Tesis
: 14030111400007
Tempat/Tanggal Lahir
Program Studi
Konsentrasi
: Kebijakan Media
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya susun dengan judul:
DISUSUN OLEH:
Dr. Sunarto
NIP. 19660727 199203 1 001
iii
NAMA
NIM
: 14030111400007
Pembimbing Tesis
Dr. Sunarto
NIP. 19660727 199203 1 001
Dr. Sunarto
NIP. 19660727 199203 1 001
iv
NAMA
NIM
: 14030111400007
Telah dipertahankan dalam sidang ujian tesis Program Magister Ilmu Komunikasi
Universitas Diponegoro, pada:
Hari
: Senin
Tanggal
: 15 Juli 2013
Pukul
: 13.00 WIB
Dan dinyatakan
: LULUS
Pembimbing
: Dr. Sunarto
Ketua Sidang
Sekretaris Sidang
Reader
to my family,
and to all young people suffering from a
sense of inferiority.
vi
Abstrak
vii
Abstract
viii
KATA PENGANTAR
bahwa
sesungguhnya
ix
1.
2.
3.
4.
5.
Papa dan mama, Drs. L. Malau, M.Pd. dan Dra. H. Tampubolon, M.Pd,
yang merupakan esensi dari dunia kecil bernama keluarga, penulis berterima
kasih atas kesempatan yang diberikan untuk mencapai cita.
6.
Abang, kakak dan adik, Antoni Ronald M. Malau, ST. (alm); Natalia Artha
Kristine Malau, M.Si, dan keluarga; Anne Rumondang Malau, M.Sc; Johan
Saut M. Malau, SE; dan Bambang Parada Nugraha Malau. Penulis berterima
kasih atas cinta dan ego yang membuat hidup lebih berwarna.
7.
8.
Sahabat, yang telah membuat hidup ini selalu layak untuk disyukuri.
Penulis menyadari penyusunan tesis ini jauh dari kesempurnaan dan banyak
kekurangan, namun Penulis berharap agar tesis ini bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR ISI
1.2
1.3
1.5.3
1.5.4
1.5.4.1
1.5.4.2
1.5.4.3
1.5.5
1.5.6
1.5.7
1.5.8
Asumsi Penelitian..................................................................................51
1.6
1.7
1.7.1
1.7.2
1.7.3
1.7.4
1.7.5
1.7.5.1
1.7.5.1.1
1.7.5.1.2
1.7.5.1.2.1
Setting .....................................................................................61
1.7.5.1.2.2
Costume ..................................................................................63
1.7.5.1.2.3
1.7.5.1.2.4
1.7.5.1.2.5
1.7.5.1.2.6
Sound ......................................................................................68
1.7.5.2
1.7.5.2.1
1.7.5.2.2
1.7.5.2.3
1.7.5.2.4
1.7.5.2.5
1.7.6
1.7.7
2.1.1
2.1.2
2.2
2.2.1
2.2.2
2.3
3.1.2
3.1.2.1
Setting ...............................................................................................107
3.1.2.2
Costume ............................................................................................113
3.1.2.3
3.1.2.4
Camera Movement............................................................................128
3.1.2.5
3.1.2.6
Sound ................................................................................................132
3.2
3.2.1
3.2.2
3.2.2.1
Setting ...............................................................................................137
3.2.2.2
Costume ............................................................................................146
3.2.2.3
3.2.2.4
Camera Movement............................................................................152
3.2.2.5
3.2.2.6
Sound ................................................................................................155
3.3
4.1.1
4.1.2
4.1.3
4.1.4
179
4.1.5
181
185
4.2.1
185
4.2.2
190
4.2.3
194
4.2.4
197
4.2.5
201
4.3
203
4.4
207
4.2
Implikasi Teoritis..................................................................................
220
5.2
223
5.3
225
228
6.1
Simpulan ...............................................................................................
228
6.2
Saran .....................................................................................................
230
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
xvii
DAFTAR GAMBAR
xix
DAFTAR LAMPIRAN
xx
BAB I
PENDAHULUAN
untuk
dominasi kultural yang sebelumnya, sejak masa kolonialisme, telah dikuasai oleh
produk budaya Barat.
Peralihan dominasi kultural ini merupakan perwujudan resistensi terhadap
industri budaya Barat dengan cara menghadirkan industri budaya yang serupa,
namun dalam versi yang berbeda, yaitu Hallyu. Hallyu (sebutan awal untuk
gelombang budaya Korea) diawali oleh kesuksesan drama Korea (K-drama) di
akhir tahun 1900-an, dan kemudian menghasilkan klasifikasi baru yaitu neoHallyu yang lebih mengunggulkan K-Pop sebagai jualan utamanya, K-pop has
taken a leading role in the new Korean wave ... have transcended the boundaries
of the old Korean wave (People and Culture Magazine, dikutip dari Nugroho,
2011). K-Pop menandai apa yang disebut the neo-Korean wave, dengan
pemanfaatan media sosial secara masif dan keterlibatan fans sebagai salah satu
cirinya (Iski, 2011:38).
Histeria K-Pop ini merupakan produk manipulatif dari industri budaya, yang
menurut
Max
dan
Horkheimer,
menghasilkan
kesadaran
palsu
karena
evolusi
demokrasi Korea Selatan yang semula merupakan negara yang seakan tertutup,
hingga
(dalam
kini
menjelma
begitu
populer
dengan
K-Popnya
http://www.kapanlagi.com/showbiz/asian-star/barack-obama-tidak-heran-
k-popbegitu-dikenal-dunia.html).
Asianisasi dalam industri K-Pop dapat dikatakan sebagai sebuah wacana
resistensi yang muncul akibat sejarah kolonialisasi Timur yang tidak pernah lepas
dari kekuasaan Barat. Akan tetapi K-Pop bukan sekedar bentuk perlawanan Timur
terhadap Barat, namun pada tataran mikro, K-Pop juga membawa serta wacana
resistensi perempuan dengan memanfaatkan pola mimikri terhadap simbol-simbol
budaya Barat yang kemudian dijadikan sebagai jualan utama dalam industri KPop. K-pop banyak diakses melalui internet, terutama melalui situs YouTube.
YouTube dikatakan sebagai salah satu media yang paling sukses membuat
K-pop menjadi sebuah fenomena global dan menjadi wadah bagi K-pop untuk
mempromosikan diri mereka, contohnya, sebuah album solo dari boyband Big
Bang dirilis melalui YouTube berhasil menarik perhatian 390.000 users dari
seluruh dunia hanya dalam 1 jam. Salah satu artis pemimpin hallyu lainnya,
girlband Girls Generation, merilis teaser music video Hoot pada Oktober 2010
dan
tercatat
juta
views
dalam
hari
(Ja-young,
2011,
dalam http://www.Koreatimes.co.kr/www/news/biz/2011/02/123_81039.html).
YouTube mengklaim bahwa hingga November 2011, telah lebih dari 5 juta
music video K-Pop diupload ke situs tersebut. Lima video musik terbanyak adalah
TVXQ (400.000), Kara (400.000), Girls Generation atau SNSD (340.000), Super
Junior (270.000), dan Wonder Girls (260.000) (http://www.metrotvnews.com
/read/news/2011/11/10/71242/YouTube-Bakal-Buat-Channel-Spesial-K-Pop/13).
Data ini memperlihatkan bahwa tiga (3) dari lima (5) video musik yang paling
banyak tersedia untuk dikonsumsi melalui YouTube adalah kelompok artis K-Pop
berkelamin perempuan yaitu Kara, Girls Generation, dan Wonder Girls.
Perempuan diasumsikan menjadi jualan utama K-Pop. Merujuk pada
konteks historis bangsa yang memproduksinya, Korea Selatan, adalah bangsa
yang lahir dari ideologi patriarkisme yang sepanjang sejarahnya dilintasi oleh
beragam dinasti kerajaan yang menghasilkan peradaban yang berpihak kepada
laki-laki. Dalam buku yang berjudul Asias in Focus: The Koreas (2009:17),
Marry E. Connor mengisahkan sebuah sejarah asal-usul bangsa Korea:
Korea is one of the oldest countries in the world. The standard account of
the origins of Ancient Choson is contained in the legend of the first great
ruler, Tangun, who was born of a union between the son of the divine
creator and a female bear that had achieved human form. According to
ancient Chinese historians, Tangun made the walled city of Pyongyang the
capital in 2333 BCE, called his country Choson (Land of the Morning
Calm), and ruled for 1,000 years. No evidence supports this story, but over
the centuries the legend has contributed to the Korean sense of identity as a
distinct and proud race.
