Anda di halaman 1dari 36

Prof.

Munir Mulkan
Saya hanya memberi catatan, walaupun yang penting hanya 15
menit terakhir, tapi menurut catatan, Ki Bagus itu sudah 3 kali
mengusulkan dihapusnya 7 kata. Bahkan 4 kali. Ki Bagus sebenarnya
setuju kalau negara ini diangkat atas dasar-dasar ajaran Islam. Tapi
karena tidak memperoleh catatan, dia tidak setuju kompromi, jadi
harus netral. Itu yang perlu dicatat. Kalau saya mengangkat netralitas
negara memang sumbernya BPUPKI. Saya baca, terang-terangan
saja, untuk keadilan dan kewajiban tidak ada kompromi, terangterangan saja kalau memang ada keberatan akan menerima ideologi
umat Islam. Menjadi wilayah satu negara Islam. Kalau tidak, harus
netral. Di sinilah sumbangan Ki Bagus.

JEJAK LANGKAH
KEPAHLAWANAN DAN KENEGARAWANAN
KI BAGUS HADIKUSUMA

Prof. Jimly Ashiddiqi


Saya singkat saja berhubung sudah mau azan maghrib. Saya rasa
forum ini baik sekali, dan tentu tidak harus kita tuntaskan sekarang.
Nantinya perlu diadakan lagi. Tidak usah terlalu ilmiah juga tak
apa-apa. Soal Piagam Jakarta, Pancasila, itu harus kita bahas. Kita
juga harus mengkaji Ki Bagus dari berbagai sisi bersejarah. Jangan
hanya terpaku pada momen 15 menit itu. Tentang perdebatan
Pancasila, saya rasa seperti yang digambarkan tadi, itu menjadi pokok
pembahasan kita. Itu sebenarnya sudah selesai pada 22 Juli 59.
Itulah yang dipakai sampai sekarang menjadi pegangan. Naskah
yang sebenarnya adalah 5 naskah yang distaples jadi 1 UUD 45/5
juli plus penjelasannya, lalu lampiran 1 2 3 4. Itulah yang resmi
sebagai dokumen kenegaraan.
Saya kira salah satu jawaban untuk membumikan ingatan sejarah
memang dengan pendidikan. Kalau mau dikasih maka yang tepat
saya kira masuk PPKn. Tapi catatan pentingnya saya kira jangan
sampai pelajaran sejarah ini hanya menjadi pengajaran yang bersifat
kognitif. Tapi bagaimana menanamkan ruh atau jiwa sejarah itu.
saya kira begitu. Terima kasih.
Assalamu alaikum warrrahmatullahi wabarakatuh
72

Pahlawan-pahlawan kita itu seperti album foto. Kalau kita lihat


album yang dicari kan diri kita. Kalau tak ada pasti kecewa. Pahlawan
juga begitu, ia harus mewakili daerah masing-masing supaya
semuanya merasa terwakili dalam album itu. ini sangat bermanfaat
bagi integrasi bangsa. Jadi pahlawan-pahlawan ini adalah alat
pemersatu. Menandakan kita satu bangsa. Apalagi kita masih dalam
proses nation building.
Pahlawan itu adalah bagaimana kita merumuskan suatu
personifikasi dari identitas diri kita sebagai bangsa. Jadi tidak usah
debat-debat terlalu rumit. Soal Angkatan Laut, Hatta itu sebagai
sumber sejarah yang sangat kredibel. Dia bercerita tentang opsir
Angkatan Laut, dan Angkatan Laut adalah salah satu kekuatan di
Indonesia Timur. Bayangkan kalau Angkatan Laut melakukan
boikot? Walupun Jepang sudah kalah, tetapi tentaranya masih punya
bedil, jangan pernah lupa itu. lantas kita belum punya senjata. Jadi
konteksnya itu harus dilihat.
Prof. Bahtiar Effendi
Saya kira begini, kenyataannya sekarang Indonesia ini bukan
negara agama atau negara sekular, tidak netral agama, dan bukan
negara Islam. Jadi tidak bisa itu dipakai konsideran untuk
mengusulkan Ki Bagus. Yang relevan adalah momen perubahan
Piagam Jakarta yang 15 menit itu. Pada momen itu juga sekaligus
memasukkan Kasman Singodimejo, karena dialah yang berhasil
meluluhkan hati Ki Bagus.
Saya setuju dengan saudara Lukman. Memang sumber yang kita
pakai ini harus lengkap, jangan hanya yang di risalah UU. Itu tadi
yang saya bilang untuk gampangannya; negara Islam dengan Islam
sebagai dasarnya, atau Islam sebagai agama negara itu juga memang
dua hal yang berbeda. Saya setuju. Soal Piagam Jakarta, kalo dihitung
ada 900 sekian kata. Itu hanya 7 kata yang dihilangkan, kok kita
yang jadi ribut. Sebenarnya bukan 7 kata, bahkan 8 kata. Coba hitung
lagi.
2

71

TANGGAPAN-TANGGAPAN
Prof. Taufik Abdullah
Ini bukan masalah UUD, tapi masalah Ki Bagus, pantas sebagai
pahlawan atau tidak? Sebenarya dalam sejarah itu tidak ada
pahlawan. Yang ada hanya aktor-aktor orang yang memegang
perananya. Semuanya adalah aktor. Tapi kemudian orang
menganalisa dan menyimpulkan bahwa ada beberapa hal yang
membuatnya layak dinobatkan menjadi pahlawan. Itu adalah
idealisme tertinggi, perilaku tertinggi, itu semua seakan-akan
personifikasi idealisme kita.
Orang pertama yang secara khas menyebut pahlawan adalah
Bung Hatta. Dalam pidato pembelaannya tahun 1928, Bung Hatta
mengatakan; kalian orang Belanda, bangga dengan pahlawan kalian
si A, B, dan C. Kami juga punya pahlawan Diponegoro dan Imam
Bonjol. Jadi kalau merunut perkataan ini, pahlawan tertua
Indonesia adalah Diponegoro dan Imam Bonjol.
Yang dilupakan dari orang-orang ini adalah proses memasukkan
orang-orang ke dalam Indonesia yang kita ciptakan. Bangsa kita ini
bukan bangsa nenek moyang. Hanya Hatta, Soekarno dan Soeharto
yang mengatakan bangsa nenek moyang. Tidak. Ini adalah bangsa
yang kita ciptakan. Karena itu memerlukan proses inclusion. Ada
unsur-unsur yang dimasukkan ke dalamnya supaya ini menjadi milik
bersama. Karena itulah juga saya barangkali orang pertama di tahun
76-75 yang mengkritik soal pahlawan ini. Pada awalnya gelar
pahlawan ini tidak jelas. Ada perintis kemerdekaan, pahlawan
kemerdekaan, ada pahlawan, ada segala macam. Akhirnya ada
undang-undang yang mengaturnya.
Kemudian saya sadar, tentang pahlawan ini mula-mula saya tahu
ketika Abdul Muis, tokoh Serikat Islam, pengarang Salah Asuhan,
meninggal dunia. Saat itu kurang lebih Soekarno berpikir, bagaimana
negara bisa membantu/menyantuni dia. Akhirnya Bung Karno
punya akal agar diangkat saja menjadi pahlawan. Kemudian Ki Hajar
Dewantara, Syahrir, dan seterusnya.
70

JEJAK LANGKAH
KEPAHLAWANAN DAN KENEGARAWANAN
KI BAGUS HADIKUSUMA

UHAMKA PRESS

DAFTAR ISI

yang berani menentang Jepang tentang perintah menghormati


matahari yang bertentangan dengan akidah Islam. Jadi beliau adalah
juga ulama kharismatik yang pemberani.

Pengantar Rektor
Sambutan Ketua Umum PP Muhammadiyah
Sambutan Ketua Tim Pengajuan Gelar Kepahlawanan Nasional
(AM Fatwa)
Narasumber
1. Jimly Asshiddiqie
2. Taufik Abdullah
3. Abdul Munir Mulkhan
4. Bachtiar Effendy
Lampiran

69

dibacakan saat proklamasi. Tapi katanya itu hilang, lalu ditulis oleh
Bung Karno. Maka terjadilah teks coret-coretan yang menjadi teks
proklamasi itu. Padahal seharusnya Piagam Jakarta itu.
Lalu yang keempat, saya kira bapak-bapak perlu kembalikan
proporsinya yang benar. Kita perlu ingat bahwa Piagam
Jakarta itu bukan hanya tujuh kata itu. Tapi masih banyak kata di
situ.
Kemudian catatan saya, dalam amandemen kemarin, waktu itu
saya berbeda dengan Pak Fatwa. Saya tetap konsisten dengan yang
tujuah kata ini. Tapi Pak Fatwa justru memasukkan juga menjalankan
syariatnya bagi agama Kristen. Tapi waktu itu terjadi perdebatan,
terjadi tawar-menawar. Ada usulan pasal 31 ditambah, menciptakan
manusia yang beriman dan bertaqwa. Nah, karena itu lalu kita
mundur, berarti yang terakhir disebutkan oleh Pak Amien Rais ada
4 alternatif di situ. Ketika Pak Amien Rais mau mengetuk palu,
saya interupsi, karena teman IMM jadi enak aja mengintrupsi PaK
Amien. MPR berketetapan bahwa dalam sidang ini belum merubah
pasal 29. Jadi itu yang berlaku. Karena waktu itu argumen kami,
kita sudah sepakat, UUD 45 sudah tidak dirubah, tinggal pasal 29
yang mau dirubah.
Pertanyaan [5]
Saya memberi apresiasi yang untuk seminar nasional ini yang
intinya nanti akan muncul rekomendasi atau usulan untuk
menjadikan Ki Bagus Hadikusumo sebagai Pahlawan Nasional.
Kebetulan saya pernah menulis tentang pahlawan dari
Muhammadiyah yaitu KH. Ahmad Dahlan, Nyai Dahlan, KH.
Fachruddin, KH. Mas Mansyur, Jendral Sudirman dan Hamka. Jadi
nanti out put acara ini adalah bagaimana kita menemukan argument untuk mengusulkan Ki Bagus.
Hal yang harus dirumuskan dengan bahasa yang bagus dan
mencerminkan betul kepahlawanan Ki Bagus. Peran beliau bukan
hanya sebagai negarawan/tokoh bangsa, tokoh negara. Beliau juga
termasuk tokoh yang sangat berani. Pada waktu itu hanya beliaulah
68

DEKLARASI DAN REKOMENDASI


SEMINAR NASIONAL KENEGARAWANAN
KI BAGUS HADIKUSUMO
Mengingat : a. Bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang
menghargai jasa-jasa para pahlawan yang telah
mewakafkan jiwa raganya untuk kepentingan
bangsa
b. Bahwa Ki Bagus Hadikusumo sebagai anak
bangsa yang berjasa besar dalam membangun
fondasi bagi perumusan asas Indonesia merdeka
yang majemuk, tetapi berdaulat, dan bersatu
dalam wadah NKRI dan aktif ber juang
mencerdaskan kehidupan bangsa, telah
memberikan segenap upaya dan perjuangan demi
tegaknya kemerdekaan, kedaulatan, persatuan
dan kemajuan bangsa
Menimbang : Bahwa Ki Bagus Hadikusumo diakui sebagai
perintis kemerdekaan Republik Indonesia, namun
sampai saat ini belum diberikan anugerah dan
pengakuan sebagai PAHLAWAN NASIONAL
Maka melalui momentum Seminar Nasional Kenegarawanan
Ki Bagus Hadikusumo, dengan ini keluarga besar Universitas
Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA (UHAMKA) mendeklarasikan
dan merekomendasikan:
1. Perlunya penelusuran dan pelurusan kembali sejarah dan peri
kehidupan Ki Bagus Hadikusumo serta sejumlah tokoh sejarah
lainnya dengan perspektif yang lebih jernih, adil dan tidak bias
pada kepentingan politik tertentu.

2. Perlunya segenap elemen bangsa untuk meneladani jiwa


kenegarawanan dan semangat perjuangan Ki Bagus
Hadikusumo sebagai negarawan, politisi, pendidik, pemikir,
pendakwah yang lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara jauh di atas kepentingan pribadi, kelompok atau
golongan.
3. Perlunya pemerintah untuk mengevaluasi kembali peran dan
posisi Ki Bagus Hadikusumo dalam sejarah perjuangan bangsa
Indonesia untuk kemudian melalui penilaian dan pertimbangan
yang lebih jernih dan adil dapat memberikan penghargaan atas
jasa dari Ki Bagus Hadikusumo bagi negara dan bangsa
Indonesia dengan memberikan gelar PAHLAWAN
NASIONAL.
Demikian deklarasi dan rekomendasi ini disampaikan. Semoga
Allah SWT senantiasa memberkahi kita semua.
Jakarta, 3 Agustus 2012
Panitia Pengusulan
Pemberian
Gelar Pahlawan Nasional
Ki Bagus Hadikusumo,
Kasman Singodimejo dan
Abdul Kahar Mudzakkir

Universitas
Muhammadiyah
Prof. DR. HAMKA

Ketua,

Rektor,

Dr. (HC) A.M. Fatwa

Prof. Dr. H. Suyatno, M.Pd.

banyak mahasiswa, tidak mengenal siapa Daan Mogot? Ada yang


ibilang nama pohon, nama buah, padahal itu nama orang yang
asalnya dari Manado. Banyak dari kita dari yang 156 pahlawan
tersebut itu tidak mengenalinya.
Saya kira perjuangan kita orang muslim memang menginginkan
tujuah kata yang dipolemikkan itu. Saya kira ini jelas beda konteks
antara dulu dengan sekarang. Saya kira sejarah biarlah tetap menjadi
sejarah. Sekarang mari kita berpikir sesuai dengan konteks saat ini.
Yang harus digarisbawahi adalah bagaimana kita tetap bersatu dalam
perbedaan.
Saya sepakat sengan kawan saya tadi, Sulaeman. Sekarang ini
aneh. Mengapa pelajaran sejarah malah di sekolah menjadi tidak
ada. Saya kira ini memang menjadi keperihatinan tersendiri. Kita
dapat berkaca pada negara lain. Di Amerika misalnya, kalau mau
menjadi Gubernur, Senator, harus tahu sejarah. Saya kira banyak
juga anggota DPR yang tak tahu sejarah. Ini harus menjadi catatan
penting.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Pertanyaan [4]
Kita hadir di sini tentu semua menyetujui bahwa poin utamanya
adalah bagaimana menemukan titik penting yang mendukung Ki
Bagus menjadi pahlawan nasional. Pembicaraan utamanya tadi
adalah masalah negara Islam atau negara netral yang menjadi ide
utama Ki Bagus. Lalu yang kedua Bang Taufiq, dalam pembacaan
kami, Maramis ini kan panitia 9, yang merumuskan Piagam Jakarta
ini, lalu ketika selesai karena ada 7 kata itu maka dia diadili di
perapatan sana bagi oleh orang Manado. Justru itu dia memakai
baju seperti laksmana Angkatan Laut. Itu ternyata ada manipulasi
juga di situ. Jadi bukan Angkatan Laut, tapi hanya pakai baju
Angkatan Laut. Lalu pergi ke Pak Hatta, lalu Pak Hatta
memperhatikan itu untuk merubah. Itu perlu diluruskan.
Berikutnya, ketika Bung Karno mau membacakan proklamasi
mestinya ada kesepakatan, dan Piagam Jakarta itu yang semestinya
67

menurut saya adalah tiang, dan tiang itu mudah goyah, mudah jatuh.
Kalau pondasi yang dimiliki bangsa Indonesia kokoh maka ke
depannya insya Allah akan menjadi lebih baik. Terima kasih.
Wassalamu alaikum wrahmatullahi wabarakatuh
Pertanyaan [3]
Seperti yang sudah disampaikan bahwa pahlawan itu banyak.
Saya kira memang benar, setidaknya tahun 2010 kita punya 147
pahlawan dan 2012 bertambah menjadi 156 pahlawan, 135 orang
diantara keseluruhan jumlah pahlawan itu adalah laki-laki. Yang
lucunya ketika saya mengajar di SD, saya bertanya kepada siswasiswa kelas 1 tentang Pahlawan Nasional, akan tetapi tidak satupun
diantara mereka satu pun yang tahu pahlawan nasional,
bahkan pahlawan saja mereka masih bingung. Saya mau
memperkenalkannya waktu itu bingung, kemudian saya keluarkan
uang dari yang 1000 sampai 100.000, tidak ada yang kenal satu pun,
lantas ada siswa yang protes, mengapa pahlawan ini hanya ada di
uang Rp. 1000 tidak di Rp.100.000. Kemudian saya menanyakan
hal tersebut kepada teman yang bekerja di Bank Indonesia.
Jawaban yang disampaikan teman tersebut, harusnya anda
bersyukur karena uang Rp. 1000 itu semua orang pegang di Indonesia, tapi uang Rp. 100.000 belum tentu semua orang Indonesia
pegang. Dan saya kira belajar pahlawan itu penting Kalau tadi kiranya
kita bersih kukuh ingin Ki Bagus Hadikusumo menjadi pahlawan,
kiranya memang bukan kita yang menentukan, karena itu sudah
kodrat, dan harus jadi pahlawan. Karena seseorang yang sudah
berjasa untuk bangsa, itu sejatinya memang sudah harus jadi
pahlawan.
Ada pertanyaan-pertanyaan ringan dari temen saya di komunitas,
apa sih yang menyebabkan seseorang itu harus menjadi pahlawan?
Dan apakah hal ini tercantumdi UU No. 20 tahun 2009? Karena
dari daftar nama pahlawan yang saya lihat itu kalau tidak militer,
mereka yang mengalami perang langsung dengan Belanda. Lucunya
lagi ini mengenai pahlawan, ini dari anak-anak juga orang dewasa
66

