-Zubair dari kalangan sahabat. Sedangkan dari kalangan
Tabi’in ialah Mujahid, ‘Atha, ‘Ikrimah, Qatadah, Al-Hasan al-Bashri, Sa’id ibn
Jubair, dan Zaid ibn Aslam di Madinah. Dari Aslam ilmu ini diterima oleh
putranya Abdul Rahman bin Zaid, Malik ibn Anas dari generasi Tabi’i al-
tabi’in. Mereka ini semua dianggap sebagai peletak batu pertama bagi apa
yang disebut ilmu tafsir, ilmu asbab al-nuzul, ilmu nasikh dan mansukh,
ilmu gharib Alquran dan lainnya.[16]

4. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad II H


Kemudian, Ulumul Quran memasuki masa pembukuannya pada abad
ke-2 H. Para ulama memberikan prioritas perhatian mereka terhadap ilmu tafsir
karena fungsinya sebagai Umm al-‘Ulum al-Qur’aniah (Induk Ilmu-ilmu
Alquran). Para penulis pertama dalam tafsir adalah Syu’bah Ibn al-Hajjaj.
Sufyan ibn Uyaynah dan Waqi’ Ibn al-Jarrah[17]Kitab-kitab tafsir mereka
menghimpun pendapat-pendapat sahabat dan tabi’in.

5. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad III H


Pada abad ke-3 menyusul tokoh tafsir Ibn Jarir al-Thabari (w. 310 H.)
Al-Thabari adalah mufassir pertama membentangkan bagi berbagai pendapat
dan mentarjih  sebagiannya atas lainnya. Ia juga
mengemukakan  i’rab danistinbath (penggalian hukum dari Alquran).

11
Di abad ke-3 ini juga lahir ilmu asbab al-nuzul,
ilmu nasikh danmansukh, ilmu tentang ayat-ayat Makkiah dan Madaniah. Guru
Imam al-Bukhari, Ali Ibn al- Madini mengarangasbab al-nuzul; Abu Ubaid al-
Qasim Ibn Salam (w.224 H.) mengarang
tentang nasikh dan mansukh, qirrat dan keutamaan-keutamaan Alquran.
Muhammad Ibn Ayyub al-Dharis menulis tentang kandungan ayat-ayat yang
turun di Mekkah dan Madinah.Muhammad Ibn Khalaf Ibn al-Mirzaban (w. 309
H) mengarang kitab al-Hawi fi ’Ulum al-Qur’an.[18]

6. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad IV H


Di abad ke-4 lahir ilmu gharib al-Qur’an dan beberapa kitab Ulumul
Quran. Di antara tokoh-tokoh Ulumul Quran ini ialah Abu Bakar Muhammad
Ibn al-Qasim al-Anbari (w. 328 H.) dengan kitabnya ‘Ajaib ulum al-Qur’an.
Di dalam kitab ini al- Anbari berbicara tentang keutamaan-keutamaan
Alquran,  turunnya atas tujuh huruf, penulisan mushhaf-mushhaf, jumlah
surah, ayat, dan kata-kata Alquran.  Abu al-Hasan al-Asy’ari (w. 324 H.)
mengarang al-Mukhtazan fi’ulum al-Qur’an (Yang Tersimpan di Dalam Ilmu
Alquran), kitab yang berukuran besar sekali.Abu Bakar al-Sijistani.
mengarang Grarib al-Qur’an; Abu Muhammad al-Qashshab Muhammad Ibn
Ali al-Kharkhi (w. 360 H.) mengarang Nukat al-Qur’an al-Dallah ’ala al-
Bayan fi Anwa’ al-‘Ulum wa al-Ahkam al-Munbiah ’an Ikhtilaf               al-
Anam(Titik-Titik Alquran Menunjukkan Kejelasan Tentang Berbagai Ilmu dan
Hukum yang Memberitakan Perbedaan Pikiran Insani) dan Muhammad Ibn Ali
al-Adfawi (w. 388 H.) mengarang Al-istghna’ fi ’Ulum al-Qur’an  (Kebutuhan
Akan Ilmu Alquran).[19]

7. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad V H


Di abad ke-5 muncul pula beberapa tokoh ilmu qirrat, di antaranya
ialah     Ali Ibn Ibrahim Ibn Sa’id al-Hufi. mengarang Al-Burhan fi ’Ulum al-
Qur’an dan i’rab al-Quran. Abu Amral-Dani (w. 444 H.) menulis kitab Al-
Taisir fi al-Qiraat al-Sab’i dan Al-Mukham fi al-Nuqath. Dalam abad ini juga
lahir ilmu amtsal al-Qur’an yang di antara lain dikarang oleh Al-Mawardi (w.
450 H.).[20]

12
8. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad VI H
Pada abad ke-6, di samping banyak ulama yang melanjutkan
pengembangan ilmu-ilmu Alquran yang telah ada, lahir pula ilmu mubhamat
al-Qur’an. Abu al-Qasim Abd al-Rahman al-Suhaili (w. 581 H.)
mengarang Mubhamat al-Qur’an. Ilmu ini menerangkan lafal-lafal Alquran
yang maksudnya apa dan siapa tidak jelas. Misalnya kata rajulun(seorang
lelaki) atau malikun (seorang raja). Ibn al-Jauzi ( w.597 H.) menulis
kitab Funun al-Afnan fi’Ajaib al-Qur’an dan kitab Al-Mujtaba fi ’Ulum
Tata’allaq bi al-Qur’an.
9. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad VII H
Pada abad ke-7 Abd al-Salam yang terkenal dengan sebutan Al-‘Izz  (w.
660 H.) mengarang kitab Majaz al-Qur’an. ’Alam al-Din al-Sakhawi (w. 643
H.) mengarang tentang qirrat. Ia menulis kitab Hidayah al-Murtab fi al-
Mutasyabih yang terkenal dengan nama Al-Sakhawiyah. Abu Syamah Abd al-
Rahman Ibn Ismal al-Maqdisi (w. 665 H.) menulis kitab Al-Mursyid al-Wajiz
fi ma Yata’allaq bi al-Qur’an al-‘Aziz.

10. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad VIII H


Pada abad ke-8 muncul beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru
tentang Alquran. Sementara itu penulis tentang kitab-kitab tentang ilmu-ilmu
sebelumnya telah lahir terus berlangsung. Ibn Abi al-Ishba’ menulis
tentang badai’al-Qur’an. Ilmu ini membahas keindahan bahasa dalam
Alquran. Ibn al-Qayyim ( w.752 H.) menulis tentang Aqsam Alquran. Ilmu ini
membahas tentang sumpah-sumpah Alquran. Najmuddin al-Thufi (w.716 H.)
menulis tentang Hujaj Alquran. Ilmu ini membahas tentang bukti-bukti yang
dipergunakan Alquran dalam menetapkan suatu hukum. Abu al-Hasan al-
Mawardi menyusun ilmu amtsal Alquran. Ilmu ini membahas tentang
perumpamaan-permpamaan yang ada dalam Alquran. Kemudian Badruddin al-
Zarkasyi[34] (w. 794 H.) menyusun kitabnya Al-Burhan fi ’Ulum al-Qur’an.
[21]