Sejarah di atas mengisahkan bagaimana manusia Korea Selatan dihasilkan
oleh penyatuan antara anak laki-laki pencipta abadi (the son of the divine creator)
dan seekor beruang betina (a female bear) yang akhirnya menghasilkan keturunan
berbentuk manusia (human form). Mitos ini, meskipun tidak memiliki bukti
sejarah, telah berhasil membentuk peradaban manusia Korea Selatan yang
memiliki identitas sebagai ras yang berbeda dan angkuh. Mitos ini mengukuhkan
dikotomi antara laki-laki dan perempuan di mana laki-laki dianggap mewakili
sesuatu yang abadi sementara perempuan dianggap mewakili sifat kebinatangan.
Imaji yang terdapat dalam mitos sejarah bangsa Korea Selatan, kini menjadi
warisan ideologi yang melekat dalam K-Pop. Meski bukan sebagai binatang
(apalagi beruang), perempuan dalam industri K-Pop adalah sosok yang dikemas
sedemikian rupa untuk konsumsi massal dalam rangka perwujudan resistensi
kultural terhadap budaya Barat.
Mitos ini membenarkan pemahaman post-kolonial, yang mana perempuan
dipandang mengalami kolonialisasi ganda karena keberadaannya sebagai subjek
yang dikuasai (colonial subject) dan diskriminasi umum yang dialami sebagai
subjek perempuan dalam budaya patriarkal (Sutrisno dan Putranto, 2004:22).
Dengan posisi yang seperti ini, sang Liyan perempuan harus menghadapi
dualisme struktur dominasi, yaitu Barat dan budaya patriarki yang tertanam dalam
budaya Timur itu sendiri.
Salah satu contoh bentuk representasi sang Liyan perempuan melalui
performanya di MV K-Pop adalah ekspresi kecantikan yang bersumber dari
kolonialisasi. Dikatakan demikian karena perempuan dalam K-Pop MV dijadikan
sebagai objek kecantikan yang sesungguhnya tidak mewakili kecantikan
perempuan Timur, melainkan dijadikan objek yang mengekspresikan kecantikan
Barat dalam rupa Timur. Kecantikan memang sudah terstandarisasi sejak dulu,
yaitu kecantikan yang putih. Perempuan berkulit putih dianggap memiliki
kecantikan yang ideal atau diidealkan (ideal[ized] beauty) (Prabasmoro, Becoming
White, 2003). Kecantikan yang dianggap ideal ini terepresentasikan dalam tubuh
perempuan yang ditampilkan dalam K-Pop MV, salah satunya adalah SNSD atau
Girls Generation. Girls Generation termasuk girlband K-Pop yang sejak dini
telah dilatih secara profesional dalam hal menyanyi dan menari, bahkan berakting
dan menjadi model. Girls Generation terdiri dari sembilan anggota perempuan,
yang disebut-sebut sebagai counterpart dari boyband Super Junior yang juga
merupakan salah satu kelompok musik K-Pop yang fenomenal.
Salah satu contoh representasi perempuan Timur yang dihadirkan Girls
Generation adalah MV berjudul Gee. MV ini mencoba menegosiasikan sang
Liyan dalam performa sebagai mannequin. Dengan menjadi mannequin,
perempuan membawa serta keinginan untuk melakukan resistensi melalui mimikri
terhadap model kecantikan Barat. Kenapa demikian? Karena mannequin
merupakan penggambaran ideal dari perempuan-perempuan yang memiliki bentuk
tubuh yang indah, yang layak untuk dipertontonkan di etalase kota metropolitan.
Kecantikan yang ditawarkan oleh mannequin adalah kecantikan yang putih (pada
umumnya mannequin berwarna putih), yang sejalan dengan model kecantikan
yang diwariskan Barat selama kolonialisasi.
Gambar 1.1
Girls Generation dalam MV Gee
Namun menjadi cantik seperti mannequin dalam hal ini tidak lagi sekedar
kecantikan yang putih. K-Pop menawarkan kecantikan yang lebih sempurna,
kecantikan artifisial yang dapat diperoleh dengan cara yang sederhanaoperasi
plastik. Wacana kecantikan yang semacam ini merupakan sebuah fenomena hiper
yang disebutkan Yasraf Amir Piliang sebagai fenomena hypercare, gejala upaya
perawatan dan penyempurnaan daya kerja serta penampilan tubuh secara
berlebihan, lewat bantuan kemajuan teknologi kosmetik dan medis (Kasiyan,
2008:213). Dengan model kecantikan yang artifisial ini, industri K-Pop
memperlihatkan adanya pergerakan perempuan (womens movement) yang
menghadirkan perempuan dengan label cantik dan dijadikan sebagai subjek
dalam setiap K-Pop MV yang diperankannya. Menjadi perempuan ala K-Pop bisa
dikatakan merupakan sebuah diskursus keperempuanan di mana banyak
perempuan kini terobsesi untuk menjadi cantik seperti perempuan K-Pop.
Diskursus ini sesungguhnya berkaitan dengan persoalan sang Liyan yang selama
ini melekat dalam tubuh perempuan Timur yang sejak dulu telah menjadi wilayah
perebutan dan perjuangan identitas sebagai seorang Diri (the Self) yang ingin
diakui keberadaannya di mata Barat.
Sejarah memperlihatkan bahwa Korea Selatan sendiri sejak dahulu telah
melegitimasi adanya relasi kekuasaan dominan laki-laki terhadap perempuan, dan
bersamaan dengan sejarah kolonialisme yang panjang, Barat melegitimasikan diri
sebagai sumber kekuasaan kultural. Sejarah Korea Selatan memperlihatkan
adanya percampuran budaya sejak masa sebelum kolonialisme, yang berakibat
pada berbagai aspek kehidupan masyarakat Korea Selatan, termasuk perempuan.
Korea has a history that stretches back some 5,000 years, and in that time it
has developed its own unique culture. Starting in the late 19th century,
however, the nation was sucked into the vortex of a chaotic world history,
suffering the ills of colonialism for many years ... After the Korean War,
Korea had to start from scratch in almost everything. Culture was no
exception to this... Ancient Koreans absorbed Buddhism, Confucian
teachings and Chinese traditions. More recently, Korea began to absorb
American lifestyles and education, European, philosophy, and Japanese
modernity (Contemporary Korea No.1, 2011:17-18).
Perpaduan dari nilai-nilai yang diadopsi dan diadaptasi oleh Korea Selatan
memberinya legalitas untuk memproduksi produk-produk kultural yang hibrid
yang dapat menyusup ke budaya mana pun di dunia. Legalitas ini diperkuat
dengan keberadaan media sosial berwujud content community yaitu YouTube.
Hingga saat ini, YouTube telah menyebarluaskan gelombang kebudayaan Korea
sedemikian rupa hingga ke bumi belahan Barat, ke negara-negara dunia pertama.
Pergerakan ini menandai adanya transisi budaya yang menjembatani dua dunia
yang sangat berbeda: Timur dan Barat; dunia ketiga dan dunia pertama.
Pada 10-11 Juni 2011 yang lalu, 7.000 tempat duduk di Le Znith de Paris,
salah satu venue terbesar di kota Paris dipenuhi oleh fans-fans muda. Event
ini merupakan official debut dari K-Pop di panggung Eropa ... Fans yang
hadir tidak hanya orang Perancis, namun juga dari Inggris Raya, Jerman,
Spanyol, Italia, Swiss, Polandia, Latvia, dan Serbia. Mereka merupakan
sebuah bentuk representasi virtual dari benua Eropa yang sangat besar itu,
yang dalam logat bahasa masing-masing melantunkan nama sang penyanyi
Korea, ikut menari dan bernyanyi dalam bahasa Korea (Contemporary
Korea No.1, 2011:9).
Uraian di atas memperlihatkan perjuangan identitas Timur yang selama ini
dianggap tiada hingga kini di-ada-kan untuk dinikmati bersama oleh beragam
bangsa Barat. Dalam relasi ini, garis antara Barat dan Timur menjadi kabur, dan
sejalan dengan itu, persoalan sang Liyan perempuan Timur tidak lagi sebatas
relasi gender antara laki-laki dan perempuan, melainkan menyimpan adanya
kompleksitas diskursus yang kerap kali tidak disadari kehadirannya. K-Pop
dengan demikian akan menjadi sebuah hiper-komoditas (hypercommodity) yang
menyediakan ruang bagi Timur untuk melakukan resistensi terhadap Barat dengan
memanfaatkan perempuan sebagai komoditas utama yang ditawarkan dalam
industri K-Pop. Ruang kultural K-Pop di YouTube tidak lagi sekedar menawarkan
kesenangan budaya populer yang silih berganti, namun di balik teks yang ada di
setiap MV yang diunggah ke YouTube, perempuan direpresentasikan sedemikian
rupa untuk memperlihatkan adanya ideologi-ideologi yang bermain di dalamnya.