SAMBUTAN
PANITIA PENGUSULAN PEMBERIAN GELAR PAHLAWAN
NASIONAL KI BAGUS HADIKUSUMO, KASMAN
SINGODIMEDJO, DAN ABDUL KAHAR MUDZAKKIR
PADA PEMBUKAAN SEMINAR NASIONAL
KENEGARAWANAN KI BAGUS HADIKUSUMO
UNIVERSITAS PROF. DR. HAMKA
JAKARTA, 3 AGUSTUS 2012

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Yang terhormat Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
Yang terhormat Rektor dan Civitas Academica Universitas Prof. Dr. HAMKA.
Yang terhormat para narasumber yang pada seminar ini akan memberi
pencerahan kepada kita.
Yang terhormat wakil Keluarga Besar Ki Bagus Hadikusumo,
Para peserta seminar dan hadirin yang berbahagia.
Pertama dan terutama, marilah kita menyampaikan rasa sykur
kita yang tidak terhingga ke hadirat Ilahi Rabbi, Allah subhanahu
wa taala, yn berkat rahmat dan karunianya telah memperkenankan
kita hadir dan berpartisipasi dalam seminar tentang Kenegarawanan
Ki Bagus Hadikusumo yang sangat penting ini.
Shalawat dan salam, semoga senantiasa dicurahkan kepada Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, kepada keluarganya,
kepada para sahabatnya, dan kepada para pengikutnya yang setia
menegakkan panji-panji tauhid hingga akhir zaman kelak.
Hadirin yang berbahagia,
Sejarah, kata seorang pakar, hanyalah bagian dari masa lampau
manusia yang dapat disusun kembali secara berarti berdasarkan
rekaman-rekaman yang ada, dan berdasarkan kesimpulankesimpulan lingkungannya. Di sinilah terletak kesulitan menulis
7

sejarah. Jarang sekali, untuk tidak mengatakan tidak ada, sejarawan


yang mampu mengisahkan masa lampau -sebagian sekalipunsebagaimana yang sungguh-sungguh terjadi. Kesulitan tersebut
bukan saja karena tidak lengkapnya rekaman masa lampau, tetapi
juga karena terbatasnya imajinasi dan bahasa manusia untuk
mengungkapkan kembali apa yang sesungguhnya terjadi di masa
lampau.
Dalam konteks seperti inilah kita memahami Ki Bagus
Hadikusumo. Seiring bertambahnya jarak waktu kita dengan
masa ketika Ki Bagus memberikan sumbangsihnya untuk umat,
bangsa, dan negara, makin sedikit pula gambaran kita mengenai Ki
Bagus.
Ingatan kita terhadap Ki Bagus, makin terbatasi pada posisinya
sebagai Ketua PP Muhammadiyah, anggota Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Paling jauh yang kita ingat ialah
beban yang mendadak dia haru terima di sekitar pengesahan
Undang-Undang Dasar 1945 pada 18 Agustus 1945 dan sesudah
itu, seperti dikemukakan dalam pidato K.H. Abdul Kahar Mudzakir
di Konstituante padan 11 Mei 1959, pesan getir (Pak Abdul Kahar
menyebutnya: jeritan) Ki Bagus di muka Majelis Tanwir dari
Konsul-konsul Muhammadiyah seluruh Indonesia pada bulan
Agustus 1945 di Yogyakarta mengenai pasal-pasal yang mengenai
Islam dan umat Islam telah dihapuskan dan dilenyapkan dari
Undang-Undang Dasar 1945.
Hadirin yang berbahagia,
Ki Bagus Hadikusumo adalah seorang yang sangat yakin
terhadap kesempurnaan ajaran Islam dan relevansi ajaran Islam bagi
kehidupan umat, bangsa, dan negara.
Dalam pidato di BPUPKI pada 31 Mei 1945, Ki Bagus antara
lain mengemukakan keyakinannya bahwa Islam sedikitnya sudah
enam aba menjadi agama kebangsaan Indonesia dan sedikitnya
sudah tiga abad sebelum Belanda menjajah, hukum Islam sudah
8

Dan pidato Pak Kasman waktu di Konstituante, janjinya itu tidak


mudah, akhirnya Ki Bagus tidak menunggu 6 bulan, tapi sampai
akhir hayatnya tidak pernah terlaksana. Saya kira yang perlu adalah
kita harus memahami bahwa pancasila itu buka barang yang sudah
jadi. Itu kata-perkata disusun bersama-sama. Semua merumuskan.
Dan saya mengatakan kalau melihat pasal-pasalnya, Pancasila itu
baru berakhir menjadi dasar negara yang disepakati bersama itu
tanggal 22 Juli 1959, ketika DPR secara aklamasi menerima Dekrit.
Jadi bukan 18 Agustus, 22 Juni atau 22 juli 49. Cuma karena kita
ini kurang referensi, masih banyak yang mengatakan Masyumi
menolak. Tidak. Masyumi itu masuk aklamasi mereka. Makanya
saya usulkan bukunya Pak Prawoto yang sangat bagus itu diakses.
Di situ banyak dokumen-dokumen yang otentik. Penting untuk
dibaca, supaya tidak ada salah paham. Saya kira seperti itu.
Wassalamu alaikum wrahmatullahi wabarakatuh
Pertanyaan [2]
Sebelumnya saya ingin mengutip kata sejarawan Inggris kita
mempelajari sejarah supaya bijaksana terlebih dahulu. Pertanyaan saya 2
saja tentang referensi sejarah. Pertama kepada Bapak Jimly Ashidiqi,
tadi saya garis bawahi bahwa gelar kepahlawanan yang diajukan
dari instansi itu tidak hanya untuk kepentingan sesaat, tetapi
memang untuk kepentingan bangsa, lalu tindak lanjut dari itu apa?
Kalau memang misalnya, Ki Bagus Hadikusumo telah menjadi
pahlawan nasional, tetapi tidak ditampilkan dalam dunia pendidikan.
Saya teringat seminar di Kementrian Kebudayaan yang diadakan
oleh Prof. Arif Rahman. Dalam seminar tersebut disampaikan saat
ini dirancang 4 mata pelajaran perekat bangsa yaitu, agama, bahasa,
matematika dan PKn. Dari keempat mata pelajaran tersebut sejarah
tidak termasuk salah satu bidang pelajaran perekat bangsa?
Pertanyaan kedua untuk Prof. Taufik dan Prof. Bahtiar.
Kontekstual bangsa kita saat ini mengenai 4 pilar kebangsaan,
kenapa Pancasila itu dijadikan pilar? Karena memang sudah sejatinya
sejak lahir Pancasila sebagai dasar atau pondasi negara kita. Pilar
65

SESI TANYA-JAWAB
Pertanyaan [1]
Saya kira pertama harus clear dulu soal istilah. Kalau kita baca
buku hitam itu tidak ada satupun yang berbicara tentang negara
Islam. Dan itu selalu disebut sebagai dasar negara. Negar Islam itu
baru muncul pada masa Kartosuwiryo, tahun 47. Jadi berbeda sekali
itu. Itu stigma yang harus kita hentikan. Yang kedua, yang diusulkan
Ki Bagus untuk dicoret itu bukan 7 kata, tapi 2 kata. Ki Bagus
menghendaki ketuhanan dan kewajiban melaksanakan syariat Islam. Jadi tidak perlu bagi pemeluk-pemeluknya itu. Karena kata
Ki Bagus negara tidak bisa mengatur itu. Jadi wajib melaksanakn
kewajibannya.
Ini nanti hubungannya kalau kita lihat, kompromi yang
ditawarkan H. Masykur, kalau memang susah rumusan ketuhanan
dan kewajiban melaksanakn syariat Islam itu, ganti saja; Islam
sebagai agama negara. Itu yang di usulkan oleh H. Masykur. Dan
kompromi H. Masykur juga ditolak. Lantas Pak Kahar menggebrak.
Kalau mau diterima, terima, kalau mau ditolak, tolak! Begitu 18
Agustus beliau di lobi oleh Pak Kasman. Ki Bagus langsung
mengirim telegram ke Jogjakarta. Saat itu Muhammadiyah sedang
sidang Tanwir. Sidang yang sudah akan ditutup akhirnya ditunda
sampai beliau datang. Itu yang oleh Pak Kahar Mudzakir dalam
pidato konstituante bulan Mei tahun dikatakan, Ki Bagus itu
menjerit di depan majelis. Kalau menurut Pak Kahar, ujung dari
ucapan Ki Bagus itu, umat Islam di Indonesia dengan itu masih
terjajah. Itu keras sekali. Jadi saya kira memang beban psikologis
yang terbesar itu ada di tangan ki bagus.
Dalam soal ini saya setuju pada riwayat Prawoto Mangunsaswito.
Pada waktu itu memang hanya ada Ki Bagus. Ki Wahid Hasyim
belum datang. Jadi sudah di lobi oleh Bung Hatta tidak menyerah,
terakhir Kasman. Jadi kata Pak Kasman, Ki Bagus, ini kata Bung
Karno kita 6 bulan lagi akan dibikin UUD. Ki Bagus mengalah.
64

berlaku di Indonesia dengan sebaik-baiknya. Menurut Ki Bagus,


banyak sekali hukum Islam yang sudah menjadi adat istiadat bangsa
Indonesia, sehingga tidak akan salah lagi bila dikatakan bahwa
hukum Islam sudah menjadi adat istiadat Bangsa Indonesia.
Apa yang disampaikan dengan penuh keyakinan oleh Ki Bagus,
sesungguhnya merupakan fakta dalam sejarah perkembangan
hubungan agama (dalam hal ini Islam) dengan negara. Berbagai
fakta menunjukkan bahwa relijiusitas telah menyatu dan menjadi
jati diri bangsa ini.
Di Kesultanan Bima, Nusa Tenggara Barat, misalnya yang
mengalami proses Islamisasi sekitar pertengahan abad ke-16, sistem
pemerintahannya memberi kedudukan terhormat kepada ajaran dan
hukum Islam. Setiap keputusan pemerintahan Kesultanan Bima
tidak boleh dilaksanakan sebelum mendapat pertimbangan hukum
Syara, apakah isinya sesuai atau bertentangan dengan hukum Islam. Ini tercermin dalam ungkapan: syara na katenggo kuma
hukum -syara harus dikuatkan oleh hukum Islam.
Para penguasa di Nusantara, dengan kesadaran penuh
mempergunakan idom-idom Islam pada dirinya. Sultan, Sayyidin,
dan Khalifatullah melekat menjadi sebutan para penguasa di
Nusantara.
Bahkan, meskipun kemudian berbagai bangsa Barat datang
untuk menaklukkan dan menjajah berbagai kerajaan di Nusantara,
akan tetapi mereka tidak mampu menghilangkan Islam dari jiwa
penduduk di kepulauan Nusantara. Islam tetap menjiwai,
dilaksanakan, dan menjadi jati diri penduduk di kepulauan ini.
Sepanjang catatan yang ada, sampai sebelum 1882, pemerintah
kolonial Belanda tetap mengakui eksistensi Peradilan Agama Islam
di masyarakat kepulauan Nusantara.
Pada September 1801 pemerintah Hindia-Belanda
memerintahkan kepada seluruh Bupati agar terhadap urusan-urusan
agama orang Jawa tidak dilakukan gangguan, sedangkan kepada
para pemuka agama Islam diberikan keleluasaan untuk memutuskan
perkara-perkara tertentu dalam bidang perkawinan dan kewarisan.
9

Pada tahun 1820, melalui Stanblad No. 22 pasal 13, ditentukan


bahwa para Bupati wajib memperhatikan soal-soal agama Islam
dan menjaga supaya para pemuka dapat melakukan tugas mereka
sesuai dengan adat kebiasaan orang Jawa seperti dalam perkawinan,
pembagian pusaka, dan yang sejenis dengan itu Berturut-turut
sesudah itu, keluar Stanblad No. 58 tahun 1835 dan Stanblad No. 2
tahun 1855 yang mendukung pelaksanaan hukum Islam oleh
orang-orang Islam sendiri, melalui cara-cara yang sesuai dengan
ajaran Islam.
Pada tahun 1882, Pengadilan Agama di Jawa-Madura,
diresmikan. Peresmian itu berlangsung sesudah berkembang
pendapat di kalangan orang-orang Belanda sendiri bahwa hukum
yang berlaku bagi orang-orang bumiputera di Hindia-Belanda adalah
undang-undang agama mereka sendiri, yakni hukum Islam. Inilah
teori hukum yang terkenal dengan nama Receptio in Complexu yang
sejak tahun 1885 telah memperoleh landasan perundang-undangan
Hindia-Belanda melalui Stanblad No. 2 Tahun 1855.
Dalam hubungan ini, menarik untuk menyimak nota Ketua
Komisi Penyesuain Undang-undang Belanda dengan Keadaan
Istimewa di Hindia-Belanda, Mr. Scholten van oud Harlem, kepada
pemerintah Belanda pada tahun 1838 sebagai berikut : Untuk
mencegah timbulnya keadaan yang tidak menyenangkan, mungkin
juga perlawanan, jika diadakan pelanggaran terhadap agama orang
bumiputera, maka harus diikhtiarkan sedapat-dapatnya agar
mereka itu dapat tinggal tetap dalam lingkungan (hukum) agama
serta adat istiadat mereka. Pendapat Harlem didukung oleh
Lodewijk Willem Christian van den Berg yang mengatakan bahwa
orang-orang bumiputera yang beragama Islam telah melakukan
resepsi terhadap hukum Islam dalam keseluruhannya dan sebagai
kesatuan.
Perubahan mulai terjadi ketika seorang ahli hukum adat, Cornelis
van Vollenhoven mengeritik dan menyerang teori Receptio in
Complexu. Kritik dan serangan van Vollehnoven didukung oleh
Penasihat Pemerintah Hindia-Belanda tentang Soal-soal Islam dan
10

Ki Bagus masih bersikap seperti itu, saya kira pengesahan


Pancasila dan UUD 1945 pada 18 agustus 1945 tidak terjadi. Saya
kira itu terima kasih.
Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh

63

Termasuk usulan Kiai Maskur mengenai presiden harus beragama


Islam. Karena dalam dasarnya adalah menjalankan kewajiban sesuai
syariat Islam bagi pemeluknya, maka bagaimana kalau presidennya
Kristen?
Jadi Kiai Masykur menginginkan Islam dimasukkan ke situ. Nah,
itu yang ditolak. Kalau saya tidak salah ingat, pemimpin Islam itu
tidak menginginkan hari libur itu hari Minggu, tapi Jumat. Kalau
tak salah yang mengusulkan itu Pak Wahid Hasyim. Sebab di
pesantren tradisi liburnya hari jumat. Kedua hal itu ditolak. Makanya
dia mendukung pandangan Kiai Sanusi yang mengatakan dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam. Kiai Sanusi didukung oleh
Ki Bagus Hadikusumo. Makanya dia mengatakan,Yang tegas saja,
kalau kita menginginkan negara Islam, ya negara Islam. Kalau bukan,
ya bukan.
Soekarno lantas menolak usul Mudzakir. Mudzakir kembali
meminta agar sidang memperhatikan usulnya. Saat itulah Ki Bagus
Hadikusumo membela dan tampil mendukung Mudzakir, ... tuantuan sudah kerap kali dituangkan di sini bahwa Islam itu menganut
ideologi negara. Maka tidak bisa negara dipisahkan dari Islam.
Jadi saya menyetujui usul tuan Abul Kahar Mudzakir. Karena
ideologi Islam tidak diterima, maka jangan berkompromi. Jadi
nyata negara ini tidak berdiri di atas agama Islam. Jangan
diambil sedikit kompromis seperti tuan-tuan katakan. Jadi
memang begitu Ki Bagus. Menurutnya tidak perlu kita berhalus
atau kita berkasar sekalian. Karakter yang ditampilkan Ki Bagus
dia konsisten terhadap apa yang dia yakini sebagai sesuatu
yang benar.
Seperti saya katakan di awal, peran terbesar Ki Bagus yaitu
pada pertemuan dengan Hatta yang berlangsung 15 menit itu,
dengan segala beban psikologis yang ada di pundak beliau. Dia
bersedia menerima rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa. Saya
tidak bisa bayangkan bagaimana kalau Ki Bagus pada 15 menit
terakhir itu bersikap sama seperti sidang-sidang BPUPKI dari
bulan Mei dan awal bulan JSI uni kemudian bulan Juli. Kalau
62