13
11. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad IX H
Pada abad ke-9, muncul beberapa ulama melanjutkan perkembangan
ilmu-ilmu Alquran. Jalaluddin al-Bulqini, menyusun kitabnya Mawaqi’
al-‘Ulum min Mawaqi’al-Nujum. Menurut al-Suyuthi, Al-Bulqini dipandang
sebagai ulama yang mempelopori penyusunan Ulumul Quran yang lengkap.
Sebab dalam kitabnya mencakup 50 macam ilmu Alquran. Muhammad ibn
Sulaiman al-Kafiaji,[22] mengarang kitab Al-Tafsir fi Qawa’id al-Tafsir. Di
dalamnya diterangkan makna tafsir, takwil, Alquran, surah dan ayat. Di
dalamnya juga diterangkan tentang syarat-syarat mentafsirkan Alquran.
Jalaluddin al-Suyuthi (w. 991 H.) menulis kitab al-Tahbir fi’Ulum al-Tafsir.
Penulisan kitab ini selesai pada tahun 873 H.
Kitab ini memuat 102 macam-macam ilmu Alquran. Karena itu,
menurut sebagian ulama, kitab ini dipandang sebagai kitab Ulumul Quran yang
paling lengkap. Namun Al-Suyuthi belum merasa puas dengan karya yang
monumental ini sehingga ia menyusun lagi kitab Al-Itqan fi ’Ulum Al-Qur’an.
Di dalamnya dibahas 80 macam ilmu-ilmu Alquran secara padat dan
sistematis.
Menurut Al-Zarqani, kitab ini sebagai pegangan kitab bagi para peneliti
dan penulis dalam ilmu ini. Setelah wafatnya Imam Al-Suyuthi pada tahun 991
H., seolah perkembangan karang-mengarang dalam Ulumul Quran sudah
mencapai puncaknya sehingga tidak terlihat munculnya penulis yang memiliki
kemampuan seperti kemampuannya.[23] Keadaan seperti ini dapat terjadi
sebagai akibat meluasnya sikap taklid yang dalam sejarah perkembangan ilmu-
ilmu agama umumnya  mulai berlangsung setelah masa Al-Suyuthi. Kondisi
yang demikian berlangsung sejak wafatnya Iman Al-Suyuthi hingga akhir abad
ke-13 H.

12. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad X H


Abad ke-10, boleh dikatakan adalah abad kemunduran karena hanya
seorang penulis yang aktif mengarang, yaitu Imam Jalaluddin Setelah as-
Suyuti wafat pada tahun 911 H, perkembangan ilmu-ilum al-Alquran seolah-
olah telah mencapai puncaknya dan bephenti dengan berhentinya kegiatan

14
ulama dalam mengembangkan Ulumul Alquran, dan keadaan semacam itu
berjalan sejak wafatnya Imam as-Sayuti sampai akhir abad XIII H.
13. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad XIV H
Setelah memasuki abad XIV H ini, maka bangkit kembali pephatian
ulama menyusun kitab-kitab yang membahas al-Alquran dari berbagai segi dan
macam Ilmu al-Alquran, di antara mereka itu ialah:
a) Thahir al-Jazairi menyusun kitab Al-Tibyan fi Ulumil Quran yang
selesai tahun 1335 H.
b) Jamaluddin al-Qasimi (w. 1332 H) menyusun kitab Mahasinut
Ta’wil.
c) Muhammad Abdul Adzim al-Zarqani menyusun kitab Manahilul
Irfan fi Ulumil quran (2 jilid).
d) Muhammad Ali Salamah mengarang kitab Manhajul Furqan fi
Ulumil quran.
e) Thanthawi Jauhari mengarang kitab al-Jawahir fi Tafsir al-Alquran
dan Alquran wal Ulumul Ashriyah.
f) Muhmmad Shadiq al-Rafi’i menyusun I’jazul Quran.
g) Mustafa al-Maraghi menyusun kitab “Boleh Menterjemahkan al-
Alquran”, dan risalah ini mendapat tanggapan dari para ulama yang
pada umumnya menyetujuinya tetapi ada juga yang menolaknya
sepepti Musthafa Shabri seorang ulama besar dari Turki yang
mengarang kitab Risalah Tarjamatil Alquran.
h) Said Qutub mengarang kitab al-Tashwitul Fanni fil Alquran dan
kitab Fi Dzilalil quran.
i) Sayyid Muhammad Rasid Ridha mengarang kitab Tafsir al-
Alquranul Hakim. Kitab ini selain menafsipkan al-Alquran secara
ilmiyah, juga membahas Ulum Alquran.
j) DR. Muhammad Abdullah Darraz, seorang Gupu Besar al-Azhar
univepsity yang diperbantukan di Perancis mengarang kitab al-
Naba’al `Adzim, Nadzarratun Jadidah fil Alquran.
k) Malik bin Nabiy mengarang kitab al-Dzahiratul Alquraniyyah. Kitab
in] membicapakan masalah wahyu dengan pembahasan yang sangat
berharga.