10
populer
Korea,
menurut presiden
KBS (Korean
Broadcasting System), Cho Dae-Hyun, merupakan salah satu pasar yang paling
kompetitif di dunia. Dua produk unggulan industri ini, yaitu K-Pop dan K-Drama
saling berkompetisi untuk melatih aktor dan penyanyi selama bertahun-tahun
untuk menciptakan drama dan program musik yang berkualitas serta berkolaborasi
dengan ahli-ahli yang telah mendunia. Dream High, adalah salah satu contoh
drama musikal yang merupakan kolaborasi dari K-Pop dan K-Drama. Drama
musikal yang diproduksi oleh raksasa media KBS di tahun 2011 lalu ini, berhasil
masuk nominasi dalam youth category of Rose dOr festival, satu-satunya
program Asia yang dinominasikan di festival televisi global yang diadakan di
Lucerne, Switzerland. Di negara asalnya, drama ini meraih rating sebesar 20%
dan telah diekspor ke lebih dari 20 negara di Asia dan Eropa. Drama ini dianggap
menjadi sukses karena merupakan kombinasi dari dua faktor kekuatan utama
dalam
Hallyu
yaitu
drama
dan
K-Pop
(Chong-un,
2012,
dalam
11
http://www.thejakartapost.com/news/2012/02/29/kbs-drama-dream-high-nomina
ted-european-award.html).
Kolaborasi antara K-Pop dan K-Drama memperlihatkan bagaimana dua
produk kultural Hallyu tersebut mampu menaklukkan pasar Eropa. Merujuk pada
data KOCCA (Korea Creative Content Agency), sebuah agensi yang didirikan
pada tahun 2009 di bawah bimbingan Departemen Kebudayaan Korea Selatan,
memperlihatkan perkembangan industri hiburan Korea yang dilakukan dengan
cara mengekspor berbagai produk budaya populernya ke berbagai negara di dunia.
Tabel 1.1
Statistik Ekspor Content Korea Selatan
Sumber: http://www.kocca.kr/eng/industry/trend/index.html
dari
industri
musik,
games,
dan
broadcasting.
KOCCA
juga
memprediksikan ekspor content Korea di tahun 2011 akan mencapai US$ 3.8
billion dengan peningkatan 14% dari tahun sebelumnya (Korean IT News,
dalam
http://english.etnews.com/news/detail.html?id=201102250008).
Industri
pada
pasar
domestik
negara
yang
12
mengimpor produk K-Pop akan menjadi beban ekonomi yang bernuansa politik
kebudayaan, karena yang ditransaksikan dalam hal ini tidak sekedar ditujukan
untuk kepentingan ekonomi melainkan juga untuk kepentingan politik yang
berkaitan dengan penanaman nilai ideologis melalui ranah kebudayaan populer.
Terlepas dari K-Drama, K-Pop pun telah menjadi sebuah industri budaya
tersendiri yang dapat dengan mudah diakses di media digital, terutama melalui
situs YouTube. Menurut hasil analisis tim YouTube, jumlah views pada video
musik Korea di tahun 2010 mencapai 793.574.005 yang berasal dari 229 negara,
bahkan termasuk dari negara-negara yang letaknya jauh dari Korea (Ja-young,
2011, http://www.Koreatimes.co.kr/www/ news/biz/2011/02/123_81039.html).
Peta di bawah ini memperlihatkan visualisasi negara-negara yang dilanda
K-Pop. Indonesia termasuk negara dengan tingkat konsumsi K-Pop di YouTube
cukup tinggi (warna merah menunjukkan jumlah konsumsi di atas 10.000.000).
Tingkat konsumsi paling tinggi di tahun 2010 adalah Jepang (113.543.684) dan
Amerika Serikat (94.876.024), sementara tingkat konsumsi paling rendah berada
di sebagian besar negara-negara di kawasan Afrika. Di Indonesia sendiri, tingkat
konsumsi terhadap produk K-pop sebagian besar ditandai dengan warna merah
yang artinya tingkat konsumsi K-Pop di Indonesia cukup tinggi. Penyebaran
konsumsi secara geografis paling tinggi di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,
Bali dan sekitarnya, sementara Papua memiliki tingkat konsumsi yang cukup
rendah yaitu 10.000 hingga 100.000 views (berwarna hijau).
Gambar 1.2
Peta Konsumsi K-Pop MV melalui YouTube
13
14
15
sebuah dunia kapitalisme yang baru dengan berbagai pergerakan modal, media,
dan budaya yang berkumpul menjadi satu dalam gelombang Korea atau Hallyu
(Cho, 2005:148). Korea Selatan mengusahakan sebuah transformasi dunia yang
masuk akal. Lebih lanjut lagi, dalam tulisannya yang berjudul Reading the
Korean Wave as a Sign of Global Shift tersebut, Cho mengkaji bagaimana
orang Korea mampu mengembangkan sebuah perspektif baru dalam struktur
dunia yang diakibatkan oleh krisis IMF, dan kemudian mengembangkan cita rasa
baru dalam hal globalisasi, industri budaya, dan wajah baru Asia dalam waktu
yang singkat.
Konsumsi massal K-Pop tersebut tidak mungkin terjadi tanpa bantuan
evolusi teknologi broadband yang menciptakan media baru, yang kehadirannya
menawarkan speed and space, di mana media baru membuka peluang bagi
kehadiran informasi-informasi yang tidak dapat ditemukan dalam bentuk hard
copy media konvensional serta menawarkan format multimedia yang lebih
inovatif dan lebih menarik (Fenton, 2010:7). Di Korea Selatan sendiri, media
berbasis internet dianggap sebagai sebuah simbol kemudaan dan resistensi (Yoon,
2001:253). Media baru menawarkan sebuah ruang pertukaran budayayang di
dalamnya terjadi produksi, distribusi, dan konsumsi produk-produk kultural KPop dan juga produk kultural lainnya. Dalam ruang yang sama, performa
perempuan direpresentasikan sebagai salah satu komoditas utama yang
diperjualbelikan
di
antara
budaya
yang
berbeda.
Fungsi
representasi
16
dalam
McQuail,
2010:198). Undang-Undang
1945 (hasil
amandemen) yang merupakan dasar negara Indonesia juga mengatur negara untuk
menjamin kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia (pasal 32),
selain itu persoalan identitas kultural juga merupakan HAM yang dijamin oleh
negara (pasal 28I ayat 3). Dengan demikian, media yang diakui sebagai pilar
keempat dalam negara demokrasi, sudah selayaknya ditujukan untuk memajukan
kebudayaaan nasional dan juga menjamin identitas kultural perempuan sebagai
perempuan Timur. Media massa dituntut untuk mampu merepresentasikan
identitas budaya nasional selaras dengan perkembangan budaya global, dengan
demikian media pun tidak boleh sekedar menampilkan produk kultural Barat (atau
yang ke-Barat-barat-an), namun harus mampu menjamin keseimbangan antara
Barat dan Timur di dalam ruang media termasuk di media digital. Performa
perempuan dalam K-Pop MV di YouTube mengandung wacana resistensi Timur
terhadap Barat yang dikhawatirkan akan membawa persoalan ideologis yang
17
terjebak dalam sistem terkunci antara ras, kelas, dan gender. Hal ini sangat
mungkin terjadi mengingat Indonesia, sama seperti Korea Selatan, adalah bangsa
yang lahir dari proses kolonialisme. Implikasi sebagai bangsa post-kolonialisme
jelas tidak akan sama di antara Korea Selatan dan Indonesia, mengingat persoalan
multikulturalisme Indonesia akan membuat perempuan semakin terjebak di dalam
sistem terkunci bernama ras, kelas, dan gender.