Anak Negeri, Christian Snouck Hurgronje. Menurut keduanya, yang


sesungguhnya berlaku di Hindia-Belanda bukanlah hukum Islam,
melainkan hukum adat. Ke dalam hukum adat itu memang masuk
hukum Islam, tetap hukum Islam baru mempunyai kekuatan kalau
sudah diterima sebagai hukum adat. Pendapat kedua orang ini
dikenal sebagai teori Receptie.
Sejak muncul teori inilah, di kalangan masyarakat lahir dua kubu
mengenai hubungan agama (dalam hal ini Islam) dengan negara.
Golongan-golongan dalam masyarakat yang diciptakan oleh
pemerintah kolonial itu secara otomatis akan saling berhadapan
jika dimunculkan isu menyangkut kepentingan mereka.
Hadirin yang berbahagia,
Dalam hubungan dengan semangat kebangsaan, Ki Bagus
mengingatkan, bukankah tokoh-tokoh yang berani menentang
imperalisme Belanda adalah tokoh-tkoh seperti Pengeran
Diponegoro, Teuku Umar, Imam Bonjol, dan kiai-kiai lain yang
merupakan penghanjur dan pendekar rakyat yang bepegang teguh
kepada Islam serta mendasarkan perjuangannya di atas dasar agama
Islam.
Menurut Ki Bagus, jika dilihat perkembangannya pergerakan
rakyat Indonesia pada kurun terakhir di awal abad ke-20, mulai
Indizche Partij, Boedi Oetomo, Sarekat Islam, dan lain-lain, maka
yang mendapat sambutan serta pengaruh yang terbesar dari seluruh
rakyat Indonesia adalah Sarekat Islam.
Sarekat Islam yang mendasarkan pergerakannya kepada ajaran
Islam mampu menggabungkan segenap rakyat dari segala pelosok
kepulauan Indonesia. Tidak hanya di Jawa, pengaruh Sarekat Islam
menyebar ke Sumatera, Kalimantan Sulawesi, Maluku, dan lainlain.
Melihat kenyataan tersebut, Ki Bagus menyimpulkan bahwa
di dalam diri umat Islam tersembunyi jiwa yang hidup
dan bersemangat. Dengan pengaruh agama Islam kepada rakyat
Indonesia sangat kuat dan mendalam, maka Ki Bagus yang
11

menyebut dirinya sebagai seorang bangsa Indonesia tulen dan


sebagai Muslim yang mempunyai cita-cita Indonesia Raya dan
merdeka mengharapkan agar Indonesia merdeka mendasarkan
dirinya kepada agama Islam, sesuai dengan jiwa rakyat yang
terbanyak.
Bagi Ki Bagus, Islam yang diusulkannya mendadi dasar negara
itu, paling sedikit mengandung : (1). Mengajarkan persatuan atas
dasar persaudaraan yang kukuh, (2). Mementingkan perekonomian
dan mengatur pertahanan negara, (3). Membagun pemerintahan
yang adil dan menegakkan keadilan, (4). Tidak bertentangan, bahkan
sangat sesuai dengan kebangsaan kita, dan (5). Membentuk potensi
kebangsaan lahir dan batin serta menabur semangat kemerdekaan
yang menyala-nyala.
Ki Bagus juga mengingatkan bahwa umat Islam sekarang sudah
insaf, sudah luas pandangannya dan sudah lebar dadanya, suka
bekerja bersama-sama dengan siapa dan di mana saja, asal tidak
tersinggung agamanya.
Hadirin yang berbahagia,
Patut diduga, lantaran keteguhannya menyuarakan aspirasi Islam, maka ketika mula-mula dibentuk Panitia Kecil BPUPKI yang
terdiri atas 8 anggota, karena itu boleh juga disebut Panitia Delapan,
Ki Bagus Hadikusumo dipilih mnjadi salah seorang anggotanya.
Tujuh anggota yang lain ialah : Ir. Sukarno, Drs. Mohammad Hatta,
Mr. Mohammad Yamin, Mr. A.A. Maramis, R. Otto Iskandardinata,
Mas Setardjo Kartohadikoesoemo, dan K.H.A. Wahid Hasyim.
Tugas Panitia Kecil ini adalah mengumpulkan usul-usul para anggota
yang akan dibahas pada masa sidang yang akan diselenggarakan
pada bulan Juli 1945.
Mengenai dasar negara, Panitia Kecil mencatat 7 usul, yaitu : 1.
Kebangsaan dan Ketuhanan (11 pengusul), 2. Kebangsaan dan
Kerakyatan (2 pengusul), 3. Kebangsaan, Kerakyatan, dan
Kekeluargaan (4 pengusul), 5. Kemakmuran hidup bersama,
kemajuan kerohanian, kecerdasan pikiran bangsa Indonesia
12

paling menyedihkan adalah kesadaran kita untuk memanipulasi


sejarah malah tinggi.
Dalam buku yang saya baca. Buku yang kalau tak salah
diterbitkan oleh sekretariat negara. Di sana emang tidak ada pidato
Ki Bagus Hadikusumo. Jadi yang dimuat itu, yang pertama adalah
pidato Yamin, yang kedua pidato Supomo, yang ketiga adalah
Soekarno. Itu adalah sidang pertama pada tanggal 1 Juni 1945. Baru
revisi yang terbaru ini, yang diberi pengantar Pak Taufiq dan ada
sambutan dari Akbar Tanjung, sebagai sekneg, itu lebih tebal lagi
bukunya.
Kita tidak bisa mengetahui secara konkrit fikiran-fikiran
Ki Bagus kecuali Islam sebagai dasar negara dan akhlak
karimah. Kalau kita baca, dari ungkapan-ungkapan Ki Bagus,
selama sekian itu memang tidak banyak, karena memang
yang dikutip sepintas-sepintas. Yang bisa kita baca adalah
bahwa Ki bagus Hadikusumo itu memang orang yang sangat
teguh di dalam berprinsip.
Dia memang melihat ada dua polarisasi, Islam sebagai dasar
negara, dan Pancasila sebagai dasar negara. Itu memang 2 tubuh
yang sulit untuk dikompromikan. Bagi Ki Bagus Hadikusumo,
kompromi dalam dasar negara itu tidak bisa. Saya agak berbeda
dengan Pak Munir dan sependapat dengan Pak Taufiq. Sikap Ki
Bagus adalah tidak mungkin kita berkompromi di dalam hal yang
sangat prinsip. Saya kira sikap seperti itulah, mungkin, kalau kita
berargumen, saya rasa satu alasan mengapa Ki Bagus tidak masuk
di dalam panitia kecil. Panitia kecil, pemimpin-pemimpin Islam yang
bergabung di situ adalah orang-orang yang relatif bersedia untuk
berkompromi. Makanya, reaksi pertama Ki Bagus Hadikusumo
terhadap hasil kompromi itu ditujukan pada kalimat; ketuhanan
dengan kewajiban yang menjalankan syariat islam bagi pemeluknya.
Ki Bagus ingin membantahnya. Menur utnya tidak bisa
berkompromi seperti itu. Apalagi kemudian Ki Bagus juga merasa
banyak sekali aspirasi dari pemimpin-pemimpin Islam yang ada
dalam BPUPKI yang oleh Soekarno ditolak atau ditentang.
61

Prof. Bahtiar Effendi


Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Pertama, saya ingin berterima kasih pada Pak Fatwa yang sudah
mengajak saya untuk hadir dalam diskusi ini.
Baiklah bapak dan ibu sekalian,
Pertama saya ingin mengusulkan, jadi nanti di dalam menulis
prosedur usulan pahlawan dan macam-macamnya itu harus
dicantumkan bahwa untuk Ki Bagus tidak hanya kenegarawanannya
saja. Saya mencatat 2 hal, seperti yang tadi sudah disinggung Pak
Munir. Pertama adalah aspek kenegaraaan. Kedua, aspek
kepemimpinana Ki Bagus di Muhammadiyah. Saya kira selama
hampir 10 tahun memimpin Muhammadiyah, di zaman yang sangat
sulit ketika itu, saya kira itu menjadi suatu pertimbangan.
Kemudian berkenaan dengan konstitusi negeri ini, saya kira
peran utama Ki Bagus dalam menyiapakan dasar negara dan juga
UUD 1945 itu terletak pada 15 menit terakhir itu. Kalau Bung Hatta
memeang referensi ideologisnya sudah jelas ketika itu. Kemudian
kalau kita lihat misalnya Muhammad Hasan, alhamdulillah saya dulu
awal 80-an, saya pernah ketemu dengan Tenku Muhammad Hasan
di rumahnya konon tidak sekeras pemimpin Islam yang lain dalam
memperjuangkan Islam sebagai dasar negara. Bung Hatta sudah
jelas referensinya, kemudian Tenku Muhammad Hasan dan Pak
Kasman jauh lebih lembut dan lebih halus daripada Ki Bagus
Hadikusumo. Jadi sebetulnya yang paling berperan dan berfungsi
desesive moment yang 15 menit itu ya Ki Bagus. Anda bisa
bayangkan kalau Ki Bagus menolak perubahan pada 15 menit
terakhir itu, atau Ki Bagus memperdebatkan. Urusannya bisa
panjang dan barangkali tidak akan ada kreatifasi UUD 1945 dan
Pancasial sebagai dasar negara pada 18 agustus 1945.
Ada satu hal yang membuat kita perihatin. Kesadaran sejarah
kita juga kadang-kadang lemah, kemudian kesadaran kita untuk
mengumpulkan dokumen-dokumen sejarah juga lemah. Yang
60

bertakwa, berpegangan teguh pada tuntunan Tuhan Yang Maha


Esa, Agama Negara ialah agama Islam (1 pengusul), 6. Kebangsaan,
Kerakyatan, dan Islam, dengan catatan agama Islam harus diakui
sebagai agama negara dengan kemerdekaan seluas-luasnya bagi
penduduk untuk memeluk agama yang bukan Islam (3 pengusul),
dan 7. Jiwa Asia Raya (4 pengusul).
Melihat kenyataan ususl-usul di atas, tidak mengherankan jika
dalam rumusan Panitia Sembilan (pengganti Panitia Delapan dan
dibentuk atas prakarsa Bung Karno) yang terdiri atas Ir. Sukarno,
Drs. Mohammad Hatta, Mr. Mohammad Yamin, Mr. A.A. Maramis,
K.H. A. Wahid Hasyim, Mr. Achmad Soebardjo, K.H. A. Kahar
Mudzakir, Abikoesno Tjokroseojoso, dan H. Agus Salim; Ketuhanan
dengan kewajiban syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya menjadi dasar
yang pertama dari susunan negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat.
Ketika pada 10 Juli 1945 hasil ini dibawa ke rapat besar BPUPKI,
dan mendapat kritik dan sanggahan dari beberapa anggota,
Ir. Sukarno selaku Ketua Panitia Sembilan gigih mempertahankan
rumusan Pembukaan hukum dasar itu. Sesudah melalui
perdebatan panjang, dalam rapat BPUPKI pada tanggal 16 Juli 1945,
rancangan Preambule dan batang tubuh Undang-undang Dasar
diterima dalam kata-kata Ketua BPUPKI Dr. K.R.T. Radjiman
Wedoningrat dengan suara sebulat-bulatnya. Preambule rumusan
22 Juni 1945 itulah yang kemudian dikenal dengan nama Piagam
Jakarta.
Sampai di sini, mau tidak mau, kita harus mencatat peranan
seorang lagi kader Muhammadiyah K.H.A Kahar Mudzakkir di
dalam merumuskan konstitusi negara dalam kedudukannya sebagai
anggota Panitia Sembilan. Sayangnya sampai sekarang dokumen
perdebatan di Panitia Sembilan belum ditemukan sehingga belum
terpublikasikan.
Sesudah bersidang pada 16 Juli 1945, BPUPKI hilang. Posisi
BPUPKI digantikan oleh PPKI. Berbeda dengan BPUPKI yang
beranggotakan 60 orang ditambah 6 anggota tambahan dan 7 wakil
13

Jepang sebagai anggota istimewa, PPKI hanya beranggotakan 27


orang. PPKI yang dibentuk pada 7 Agustus 1945, entah mengapa,
baru bersidang pada 18 Agustus 1945.
Di PPKI, yang anggotanya hanya 21 orang plus 6 anggota
tambahan jumlah anggota yang berasal dari kalangan Islam makin
merosot, yaitu hanya 4 orang. Keempatnya ialah Ki Bagus
Hadikoesoemo, K.H. A. Wahid Hasyim, Mr. Kasman
Songodemodjo (aktivis Jong Islamieten Bond dan Muhammadiyah yang
saat itu lebih dikenal sebagai Daidantjo Jakarta), dan Mr. T.M. Hasan
(Ikhwanus Shafa Indonesia yang keanggtaannya dalam PPKI lebih
karena faktor ke-Sumatera-annya).
Di tangan PPKI dengan format seperti itulah, karya besar 60 +
6 anggota BPUPKI berupa Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang dengan susah payah dan dengan penuh kesabaran
dirancang, diperdebatkan, dan pada 16 Juli 1945 dengan suara bulat
disahkan dalam rapat besar BPUPKI, hanya dalam hitungan jam,
serta merta dianulir oleh 20 + 6 anggota PPKI.

ada penutup di sekitarnya. Akhirnya ditutuplah dengan tangannya


hinggap pagi. Kalau tidak ada yang menutup itu, air laut akan
memusnahkan Belanda. Demikian juga usaha yang dilakukan oleh
4 orang ini, Hatta, Tenku Hasan, Kasman dan Ki Bagus.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Hadirin yang berbahagia,


Situasi pada pagi 18 Agustus 1945 itu, sungguh-sungguh sangat
krusial. Lagi-lagi, beban berat t diletakkan di pundak kader
Muhammadiyah, Ki Bagus Hadikusumo dan Kasman
Singodemedjo.
Menurut Ketua Umum Partai Masyumi, Prawoto
Mangkusasmito, ketika seluruh eksponen non-Islam menghendaki
tidak ada klausul tujuh kata yang menjadi inti dari Piagam Jakarta.
Pada rapat 18 Agustus 1945 itu, anggota PPKI K.H. A. Wahid
Hasyim tidak ada, karena masih dalam perjalanan di Jawa Timur.
Mr. Kasman Singodimedjo sebagai anggota tambahan, yang baru
mendapat undangan rapat pada pahi hari itu, belum mengetahui
sama sekali persoalannya.Seuruh tekanan psikologis tentang berhasil
atau tidaknya penetapan Undang-Undang Dasar diletakkan di atas
pundak Ki Bagus Hadikusumo sebagai satu-satunya eksponen
perjuangan Islam di PPKI pada saat itu.
14

59

kalau memang tak jelas jangan pakai pernyataan Islam kalau yang
dipakai ujung-ujungnya saja.
Sementara itu haripun sudah larut. Kiai Sanusi mengusulkan
untuk mendinginkan masalah ini. Pada hari itu, jam 21.55, maka
sidang pun ditutup. Jadi sudah jam 10 malam, kemudian ada satu
masalah kalau kita melihat dalam sejarah, ada perilaku-perilaku.
Setiap perilaku orang itu, itu adalah pilihan. Seperti kita datang ke
sini, kalau tidak di sini kan bisa ke tempat lain, jadikan satu pilihan.
Kadang-kadang kita berfikir, mengapa kita yang dipilih? Mengapa
tidak yang lain? Sebab ketika kita melakukan sesuatu ada banyak
pilihan, tetapi mengapa harus dilakukan? Kadang-kadang apa yang
dilakukan itu kurang rasional, adalagi yang rasional. Terkadang kalau
saya baca perilaku-perilaku, status supersemar misalnya, mengapa
Bung Karno mau aja dengan Supersemar. Sebab dari 4 perintah
Supersemar, ada 3 yang dari dia. Terkadang saya berpikir, kok bisa
lupa Soekarno, padahal sudah bertahun-tahun jadi pemimpin.
Padahal Soeharto sudah beberapakali mengusulkan bubarkan PKI.
Tapi kok dia mau aja.
Kemudian, ketika mau merdeka, Jepang mendatangkan 3 orang dari Sumatera, 2 dari Kalimantan, ada 7 atau 9 orang yang
didatangkan dari luar Jawa. Tapi belum sempat rapat mereka. Rapat
dilaksanakan ketika Bung Hatta diculik oleh pemuda-pemuda, dan
setelah itu langsung diadakan proklamasi. Itulah saat akhir, waktu
17 Agustus, dan tanggal 18 Agustus pagi-pagi yang tadi dijelaskan
oleh Pak Fatwa.
Rupanya Bung Hatta didatangi oleh angkatan laut. Nah, yang
tadi saya bilang, yang berkuasa di Indonesia Timur adalah Angkatan
Laut. Yang datang dengan Hatta itu opsir Angkatan Laut. Setelah
itu Bung Hatta memanggil orang yang mewakili Islam, yaitu Ki
Bagus, Kasman, dan satu orang dari Sumatera. Selanjutnya, dalam
15 menit mereka setuju tentang perubahan tujuh kata itu.
Kepahlawanan terkadang didapat hanya karena peristiwa sesaat.
Konon, salah satu pahlawan Belanda adalah seorang anak yang
katanya waktu dia lewat bendungan ada yang bocor. Padahal tidak
58

