Anda di halaman 1dari 2

Buletin LATAR Cirebon, Edisi III/26 Oktober 2011

satu pekan berturut-turut. Salah satu di antara tulisan yang banyak menarik perhatian rakyat sehingga penggunaan term Indonesia lebih diakui untuk

SUMPAH PEMUDA: MELALUI TULISAN, MENGUBAH BANGSA


Oleh: Sobih Adnan*

menggantikan Hindia Belanda adalah sebuah tulisan dengan judul Rapat Kaoem Moeda Indonesia yang termuat dalam rubrik Tjatatan koran Sin Po edisi 1 November 1928. Inilah yang menarik dari tiga agenda besar yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda 1928, dakwah dan ajakan persatuan dan kesatuan bangsa dimaksimalkan melalui catatan-catatan yang ditulis-sebarkan kepada berbagai pihak. Selanjutnya hasil-hasil tersebut dibaca dan didiskusikan ulang sehingga kesemangatan yang bersumber dari para pemuda itu mencapai puncaknya saat dilontarkannya gema kemerdekaan melalui pembacaaan proklamasi oleh Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945. Strategi perjuangan bangsa ternyata tidak hanya melalui gerilya dan angkat senjata, beberapa tokoh pergerakan sejak pra kemerdekaan telah banyak yang mampu memposisikan kekuatan dan pengaruh tulisan sebagai alat untuk melakukan sebuah perubahan. Dalam generasi berikutnya, hingga pascakemerdekaan, dan beberapa periode pemerintahan Indonesia tak sedikit pula para tokoh pemuda yang menggunakan tulisan sebagai alat kontrol sosial-politik, penganjur perubahan, atau sekedar penyampai pesan kebudayaan. Di samping itu, pada beberapa momen dan peristiwa penting suatu bangsa, sebuah tulisan hampir selalu menjadi gerbang dan garis start sebuah gerakan. Beberapa ide yang ditemukan kemudian ditulis, diwacanakan, didiskusikan, hingga menyerukan sebuah gerakan menuju perubahan yang dianggap lebih baik. Akhirnya, Selamat

abak awal era kebangkitan semangat persatuan bangsa Indonesia mungkin dapat kita telusuri jejaknya semenjak diselenggarakannya simposium raksasa yang menghasilkan Sumpah Pemuda 28 Oktober

1928. Terdapat tiga agenda penting yang diusung dalam pertemuan para aktifis muda tersebut. Di antaranya tekad persatuan rasa, persatuan bangsa, dan persatuan bahasa. Pada mulanya menurut beberapa pakar sejarah mengatakan pertemuan tersebut tidak akan begitu menyedot perhatian dunia jika saja dalam satu hari sebelumnya -27 Oktober 1928- tidak dimuat sebuah tulisan dan lirik lagu Indonesia Rayadalam harian Sin Po oleh WR. Supratman yang kala itu berumur 25 tahun. Tulisan tersebut merupakan sebuah penanda kelahiran nasionalisme bangsa Indonesia sebagai terusan dari Hindia Belanda untuk menghindari terpecahnya rakyat menjadi koloni-koloni. Saat itu WR. Supratman membubuhkan tulisan berjudul Lagoe Kebangsaan disertai dengan lirik Indonesia Raja dengan tujuan menarik perhatian masyarakat Indonesia untuk ikut serta mendukung dilaksanakannya Kongres Pemuda II (27-28 Oktober 1928) di Jakarta. Setelah itu beberapa artikel yang mengukuhkan hasil dari kongres tersebut terus ditulis dan diterbitkan dalam koran yang sama hingga

Hari Sumpah Pemuda, hari penuh semangat menuangkan ide dalam tulisan dan bahasa.

* Penulis adalah Pegiat Kajian Umburch Circle - Jakarta

Anda mungkin juga menyukai