Masuknya nilai-nilai kultural dalam K-Pop memang bukan wacana kultural
yang dapat kita hindari, sama halnya dengan ketidak-mungkinan menolak
warisan-warisan kolonialisme. Namun perlu dipahami bahwa meskipun Indonesia
dan Korea Selatan merupakan sama-sama memiliki sejarah kolonialisme,
Indonesia tidak seperti Korea Selatan yang masyarakatnya bersifat dan-il min guk
ga, yang berarti satu ras (Rini, 2012, dalam http://edsus.tempo.co/kontenberita/musik/2012/12/02/445381/42/Korea-Selatan-Ternyata-Lebih-Kecil-dariPulau-Jawa).
Dengan perbedaan ini, akan ditemukan persoalan kompleks terkait resistensi
perempuan dalam representasi Diri-nya. Persoalan ini, jika diposisikan dalam
wacana multikulturalisme Indonesia, persoalan Diri perempuan akan terjebak
dalam resistensinya terhadap kekuasaan kultural Barat karena mereka terikat pada
persoalan ras, kelas, dan gender. Dengan demikian, kolonialisme akan tetap
menyisakan praktek penjajahan dalam rupa imperialisme media, dengan
perempuan sebagai objek utamanya.
18
melalui situs
YouTube
sehingga memungkinkan
19
20
21
konten
media,
namun
khalayak
diharapkan
memiliki
pertimbangan etis untuk mengakses konten media yang layak untuk dikonsumsi.
22
23
oleh
kelompok
penggemar
(dalam
http://www.scribd.com
/doc/67051422/Korean-Wave-di-Indonesia-Budaya-Pop-Internet-dan-FanatismeRemaja).
Kedua, penelitian yang ditulis oleh Woongjae Ryoo (2008, Honam
University, Gwangju, Republic of Korea). Judul penelitian ini adalah The
Political Economy of The Global Mediascape: The Case of The South Korean
Film Industry. Penelitian ini menggunakan pendekatan ekonomi politik kritis
yang membongkar mengenai wacana globalisasi dalam fenomena Hallyu yang
dilihat dari tiga konsekuensi, yaitu politik, ekonomi, dan budaya, dalam kaitannya
dengan media sebagai alat produksi Hallyu. Analisis yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu analisis empiris yang mengkaji hubungan antara negara, sektor
swasta, dan media dilihat dari sejarah perkembangan Hallyu (Media, Culture and
Society, Vol. 30(6):873-889).
24
Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Rizal Irvani (2010, program studi Ilmu
Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Malang) yang berjudul Representasi
Perempuan dalam Video Klip: Analisis Semiotik pada Video Klip Menghapus
Jejakmu, Peterpan. Penelitian ini merupakan penelitian intepretatif dengan
pendekatan semiotika, yang mengkaji semua scene dalam videoklip Menghapus
Jejakmu dari segi audio (lirik dan suara musik) dan visual (gambar). Teknik
analisa yang digunakan adalah semiotika Peirce dan Riffaterre. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa perempuan tidak memiliki standar yang layak untuk
menyamai peran laki-laki di ruang publik (dalam eprints.umm.ac.id).
Keempat, penelitian yang ditulis oleh Sue Jin Lee (2011, Strategic
Communications Major, Elon University), berjudul The Korean Wave: The Seoul
of Asia. Penelitian ini mengungkapkan bahwa gelombang budaya Korea
menghasilkan ripple effect yang memainkan faktor-faktor politik, kultural,
ekonomi, dan historis, guna membentuk reputasi nasional. Penelitian ini
merupakan kajian kritis dengan pendekatan comparative framing analysis untuk
membandingkan efek gelombang budaya Korea mulai dari Amerika Serikat, Asia,
dan Korea Selatan. Unit analisis yang diteliti adalah 84 artikel online surat kabar
Korean Herald, Korean Herald (Singapore), Korean Herald (Thailand), Korean
Herald (Tokyo). Dari perbandingan framing berita cross-national, terdapat 3
(tiga) frame yaitu: (1) love/hate relationship: China, Japan, and Korea, (2)
nation branding through culture, dan (3) cultural imperialism and blacklash.
Framing ini terbentuk akibat perbedaan cross-cultural yang menghasilkan
intepretasi khalayak yang berbeda. Sue menyimpulkan bahwa gelombang budaya
25
Korea telah melampaui batasan geografis, budaya, politik, dan teoritis, dan saat ini
sedang dalam proses mengkonstruksi jenis relasi antar batas (relations accross
boundaries) yang baru yang masih terlalu dini untuk diprediksi (The Elon Journal
of Undergraduate Research in Communication, 2011, Vol.2(1):85-93).
State of the art pertama dan kedua merupakan penelitian mengenai
fenomena gelombang kebudayaan Korea yang dikaji dalam bentuk studi kasus
dan
pergerakan feminisme
dalam
mengusahakan
legitimasi Diri
perempuan Timur.
Penelitian ini beranjak dari pendekatan feminist cultural studies, yang
diasumsikan sebagai cara pandang yang tepat untuk mengkaji isu keperempuanan
yang ditampilkan dalam K-Pop MV di YouTube. YouTube sendiri dianggap
sebagai sebuah terobosan media baru yang disebut sebagai YouTube phenomenon,
yang sulit untuk dikaji dalam pendekatan komunikasi klasik (Danesi, 2012:244).
26
studi
komunikasi
mempertimbangkan
(Krolkke
adanya
dan
perubahan
Srensen,
performa
2006:34),
(khususnya
dengan
performa
non-
27
identitas.
Representasi
menjadi
sebuah
pertanyaan
utama
yang
sering
pemaknaan
tekstual
yang
mana
representasi
melibatkan
28
Dalam istilah lain, Stuart Hall menyebutkan bahwa bagi CS, intervensi
feminisme bersifat spesifik dan menentukan. Intervensi tersebut bersifat memecah.
Intervensi tersebut menata ulang CS dengan cara-cara yang amat konkret
(Thornham,
2010:1).
CS
dan
feminisme
banyak
menerima
pengaruh
hierarki.
29
validitas dari bentuk-bentuk dongeng rakyat seperti balai musik, sirkus dan
kabaret (Gamble, 2010: 382). Secara fundamental, teori performance mengakar
pada pemikiran poststrukturalisme yang menandai adanya interplay antara subjek,
bahasa, dan masyarakat serta menekankan agensi, kompleksitas, dan kontingensi
dalam pelaksanaan kekuasaan. Postrukturalisme ini menandai adanya pergantian
performa, yaitu sebuah peralihan di mana performa berubah menjadi sebuah
praktek komunikasi yang melekat (Krolkke dan Srensen, 2006:34).
Dalam buku Gender Communication Theories and Analysis (2006),
dijelaskan bahwa performance merupakan sebuah kajian komunikasi feminis yang
muncul dalam pemahaman feminis poststrukturalis, yang menandai kemunculan
feminisme gelombang-ketiga. Melalui performance, identitas gender akan
diekspresikan dalam wujud akumulasi dari beragam bentuk representasi dalam
budaya kontemporer (Storey, 2003:91). Kajian klasik dari feminis poststrukturalis
ini adalah performance and positioning theory, yang merupakan sebuah diskursus
yang dibahas Judith Butler sebagai kritiknya terhadap feminisme gelombang
kedua. Ada 4 (empat) premis dasar dari teori ini (Krolkke dan Srensen,
2006:45), yaitu: (1) Gender tidak lagi diposisikan sebagai sumber identitas dan
bahasa, namun merupakan konsekuensi atau sebuah akibat/efek dari praktik
semiotika; (2) Gender merupakan sebuah gestur yang performatif dengan efek
querring, yang melaluinya kita dapat mengadaptasi dan menegosiasikan posisi
subjek yang diskursif; (3) Kita berpartisipasi dalam performa gender melalui
peniruan dan subversi yang retoris; dan (4) Istilah gendering saling bersilangan
dengan persoalan ras, kelas, seksualitas, etnisitas, dan nasionalitas.
30
Dengan kata lain teori performa dan positioning ini memaknai kekuasaan
sebagai sebuah konsep yang cair serta kompleks karena dibentuk dan dipengaruhi
oleh praktek-praktek performa yang dikaitkan dengan berbagai faktor. Teori
feminis poststrukturalis klasik ini selanjutnya termanifestasikan dalam kerangka
pemikiran yang lebih fokus, salah satunya yaitu teori mengenai performativity
yang dipelopori Kristin M. Langellier.
Langellier beranjak dari pemikiran Butler dan kemudian mengeksplorasi
kemungkinan-kemungkinan adanya ruang bagi konsep performance dalam kajian
komunikasi feminis. Langellier mengelaborasi perbedaan antara performance
dengan performativity: whereas performance designates a type of imperfection
that implies a transgresive desire for agency and action, performativity
articulates a display of differences that challenges the forces of discourses and
institutionalized networks of power. Bagi Judith Butler sendiri (dalam Salih,
2003:45,63), performance dan performativity dibedakan dari posisi subjek di
mana performance menghadirkan keberadaan subjek sementara performativity
meragukan atau bahkan meniadakan posisi subjek.