Tidak mudah meyakinkan Ki Bagus untuk menghapus tujuh


kata dari rancangan Preambule Undang-Undang Dasar. Sesudah Bung
Hatta yang konon pada sore 17 Agustus 1945 menerima opsir
Angkatan Laut Jepang untuk menyampaikan keberatan rakyat di
Indonesia Timur atas masuknya tujuh kata dalam Preambule UndangUndang Dasar gagal meyakinkan Ki Bagus, dia meminta T. M.
Hasan untuk melobbi Ki Bagus ternyata juga tidak mampu
melunakkan hati Ki Bagus.
Dalam situasi kritis itulah, Hatta meminta Kasman untuk
membujuk Ki Bagus. Dengan menggunakan bahasa Jawa halus,
Kasman meyakinkan Ki Bagus untuk mau menerima usul
perubahan.
Entah karena dilobbi oleh sesama kader Muhammadiyah, atau
karena kepiawaian Kasman melobbi dengan bahasa Jawa halus, Ki
Bagus dapat menerima argumen Kasman. Ki Bagus setuju tujuh
kata dalam rancangan Preambule Undang-Undang Dasar, Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
dihapus dan diganti dengan kalimat Ketuhanan Yang Maha Esa.
Bersamaan dengan itu Ki Bagus meminta supaya anak kalimat
menurut dasar di dalam Preambule Undang-Undang Dasar dihapus,
sehingga penulisannya dalam Preambule Undang-Undang Dasar
menjadi: ... Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, dan seterusnya. Usul Ki Bagus disetujui.
Hadirin yang berbahagia,
Panitia berharap, seminar ini dapat memberikan pencerahan,
melengkapi pengetahuan kita terhadap masa lalu bangsa ini dan
menimbang secara adil peran Ki Bagus Hadikusumo, K.H.A. Kahar
Mudzakkir, Mr. Kasman Singodimedjo, dan banyak tokoh lain
seperti dr. Soekiman Wirjosandjojo, K.H.A. Sanusi, dan Abdul
Rahman Baswedan dalam proses pembentukan negara Republik
Indonesia dengan konstitusinya yang kita kenal sebagai UndangUndang Dasar 1945.
15

Dalam proses penyusunan konstitusi, terutama pada saat-saat


kritis dalam proses penetapan Undang-Undang Dasar, terbukti tiga
tokoh Muhammadiyah telah menorehkan peranan yang cukup
signifikan. Anehnya, meskipun Ki Bagus Hadikusumo, K.H. A.
Kahar Mudzakkir, dan Mr. Kasman Singodimedjo memiliki peran
cukup signifikan dalam pembentukan Undang-Undang Dasar,
sampai hari ini pemerintah belum mengakui ketiga tokoh ini sebagai
Pahlawan Nasional.
Wabillahittaufiq wal hidayah.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jakarta, 3 Agustus 2012
DR. (HC) A.M. Fatwa

16

dan Rajiman yang pergi ke Barat. Saat mereka pulang Jepang sudah
kalah. Tapi itu cerita lain.
Jadi setelah diangkat BPUPKI itu memang terjadi perdebatan.
Ada beberapa hal yang menjadi pangkal perdebatan. Ada beberapa
hal yang diperdebatkan memang, ada yang menduga tentang
republik atau tidak, yang menjadi wakil negara raja atau presiden,
ya presiden. Manakah yang menjadi wilayah indonesia ini? Kalau
Bung Karno dan Yamin, kedua orang ini adalah nasionalis yang
romantis, romantic nasionalis.
Mereka membayangkan Indonesia Raya, yang mereka
maksud seluruh kepulauan Indonesia ini, termasuk Timor Timur,
termasuk Kalimantan, Serawak, Serapah, dan Brunei itu.
Dan termasuk juga tanah Melayu. Itulah yang mereka maksud
Indonesia Raya. Kalau Bung Hatta mengatakan Hindia Belanda
saja. Kalau sekiranya Papua tidak mau, Papua tidak. Sebab
Papua itu dianggap keseluruhan, tidak Papua Barat saja, tapi
Papua sebagai keseluruhan.
Tapi yang menang Soekarno dan Yamin, Indonesia Raya. Dan
yang paling lama perdebatannya ialah apa dasar negara kita. Memang
dasar dari pengertian bukan filosofis. Filosofis itu akan diterima
pancasila, tapi apakah ini negara berdasarkan Islam atau netral. Nah,
itu memang yang belum terjawab. Landasan filosofis dasar negara
itu dirumuskan oleh panitia 9, yaitu Soekarno, Hatta, Mr. Subagyo,
Yamin, Kahar Mudzakkir, Cokro Adikusno, H. Agus Salim,
Ki Bagus.
Kemudian terumuskanlah Piagam Jakarta. Yang jadi perdebatan
adalah tujuh kata itu. Dan yang paling sering tampil dan
memperdebatkannya itu ya Ki Bagus Hadikusumo. Ia ingin itu
dicabut saja, tapi pada pidato terakhirnya ia sempat putus asa, ada
sinisme. Ini saya bacakan sinisme yang terakhir. Pidato terakhir dia,
inikan debat beda dengan pidato, kalau pidato kan langsung, tapi
sekarang dia mulai seperti ini, Akhirnya saya berlindung kepada
Allah terhadap setan yang merusak, begitulah pidatonya itu. Yang
lain sebelum itu belum pernah pakai seperti itu. Menurut Ki Bagus,
57

Zaman Jepang itu juga bahasa indonesia menjadi bahasa


pengetahuan. Karena bahasa Belanda tidak dipakai, maka pelajar
Indonesia itu terpaksa belajar bahasa Indonesia. Kecuali kalau
mereka sama mereka saja. Kalau Bung Hatta, Bung Karno dengan
kawan-kawan mereka ya pakai bahasa Belanda. Tapi kalau Bung
Hatta, Bung Karno dengan kawan yang lain maka pakai bahasa
Indonesia.
Saya baca di koran terkemuka di Jawa, Ki Bagus Hadikusumo
Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah, Jogjakarta, 2050
Jogjakarta, dari pesantren dan juga ke Mekkah, pekerjaan dagang.
Jadi Ki Bagus sama dengan ulama di Sumatera Barat yang
kerjanya dagang. Ia pernah diangkat oleh Gubernur Jendral
menjadi anggota komisi untuk menyusun Mahkamah Tinggi.
Tahun 2053 diangkat menjadi komisi pemeriksa guru agama
Indonesia di Jogjakarta. Tahun 2063 menjadi anggota DPR.
Karyanya antara lain; Kitab Pustaka Iman, Pustaka Islam, Pustaka
Ihsan, Kitab Pustaka Hadits, Risalah Katresnan Jati, dan Tafsir
al-Quran.
Gara-gara Kiai Mas Mansyur sakit-sakitan, maka Ki Bagus
Hadikusumo diangkat sebagai pengganti empat sekawan, yaitu:
Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Mas Mansyur yang
kemudian diganti oleh Ki Bagus Hadikusumo. Pada zaman Jepang
ada 3 pemerintahan. Indonesia bagian timur saat itu dikuasai oleh
Angkatan Laut, dan dari situ yang paling progresif pemerintahan
itu ya di Jawa.
Pada waktu itu empat sekawan sempat marah-marah lantaran
kemerdekaan Indonesia tak kunjung diberikan. Kemudian empat
sekawan itu diundang ke Jepang. Di sana keempat sekawan itu
mendapat bintang kehormatan dari Kaisar Jepang. Tulisan-tulisa
Bung Hatta sebelum datang ke Jepang sangat anti dengan Jepang.
Kata Bung Hatta dalam tulisannya, kalau kita harus memilih maka
waktu itu juga kita harus memilih demokrasi, demokrasi ya Barat,
bukan kekuatan Jepang. Sekaligus mereka dapat bintang. Kemudian
memang waktu makin dekat, akhirnya Bung Hatta, Bung Karno
56

KETIKA PILIHAN PATRIOTIK TELAH DATANG :


Ki Bagoes Hadji Hadikoesoemo

Hadikoesoemo, Ki Bagoes Hadji, Ket.peng.besar


Moehammadijah Jodjakarta, Giin Tjuo Sangi InLah.:2550,
Jogjakarta, --Sek.: pesantren, ke Mekkah,-- Pek.: dagang, 2582,
2582 diangkat oleh G.G. menjadi angg. Komisi oentoek
menjoesoen Mahkamah Tinggi; 2583 diangkat oleh Pepatih
dalem Jogjakarta -Koo mendjadi komisie pemeriksa kijai
goeroe agama Jogjakarta; 2603 Giin Tyuuoo Sangi In Karangan : Kitab poestaka Iman, Poestaka Islam, Poestaka
Ihsan, Kitab Poestaka Hadi, Risalah Katresnan Djati, Roehoel
Bajan (Tafsir Qoeran; (2584-2599). (22-3-2604)
(Orang Indonesia Terkemoeka di Djawa Diterbitkan oleh
Gunseikanbu-2604, Tjetakan Pertama) Kurangi 620 dari tahun
Jepang untuk mendapatkan padanan tahun Masehi.

Setiap periode, bahkan juga setiap peristiwa, sesungguhnya unik


pada dirinya. Seru periode, apalagi satu peristiwa, tidak sama dengan
yang lain. Hanya saja berbagai unsur dalam periode atau peristiwa
itu bisa juga diperbandingkan dan bahkan dipersamakan dengan
yang lin, sehingga pemahaman konseptual yang sama pun tentang
periode dan peristiwa sering bisa juga dipakai... Maka kitapun bisa
mengatakan terjadinya revolusi di sana, dan revolusi di situ
atau pemberontakan terjadi seratus tahun yang lalu dan
pemberontakan berkecamuk sekian tahun yang lalu. Semua
berbeda tetapi ada ciri-ciri pada diri masing-masing yang memberi
kemungkinan untuk menyebutnya dengan nama yang sama. Karena
menyadari hal-hal yang bisa dipersamakan inilah peristiwa sejarah
itu lebih mungkin direkonstruksi dan dipahami. Asal usul dari teori
sosial, yang ingin menerangkan struktur dan perilaku masyarakat
17

serta prospek hari depannya sesungguhnya berasal dari pemahaman


tentang peristiwa-peristiwa yang bisa dibandingkan ini. Bahkan
periode-periode sejarah pun bisa juga memantulkan kesan-kesan
yang hampir sama. Maka orang pun berkata tentang zaman gemilang
di abad sekian dan terulang lagi sekian abad kemudian. Beberapa
ciri yang didapatkan dari zaman itu memberi kesan-kesan yang
memungkinkan sejarawan atau ahli apapun untuk membuat
kategorisasi dari periode atau zaman tertentu,
Meskipun begitu harus diakui juga bahwa zaman pendudukan
Jepang (1942-1945) memacarkan kesan-kesan historis yang boleh
dikatakan jauh lebih unik dari pada periode lain dalam sejarah Indonesia modern. Kesan historis yang paling segera melintas dalam
kenangan ialah kesulitan hidup sosial-ekonomis yang dipancarkan
regime militeristik di zaman perang, kekejaman tentara Nippon
apalagi Kempetai pengerahan tenaga rakyat (romusha) secara paksa
untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan
perang Asia Timur Raya, pergundikan paksa, dan sekian banyak
lagi corak pengalaman bangsa yang memilukan. Tetapi sebaliknya
masa penderitaan zaman perang Pasifik ini pula jalan ke arah
kemerdekaan bangsa sengaja ataupun bukan semakin terbentang.
Meskipun untuk keperluan perang Asia Timur Raya berbagai corak
latihan bahkan pengalaman kemiliteran diperkenalkan oleh regim
militeristik Jepang ini. Baik dalam bentuk latihan kepemudaan yang
bercorak militeristik, seperti seinendan, keibodan dan apalagi yang
murni bercorak ketentaraan seperti PETA, Giyu Gun dan Heiho
ternyata kemudian menjadi modal pertahanan militer bangsa yang
utama ketika Proklamasi Kemerdekaan telah dikumandangkan.
Salah satu hal yang terlupakan ialah proses pendewasaan bahasa
Indonesia. Karena pemerintah Pendudukan Jepang melarang
pemakaian bahasa Belanda, maka para kaum terpelajar harus
memakai bahasa Indonesia, yang selama ini hanya mereka kenal
sebagai bahasa pasar saja. Ketika inilah dari sekolah rendah sampai
juga sekolah menengah dan tinggi harus memakai bahasa Indonesia, disamping tentu saja mempelajari bahasa Jepang. Di masa
18

Prof. Taufiq Abdullah


Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Begini, saya akan bercerita dulu bahwa sejarah itu tidak pernah
lepas dari konteksnya. Kapan itu datang? Dalam suasana apa itu
dilakukan? Menurut saya setiap setiap peristiwa sejara itu berbeda
akan tetapi ada bagian unsur dari peristiwa yang bisa disamakan.
Karena itu kita bisa bicara, perang di sana, perang di sini. Setiap
perang itu berbeda-beda tetapi pasti ada unsur-unsur kesamaan.
Kita bisa menamakan revolusi Prancis, revolusi Indonesia. Beda,
tapi ada unsur yang sama. Karena itu bisa dikatakan praktis semua
teori-teori sosial bisa dimulai dari perbandingan-perbandingan
berbagai peristiwa itu. Saya bisa mengatakan pemberontakan.
Mengapa pemberontakan terjadi? Yang satu karena tidak adil, yang
satu kesenjangan. Tapi dalam sejarah kita, zaman Jepang memang
paling unik. Dalam waktu 3,5 tahun itu aneh-aneh. Setiap kita
berbicara tentang zaman Jepang yang teringat adalah penderitaan,
kelaparan, romusa, paksaan, dan segala macam penderitaan.
Tapi di zaman Jepang itulah pergerakan ke arah kemerdekaan
itu semakin jelas. Di bawah Jepang juga kependidikan kemiliteran
berkembang. Sebaliknya, sebelum Jepang tidak ada. Hanya beberapa
orang kelihatan seperti itu.
Waktu zaman Belanda militier hanya di Ambon dan Manado.
Tapi zaman Jepang, itu praktis dari Ambon sampai ke Aceh sudah
terlatih. Kemudian di zaman Jepan itulah ada kegiatan fajar
kemerdekaan. Di zaman Jepang itu pertama kali dalam sejarah kita
beberapa orang terkemuka sebanyak 60 orang dikumpulkan di
Jakarta. Saya kutip di buku yang ada orang terkemuka Indonesia di
Jawa. Di kumpulkan tidak berdasarkan alphabet, tapi brdasarkan
teori. Dari kategori pemerintahan, peranan sosial, kategori lain-lain.
Dalam agama ini termasuk Prof. Dr. Riyadi Jayadiningrat, dipilih
pemuka agama karena studi-studi yang dilihat banyak dari naskah
agama. Dan diantaranya juga ada Ki Bagus Hadikusumo.
55

mengedepankan netralitas agama, bahkan di Muhammadiyah Ki


Baguslah yang berperan besar dalam penyusunan Muqaddimah
Anggaran Dasar. Ada 7 pokok Pikiran, yang pertama tauhid, kedua
hidup bermasyarakat, saya bacakan pernyataan Muqaddimah
Anggaran Dasar pokok pikiran yang kedua, tujuan hidup
bermasyarakat tercapai jika keamanan dan kesejahteraan sosial di wujudkan
diatas keadilan, kejujuran, persaudaraan, dan gotong royong, serta tolong
menolong dengan bersendikan atas hukum Allah.
Pada masa Orde Baru, terjadi perdebatan yang sangat serius di
kalangan Muhammadiyah, Kebetulan dulu saya sekretaris Biro
Organisasi dan Kader. Pada suatu sidang pagi hari subuh, yang
dibuka oleh Pak Jamahari Hadikusumo dan pembahasan tidak dapat
dicapai karena terjadi perbedaan pendapat yang tajam diantara
peserta sidang. Di kemudian hari ditemukan solusi yang bersumber
dari Muqadimah.
Mungkin penjelasan yang perlu dikaji lebih lanjut adalah monarki
dan republik dan sistem negara, negara Islam atau netral. Dengan
merujuk pada negara netral itulah Ki Bagus mengusulkan untuk
dicabutnya 7 kata dalam Piagam Jakarta. Mungkin nanti Pak Taufiq
bisa menjelaskan lebih lanjut. Terima kasih.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