15
l) Muhammad al-Ghazali mengarang kitab Nadzapatun fil Alquran.
m) Dr. Shubhi al-Salih, Guru Besar Islamic Studies dan Fiqhul Lughah
pada Fakultas Adab Universitas Libanon mengarang kitab Mahabits
fi Ulumil Alquran. Kitab ini selain membahas Ulumul Alquran, juga
menanggapi dan membantah secara ilmiyah pendapat-pendapat
opientalis yang dipandang salah mengenai berbagai masalah yang
bephubungan dengan al-Alquran
n) Muhammad al-Mubarak, Dekan Fakultas Syari’ah Universitas Syria,
mengarang kitab al-Manhalul Khalid.

Lahirnya istilah Ulumul Alquran sebagai salah satu ilmu yang lengkap dan
menyeluruh tentang Alquran, menurut para penulis Sejarah Ulumul Alquran pada
umumnya berpendapat lahir sebagai suatu ilmu abad VII H. sedang menurut al-
Zarqani istilah itu lahir pada abad V H oleh al-Hufi dalam kitabnya al-Burhan fi
Ulumil Alquran. Kemudian pendapat tersebut dikoreksi oleh Shubhi al-Shalih,
bahwa istilah Ulum Alquran sebagai suatu ilmu sudah ada pada abad III H oleh
Ibnu Marzuban (w. 309 H) dalam kitabnya al-Hawi fi Ulumil Qur’an. Dari
berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa istilah Ulumul Alquran
sebagai suatu ilmu telah dirintis oleh Ibnu Marzuban (w. 309 H) pada abad III H.
Kemudian diikuti oleh al-Huff (w. 430 H) pada abad V H. Kemudian
dikembangkan oleh Ibnul Jauzi (w. 597 H) pada abad VI H. Kemudian ditepuskan
oleh al-Sakhawi (w. 643 H) pada abad VII H. Kemudian disempurnakan oleh al-
Zarkasyi (w.794 H) pada abad VIII H. Kemudian ditingkatkan lagi oleh al-Bulqini
(w.824 H) dan al-Kafyaji (w.879 H) pada abad IX H. Dan akhirnya disempumakan
lagi oleh al-Suyuti pada akhir abad IX dan awal abad X H. Pada pepiode tepakhir
inilah sebagai puncak karya ilmiyah seopang ulama dalam bidang Ulum Alquran,
sebab setelah al-Suyuti maka berhentilah kemajuan Ulumul Quran sampai akhir
abad XIII H.
Namun pada abad XIV H sampai sekarang ini mulai bangkit kembali
aktifitas para ulama dan sarjana Islam untuk menyusun kitab-kitab tentang
Alquran, baik yang membahas ulumul Quran maupun yang membahas salah satu
cabang dari Ulum Quran.