Karya feminis poststrukturalis yang dihasilkan oleh Butler dan Langellier
selanjutnya menandai perkembangan agenda-agenda feminis poststrukturalis
khususnya dalam kajian komunikasi yang dianggap relevan (Krolkke dan
Srensen, 2006:129-136, 155-163), yaitu:
1.5.4.1. Mimicry and Symbolic Reversals
Filsuf feminis Perancis Luce Irigaray menyatakan bahwa peniruan (mimicry)
merupakan sebuah cara bagi perempuan untuk memperoleh kembali suaranya
31
32
tubuh yang alami dengan tubuh yang imitasi. Semua ini terjadi karena kegilaan
perempuan untuk menjadi subjek sehingga ia terjebak dalam ilusi identitas. Figur
yang dipaksakan merupakan sebuah petanda bahwa setiap perempuan harus bisa
melampaui (pass) identitas gender dan seksual yang diterima dalam komunitas
dan budaya tertentu. Lebih jauh lagi, persoalan mimikri ini dicontohkan dalam
passing dan cross-expressing dalam kaitannya dengan isu-isu mengenai
gender, seksualitas, dan ras/etnisitas.
Passing
Pretending to be (desiring to be recognized
as) something which she/he is not
Pastiche
Difference as identity
Cross-Expressing
Demonstrating that she/he is not what
she/he pretends to be (recognized as)
Parody
Identity as difference
Menurut Bucholtz sendiri, passing berkaitan erat dengan teknik crossexpressing (contoh: cross-dressing), yang mana keduanya merupakan upaya
33
Contact
Surfing between
possible points of
identification and selfrepresentation
contact
Identity as a complex
and contingent
process
Cross-Expressing
Representing oneself as a mix of
identifications or confronting
different expectations and
categorizations
Mixture or irony
Identity as mediated or
conflicting
34
Passing
Pastiche
Mediation
Mixture
Mimicry
Cross-expressing
Parody
Confrontation
Irony
Sumber: data yang diolah dari buku Krolkke dan Srensen, 2006
35
36
sebagian besar kaum kolonial masih tetap menjadi orang yang sama yang
menjajah dalam wajah dan tampilan yang berbeda (Ramutsindela, 2004:1;
Sutrisno dan Putranto, 2004:123).
Wujud neokolonialisme seringkali ditemukan dalam rupa imperialisme
kultural yang konon dimaknai sebagai suatu wujud dominasi satu budaya atas
budaya yang lain. Biasanya dipahami dalam pengertian keunggulan suatu bangsa
dan/atau kapitalisme konsumen global (Barker, 2005:515). Imperialisme kultural
ini akan sangat tepat jika diasosiasikan dengan westernisasi, seperti yang
dikatakan oleh Robin (1991):
for all that it has projected itself as transhistorical and transnational, as
the transcendent and universalizing force of modernization and modernity,
global capitalism has in reality been about westernizationthe export of
western commodities, values, priorities, ways of life (dikutip dari Barker,
2000:115).
Imperialisme kultural mencakup bagian integral dan produk dari proses
imperialisme yang lebih umum, di mana bangsa yang memiliki dominansi
ekonomi secara sistematis akan berkembang dan memperluas kontrol ekonomi,
politik dan kebudayaan ke wilayah negara lain (OSullivan dkk, 1994:73). Dengan
kata lain, imperialisme kultural akan memunculkan relasi dominansi, subordinasi
dan dependensi terhadap kekayaan dan kekuasaan yang dimiliki oleh bangsa
kapitalis. Imperialisme kultural mengacu pada beberapa aspek dari proses-proses
ini, misalnya, transmisi produk-produk tertentu berupa fashion dan gaya yang
berasal dari bangsa yang dominan untuk sedemikian rupa menciptakan pola
permintaan dan konsumsi tertentu di mana hal tersebut digarisbawahi oleh sebuah
37
38
postkolonial
memunculkan
pertanyaan
mengenai
whether
adanya
konstruksi yang berasal dari sejarah kolonial, kaum feminis postkolonial berharap
adanya usaha untuk mendekolonisasikan Diri (Self) dan Liyan (Other).
Feminisme
dan
postkolonial
berusaha
melihat
keterkaitan
antara
39
(Krolkke
dan
40
41
bukan Diri. Perempuan dianggap harus menjadi Liyan selamanya karena laki-laki
telah mengklaim kategori Diri atau subjek (Thornham, 2004:41).
Konstruksi perempuan sebagai Liyan dapat diubah ketika perempuan bisa
memahami posisinya sebagai subjek (Thornham, 2004:42). Usaha pembalikan
relasi inilah yang menjadi persoalan penting bagi kebanyakan kaum feminis, salah
satunya dengan pendekatan postfeminisme. Istilah ini, sama halnya dengan
postmodernisme, dianggap sebagai sesuatu yang tidak memiliki bentuk tetap.
Postfeminisme secara khusus dikisahkan sebagai the Backlash (serangan balasan),
tergantung pada seberapa besar kemampuan perempuan untuk mendefinisikan
dirinya (Gamble, 2004:53,56).
Dalam postfeminisme, kata Diri bagi perempuan dapat menjadi sangat
bermakna karena perempuan diberi kesempatan untuk mendefinisikan Dirinya,
salah satunya dengan performa (lihat sub bab 1.5.4). Namun persoalan keliyanan
perempuan, dan usahanya untuk merebut posisi Diri dari tangan laki-laki terbentur
pada perdebatan multikultural.
Bagi kaum feminisme multikultural, perempuan dipandang sebagai Diri
yang terpecah. Keterpecahan ini lebih bersifat budaya, rasial, dan etnik daripada
seksual, psikologis, dan sastrawi (Tong, 2008:309). Diri perempuan disituasikan
dan diartikulasikan dalam konteks gender, ras, kelas, dan agama (Christian,
2011:71). Dua tokoh feminis multikultural yaitu Audre Lorde dan Angela Y.
Davis,
sama-sama
mengaitkan
Diri
perempuan
dengan
kompleksitas
42
Sister Outsider (1984) karya Audre Lorde merupakan karya yang berada
pada persimpangan sejumlah posisi subjek periferal (pinggiran) yaitu perempuan,
kulit hitam, lesbian dan penderita kanker. Lorde mengkritisi universalisasi
terhadap pengalaman perempuan dan membuat asumsi-asumsi eurosentris berlaku
untuk keseluruhan. Sementara itu, Angela Y. Davis dalam karyanya yang berjudul
Women, Race, and Class (1981), berpandangan bahwa seksisme dan rasisme
hanya dapat dihapuskan melalui perusakan sistem ekonomi yang memproduksi
keduanya yaitu kapitalisme (Gamble, 2010: 274-275, 344). Bagi kaum perempuan
di negara berkembang, feminisme cenderung ditujukan untuk merepresentasikan
sebuah diskursus yang memiliki sensitivitas yang relevan dengan kulit putih yaitu
dunia pertama serta bias neokolonial (Van Zoonen 1994:3). Diskursus ini
menjadikan feminisme multikultural sebagai salah satu persoalan yang erat terkait
dengan wacana kolonialisme di masa lampau.
Perempuan di negara berkembang atau disebut pula perempuan non-Barat,
dikategorikan sebagai perempuan dunia ketiga (third-world women)
yang
43
Liyan atau the Other adalah salah satu persoalan difference (perbedaan)
yang sering hadir dalam fungsi representasi media, yang sering diperdebatkan
dalam masyarakat kontemporer (Hall, 1997b:225). Perbedaan merupakan
persoalan yang menghadirkan pesona otherness (keliyanan), yang merupakan
konsep yang penting sekaligus berbahaya. Konsep ini salah satunya mengakar
pada pendekatan linguistik Saussure di mana bahasa digunakan sebagai sebuah
model yang menjelaskan bagaimana kebudayaan bekerja. Asumsi utamanya
adalah difference matter because it is essential to meaning; without it, meaning
could not exist. Bagi Saussure, hitam hanya akan dimaknai hitam jika hitam
dikontraskan dengan putih. Dalam hal ini, perbedaan yang ada di antara hitam dan
putih akan menandakan dan membawakan makna. Konsep perbedaan yang
terkandung dalam sistem penandaan akan memungkinkan munculnya oposisi
biner antara hitam/putih, laki-laki/perempuan, maskulin/feminim, kelas atas/kelas
bawah, dan sebagainya yang mana oposisi ini memperlihatkan adanya dimensi
kekuasaan yang berbeda di antara keduanya (Hall, 1997b: 234-235).