54

Pendudukan Jepang inilah istilah ilmiah bahasa asing mulai


mendapakan padanan dalam bahasa Indonesia. Komisi Istilah
didirikan di masa pendudukan Jepang ini. RT dan RW sebagai
organisasi lokal kemasyarakatan, sebagai struktur perantara dengan
administrasi pemerintahan di daerah perkotaan kini telah dianggap
biasa saja dan terlupakanlah bahwa keduanya berasal dari zaman
Pendudukan Jepang. Mungkin dalam usaha pengaturan masyarakat
ini pula pemerintah Jepang, Gunseikanbu, di Jawa menerbitkan
sebuah buku yang penting, yaitu Orang Indonesia jang terkemoeka di
Djawa (2604/944). Buku yang disusun berdasarkan lapangan
aktivitas para tokoh ini (1). Oeresan Negara (pangreh pradja,
pengadilan dsb,(2). perekonimian (pertanian, kehoetanan,
perdagangan dsb), dan(3).golongan-golongan lain (penerangan,
kebodajaan, agama dsb) tampaknya dipakai pemerintah pendudukan
Jepang untuk membentuk peninggalannya yang paling fundamental yaitu Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI), yang mulai bersidang akhir Mei (28 Mei) 1945.
Dalam BPPKI inilah untuk pertama kalinya sekitar 60-an orang Indonesia terkemoeka di Djawa, yang kebetulan berasal dari
berbagai daerah (bukankah Jawa adalah pusat pemerintahan sejak
zaman Hindia Belanda?) membicarakan secara terbuka segala hal
yang berkaitan dengan keharusan kenegaraan mulai dari landasan
filosofis, dasar dan bentuk negara, sistem pemerintahan, sampai
batas-batas wilayah negara. Dalam badan resmi yang didirikan
pemerintah pendudukan Jepang inilah untuk pertama kali berbagai
corak dan aliran ideologi kenegaraan serta impian masa depan
bangsa dibicarakan, diperdebatkan dan diputuskan serta
dirumuskan. BPUPKI barulah dibubarkan, setelah berhasil
membuat rancangan UUD yang disertai Mukaddimah, yang
kemudian dikenal sebagai Jakarta Charter pada akhir Juli, 1945.
Ketika itu suasana Perang Pasifik, yang disebut pemerintah militer
Jepang Perang Asia Timur Raya, telah semakin memperlihatkan
tanda-tanda zama gelap bagi Jepang. Tetapi janji kemerdekaan
tetap dipegang dan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indo19

nesia) pun dibentuk, yang tidak lagi hanya terdiri dari orang Indonesia terkemoeka di Djawa. Satu sampai tiga orang terkemuka
dari Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Sunda Kecil dan
Maluku juga dibawa pemerintah militer Jepang. Jumlah anggota
PPKI 27 orang, di antaranya (sebanyak 9 orang) didatangkan dari
luar Jawa.
Tetapi belum sempat mengadakan rapat, PPKI sudah harus
menjadi saksi dan bahkan peserta dari klimaks peristiwa yang telah
bermula sejak Perhimpunan Inonesia dengan tegas menyebut Indonesia vry nu sebagai semboyan mereka (1925) dan mencapai
klimasnya ketika pemerintah militer Jepang di tahun 1944
mengumumkan janji kemerdekaan. Menjelang pertengahan
Agustus 1945 bom atom jatuh dan tak lama kemudian para anggota
PPKI telah terlibat dalam klimaks perjuangan kemerdekaan bangsa
Proklamasi Kemerdekaan. Keesokan harinya, tanggal 18 Agustus
1945 setelah memilih Sukarno dan Hatta sebagai Presiden dan Wakil
Presiden mereka menjadikan draft yang dibuat BPUPKI, setelah
dubah sekadarnya, sebagai UUD. Ketika ini pula preambule
atau Mukaddimah mengalami perubahan sedikit kalau dihitung
jumlah kata-katanya, tetapi sangat fundamental dari sudut landasan
filosofis kenegaraan. Sejak itu namanya disebut saja Pembukaan.
Secara teoreis Pembukaan ini menjadi landasan filosofis
dari UUD.
Karena itu bisalah dipahami juga kalau sejak itu pula
Pembukaan UUD ini sewaktu-waktu diperdebatkan lagi, terutama
di saat-saat goncangan dalam konstelasi politik sedang terjadi. Ketika
itulah kemungkinan kembalinya pembukan ke bentuknya yang
asli (Jakata Charter) diperdebatkan. Begitu halnya ketika Presiden
Sukarno mengeluarkan dekrit Juli 1959 untuk kembali ke UUD
1945, demikian pula halnya ketika Orde Baru berdiri dan tidak
berbeda halnya ketika era Reformasi bermula.
Jika diliha dari para pemimpin yang terlibat dalam proses
perumusan landasan filosofis kenegaran ini maka tidaklah berlebihlebihan kalau dikatakan bahwa salah seorang yang memainkan
20

Prof. Munir Mulkan


Asslamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Banyak perdebatan mengenai siapa yang mulai melakukan
penghapusan 7 kata pada Piagam Jakarta tersebut. Diantaranya
refleksi yang disampaikan oleh A.M. Fatwa pada berbagai jurnal,
menyebutkan Ki Bagus pada tahap akhir menyebutkan 7 kata, tapi
pada sebuah artikel yang dimuat di jurnal Masyarakat dan Budaya
yang ditulis oleh Muhammad Hisyam. Menurut jurnal tersebut Ki
Baguslah pelopor penghapusan tujuh kata tersebut, lalu apa latar
belakang penghapusannya? Menurut saya Pak Taufiklah yang dapat
memaparkannya. Awal kemerdekaan Indonesia, ada perdebatan di
berbagai kelompok masyarakat mengenai bentuk negara, republik
atau monarki, negara Islam atau sekular. Di tengah perdebatan
tersebut, Ki Bagus memunculkan negara netral. Pada awalnya Ki
Bagus menyetujui negara Islam, tetapi pada rapat berikutnya beliau
tidak menyetujui negara Islam, melainkan mengusulkan negara
netral terhadap penganut agama. Sekali lagi menurut saya hal ini
perlu dicatat bahwa Ki Baguslah yang mempolopori bentuk negara
netral .
Menurut perdebatan berbagai kelompok agama netral yang
diusulkan oleh Ki Bagus dianggap sebagai sekular. Menurut Ki
Bagus, menggunakan negara netral, negara harus bebas dari
intervensi keagamaan, termasuk intervensi agama Islam terhadap
penganutnya. Walaupun ada kekhawatiran dari berbagai pihak kalau
7 kata itu dihapus, orang Islam akan pindah agama. Ki Bagus
meyakinkan bahwa hal tersebut tidak mungkin karena ada situasi
yang membuat seseorang tidak mudah untuk pindah agama.
Menurut saya perdebatan yang perlu digali lebih lanjut tentang
negara Islam atau sekular adalah pendapat anggota BPUPKI
atau kelompok lain menyatakan negara ini bukan negara Islam,
sedang Ki Bagus bersikeras mengusulkan agar 7 kata itu dihapus.
Oleh karena itu Ki Bagus bisa disebut sebagai tokoh yang
53

memimpin usaha untuk perubahan itu, yang tentu dia menyadari


resikonya.
Dalam hal ini, ada Ki Bagus Hadikusumo yang sangat
menentukan, sehingga disepakatilah kalimat Ketuhanan Yang
Maha Esa. Ini soal sejarah. Ini adalah hadiah terbesar umat Islam.
Ada saja memang yang tersinggung jika dibilang begitu. Tapi ini
kenyataan dan tidak bisa dipungkiri. Tentu kita tidak perlu lagi
mempersoalkan masalah ini. Soal sejarah ini sudah selesai. Pancasila
kita rohnya tetap Pancasila 1 Juli yang disebut sebagai: Intelectual
History , 22 Juni saya sebut sebagai Political History, dan 18 Agustus
adalah Constitution History. Inilah perjalanan Pancasila kita.
Namun, catatan sejarah mengenai tokoh-tokoh seperti Ki Bagus
Hadikusumo ini tidak boleh kita lupakan. Kalau yang lain sudah
menerima penghargaan yang sepantasnya, Ki Bagus juga semestinya
mendapatkannya. Walaupun saya, sebagai anggota Dewan Gelar
tidak boleh ikut campur dulu. Jadi, dalam pandangan kita, tokoh
sekelas Almarhum ini pantas, disamping juga tokoh-tokoh yang
lain. Kasman Singodimejo, Kahar Mudzakkir, dan saya rasa masih
banyak juga yang lain yang perlu kita beri perhatian. Bahkan saya
pernah bicara dengan Pak Fatwa bahwa harus ada yayasan tetap
yang mengurus kajian tokoh-tokoh seperti ini. Koordinator yang
paling tepat ya Pak Fatwa.
Saya rasa demikian. Mari kita berbagi tugas. Mudah-mudahan
tradisi menghargai jasa, prestasi, dan pengabdian ini menjadi bagian
dari kultur politik bangsa kita. Terima kasih
Wabillahittaufiq walhidayah
Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh

52

peranan penting ialah Ki Bagoes Hadikoesoemo (1980-1945).


Dengan keterlibatan yang mendalam ini ia telah ikut memainkan
peranan sentral dalam menentukan dasar negara bangsa. Dengan
begini ia pun harus diakui juga sebagai salah seorang peletak dasar
dari cita-cita politik yang murni kehidupan kenegaraan, betapapun
berbagai penyimpangan fundamental sempat juga terjadi di saatsaat negaqra telah terbawa oleh arus otoritarianisme, meskipun
dengan argumen kepribadian nasional atau jati diri bangsa.
Ki Bagoes menjalankan peran ini di dalam dan di luar sidang resmi
BPUPKI dan PPKI.
Ki Bagoes Hadikoesoemo adalah salah seorang dari orang Indonesia terkemoeka di Djawa yang masuk kategori Golongan-golongan
lain (Agama dalam buku terbitan Guneikanbu) yang diangkat
menjadi anggota BPUPKI dan kemudian juga PPKI. Ia memankan
peranan dalam konteks nasional sebagai pengganti K.H. Mansyur,
ketua Muhammadyah,yang diangkat pemerintah militer Jepang
sebagai anggota Empar Serangkat pemimpin utama bangsa Indonesia, yang diakui Jepang (disamping Sukarno, Hatta, K.H.
Dewantara), Karena K.. Mansyur sakit-sakitan maka Ki Bagoes
Hadikoesoemo, diangkat untuk menggantikan. Karena itulah ia yang
semula tokoh daerah dan tokoh organisasi ini harus pindah dari
yogya ke Jakarta. Dalam kedudukannya sebagai seorang anggota
Empat Serangkai, yang praktis merupakan pemimpin informal
bangsa, ia bersama Bung Karno dan Bung Hatta diundang ke
Jepang untuk membicarakan segala sesuaqtu mengenai janji
kemerdekaan. Dalam kunjungan ini ia juga mendapat bintang
kehormatan (Bintang Ratna Suci) dari Tenno Haika, Kaisar Jepang.
Dalam Memoir nya Bunga Hatta1 mengatakan bahwa karena
mendapat bintang inilah ia (dan mungkin juga Bung Karno dan Ki
Bagoes) terbebas dari ancaman Kempetai. Bung Hatta mengatakan
bahwa bintang kehormatan diusahakan seorang pembesar Jepang,
yang kebetulan mengetahui rencana Kempetai yang ingin menjerat
Bung Hatta, yang tampaknya tidak terlalu canggih menutupi
keinginan dan kecenderungan politiknya yang sesungguhnya.
21

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Ki Bagoes Hadikoesoemo


diangkat menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat, yang
berfungsi sebagai parlemen sementara dan, kemudian setelah
pengakuan kedaulatan ia menjadi anggota DPR-RIS, tentu saja
mewakili Republik Indonesia.
Tetapi siapakah Ki Bagoes sesunguhnya? Sepintas lalu
riwayatnya terasa seperti rutin saja. Tetapi makin lama ia, seorang
ulama, semakin diakui sebagai pemimpin ummat dan bahkan
bangsa. Ia mulai sebagai anggota Muhammadyah yang naik terus
dalam hirarki organisasi sehingga sampai menjadi ketua dan bahkan
kemudian di masa Pendudukan Jepang mewakili unsur Islam
dalam kepemimpinan informal bangsa. Sebagaimana halnya dengan
kebanyakan pemimpin lokal yang sampai meningkat menjadi
pemimpin nasional Ki Bagoes Hadikoesoemo adalah juga seorang
penulis. Beberapa buku keagamaan telah ditulisnya sebelum akhirnya
ia terlibat dalam politik nasional. Tentu perlu juga bahwa adalah
rezim Penddukan militer Jepang yang membawa ulama terlibat
secara aktiif dalam arena politik nasional. Dan sejak itu keterlibatan
ulama dalam wilayah politik nasional telah menjadi hal basa saja.
Sejak zaman pendudukan Jepang baas yang tegas yang didirikan
pemerintah Hindia Belanda antara politik dan aktivitas murni
keagamaan telah hancur berantakan.
Jadi sepintas lalu biografi Ki Bagoes biasa saja, Ia adalah seorang
terpelajar dalam bidang agama yang memainkan peranan keulamaan,
baik dalam dunia keilmuan maupun birokrasi keagamaan lokal.
Tetapi sejarah kadang-kadang bisa juga menunjukkan adanya detikdetik yang menentukan ketika sesuatu yang memberi batas dari
esensi jiwa zaman sedang terjadi. Ada kalanya peristiwa yang
diungkapkan sejarah itu memancing pertanyaan bagaimana kalau
bukan itu yang terjadi, tetapi ini ?. Tentu saja sudah jelas bahwa
tidak ada jawaban yang pasti yang bisa diberikan terhadap pertanyaan
seperti itu. Bukankah peristiwanya telah berlalu dan tak mungkin
bisa diulang lagi? Tetapi kemungkinan logis dan rasional bisa juga
diajukan, terhadap pertanyaan yang bersifat spekulatif ini. Secara
22

jadi permasalahan juga, tokoh nasional tapi mesti diajukan dari


daerah.
Mari kita manfaatkan pengaturan mengenai kepahlawanan ini
dengan sebaik-baiknya. Di dalam UU, gelar ini bukan hanya
kepahlawanan yang diatur. Tapi juga gelar, tanda jasa, dan tandatanda kehormatan lainnya, yang banyak sekali. Terkadang kita
kurang perhatian tentang penganugerahan penghormatan ini.
Misalnya ada instansi yang rajin memberikan usulan. Tapi ada juga
yang tidak pernah. Jadi, kesadaran mengenai pentingnya
penghargaan ini belum merata. Saya rasa ini perlu jadi bahan
renungan bagi kita, jangan sampai tokoh-tokoh penting dalam
sejarah luput dari perhatian kita.
Kita penting memberi penghargaan pada pengabdian, jasa-jasa
tokoh kita, bukan untuk kepentingan Almarhum, tapi untuk
kepentingan kita, supaya kita belajar dari keteladanannya. Jadi
penting dikembangkan semangat menghargai ini. kalau tidak nanti
yang tumbuh malah semangat mencaci. Di saat-saat seperti
sekarang, saya rasa penting untuk menghargai jasa-jasa para
pahlawan. Juga penting membangun jejak-jejak supaya kita selama
hidup ini dapat meneladani para pendahulu kita.
Khusus mengenai tokoh-tokoh yang ingin kita diskusikan adalah
tokoh yang sangat penting. Bagi mahasiswa Islam yang aktif di
organisasi Islam, saya yakin tak ada yang tak familiar dengan Piagam
Jakarta, dan di situ ada Ki Bagus Hadikusumo. Saya rasa beliau ini
adalah tokoh yang sangat menentukan perjalanan sejarah. Bukan
hanya Bung Hatta yang dengan segala resiko memimpin dalam
waktu hanya 15 menit. Akhirnya rumusan Piagam Jakarta yang
disepakati dan sudah diputuskan yang diakui sama Soepomo
sebagai Gentlement Agreement disebut sebagai perjanjian luhur
itu dalam waktu 15 menit, tanggal 18 Agustus 1945 sebelum
diketok palu diubah. Ada informasi dari anak buahnya Laksamana
Maeda yang sampai sekarang belum ketahuan siapa,
yang membisikkan informasi bahwa Maramis mengancam
keluar dari Republik kalau tidak dilakukan perubahan. Bung Hatta
51

Prof. Jimly Ashidiqi


Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Saya mohon izin tidak 10 menit, tapi 5 menit saja, supaya Pak
Taufiq lebih panjang. Jadi, sebagaimana tadi disampaikan, saya diberi
tugas menjadi anggota Dewan Gelar. Undang-undang yang
bereknaan dengan hal ini sebelumnya banyak sekali. Kemudian
dibuat unifikasi. Demikian juga istilah-istilah gelar yang dipakai juga
sangat beragam. Ada pahlawan nasional, pahlawan perang, pahlawan
kemerdekaan, pahlawan revolusi, dan sebagainya, termasuk
pahlawan proklamator. Kemudian di UU tahun 2009 dikonsolidasi,
diunifikasi pengaturannya termasuk juga kelembagaan, prosedur
pengajuannya. Dulu ada cerita misalnya temannya Bung Karno
karena pangkatnya Sersan, lalu ditunjuk langsung menjadi pahlawan.
Pada suatu hari temannya yang lain, karena dianggap pangkatnya
lebih rendah akhirnya dikasih juga sama Bung Karno. Memang
pahlawan ini banyak sekali. Prosedurnya pengangkatannya juga
beraneka ragam. Makanya pahlawan kita banyak sekali. Dibanding
Amerika Serikat, kita 3 kali lipatnya. Apalagi jika dibandingkan
dengan malaysia yang cuma punya 5 pahlawan. Pantas, wong di
sana tak pernah perang kemerdekaan.
Jumlah pahlawan kita memang banyak sekali. Tetapi ada juga
alasan pembenarnya. Karena kebhinekaan bangsa kita dan begitu
rupa sehingga pahlawan nasional itu apa yang kita sebut sebagai
pahlawan bangsa itu tidak selalu tokoh nasional yang dikenal luas.
Terkadang dia hanya tokoh lokal. Jasa dan pengabdiannya
berdampak besar. Kalau pahlawannya hanya dari Jawa misalnya,
maka suku yang lain nantinya merasa tidak terakomodir.
Atas pertimbangan itu jugalah maka dimungkinkan ada
pahlawan dari daerah-daerah. Bahkan penting untuk dicari, supaya
ada rasa kebangsaan dari daerah-daerah yang bersangkutan. Secara
prosedural, untuk mengajukannya diadakan seminar-seminar seperti
ini, lalu nanti akhirnya diajukan oleh pemerintah daerah. Sering
50