16
Dari uraian-uraian di atas, dapat dipahami bahwa Ulumul Quran merupakan
kumpulan berbagai ilmu yang berhubungan dengan Alquran. Kemudian,
pengertiannya dikembangkan kepada kajian berbagai masalah yang beragam
dengan standar ilmiah. Dengan kata lain Ulumul Quran adalah suatu ilmu yang
mencakup berbagai kajian yang berkaitan kajian-kajian Alquran seperti,
pembahasan tentang asbabun nuzul, pengumpulan Alquran dan penyusunannya,
masalah Makiyah dan
Madaniyah, nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabihat, dll. Pada dasarnya,
ilmu-ilmu ini adalah ilmu Agama dan bahasa Arab. Namun, menyangkut ayat-ayat
tertentu, seperti ayat-ayat kauniah dan perjalanan bulan dan bintang  diperlukan
pengetahuan kosmologi dan astronomi. Karena itu, ilmu ini mempunyai ruang
lingkup yang luas dan dalam sejarahnya selalu mengalami perkembangan.
Karena itu pula wajar Al-Suyuthi berkata bahwa pintu ilmu ini senantiasa
terbuka kepada setiap ulama yang datang kemudian untuk memasuki persoalan-
persoalan yang belum terjamah para ulama terdahulu karena faktor-faktor tertentu.
Dengan demikian ilmu ini dapat dibenahi dengan sebaik-baik perhiasan di akhir
masa.[24]
Uraian-uraian di atas juga menunjukan betapa pentingnya kedudukan ilmu
ini dalam memahami, menafsirkan, dan menerjemahkan Alquran. Dengan ini juga
maka seseorang akan dapat menunjukan dan mempertahankan kesucian dan
kebenaran Alquran. Untuk menggambarkan pentingnya Ulumul Quran, para ulama
memberikan perumpamaan yang berbeda-beda. Al-Zarqani mengumpamakan
Ulumul Quran sebagai anak kunci bagi para mufassir. Ilmu ini seperti ulumul hadis
bagi orang yang mempelajari ilmu hadis. Pengarang kitab Al-Tibyan fi ‘Ulum al-
Qur’an mengibaratkan Ulumul Quran sebagai premis minor dari dua premis tafsir.
[25] Menurut Manna Al-Qaththan, ilmu ini kadang-kadang disebut Ushul al-
Tafsir karena ilmu ini meliputi unsur pembahasan-pembahasan yang harus
diketahui oleh seorang mufassir untuk menjadi landasannya dalam menafsirkan
Alquran.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sejarah perkembangan Ulumul Quran dalam makalah ini dibagi kepada tiga
bagian yaitu, Perkembangan Ulumul Quran pada masa Rasulullah SAW.,
Perkembangan Ulumul Quran pada masa Khulafa al Rasyidin dan Perkembangan
Ulumul Quran pada masa Tadwin (Penulisan Ilmu).
Sebenarnya dalam penyampaian dalam memperdalam ulumul quran
sangatlah luas, dan banyak sekali manfaat dalam mempelajari ilmu al quran,
penulis makalah juga merasa betapa bodohnya kita setelah mempelajari ilmu
alquran bahwaanya wawasan serta ilmu yang di miliki tidak sebanding.
Dan ilmu al quran ini sejak zaman dahulu para ulama juga mempelajarinya
seperti halnya yang di katakan imam Al-Suyuthi bahwa pintu ilmu ini senantiasa
terbuka kepada setiap ulama yang datang kemudian untuk memasuki persoalan-
persoalan yang belum terjamah para ulama terdahulu karena faktor-faktor tertentu.
Dengan demikian ilmu ini dapat dibenahi dengan sebaik-baik perhiasan di akhir
masa. Al-Zarqani mengumpamakan Ulumul Quran sebagai anak kunci bagi para
mufassir.

B. Saran
Saran dari penulis bahwasanya ilmu alquran sangatlah penting baik di dunia
utama di akherat karena al quran adalah pedoman hidup orang islam yang telah di
wahyukan kepada nabi muhammad saw oleh allah swt melalui malaikan jibril. Dan
sesungguhnya sumber dari segala sumber ilmu adalah al quran.