Perempuan non-Barat dianggap berbeda dengan perempuan Barat. Salah
satu perbedaannya didasarkan pada asumsi bahwa perempuan Barat lebih bersifat
sekuler, memiliki kebebasan dan kontrol atas hidup mereka (Mohanty, 1994:215).
Perbedaan lain yang menindas perempuan non-Barat adalah mitos tentang
kecantikan. Naomi Wolf (2004) dalam bukunya yang berjudul Mitos Kecantikan:
Kala Kecantikan Menindas Perempuan, mengisahkan bagaimana perempuan
secara sadar berjuang untuk diakui sebagai perempuan yang cantik:
Para perempuan, baik yang berkulit putih, berkulit hitam, maupun sawo
matang ... menyatakan mereka tahu, sejak awal mereka dapat berpikir
44
secara sadar, bahwa sosok yang ideal adalah sosok yang kurus, tinggi,
putih, dan berambut pirang, dengan wajah yang mulus tanpa noda, simetri,
dan tanpa cacat sedikit pun. Sosok perempuan yang sepenuhnya
sempurna dan bagi perempuan itu, mereka rasa, dalam satu atau lain
cara, bukanlah Diri mereka (Wolf, 2004:3-4).
Kecantikan dalam hal ini merupakan sebuah bentuk penonmanusiawian
(dehumanization) perempuan, karena tanpa label cantik mereka sering kali tidak
dianggap dan tidak menganggap dirinya sebagai manusia yang layak.
Ketidakcantikan Timur, akan membuat mereka terjajah oleh inferioritas,
sementara di sisi lain, kecantikan Barat akan membuat mereka merasa bahwa
mereka bukanlah diri mereka sendiri. Perbedaan lain antara Barat versus nonBarat lahir dari perilaku paternalistik terhadap perempuan-perempuan non-Barat.
Semua perbedaan antara Barat dan non-Barat secara umum mendeskripsikan
perempuan non-Barat sebagai perempuan yang, religius (baca: tidak berkembang),
family-oriented (baca:tradisional), lemah hukum (baca: tidak sadar akan haknya),
illiterate (baca: ignorant), domestik (baca: berjalan mundur), dan kadang
revolutionary (baca: dalam keadaan perang) (Mohanty, 1994:214). Demikianlah
relasi perbedaan di antara perempuan dalam wacana feminisme multikultural.
45
University menyebutkan bahwa after all, its not the Korean but the Koreanhybrid or westernised form of the wave (Ashayagachat, 2011). Produk kultural
K-Pop merupakan format dari budaya Korea yang di-westernisasi-kan dalam
kemasan budaya Timur, sehingga baik Barat maupun Timur dapat menerima
produk kultural ini. Ia merupakan sebuah penciptaan kembali budaya-budaya
asing dalam gaya Korea, sehingga budaya yang dihasilkan tidak sekedar budaya
Korea melainkan sebuah byproduct yang berasal dari benturan dan interaksi dari
beberapa produk budaya yang berbeda (Contemporary Korea No.1, 2011:15).
Dalam pemikiran Theodore Adorno dan Max Horkheimer, fenomena
penciptaan-kembali (recreation) budaya Korea di atas dianalogikan sebagai wujud
penipuan massal yang dilakukan oleh industri budaya, ...the false identity of
universal and particular. All mass culture under monopoly is identical... (Adorno
dan Horkheimer, 2006:41; 1999:32). K-Pop merupakan fenomena penciptaan
kembali berbagai unsur-unsur American lifestyles and education, European,
philosophy, and Japanese modernity yang diadopsi dan diadaptasi ke dalam
budaya tradisional Korea Selatan. Produk budaya yang dihasilkannya berada di
bawah pengaruh monopoli pasar budaya yang dicanangkan oleh Korea Selatan
melalui industri kreatifnya.
Dilihat dari sisi historisnya, fenomena ini sebenarnya merupakan sebuah
kebijakan soft power Departemen Pariwisata Korea Selatan. Soft power
merupakan sebuah konsep diplomasi kultural yang berusaha untuk mencari
pengaruh melalui budaya. Dengan kata lain, soft power merupakan kemampuan
sebuah negara untuk membentuk preferensi bangsa lain dengan memanfaatkan
46
alat
hegemoni
kekuasaan
yang
diposisikan
untuk
tetap
kelompok-kelompok
yang tersubordinasi
untuk
melakukan
perjuangan ideologis (Guins & Cruz, 2005:7). Karya Gramsci mengenai hegemoni
ini, banyak mempengaruhi perkembangan kajian budaya populer yang membantu
47
48
diasosiasikan
dengan
Amerikanisasi,
adalah
sama
halnya
dengan
49
Koreanisasi bagi orang Indonesia dan bangsa mana saja yang mengalaminya. Hal
ini tentu saja akan membentuk pola imperialisme yang memperkuat sejarah
kolonialisme Barat terhadap Timur yang mana jauh sebelumnya, kolonialisme
menandai proses historis di mana Barat berusaha secara sistematis untuk
menghancurkan atau menafikan perbedaan dan nilai-nilai kultural dari bangsa
non-Barat (Gandhi, 1998:16; 2007:21). Pengalaman historis bangsa non-Barat
tersimpan dengan rapi dalam kemasan music video/MV (video klip).
MV merupakan sebuah bentuk produk kultural baru yang muncul sejak
tahun 1980-an. MV dideskripsikan sebagai bentuk kultural yang hibrid yaitu
produk industrial dan komersial yang mengkombinasikan visual, musik dan
beragam jenis produksi yang berbeda dari teks audio-visual biasa. Kemunculan
MV memberikan spekulasi bentuk baru dari komersialisasi dan komodifikasi
budaya, seperti yang dijelaskan oleh Fiske (1987) dan Kaplan (1987) yang mana
MV
memiliki
kesamaan
dengan
iklan
komersial
karena
telah
50
sebagainya.
intertektualitas
dan
51
tidak menampilkan narasi yang linear melainkan menciptakan non linear pastiche
of image dan sebuah pengalaman schizophrenic di mana tidak akan ditemukan
satu sudut pandang tunggal (Casey, dkk, 2008:173-174).
Dalam bahasa Vernallis (dalam Strasser, 2010:97), MV termasuk dalam
kategori non-naratif yang berisi lagu yang cyclical dan episodik. Cerita dalam MV
hanya muncul dalam relasi dinamis antara lagu dan gambar, yang bisa menghilang
kapan saja. Dilihat dari struktur plotnya, MV termasuk dalam kategori episodic
structure. Berbeda dengan struktur yang klimatik, struktur episodik ini terdiri dari
banyak scene pendek yang terfragmentasi, tidak linear, dan mengalami
juxtaposition (kontras/berlawanan) satu dengan yang lainnya (Wilson, 1985:161).
yang
pada
akhirnya
akan
menggiring
perempuan
untuk
52
53
POSTCOLONIAL DISCOURSE
yang dianggap sebagai Liyan yang mengalami
kolonialisme ganda
neo-colonialism
postcolonial people
class
YOUTUBE
YouTube merupakan media imperialis yang
dimanfaatkan sebagai panggung performa bagi kaum
Liyan untuk merepresentasikan Diri
Mimicry
Mediation / Confrontation
(Pastiche / Parody)
(Mixture / Irony)
resistensi
WOMENS PERFORMANCE
in K-POP MV
gender
race
interlocking
system
perbedaan kultural antar Barat dan Timur
dipengaruhi oleh konteks historis dari
pengalaman kolonial, dan dengan demikian
menjadi faktor-faktor yang ikut berkontribusi
terhadap performa perempuan.
M U L T I C U L TU R A L
FEMINISM
54
55
dalam dunia nyata maupun imajiner. Hall menjelaskan ada dua proses atau sistem
representasi. Pertama, sistem di mana semua jenis benda, orang, dan kejadian
dikorelasikan dengan seperangkat konsep atau representasi mental yang ada
dalam pikiran kita. Sistem representasi ini memampukan kita untuk memaknai
dunia dengan cara mengkonstruksikan seperangkat korespondensi atau ikatan
ekuivalensi antara benda-benda (dapat berupa orang, benda, peristiwa, ide abstrak,
dan sebagainya) dengan sistem konsep atau peta konseptual kita. Sistem
representasi yang pertama ini dikenal sebagai pendekatan semiotika yang berfokus
pada bagaimana representasi, dan bagaimana bahasa memproduksi makna, yang
disebut poetics of exhibiting (Hall, 1997a: 17; Webb, 2009:45; Lidchi,
1997:153).