teoretis setiap peristiwa bisa diperkirakan melahirkan berbagai


kemungkinan, meskipun realitas empirik yang membuktikan bahwa
hanya satu dari sekian banyak kemungkinan yang rasional itu yang
betul-betul terjadi. Dengan ancang-ancang pemikiran hipotetis ini
maka terasalah betapa crucial nya peranan Ki Bagoes ketika saatsaat yang menentukan dalam sejarah bangsa telah datang. Ia ternyata
memilih melakukan itu, dalam realitas empiris dan historis,
bukannya ini , dalam pengandaian spekulatif. Ia lakukan
itu meskipun secara rasional kemungkinan ia memilih ini lebih
tinggi.
Meskipun masih berasa di bawah kekuasaan Jepang tetapi ketika
janji kemerdekaan telah dianggap sebagai realitas yang pasti
datang, para anggota BPUPKI dengan penuh perhatian dan
kesungguhan membicarakan corak masa depan negara bangsa yang
dicitakan. Maka begitukah bisa dipahami mengapa perdebatan dalam
BPUPKI sangat intens. Di samping membahas masalah bentuk dan
corak undang-undang dasar, batas-batas negara, sistem kekuasaan,
tugas pemerintah, hak rakyat dan sebagainya, BPUPKI membahas
Mukaddimah, yang secara teoretis merupakan landasan idiil dan
filosofis dari UUD. Naskah ini disusun oleh Panitia Sembilan, yang
terjadi atas para tokoh pergerakan nasional dan organisasi
keagamaan. 2 Jika dibaca dokumen BPUPKI maka tampaklah bahwa
Ki Bagoes lebih banyak memusatkan perhatiannya pada
Mukaddimah yang telah disebut Moh. Yamin (salah seorang
anggota Panitia Sembilan) Jakarta Charter (Pagam Jakarta).
Ketika Ketua sidang memberi kesempatan kepadanya untuk
memberi komentar dan tanggapan Ki Bagoes mempersoalkan
ungkapan bagi pemeluk-pemeluknya (dari uangkapan
berdasarkan ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya). Ki Bagoes mengusulkan agar
kata-kata itu dihilangkan saja. Saya masih ragu-ragu, katanya,
bahwa di Indonesia banyak perpecahan-perpecahan dan pada
prakteknya maksudnya sama saja. Itulah pendapat saya yang
menguatkan permintaan Kyai Sanusi. Menanggapi hal ini ketua
23

sidang meminta Sukarno, ketua Panitia Sembilan, untuk memberi


jawaban. Sukarno mengatakan pada rumusan ini telah dibahas oleh
dua pemimpin organisasi Islam Wahid Hasyim dan Haji Agus Salim
inilah pula yang disebut Sukiman sebagai suatu gentlemen agreement,
supaya ini dipegang teguh di antara pihak Islam dan pihak
kebangsaan3 Ki Bagoes ternyata tidak puas dengan jawaban ketua
Panitia Sembilan ini. Ia mempersoalkan lagi apakah pantas ada satu
golongan dibolehkan, sedangkan untuk golongan lain tidak
dibolehkan. Ia mengambil contoh minuman keras. Bukankah
hanya orang Islam saja yang dilarang? Dalam tanggapan berkalikali yang diajukannya kemudian Ki Bagoes tetap konsisten,
meskipun ia, katanya, menghargai suara terbanyak. Akhirnya,
dengan lebih dulu mengucapkan Saya belindung kepada Allah
terhadap syetan yang merusak. Ki Bagoes menegaskan janganlah
sampai UUD bermuka dua. Kalau sudah nyata netral jangan
mengambil-ambil perkatan Islam yang rupanya hanya dipakai ujungujung saja. Supaya beres saja, betulkah usul sekarang tentang
negara itu berdasar agamakah atau tidak. Ini perlu saya
terangkan.Wassalamualaikum w.w.4 Sementara itu hari pun sudah
larut juga Kyai Sanoesi pun mengusulkan agar rapat mendinginkan
masalah ini. Jam 21.55 (menurut WIB sekarang) sidangpun
ditutup.
Tetapi betapa cepat waktu berlalu. Tiba-tiba Ki Bagoes yang
cenderung keras menjadi orang lain, ketika di pagi tanggal 18
Agustus, sebelum sidang PPKI dimulai untuk melanjutkan langkah
sesudah Proklamasi Kemerdekaan diumumkan, ia diajak Bung Hatta
untuk berembuk secaqra kilat dengan Mr. Kasman Singodimedjo,
Wahid Hasyim dan Mr. Teuku Mohamad Hasan, wakil Sumatra
dari Aceh. Keempatnya dianggap Bung Hatta mewakili golongan
nasionalis Islam. Pertemuan hanya berlangsung lima belas menit
ini (menurut kesaksian Bung Hatta). Tetapi dalam waktu sesingkat
itu segala argumen Ki Bagoes (dan kedua tokoh Islam itu) mencair
begitu saja. Jakarta Charter diubah menjadi Ketuhanan yang
Maha Esa. Perubahan ini, kata Bung Hatta, adalah suatu tanda
24

berjasa. Dalam situasi yang sulit, antara melepas tujuh kata atau
mempertahankan keutuhan NKRI, beliau berbesarhati untuk
menjaga NKRI. Saya kira ini jasa yang luar biasa dan saya kira bisa
disejajarkan dengan proklamator. Proklamator peristiwa besar, dan
proklamator selanjutnya mempertahankan keutuhan NKRI,
betapapun harus memberikan pengorbanan yang luar biasa.
Memang, dalam konteks Indonesia, kader-kader Islam telah
memberikan kontribusi yang riil. Almarhum Pak Nasir misalnya,
memberikan kontribusi yang riil dalam usulan mosi integrasi.
Saya ingat, desertasi Pak Nasirudin Samsudin, sebetulnya
integrasi Indonesia menurutnya baru teoritis. Tapi Pak Nasir
kemudian lebih mengaplikasikan yang teoritis itu menjadi
kedaulatan NKRI.
Kemudian tahun yang lalu, anak-anak muda NU menulis
biografi KH. Wahid Hasyim, dia tulis, dan saya baca di harian
Republika, yang mencoret 7 kata itu katanya bukan Ki Bagus, tapi
KH. Wahid Hasyim. Saya kira mudah-mudahan pada seminar sore
hari dapat penjelasan. Tapi sebagai warga Muhammadiyah saya
percaya bahwa itu karya Ki Bagus. Yang terakhir saya mencatat
Ketuhanan Yang Maha Esa adalah sumbangan yang sangat besar
dari Ki Bagus Hadikusumo. Bukan bagi umat Islam saja, tapi juga
bagi bangsa Indonesia.
Saya tidak mau panjang-panjang. Marilah kita buka seminar
ini, karena waktunya tidak panjang. Dengan membaca
bismillahirrahmanirrahim, Seminar Kenegarawanan Ki Bagus
Hadikusumo resmi dibuka. Kurang dan lebihnya saya mohon maaf.
Wabillahittaufiq walhidayah
Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh

49

SAMBUTAN PP MUHAMMADIYAH
Dr. Abdul Fatah Wibisono
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Yang saya hormati, wakil keluarga besar Ki Bagus Hadikusumo,
Rektor UHAMKA beserta civitas akademika UHAMKA yang
saya hormati,
Para narasumber yang sore hari ini hadir,
Bapak dan ibu peserta seminar yang dirahmati Allah,
Ketika panitia selesai rapat dan sepakat untuk mengusulkan
pemberian gelar pahlawan kepada Ki Bagus Hadikusumo, saya
telepon salah seorang putra Ki Bagus. Kata beliau malah katanya
harus dipikir-pikir lagi. Karena kalau Ki Bagus masih hidup pasti
tak mau diusulkan menjadi pahlawan. Saya bilang, kalau masih hidup
justru tak bisa diusulkan.
Hemat saya, Ki Bagus tercatat di Muhammadiyah sebagai
pelestari kultur ikhlas yang tumbuh sejak zaman Kiai Dahlan,
dengan ungkapan Ki Bagus yang sangat terkenal; Kerja di
Muhammadiyah itu kalau gak ikhlas tidak dapat apa-apa. Honor
tidak seberapa, tapi insya Allah kalau ikhlas, bahkan dapat dua kali
lipat; ajrun dan ujrotun (dapat pahala dan dapat honor), itu kata Ki
Bagus. Beliau adalah figur yang mencerminkan keikhlasan.
Catatan yang kedua dalam konteks Muhammadiyah Ki Bagus
adalah perumus Ideologi Muhammadiyah. Pemikiran-pemikiran
K.H. Ahmad Dahlan oleh Ki Bagus dirumuskan dan ditulis dalam
Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah. Kemudian putra
beliau, Pak Jarnawi Hadikusumo meneruskan dan memberikan
kenang-kenangan yang kita nyanyikan bersama; Mars
Muhammadiyah.
Catatan yang akan menjadi diskusi kita pada sore hari ini adalah
kenegarawanan beliau. Kita tahu dalam catatan sejarah beliau sangat
48

bahwa pemimpin-pemimpin tersebut di waktu ini benar-benar


mementingkah nasib dan persatuan bangsa. Perubahan yang
mereka buat segera disetujui PPKI sebelum rapat resmi dimulai.5
Dalam rapat PPKI yang segera diadakan mereka yang berkonsultasi
ini hanya melibatkan diri dalam perumusan bahasa saja.
Hal ini terjadi karena sebagaimana dikisahkan Bung Hatta ia
didatangi seorang opsir Angkatan Laut Jepang (kesatuan militer
yang menguasai Indonesia bagian Timur) yang mengatakan bahwa
tokoh-tokoh Indonesia bagian Timur yang non Islam leih suka beraa
di luar negara Indonesia daripada hidup dalam negara yang
berdasarkan pada Jakarta Charter, yang mencantum tujuh kata
kontoversial dan bersifat segregatif. Maka begitulah ketika pilihan
fundamental telah datang kesatuan bangsa dan negara pun
menjadi pegangan yang tak tergoyahkan. Hal-hal lain akan bisa
diselesaikan ketika kemerdekaan bangsa dan kedaulatan negara telah
didapatkan.
Ketika krisis dan peralihan kekuasaan terjadi Pembukaan
UUD yang disyahkan PPKI ini adalah yang pertama yang
diperabadikan. Begitu keputusan MPRS di saat peralihan Demokrasi
Terpimpin ke Orde Baru dan demuikian pula halnya dengan
keputusan MPR, hasil Pemilu 1999, di saat Era reformasi telah
dimasuki.
Maka sebuah pertanyaan hipotets tertanyakan juga.
Bagaimanakah kalau sekiranya khayal sejarah dilakukan? Apakah
jadinya dengan perjuangan kemerdekaan bangsa kalau saja para
tokoh Islam menolak atau memperdebatkan bkannya
menerima dalam lima belas menit saja usul yang disampaikan
Bung Hatta? Rupanya jalan sejarah bsa juga ditentukan oleh
keputusan kepahlawanan yang dibuat hanya dalam beberapa menit
saja.
Ternyatalah pula betapa satu menit tindakan yang didukung oleh
kecintaan dan rasa hayat pengabdian bisa lebih berarti daripada
tahunan kerja tanpa idealisme dan rasa patriotisme. Nilai
kepahlawanan ditentukan oleh corak pilihan ketika berbagai
25

kemungkinan terhampar lebar. Bagi Ki Bagoes dan kawan-kawannya


ternyata pilihan itu hanyalah klimaks dari serentetan pengabdian
bagi nusa dan bangsa yang telah dimulai sajak masa remaja.
Taufik Abdullah
3 Agustus 2012

26

Hadirin yang Berbahagia,


Kami panitia berharap, seminar ini dapat memberikan
pencerahan, melengkapi pengetahuan kita tentang masa lalu bangsa
ini, dan menyimpan secara adil peran Ki Bagus Hadikusumo, Kahar
Mudzakkir, Kasman Singodimejo, dan para tokoh lain seperti Dr.
Sukiman, Kiai Ahmad sanusi, dan Abdurrahman Baswedan, dengan
proses pembentukan negara Indonesia, dalam penyusunan
konstitusi, terutama pada saat-saat kritis proses penetapan UUD,
terbukti punya peranan yang cukup signifikan. Ki Bagus
Hadikusumo, Kahar Mudzakkir, serta Kasman Singodimejo
memiliki peran cukup signifikan dalam pembentukkan UUD.
Namun sampai hari ini, pemerintah belum mengakui ketiga tokoh
ini sebagai pahlawan nasional.
Wabillahittaufiq walhidayah
Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh

47

Hadirin yang berbahagia,


Situasi pada pagi 18 Agustus 1945 sunguh-sungguh sangat
krusial. Lagi-lagi beban berat itu diletakkan di pundak kader
Muhammadiyah, Ki Bagus Hadikusumo dan Kasman Singodimejo.
Menurut ketua umum Partai Masyumi, ketika seluruh anggota non
Islam menghendaki menghilangkan tujuh kata yang menjadi inti
dari piagam Jakarta, pada rapat 18 Agustus 1945, anggota PPKI,
K.H. Hasyim tidak ada karena beliau lagi di perjalanan dari Jawa
Timur. MR. Kasman Singodimejo yang baru mendapat undangan
pagi hari itu belum mengetahui sama sekali persoalannya. Seluruh
tekanan psikologis tentang berhasil atau tidaknya penetapan
Undang-Undang Dasar diletakkan di atas pundak Ki Bagus
Hadikusumo. Sebagai satu-satunya exponen Islam yang ada di PPKI
saat itu.
Tidak mudah untuk meyakinkan Ki Bagus untuk menghapus 7
kata dari batang tubuh UUD, setelah Bung Hatta yang konon, 17
agustus 1945 menerima opsir angkatan laut jepang. Untuk
menyampaikan keberatan rakyat Indonesia Timur atas masuknya 7
kata gagal meyakinkan Ki Bagus. Kemudian meminta Tenku Hasan
untuk melobi Ki Bagus. Tenku Hasan juga tidak mampu meluluhkan
hati Ki Bagus. Dalam situasi kritis itulah Bung Hatta meminta
Kasman untuk membujuk Ki Bagus. Dengan menggunakan bahasa
Jawa halus, Kasman meyakinkan Ki Bagus untuk mau menerima
usul perubahan. Entah karena dilobi oleh sesama kader
Muhammadiyah atau karena kepiawaian Kasman melobi dengan
bahasa Jawa halus, Ki Bagus dapat menerima argumen Kasman.
Ki Bagus setuju tujuh kata dalam rancangan UUD; ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam dan pemelukpemeluknya dihapus dan diganti dengan Ketuhanan Yang Maha
Esa.
Bersamaan dengan itu Ki Bagus meminta supaya anak kalimat
rancangan UUD dihapus sehingga penulisannya dalam batang tubuh
UUD menjadi; Ketuhanan Yang Maha Esa, Keadilan yang Beradab,
Persatuan Indonesia, dann seterusnya. Usul Ki Bagus disetujui.
46

JEJAK KI BAGOES HADIKUSUMA DALAM


PENTUBUHAN PANCASILA
Abdul Munir Mulkhan

7 kata sakti & Pancasila


Penolakan Ki Bagoes Hadikusuma ttg 7 kata menjadi dasar bagi
usaha pentubuhan Pancasila dalam batang tubuh UUD 1945
Ki Bagoes Hadikusumo sebagai ketua PP 1942 - 1953, atas
peran Ki Bagoes saat itu disusun MAD, selain disusun prinsip tauhid
(1), pokok pikiran ke2 bahwa hidup manusia bermasyarakat
kemudian menjadi referensi saat gerakan ini menerima asas Pancasila
tahun 1985 (muktamar Solo)
Menurut Muhammadiyah (Ki Bagoes) tujuan hidup
bermasyarakat tercapai jika keamanan dan kesejahteraan sosial
diwujudkan di atas keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong
royong serta tolong menolong dengan bersendikan atas hukum
Allah (MAD) (Fraid Maruf saat menjelaskan pp ke 2 MAD dalam
Muktamar th 53 di Purwokerto (Sukri & Munir 1985)
Gagasan Negara Ki Bagoes Hadikoesoemo dalam Sidang
BPUPKI
Nyata dari keterangan saya tadi, bahwa tuan-tuan yang sekarang duduk
di sini sebagai anggota Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan, yaitu
persiapan untuk membangun satu negara menyusun satu masyarakat, memang
sesungguhnya tuan-tuan menjadi waris Nabi, yaitu mewarisi pekerjaannya
untuk membentuk satu negara atau menyusun satu masyarakat....
Bagaimanakah dan dengan pedoman apakah para Nabi itu mengajar dan
1) Disampaikan dalam Seminar Nasional tentang Kenegarawanan Ki Bagoes Hadikoesoema: Perspektif Keumatan
dan Kebangsaan yang diselenggarakan pada tanggal 3 Agustus 2012 di Aula Lantai IV UHAMKA Jakarta.