18
DAFTAR PUSTAKA

[1]. Al-Quran dan Terjemahannya ( Cet.X Bandung, CV Penerbit   Diponegoro,


2005), hal.277
[2].Ahmad Syadali, ‘Ulumul Qur’an I (Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 1997), hal. 11
[3]. M.Yusuf, Studi Al-Quran, (Jakarta: Amzah, 2009) Hal.6
[4]. Rosihon Anwar,op, cit. hla 14
[5].Syadili,ahmad. Op, cit.  hal. 18.
[6] . Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir,
Bulan Bintang, Jakarta, 1972, hlm. 105-108.
[7] .Wahid, Ramli Abdul, Op. Cit., hlm. 27.
[8]. Al-Shadr, Muhammad Bakir, al-Madrasah al-Qur’aniyyah, Syariat, Iran, 1426 H,
hlm. 213.
[9]Manna al-Qaththan, Op. Cit., hlm. 4.
[10] . Al-Shalih, Shubhi, Mabahits fi ‘Ulum al-Quran, Dar al ‘Ilm Li al-Malayin,
Beirut, 1977, hlm. 120.
[11] . Al-Shalih, Shubhi, Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an (Mabahits fi Ulumil
Qur’an), Cet. IX, Alih bahasa; Tim Pustaka Firdaus, Pustaka Firdaus, Jakarta,
1990, hlm. 156.
[12]. Al-Zarqany, Muhammad Abd al-Azhim, Manahil al-Irfan fi Ulum al-Qur’an,
Juz I, Isa al-Baby al-Halaby wa Syirkah, Mesir, (tt), hlm. 28.
[13] . Al-Shobuny, Mohammad Aly, at-Tibyan fi Ulumil Qur’an, Alam al-Kitab,
Beirut, (tt), hlm. 52
[14] . Al-Zarqani, Muhammad Abd al-Azim, Op. Cit., hlm. 30
[15] .  Ibid.
[16] . Wahid, Ramli Abdul, Ulumul Quran, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 17.
[17] . Waki’ bin al-Jarrah bin Malih bin ‘Adi’. Nama panggilannya Abu Sufyanar-
Ruwasi al-Kufi, dari Tsauri. Hadis yang berasal darinya diketengahkan oleh
‘Abdullah bin al-Mubarrak, Yahya bin Adam,Ahmad bin Hanbal dan ‘Ali bin al-
Madani. Lahir 128 H. dan wafat 197 H. Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin
Mu’in mengatakan: “Orang yang terpercaya di Iraq adalah Waki’”.
(Lihat Tarikh Baghdad  XIII, hlm. 466 – 481).
[18] . Al-Shalih, Shubhi, 1977, Op. Cit., hlm. 121-122.

19
[19] . Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi, Ilmu-Ilmu Alquran, Bulan Bintang, Jakarta, 1973,
hlm. 14.
[20] . Ash-Shiddiqieqy, T.M. Hasbi, Loc. Cit.
[21] . Nawawi, Rif’at Syauqi dan M. Ali Hasan,   Op. Cit., hlm. 222.
[22] . Muhammad bin Sulaiman bin Sa’ad bin Mas’ud Muhyiddin Abu Abdullah al-
Kafiyaji. Dialah yang menekuni syair berakhiran huruf kaf dalam ilmu Nahwu,
sehingga ia terkenal dengan Kafiyaji. As-Suyuthi pernah magang dengan
mengikutinya selama 14 tahun. Al-Kafiyaji menulis banyak kitab mengenai
Tafsir, Fiqh, Pokok-Pokok Bahasa Arab dan Nahwu. Kitabnya yang tidak
disebut judulnya dalam al-Itqan, ternyata dalam al-Bughyah disebut oleh
Suyuthi berjudul at-Tafsir fi Qawa’id-dit-Tafsir. Suyuthi mengatakan, al-
Kafiyaji berkata, ia menemukan ilmu tersebut sebagai hal yang belum ada
sebelumnya. Karenya al-Kafiyaji tidak membatasi dirinya pada al-burhan tulisan
Zarkasyi dan tidak pula puas dengan Mawaaqi;ul-Ulum karya Jalaluddin al-
Bulqaini. Ia wafat tahun 879 H.
[23] . Al-Zarqani, Muhammad Abd al-Azim,  Op. Cit., hlm. 36-37.
[24] . Al-Suyuthi, Jalaluddin, Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, I, Dar al-Fikr, Tanpa nama
Kota, Tanpa Tahun, hlm. 3.
[25] . Al-Zarqani, Muhammad Abd al-‘Azim, Op. Cit., hlm. 28.

20

Anda mungkin juga menyukai