Sistem representasi yang kedua adalah bahasa, di mana sistem ini
melibatkan keseluruhan proses konstruksi makna. Semua peta konseptual yang
dibagikan harus diterjemahkan dalam bahasa yang umum, sehingga dapat
mengkorelasikan konsep dan ide dengan kata-kata yang dituliskan, suara yang
diucapkan, atau gambar yang divisualisasikan, atau dengan kata lain diistilahkan
dengan tanda (signs). Sistem ini bergantung pada konstruksi dari seperangkat
korespondensi antara peta konseptual kita dengan seperangkat tanda, yang diatur
ke dalam bahasa yang beragam yang difungsikan untuk merepresentasikan
konsep-konsep tersebut. Relasi antara benda, konsep, dan tanda terletak pada
proses produksi makna melalui bahasa, yang mana proses yang menghubungkan
ketiga elemen tersebut adalah proses yang disebut sebagai proses representasi.
Sistem ini dikenal juga sebagai pendekatan diskursif yang berfokus pada efek dan
56
terhadap
individu,
korporat,
maupun
negara.
Statistik
YouTube
57
Wonder Girls. Dari ketiga kelompok ini, objek penelitian yang dipilih adalah
Girls Generation dan Kara, dengan alasan, kelompok Wonder Girls telah vakum
(in hiatus) saat penelitian ini dilakukan. Girls Generation dan Kara termasuk
dalam the most popular idol groups yang telah berhasil mendobrak pasar musik
global dan mensukseskan invasi neo-Korean Wave ke negara-negara di luar Korea
Selatan (Contemporary Korea No.1, 2011: 35-43).
Dari kedua girlband K-Pop tersebut, dipilih 2 (dua) MV (atau video klip)
untuk dijadikan sebagai unit analisis, yaitu Girls Generation versi The Boys dan
Kara versi Pandora. Pandora merupakan album mini ke-5 yang dirilis oleh DSP
Kara 22 Agustus 2012 sebagai tanda comebackKara setelah 1 tahun sebelumnya
vakum.
Showcase
dari
MV
ini
disiarkan
secara
live
via
YouTube
58
59
1. Penanda
2.Petanda
Bahasa
3. Tanda
Mitos
I PENANDA
II PETANDA
III TANDA
60
merupakan jenis film pendek bergenre musikal yang bersifat non-narasi (Danesi,
2009:205; Nelmes, 2003:371; Strasser, 2010:97). Analisis sintagmatik penelitian
ini akan mengkaji leksia melalui 2 (dua) elemen yaitu narasi dan kode sinematik.
Keterangan
Repetisi musematik
(Musematic Repetition)
Repetisi Diskursif
(Discursive Repetition)
(the
61
1.7.5.1.2.1. Setting
Setting mengacu pada penanda keaslian (signifier of authenticity), yaitu lokasi
yang dikonstruksikan sebagai tempat kejadian berlangsung. Aspek setting
memperlihatkan semua yang ada di depan kamera sesungguhnya telah diatur dan
dipilih terlebih dahulu. Setting merupakan screen yang terbuka layaknya jendela,
yang sifatnya transparan dan mencerminkan impresi realitas yang berpadu dengan
ideologi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa setiap setting selalu akan
menyembunyikan ilusi ideologi tertentu. Setiap setting panggung memberi ruang
berproses bagi: subjek, gaya, bentuk, makna, narasi, dan wacana ideologis yang
menggarisbawahi semua hal yang ada di dalamnya (Stam, 1992:191).
Dalam mengidentifikasi setting, maka perlu diperhatikan dua elemen yaitu
stage dan scenery. Keduanya akan saling melengkapi dalam menciptakan
lingkungan dan pengalaman performa bagi orang yang menonton performa
tersebut. Stage atau panggung terdiri dari empat kategori dasar (lihat tabel 1.6),
sementara scenery terbagi atas dua: realistic dan non-realistic. Realistic scenery
akan menciptakan suasana yang hampir sama (sangat menyerupai) lingkungan
62
Stage
Keterangan
The proscenium/
picture frame stage
Prosecenium artinya in front of the scenery. Model memfokuskan performa pada satu arah, yang menyerupai konsep
frame gambar raksasa. Model ini diadaptasi dari teater
Romawi kuno, dan menjadi model dominan yang digunakan di
Broadway (AS). Proscenium digunakan untuk menciptakan
atmosfir yang seolah-olah nyata melalui efek visual yang
spektakuler yang terlihat pada frame-nya (setting yang
dihasilkan menciptakan pemandangan realistik, seperti
ruangan, kantor, dapur, dll).
The arena/
Circle stage
63
1.7.5.1.2.2. Costume
Identifikasi kostum yang digunakan dapat dijadikan penanda bagi karakter
individu
yang
mengenakannya.
Menganalisis
kostum
dalam
hal
ini
64
Tubular Dress
Glamour/
Hollywood
Glamour
Minimal
Clothing
Shift/slip dresses
Miniskirts/
straight skirts
Deskripsi
Ladylike style, semacam gaya aristokrat The Lady Victorian.
Tubuh terstuktur untuk menggunakan korset dan sheat dress (baju
ketat), menekankan pada bagian dada dan pantat, untuk
memperlihatkan margin tubuh perempuan.
Dress ini popular sejak tahun 1920an, memperlihatkan pergeseran
fashion ke arah yang lebih maskulin, perempuan mulai
menggunakan trousers dan gaun yang potongannya lurus. Desain
pakaian abstrak, kerah kotak, biasanya model rambut pendek.
Potongan pada paha, perut, pantat dan pinggang terlihat lurus.
Berkembang sejak masa inter-wars 1920an 1930an.
Istilah glamour mengacu pada jenis pakaian yang
mengkomodifikasikan seksualitas perempuan, dimaknai sebagai
sexualised beauty, dengan erotisme yang melekat.
(memberi penekanan pada dada, paha, kaki, perut, punggung, dan
pinggang) (red-lipped, silk-stockinged, gaunt, dramatic-makeup,
backless gowns, androgynous tubular shifts, figure-hugging biascuts, square-shouldered jackets and nippedin waists)semua jenis
pakaian yang ditujukan untuk mengekspos tubuh seksual.
Micro-skirt, atau disebut juga sebagai microminiskirt, yaitu rok
yang lebih pendek dari miniskirt (<20cm); Crop-top , yaitu jenis
atasan yang modelnya terpotong, sengaja memperlihatkan bagianbagian seperti perut dan sebagian dada.
Crop top pada umumnya menyerupai model atasan olahraga dan
Choli (pakaian tradisional India)
Model dress yang dulunya hanya digunakan sebagai pakaian dalam,
di tahun 1950an/1960an mulai digunakan sebagai outer.
Rok atau dress pendek (di atas lutut)
65
kegairahan
tubuh
66
67
Tabel 1.8
Kategori Gestur Tubuh
Gestures
Keterangan
Palm-up position
Palm-down
Position
Palm-closedfinger-pointed
position
Aggresif
Hands clenched
together
Standard-arm
cross gestures
Partial arm-cross
barriers
Hands-on-hips
gestures
Clothing appealing
Sexual
aggresiveness
gestures
68
Definition
Signified (meaning)
Close-up
Face only
Intimacy
Medium shot
Most of body
Personal relationship
Long-shot
Full shot
Social relationship
1.7.5.1.2.5. Editing
Teknik editing dari pergerakan kamera dikategorikan sebagai berikut:
Tabel 1.10
Camera Work and Editing Techniques
Signifier (shot)
Definition
Signified (meaning)
Pan down
Power, authority
Pan up
Camera looks up
Smallness, weakness
Dolly in
Camera moves in
Observation, focus
Fade in
Beginning
Fade out
Ending
Cut
Simultaneity, excitement
Wipe
Imposed conclusion
69
Tabel 1.11
Genre Musik
Music Genre
Jazz
Classic Rock
Acoustic
Rock
Rock
Alternative
Rock
Punk Rock
Hard Rock
Big Band
Music
Pop Music
Urban Music
Disco Music
Electronic
Music
Electronica/
Techno
Dance Music
Blues
Rap
Soul Music
Ballad
Keterangan
Bentuk musikal, yang biasanya improvisasional
(improvisational), dikembangkan oleh Afrika-Amerika.