27

memimpin umatnya menyusun negara dan masyarakat yang baik? Baiklah


saya terangkan dengan tegas dan jelas, ialah dengan bersendi ajaran agama
.... Tuan-tuan yang terhormat, tent saja tuan-tuan menghendaki negara kita
ini mempunyai rakyat yang kuat bersatupadu, erat persaudaraannya lahir
dan batin. Kalau memang demikian maka marilah kita bangunkan negara
kita ini berdiri di atas dasar-dasar ajaran agama Islam.... (Risalah Sidang
BPUPKI, 1998, hlm 34, 37).
Netrakutas Negara Nasional
Jika bukan Negara Islam, maka negara harus netral karena itu
Ki Bagoes mengusulkan agar 7 kata dari rumusan UUD 1945.
Dalam sidang BPUPKI tanggal 14 Juli 1945 Soekarno sebagai
Ketua Panitia Undang-Undang Dasar membacakan hasil kerja
panitia yang dipimpinnya. Tntang Pembukaan UUD ia
menyampaikan : .... dengan berdasar kepada ke-Tuhanan,
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya,... Anggota Hadikoesoemo angkat bicara: .... Saya
harap supaya bagi pemeluk-pemeluknya itu dihilangkan saja....
Itulah pendapat saya yang menguatkan permintaan Kyai Sanoesi....
(Dalam catata Saafroedin Bahar, Pidato Ki Bagoes Hadikoesoemo
ini amat penting, terutama dihubngkan dengan usulnya pada
tanggal 31 Mei 1945 agar negara yang akan dibentuk itu didasarkan
pada agama Islam. Penolakaanya ini diulangi lagi dalam rapa
BPUPKI tanggal 15 Juli 1945) (Risalah Sidang PUPKI, 1998, hlm
261, 264)}
Netralisasi Negara Nasional 2
Memperhatikan usulan tersebut Soekarno menjelaskan : Hanya
bagi pemeluk-pemeluknya dibuang, maka mungkin itu diartikan
bahwa tidak ada orang Islam dan kewajibannya menjalankan syariat
Islam Ketua sidang bertanya kepada Ki Bagoes apa masih kukuh
pada usulannya, dijawab masih. Saat ketua sidang meminta
28

syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya menjadi dasar yang


pertama, kemudian kesatuan Indonesia yang berkedaulatan
rakyat.
Ketika pada 10 Juli 1945 hasil ini dibawa ke rapat besar ke
BPUPK dan mendapat kritik dan sanggahan dari beberapa anggota,
Ir. Soekarno sebagai ketua panitia 9, gigih mempertahankan
rumusan dasar negara itu. Sesudah melalui perdebatan panjang,
pada rapat BPUPKI pada 16 Juli 1945, rancangan kerangka tubuh
dan batang tubuh UUD diterima. Itulah yang kemudian dikenal
dengan Piagam Jakarta. Sampai di sini, mau tidak mau kita harus
mencatat pahlawan kader Muhammadiyah K.H. Abdul Kahar
Mudzakkir, di dalam merumuskan dasar negara, dalam
kedudukannya sebagai anggota panitia 9.
Sayangnya, sampai sekarang dokumen perdebatan panitia 9
belum diketemukan, belum terpublikasikan. Sesudah sidang pada
16 Juli 1945 BPUPK hilang, maksudnya tidak ada lagi, tanpa
pembubaran. Posisi BPUPK digantikan oleh PPKI. Berbeda dengan
BPUPKI yang beranggotakan 60 orang tambah 6 anggota tambahan
dan 7 warga Jepang sebagai anggota istimewa, PPKI hanya
beranggotakan 27 orang. PPKI yang dibentuk pada 7 Agustus 1945
entah kenapa baru bersidang pada 18 Agustus 1945.
Di PPKI yang anggotanya hanya 21 orang plus 6 anggota
tambahan, jumlah anggota yang berasal dari kalangan Islam makin
merosot, yaitu hanya 4 orang. Keempatnya ialah Ki Bagus
Hadikusumo, Kiai Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimejo,
dan Mr. Tenku Muhammad Hasan dari Ikhwanu Shafa
Indonesia yang keanggotaannya di PPKI lebih karena faktor
kesumateraannya.
Di tangan PPKI dengan format seperti itulah karya besar 60
plus 6 orang berupa Undang-Undang Dasar Indonesia yang sudah
berupaya dan dengan penuh kesabaran di perdebatkan 16 juli 1945,
dengan suara bulat disahkan dalam rapat besar BPUPKI. Hanya
dalam hitungan jam, serta-merta dianulir oleh 20 plus 6 anggota
PPKI.
45

lahir dan batin serta menaruh semangat kemerdekaan yang menyala.


Ki Bagus juga mengingatkan bahwa umat Islam sekarang sudah
insyaf, sudah luas pikirannya dan sudah lebar dadanya, suka bekerja
bersama-sama dengan siapa dan dimana saja, asal tidak tersinggung
agamanya.
Hadirin yang berbahagia,
Patut diduga lantaran keteguhannya menyuarakan aspirasi Islam, maka ketika mula-mula dibentuk panitia kecil BPUPKI yang
terdiri atas 8 anggota yang biasa juga disebut panitia 8, Ki Bagus
menjadi salah seorang anggotanya. Tujuh anggota yang lain ialah,
Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. Ahmad Yani, Iskandar Dinata,
Lukman Sutarjo, Ki Bagus Hadikusumo, dan Kiai Wahid Hasyim.
Tugas panitia kecil ini adalah mengumpulkan unsur-unsur yang akan
dibahas pada masa sidang yang diselenggarakan pada bulan Juli
1945.
Panitia kecil mencatat tujuh unsur sebagai dasar negara yang
diusulkan oleh anggota tim yaitu; kebangsaan dan ketuhanan, 11
pengusul, kebangsaan dan kerakyatan, 2 pengusul, kebangsaan,
kerakyatan, dan kekeluargaan 4 pengusut, kemakmuran hidup
bersama, pengacuan kerohanian, serta dasar Indonesia bertaqwa
berpegang teguh pada tuntunan-tuntunan Tuhan Yang Maha Esa.
Jaminan negara atas agama Islam 1 pengusul, kebangsaan dan
kerakyatan Islam dengan catatan agama Islam diakui sebagai agama
negara dengan kemerdekaan yang seluas-luasnya bagi penduduk
yang bukan pemeluk agama Islam, 3 pengusut. Dan jiwa rakyat
Indonesia raya 4 Pengusul.
Melihat kenyataan unsur-unsur di atas tidak mengherankan, jika
dalam rumusan panitia 9, pengganti panitia 8 atas usul Bung Karno,
dan ini sebenarnya Bung Karno di luar rapat membentuk kelompok
sendiri. Tetapi lalu diakui, diterima, yang terdiri atas Ir. Soekarno,
Drs. Moh. Hatta, Muh. Yamin, K.H. Wahid Hasyim, Ahmad
Subarjo, K.H. Muh. Kahar Mudzakkir, Cos Cokroaminoto,
dan Agus Salim. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
44

pendapat anggota sidang, Ki Bagoes berkata : Yang dikemukakan


oleh Syusa (Ketua?) Panitia itu tidak bisa kejadian. Sebab bagi
Pemerintah, sungguhpun menjalankan kewajiban semata-mata,
Pemerintah tidak bisa menjalankan syariat Islam. Pemerintah
tidak boleh memaksa agama. Jadi, kalau saya, tidak. {(dalam
catatan kaki Saafroedin Bahar (penyunting) dinyatakan Jadi
dalam hal ini Ki Bagoes Hadikoesoemo juga menganut faham
pembedaan antara negara dengan agama. Dengan demikian
sesungguhnya tidak berbeda dengan pandangan Prof. Mr. Soepomo
dan Drs. Mohammad Hatta. (Risalah Sidang BPUPKI, 1998,
hlm 270)}
Netralitas Negara atas Agama
Ketua sidang menyela berkata : Dengan begitu pembicaraan
kemarin sore mau dibicarakan lagi. Preambule itu sudah ditetapkan
sebulat-bulatnya. Ki Bagoes berkata :
Saya katakan dengan terus terang, bahwa kemarin juga saya
terpaksa. Sesungguhnya dengan terus terang, karena perintah yang
mulia Tuan Soekarno dan Tuan Hatta: Sudah, sudah, sudah! Saya
sendiri belum mengatakan sudah. Terus terang, umpamanya saya
sudah kalah stem (pemungutan suara/pen), tidak jadi apa. Saya
katakan dengan terus terang saja, bahwa saya sesungguhnya tidak
mengerti, karena ada dua buah soal. Sekarang saya mau berbicara,
bukan tentang preambule, sesungguhnya perkara preambule itu
kemarin sudah diputuskan. Umpamanya kita bicarakan sekarang
antara anggota bersama, apakah tidak bia diubah? Sebab apa
anggaran ini dalam sifatnya sekarang, umamanya, tida boleh diubah?
Biasanya, putusan rapat bestuur boleh diubah di dalam rapat.
Putusan rapat beberapa anggota boleh diubah oleh putusan kongres.
Itulah umpanya, kalau kita mau mengubah. Tetapi yang saya minta
bukan soal mau mengubah. Sekarang ini dibicarakan bukan
preambule, tetapi bab 10 pasal 28, ini yang mau saya bicarakan;
saya mau berbicara tentang hal itu.
29

Agama dan Negara


Mendengar penjelasan Ki Bagoes tersebut Ketua Sidang tetap
pada pendapatnya bahwa apa yang disampaikan Ki Bagoes termasuk
dalam preambule. Ki Bagoes berkata selanjutnya:
Kalau dipaksakan saya harap jangan sampai ada yang menyesal. Tetapi
saya menyatakanm, bahwa saya tidak mupakat dengan adanya artikel 28
bab 10 tentang hal agama. Dan saya tidak mupakat dengan preambule yang
berbunyi berdasar ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya.Kalau sidang mupakat, saya terima. Saya
mengatakan itu dengan terus terang. Tetapi saya mengatakan bahwa saya
tidak mupakat, kalau saya tidak boleh berbicara. {(Dalam catatan kaki
dijelaskan bahwa Ini adalah penolakan ketiga kalinya Ki Bagoes
Hadikoesoemo terhadap tujuh kata yang terdapat dalam rancangan
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945) (Risalah Sidang BPUPKI,
1998, hlm 360-363)}
Debat Soal 7 Kata Sakti
Atas pernyataan dan kekhawatiran Abdul Fatah Hasan tentang
peluang seorang Muslim meninggalkan agama yang dipeluknya dan
berpindah ke agama lain tersebut kemudian sempat memancing
debat panjang tentang pasal 28 bab 10. Anggota Dahler misalnya
kemudian mengusulkan agar ayat 2 pasal 28 itu berbunyi: Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya dan akan beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya masing-masing. Usul Dahler ini kemudian diterima
oleh anggota sidang.
Selanjutnya pembicaraan dalam sidang beralih ke topik
tentang presiden. Salah satu anggota, yaitu Pratalykrama,
mengusulkan bahwa Kepala Negara atau Presiden hendaknya
orang Indonesia asli berumur sedikitnya 40 tahun dan beragama
Islam. Usul ini ditolak dengan mempertimbangkan kompromi
dalam Piagam Jakarta, karena jika usul itu diterima akan ada
30

golongan dalam masyarakat yang ditetapkan oleh pemerintah


kolonial itu secara otomatis akan saling berhadapan jika
dimunculkan isu yang menyangkut kepentingan mereka.
Hadirin yang berbahagia,
Bicara tentang semangat kebangsaan, maka dalam ingatan kita
biasanya langsung terlintas sederatan tokoh-tokoh yang telah
berjuang menentang imperialisme Belanda. Tokoh-tokoh tersebut
diantaranya Pangeran Diponegoro, Teuku Umar, Imam Bonjol, dan
lain-lain yang merupakan penganjur dan pemuka rakyat yang
berpegang teguh pada Islam serta mendasari perjuangannya di atas
agam Islam.
Menurut Ki Bagus, jika dilihat perkembangan rakyat indonesia
pada kurun-kurun terakhir di abad ke-20, mulai Indische Partij,
Budi Oetomo, Syariat Islam, dan lain-lain, maka dapat sambutan
dan pengaruh yang lebih besar dari rakyat Indonesia adalah syariat
Islam. Serikat Islam yang mendasarkan pergerakannya pada ajaran
Islam mampu menundukkan segenap rakyat. Simpatisannya tidak
hanya di Jawa, tapi juga menyebar sampai ke Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, Maluku, dan sebagainya. Melihat kenyataan tersebut, kita
dapat menyimpulkan bahwa di dalam diri umat Islam tersembunyi
jiwa yang hidup dan bersemangat, dengan pengaruh agama Islam
pada rakyat yang sangat kuat dan mendalam. Ki Bagus yang
menganggap dirinya Indonesia tulen, dan sebagai muslim yang
punya cita-cita Indonesia Raya merdeka, mengharapkan agar Indonesia merdeka mendasarkan dirinya pada agama Islam sesuai
dengan jiwa rakyat yang terbaik.
Bagi Ki Bagus, Islam yang diusulkan menjadi dasar negara itu
paling sedikit mengandung; pertama, mengajarkan persatuan atas
dasar persaudaraan yang kokoh. Kedua, mementingkan
perekonomian dan mengatur pertahanan negara. Ketiga, membantu
membangun pemerintahan yang adil dan menegakkan keadilan.
Keempat, tidak bertentangan bahkan sangat sesuai dengan
kebangsaan kita, dan yang kelima, membentuk potensi kebangsaan
43

dan menjaga supaya para pemuka dapat melakukan tugas mereka


sesuai dengan adat kebiasaan orang Jawa, seperti dalam perkawinan,
pembagian pusaka, dan yang sejenis dengan itu. Berturut-turut
dengan itu keluar aturan No. 58 tahun 1885 yang mendukung
pelaksanaan hukum Islam. Pada tahun 1882, Pengadilan Agama di
Jawa dan Madura diresmikan. Peresmian itu berlangsung seusai
berkembang pendapat di kalangan Belanda bahwa hukum yang
berlaku bagi orang-orang Bumiputra pada Hindia Belanda adalah
undang-undang dibuat oleh agama mereka sendiri yakni hukum
Islam, yang sejak tahun 1885 telah memperoleh dasar-dasar
perundang-undangan Hindia Belanda melalui stanplad no. 2 tahun
1885.
Dalam hubungan ini menarik untuk menyimak nota Ketua
Komisi Penyesuaian Undang-Undang Belanda dengan keadan
istimewa pada Hindia Belanda kepada pemerintah Belanda pada
tahun 1888 sebagai berikut: Untuk mencegah timbulnya keadaan
yang tidak menyenangkan, mungkin juga perlawanan jika dilakukan
pelanggaran terhadap agama orang Bumiputra, maka harus
ditiadakan sedapat-dapatnya agar mereka itu dapat tinggal tetap
dalam lingkungan beragama serta adat istiadat mereka. Pendapat
ini didukung oleh Robert William Christian yang mengatakan bahwa
orang-orang Bumiputera yang beragama Islam telah melakukan
receptio terhadap hukum Islam sebagai kesatuan. Perubahan mulai
terjadi ketika seorang ahli hukum adat, Cornelis van Gholen
mengkritik dan menyerang teori receptio reinspection. Kritik dan
serangan Van Ghoulen didukung oleh penasihat Hindi Belanda
tentang sosok Islam dan anak negeri. Menurut keduanya yang
berlaku di Hindia Belanda bukanlah hukum Islam, melainkan
hukum adat.
Dalam hukum adat itu memang masuk hukum Islam, tetapi
hukum Islam baru mempunyai kekuatan kalau sudah diterima
menjadi hukum adat. Pendapat kedua orang ini dikenal dengan teori
receptio. Sejak muncul teori inilah di kalangan masyarakat lahir dua
kubu mengenai hubungan agama Islam dengan negara. Golongan42

syarat Islam bagi menteri dan pejabat lainnya. Anggota Kiai


Masjkoer kembali mempermasalahkan tentang 7 kata dalam
Pembukaan dan agama Presiden dalam kaitan dengan pasal 28
yang sebelumnya menjadi perdebatan antara Ketua Sidang dan
Ki Bagoes.
Kembali muncul perdebatan panjang antaraKiai Masjkoer,
Soekarno, dan Ketua Sidang hingga membuat Kiai Kahar Moezakir
angkat bicara: Saya mengusulkan kompromi, ... kami sekalian yang
dinamakan wakil-wakil umat Islam mohon dengan hormat, supaya
dari permulaan pernyataan Indonesia Merdeka sampai kepada pasal
di dalam Undang-Undang Dasar itu yang menyebut-nyebut Allah
atau agama Islam atau apa saja, dicoret sama sekali, jangan ada halhal itu. (menurut catatan notulis Kahar Moezakir menutup
pembicaraannya sambil memukul meja; braak!!!)
Negara Islam atau Negara Netral
Perbincangan berlajut ke masalah sekitar posisi Islam dalam
bangunan negara yang memancing perbedaan antara pihak dengan
pihak Islam ahkan di antara di dalam kelompok Islam sendiri. Ki
Bagoes Hadikoesoemo berkata :
....Jadi, saya menyetujui usul Tuan Abdul Kahar Moezakir tadi; kalau
ideologi Islam tidak diterima, tidak diterima! Jadi, nyata negara ini tidak
berdiri di atas agama Islam dan negara akan netral. Itu terang-terangan saja,
jangan diambil sedikit kompromis seperti Tuan Soekarno katakan. Untuk
keadilan dan kewajiban tidak ada kompromis, tidak ada. Terang-terangan
saja, sebab kalau memang ada keberatan akan menerima ideologi umat Islam, siapa yang mufakat yang berdasar Islam, minta supaya menjadi satu
negara Islam. Kalau tidak, harus netral terhadap agama. (Risalah Sidang
BPUPKI, 1998, hlm364-367)2)
2). Catatan kaki penyunting (Syafroedin Bahar) dinyatakan
bahwa: Ini adalah penolakan keempat dari tujuh kata itu yang
diiringi dengan penjelasan bahwa masalahnya adalah memilih antara
dua alternatif, yaitu negara yang didasarkan pada negara Islam dan
31

negara yang netral terhadap agama. Ki Bagoes Hadikoesoemo tidak


memperjuangkan suatu negara berdasarkan agama Islam. Ia sekedar
menawarkannya

32

3 abad sebelum Belanda menjajah, hukum Islam sudah berlaku di


Indonesia dengan sebaik-baiknya. Menurut Ki Bagus, banyak sekali
hukum Islam yang sudah menjadi adat istiadat bangsa Indonesia.
Sehingga tidak salah lagi bila dikatakan bahwa hukum Islam sudah
menjadi adat istiadat bangsa indonesia.
Apa yang disampaikan dengan detail oleh Ki Bagus
sesungguhnya merupakan fakta dalam pengembangan agama Islam dengan negara, berbagai fakta menunjukkan bahwa religiusitas
telah menyatu pada diri bangsa ini. Di Kesultanan Bima, Nusa
Tenggara Barat misalnya, saya pernah mukim di daerah itu, yang
mengalami proses islamisasi, di sekitar abad pertengahan abad ke
16, sistem pemerintahannya memberi kedudukan terhormat pada
ajaran dan hukum Islam. Setiap keputusan pemerintah Kesultanan
Bima tidak boleh dilaksanakan sebelum mendapat pertimbangan
apakah isinya sesuai atau bertentangan dengan hukum Islam. Ini
tercermin dalam ungkapan bahasa mojo, bahasa Bima yang artinya;
syara harus dikuatkan oleh hukum Islam.
Para penguasa Nusantara dengan kesadaran penuh,
menggunakan idiom-idiom Islam dalam dirinya. Misalnya tercermin
pada gelar; Sultan Sayyidi Khalifatullah. Bahkan, meskipun
kemudian bangsa Barat untuk menaklukkan dan menjajah kerajaan
Nusantara, tetapi mereka tidak mampu menghilangkan Islam dari
jiwa penduduk di kepulauan Nusantara. Islam telah terjiwai,
dilaksanakan dan menjadi jati diri penduduk di kepulauan ini.
Sepanjang catatan yang ada, sebelum 1882 pemerinta Hindia
Belanda tetap mengakui eksistensi Peradilan Agama Islam di
masyarakat kepulauan Nusantara Indonesia. Pada September 1881,
pemerintah Hindia Belanda memerintahkan kepada seluruh Bupati
agar terhadap urusan-urusan agama orang Jawa tidak direcoki.
Sedangkan untuk pemuka agama Islam diberi keleluasaan untuk
memutuskan perkara-perkara tertentu, yaitu dalam bidang
perkawinan dan pewarisan.
Pada tahun 1880, melalui aturan No.22 pasal 13 ditentukan
bahwa para bupati wajib memperhatikan suara-suara tokoh Islam
41

tersebut bukan saja karena tidak lengkapnya rekaman masa lampau,


tetapi juga karena terbatasnya imajinasi dan bahasa manusia untuk
mengungkapkan kembali apa yang sesungguhnya terjadi di masa
lampau.
Dalam konteks seperti inilah kita memahami Ki Bagus
Hadikusumo. Seiring bertambahnya jarak waktu dengan masa ketika
Ki Bagus memberikan sumbangannya untuk umat bangsa dan
negara, makin sedikit pula gambaran kita mengenai Ki Bagus.
Ingatan kita terhadap Ki Bagus makin terbatasi pada posisinya
sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, anggota Badan
Penyidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan
panitia persiapan kemerdekaan Indonesia. Paling jauh yang kita ingat
ialah beban mendadak dan harus diterima di sekitar pengesahan
Undang-Undang Dasar 1945, pada 18 Agustus 1945 dan setelah
itu, seperti dikemukakan dalam pidato Abdul Kahar Muzakkir pada
11 Mei 59 pesan getir, yang menurut Pak Kahar menyebutnya,
Jeritan Ki Bagus di muka majelis taklim dari Muhammadiyah di
seluruh Indonesia pada Agustus 1945 di Jogjakarta mengenai pasalpasal yang mengandung Islam telah dihapuskan dan dilenyapkan
dari UUD 1945.
Hadirin yang berbahagia,
Ki Bagus adalah orang yang sangat yakin terhadap
kesempurnaan ajaran-ajaran agama Islam, dan relevansi ajaran Islam dalam kehidupan umat beragama, bangsa dan bernegara. Maka
saya tadi membacakan jeritan yang disebutkan Pak Kahar
Mudzakir, ketika membaca di mobil tadi, saya sungguh-sungguh
menitikkan air mata, dan saya memang untuk kenangan itu beberapa
tahun yang lalu bersama mantan Menteri Agama Tarmidzi Taher
membangun Pendidikan Yayasan Ki Bagus Hadkusumo, ada
aktivitasnya di antaranya di Sukabumi dan Bogor.
Dalam pidato di BPUPKI pada 1 Mei 1945, Ki Bagus antara
lain mengemukakan keinginananya, bahwa Islam sedikitnya sudah
6 abad menjadi agama kebangsaan Indonesia, dan sedikitnya sudah
40

SEMINAR NASIONAL KENEGARAWANAN


KI BAGUS HADIKUSUMO
Sambutan Rektor Universitas Muhammadiyah
Prof. Dr. HAMKA Jakarta
Prof. Dr. H. Suyatno. M. Pd.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Alhamdulillah, alhamdulillah wa syukrulillah, laa haula walaa quwwata
illaa billaah, Asyhadu anlaa ilaaha illallah, wa asyhadu anna muhammadan
abduhu warasuuluh la nabiyya bada.
Pertama, mari kita senantiasa bersyukur ke hadirat Allah SWT,
karena atas izin dan perkenannya, pada sore hari ini kita bersamasama diberi berbagai hikmat hingga dapat melakukan silaturahim
di Aula Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA. Dalam
rangka Seminar Nasional Kenegrawanan Ki Bagus Hadikusumo
dalam rangka kita berupaya untuk menganugerahkan gelar pahlawan
nasional, bagi tokoh negarawan kita Ki Bagus Hadikusumo, semoga
pertemuan pada sore hari ini, mendapatkan rahmat dan hidayat
Allah SWT. Dan Allah memberikan izin dan memberikan
kemudahan bagi upaya-upaya yang akan kita lakukan dalam rangka
pengabdian pada bangsa dan negara. Amien ya rabbal alamien.
Yang saya hormati, Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam
kesempatan ini diwakili oleh Dr. Abdul Fatah Wibisono dan
sekaligus Ketua Badan Pembina Harian Universitas Muhammadiyah
Prof. Dr. HAMKA.
Yang saya hormati, Bpk. Dr. A. M. Fatwa, selaku Ketua Panitia
Penganugerahan Gelar Kepahlawanan Nasional kepada Ki Bagus
Hadikusumo, Kasman Singodimejo dan Kahar Mudzakir, beserta
panitia penganugerahan.
Kami mengucapkan terimakasih kepada bapak-bapak yang telah
memberikan amanah melalui PP. Muhammadiyah kepada
33

UHAMKA untuk meneyelenggarakan seminar nasional dalam


rangka gelar kepahlawanan Ki Bagus Hadikusumo.
Yang saya hormati Prof. Dr. Taufiq Abdullah selaku
narasumber,
Yang saya hormati Prof. Dr. Bahtiar Effendi,
Yang saya hormati Prof. Jimly Ashidiqi,
Yang saya hormati Prof. Munir Mulkan,
Yang saya hormati Dr. Sudarnoto, selaku moderator,
Yang saya hormati, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI
Jakarta Prof. Agus Suradika, beserta jajarannya,
Yang saya hormati para tokoh negarawan, tokoh bangsa, dan
tokoh nasional yang hadir pada kesempatan ini. Dan yang saya
hormati para rektor, Rektor Universitas Muhammadiya Jogjakarta,
Rektor Universitas Islam Indonesia, dan masih banyak rektor yang
hadir dan seluruh pimpinan pergururan tinggi Muhammadiyah di
DKI Jakarta. Para tokoh dari LIPI dan para masyarakat sejarawan
dan yang kami hormati, hadirin dan hadirat undangan yang
dimuliakan Allah SWT.
Yang kami banggakan dan berbahagia Keluarga Besar Ki Bagus
Hadikusumo. Hadir di tengah-tengah kita, putra beliau H. Latief
Hadikusumo, S.E, M.A., Bpk Ahmad Purnomo, juga hadir cucu Ki
Bagus Hadikusumo, Dr. Gunawan Budiarto.
Syukur Alhamdulillah dari keluarga besar bisa hadir bersama
sama kita semuanya, ini nantinya dapat memperkaya informasi
berkenaan dengan Ki Bagus Hadi Kusumo. Kemudian
kami berharap, karena waktunya sangat singkat, jadi saya
ucapkan terimakasih, nanti secara mendetail, Bpk. Dr. AM. Fatwa
yang akan menjelaskan terkait dengan seminar pada sore hari
ini. Kami sangat berbahagia karena Ki Bagus Hadikusumo
adalah tokoh bangsa dan tokoh negarawan yang mempunyai
keteguhan keimanan, keislaman, kebangsaan dan ke-indonesian
yang kita sudah membaca di berbagai reverensi, beliau yang
bukunya juga sangat banyak, sehinga kita juga belajar dari
34

Sambutan
Dr. AM. Fatwa
Bismilahirrahmanirrahim
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Hamdan wa syukron lillah, wa sholatu wassalamu ala rasulillah, wa alaalihi
wa sohbihi waman walah.
Yang terhormat Pimpinan Pusat sekaligus Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah,
Yang terhomat Rektor serta civitas akademika UHAMKA,
Yang terhormat para narasumber pada seminar yang akan
memberikan pencerahan pada kita, para profesor yang sudah
disebutkan namanya tadi,
Yang terhormat wakil keluarga besar Ki Bagus Hadikusumo.
Alhamdulillah, tiga orang keluarga Ki Bagus, yang semua tokoh
terkemuka dimasyarakat telah hadir di sini. Dan para peserta seminar, hadirin, yang berbahagia.
Pertama, dan terutama sekali kita menyampaikan rasa syukur
yang tak terhingga ke hadirat Ilahi Rabbi, berkat rahmat dan hidayahNya kita hadir dan berpartisipasi dalam seminar tentang
kenegarawanan Ki Bagus Hadikusumo yang sangat penting ini.
Shalawat dan salam semoga senantiasa kita curahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, kepada para
sahabatnya, dan para pengikutnya yang setia menegakkan panjipanji tauhid hingga akhir zaman kelak.
Hadirin yang berbahagia,
Sejarah, kata kalangan pakar, hanyalah bagian dari masa lampau
manusia yang dapat disusun kembali secara berarti, berdasarkan
rekaman-rekaman yang ada, dan berdasarkan kesimpulankesimpulan lingkungan yang ada. Di sinilah terlihat kesulitan menulis
sejarah. Jarang sekali sejarawan yang mampu mengisahkan tentang
masa lampau, sebagaimana sungguh sungguh terjadi. Kesulitan
39

Jadi, banyak hal-hal yang bisa saya petik di situ, terutama sifat
istiqamah beliau. Terakhir, yang saya ingat ketika baca buku, Ki
Bagus tidak mau masuk ke ruangan seperti ini, karena jaman
dulu kalau ada pertemuan itu dipisahkan antara laki-laki dan
perempuan. Itu juga salah satunya juga karena hal itu kata beliau
sudah jadi keputusan rapat. Kalau mau dirubah katanya ya harus
rapat lagi.
Jadi itu yang bisa saya sampaikan. Saya mewakili keluarga,
mengucapkan terimakasih pada panitia, dalam usaha untuk
mengajukan Ki Bagus sebagai pahlawan nasional. Mohon maaf,
kalau saya pribadi, padahal gelar pahlawan itu harusnya dari
pemerintah, bukan diminta. Artinya, Kementerian Sosial harus aktif,
sehingga seseorang itu layak disebut pahlawan. Namun apapun,
atas usaha ini kami berterima kasih. Mudah-mudahan nantinya
misteri pencoretan tujuh kata dalam Piagam Jakarta dapat terkuak.
Billahittaufiq walhidayah
Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh

38

beliau sebagai tokoh-tokoh muda penerus perjuangan bangsa


kita ini.
Sekali lagi atas nama pimpinan UHAMKA menyampaikan
ucapan terimakasih dan kami berharap para hadirin dan peserta
undangan dapat mengikuti acara ini sampai nanti berbuka puasa di
sini. Sekian, kurang lebihnya mohon maaf, terimakasih, semoga
Allah SWT selalu memberikan ridho dan bimbingan pada kita
semua. Amien.
Billahittaufiq walhidayah
Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh

35

H. Latief Hadikusumo, S.E, M.A


(Putra Ki Bagus Hadikusumo)

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Ibu dan bapak-bapak yang dirahmati Allah. Saya tadi malam
ditelpon Pak Fatwa, meminta saya untuk memberikan sepatah dua
patah kata tentang almarhum Ki Bagus. Saya sendiri sebetulnya
tidak banyak tahu mengenai ayah saya sendiri, sebab pada waktu
ayah meninggal tanggal 31 Mei 1954, umur saya baru satu setengah
tahun. Tapi setidaknya saya dapat melihat beliau melalui foto yang
ada, namun itu pun tak banyak, karena Bapak termasuk orang yang
tidak senang difoto. Bapak juga kurang suka dipuja dan disanjung
orang. Makanya kuburnya pun sekarang sudah tak ada, sudah dipakai
orang lain. Itu juga stas wasiat Bapak. Jadi saya tahu soal Bapak
lebih banyak dari cerita-cerita tetangga yang dulu tinggal di
lingkungan Kauman. Kemudian saya juga baca dari bukunya Mas
Jarnawi yang berjudul, Derita Seorang Pemimpin. Kemudian saya
juga baca dari risalah BPUPKI tentang Sekneg dan juga yang terakhir
dari bukunya Pak Siswanto, selebihnya dari artikel-artikel di Harian
Republika.
Saya tidak mengalami bagaimana kerasnya pendidikan almarhum
kepada anak-anaknya. Menurut cerita tetangga, kalau habis maghrib
semua anak-anaknya harus pulang ke rumah untuk membaca
Alquran. Nah, kalau anak-anaknya kebetulan tidak ada di rumah,
pasti akan dicari katanya. Itu yang tidak saya alami. Dalam
kesempatan ini saya hanya ingin bercerita. Beberapa cerita yang
lucu, dari para tetangga. Saya sendiri adalah putra bungsu dari ibu
ketiga. Ki Bagus tidak berpoligami. Kebetulan istri pertama setelah
melahirkan 6 anak, termasuk Pak Jamaludin Kusumo, meninggal.
Kemudian menikah lagi, memililki 3 anak, meninggal lagi. Baru
menikah dengan ibu saya. Jadi, bukan poligami, loh, walupun
poligami itu kan juga tidak dilarang agama.
36

Dari ibu kedua itu ada anak yang lahir namanya Muhammad
Zuhri, anaknya ini nakal, tapi juga pemberani. Urat takutnya itu
mungkin sudah putus, sehingga pada waktu masih SMP, Pak Zuhri
ini meninggal ditembak Belanda di Sonosewu, sebelah barat kota
Jogja, pada waktu kelas 2. Kemudian, menurut cerita, Ki Bagus itu
orangnya sangat konsisten. Ketika ada masalah misalnya dan sudah
ada keputusan rapat, maka beliau pegang teguh keputusan itu. Beliau
tak mau mengubahnya kecuali melalui rapat lagi.
Makanya, kenapa pada waktu tujuh kata dalam Piagam Madinah
diusulkan kepadanya untuk dicoret, beliau keberatan. Ini sudah
diputuskan dalam rapat, katanya. Padahal sebelumnya, kalau saya
baca di risalah, Ki Bagus juga sebenarnya mempertanyakan tujuh
kata itu. Apa maksudnya? Ki Bagus maunya berdasarkan Islam.
Bahkan mengamini kata-katanya Pak Muzakir. Maka kalau tidak
mau Islam semua hal-hal yang berbau Islam dicoret saja. Tapi tetap
dikatakan ini sudah konsensus.
Saya baca di buku, sampai empat kali Ki Bagus menanyakan
tentang 7 kata itu yang akhirnya dipegang jadi keputusan. Kemudian
pada tanggal 18, ketika mau sidang BPUPKI, ada berita yang katanya
ada pihak yang tak setuju dengan tujuh kata itu dan menyatakan
ingin memisahkan diri dari NKRI. Akhirnya Ki Bagus berhasil
diyakinkan oleh Pak Kasman.
Nah, kemudian cerita yang saya baca dari sumber, pada waktu
di Tokyo, bertiga dengan Bung Hatta, waktu itu disuguhi minuman
shake, yang mengandung alkohol. Nah, di situlah kelihatan sikap
Ki Bagus bagaimana ia menghargai orang lain. Ki Bagus tidak
menolak, tapi pura-pura gelasnya kesenggol dan tumpah.
Kemudian, Ki Bagus juga orangnya sangat sederhana. Di buku
Pak Siswanto Pak Sudirman mengagumi Ki Bagus karena
kesederhanaannya. Ki Bagus itu ke mana-mana pakai sarung. Setelah
proklamasi, Bung Hatta menegur, Ki Bagus, sekarang sudah
merdeka, kok masih pakai sarung? Ki Bagus menjawab,La iya to,
Mas. Dulu, sebelum kemerdekaan yang pake pakaian yang anehaneh kan penjajah. Lha saya ini ya tetep konsisten pakai sarung.
37

Anda mungkin juga menyukai