Musik rock yang berkembang di tahun 1960-an dan awal 1970an, khususnya dikaitkan dengan pergerakan hippie
Jenis musik rock yang dimainkan dengan instrumen akustik
(instruments without amplification)
Musik rock yang dipertunjukkan oleh musisi yang relatif tidak
dikenal dan/atau dipromosikan oleh perusahaan rekaman yang
kecil
Rock agresif, muncul di tahun 1970-an, berkembang dari artisartis rock counterculture, dan mengakar di kota London, dengan
fashion punk.
Tipe musik rock yang dikarakteristikkan dengan permainan gitar
yang kencang dan strong insistent beat, serta cara bernyanyi
dengan berteriak
Musik populer di tahun 1930-an dan 1940-an, dipertunjukkan
oleh band jazz atau band dance yang berjumlah besar, biasanya
mengutamakan improvisasi solo oleh pemain utama.
Genre musik pop yang disukai oleh khalayak perkotaan,
kategorinya didominasi oleh rhythm and blues dan hip-hop.
Flamboyan, genre musik populer yang berorientasi pada taruan,
berkembang sejak tahun 1970-an.
Jenis musik yang mulai dikenal sejak tahun 1980-an, yang
menggunakan peralatan seperti synthesizers dan komputer untuk
mem produksi karakter musik dengan suara elektronik
(electronic sound)
Jenis musik pop elektronik dengan adanya disc jockey yang
berbicara atau nge-rap sebagai penari.
Jenis musik yang berasal dari lagu sekuler Afrika-Amerika
bagian selatan di awal tahun 1900-an, dibedakan dengan tempo
yang cepat serta melodi dan lirik yang menyedihkan, dan
dimainkan dengan intrumen yang sederhana.
Jenis musik yang liriknya di-rap-kan (rapped/chanted)
disesuaikan dengan musik yang ritmik, yang berasal dari
kalangan muda Afrika-Amerika. Tema-tema lirik rap secara
umum dikategorikan dalam 3 (tiga) yaitu:
- those that are blatantly sexual,
- those that chronicle and often embrace the so-called gangsta
lifestyle of youths who live in inner cities,
- and those that address contemporary political and
philosophical issues related to the black experience and its
history
Jenis musik populer yang muncul di tahun 1960-an, dinyanyikan
oleh musisi Afrika-Amerika seperti James Brown, Ray Charles,
Sam Cooke, dan Aretha Franklin. Mengakar pada jenis musik
gospel dan rhythm and blues
Musik romantis yang lambat dalam musik populer, atau lagu
lama yang mengisahkan cerita yang sentimental
70
Dalam genre film biasa, elemen musik biasanya paling banyak muncul
ketika film berada dalam keadaan silent (diam tanpa narasi). Namun MV dalam
penelitian ini terkategorikan dalam film non-narasi (silent-film musical), maka
musik memegang peranan yang sangat penting dan berkesinambungan dari awal
hingga akhir.
Kode sinematik
musik
akan
membantu
peneliti dalam
akan
71
72
73
Penelitian ini lebih memilih untuk menggunakan terminologi perempuan daripada wanita
karena istilah wanita dianggap cenderung memperlihatkan konotasi negatif yang justru
merendahkan kaum perempuan (Sunarto, 2009). istilah perempuan berasal dari akar kata
empu, yang bermakna dihargai, dipertuan, atau dihormati. Sementara kata wanita memiliki
dasar kata wan yang berarti nafsu, sehingga kata wanita dimaknai dengan yang dinafsui atau
objek seks. Pemilihan istilah perempuan daripada wanita merupakan sebuah usaha untuk
mengubah objek menjadi subjek (Handayani dan Novianto, 2004:vi).
ii
Istilah Liyan atau The Other dalam penelitian ini meminjam istilah Simone de Beauvoir
dalam karyanya The Second Sex (1949) yang menjelaskan mengenai konstruksi perempuan
sebagai Liyan atau yang Lain (ODonnell, 2009:86). De Beauvoir berargumentasi bahwa
perempuan tidak memiliki alter ego (yang diwakili dengan keberadaan penis), karenanya,
perempuan dituntun untuk membuat objek dari seluruh dirinya sendiri sebagai sang Liyan (the
Other) (Thornham, 2010:49). Istilah yang sejenis juga digunakan oleh Stuart Hall dalam
tulisannya yang berjudul The Spectacle of the Other (Hall, 1997b). Liyan juga diistilahkan
sebagai subaltern oleh Gayatri Chakravorty Spivak dalam tulisannya Can the Subaltern Speak
(Spivak, 1994). Prosa sang Liyan dalam penelitian ini memaknai relasi oposisi antara perempuan
74
versus laki-laki dan Timur versus Barat, untuk memperlihatkan superioritas laki-laki dan Barat
terhadap perempuan [Timur].
iii
BAB II
MENARIKAN SANG LIYANi:
FEMINISME DALAM INDUSTRI MUSIK
75
76
77
bahwa pemerintah berharap akan adanya I-Pop sebagai model budaya yang
diupayakan untuk menyaingi K-Pop. Mari juga menyebutkan bahwa Indonesia
harus mencontoh teknik-teknik musik, lagu, koreografi, dan performa panggung
yang
ditampilkan
dalam
industri
musik
K-Pop
(dalam
http://oase.
kompas.com/read/2012/04/30/14332957/Mari.Pangestu.Pop.Harus.Saingi.KPop).
Tabel 2.1
Daftar Girlband K-Pop
Nama
Girlband
Girls
Generation
KARA
Wonder
Girls
2NE1
f(x)
Brown
Eyed Girls
A-Pink
T-Ara
After
School
Miss A
RaNia
4Minute
Brave
Girls
AOA (Ace
of Angels)
Girls Day
Hello
Venus
Debut
2007
Anggota
Taeyeon, Jessica, Sunny, Tiffany, Hyoyeon,
Yuri, Sooyoung, Yoona, dan Seohyun
Park Gyuri, Han Seungyeon, Nicole Jung, Goo
Hara, dan Kang Jiyoun
Nama
Fandom
SONE
Kamilia
2007
Wonderful
2009
2009
Blackjack
Aff(x)tion
2006
Everlasting
2011
2009
2011
2009
2011
2009
2011
2012
2010
2012
Pink Panda
Diadem
Play Girlz
Say A
A1ST
4NIA
Fearless
Elvis
Daisy
Hello Cupid
78
Debut
2010
2011
G String
Tina with DGirls
2008
Blink
Princess
Super Girlies
2011
2011
2010
2011
Anggota
Angela Tee, Grace Wohangara, Linzy, Mezty, Natly,
PJ, Vanilla
Cherly, Angel, Anisa, Christy, Devi, Felly, Gigi,
Ryn, dan Wenda
Araky, Dewa, Saqe, Nonie, Landa
Tina Toon, Deyla Setia, Jilly Tan, Elisabeth Jessica,
Dina Anjani
Sivia, Pricilla, Ify, Febby
Elma, Danita, Rachel, Ana, and Alika
Laras, Atu, Mega, Opie, Kinang, Sarah, dan Uty
Sumber: dari berbagai sumber
79
kultural, politik, dan ekonomi bagi Korea Selatan. Tanpa disadari, gelombang
kultural yang lahir dari desakan krisis moneter ini telah menghasilkan sebuah
industri budaya yang dengan lihai mengeksplotasi setiap aspek-aspek kebudayaan
yang bisa dijangkau olehnya.
80
among several different cultures (Contemporary Korea No.1, 2011:15). Hal ini
mengukuhkan kembali apa yang dikatakan Adorno dan Horkheimer dalam
Mahzab Frankfurt mengenai the culture industry. Adorno dan Horkheimer
merupakan pewaris terpenting tradisi Marxis yang memperkenalkan gagasan
bahwa budaya kontemporer adalah sebuah industri budaya, yang merupakan
karya kunci dalam pendekatan Marxis untuk kajian budaya. Sebagai Marxis yang
penuh komitmen, Adorno dan Horkheimer meyakini bahwa bisnis-bisnis besar
yang mengontrol pesan-pesan media memiliki kepentingan ideologis. Di dalam
paradigma Marxis, media dipelajari melalui metode-metode materialis/historis,
biasanya dengan memperlihatkan kekuasaan ekonomi dan ideologi kelas yang
berkuasa (Stokes, 2003 :116).
Dalam esai berjudul The Culture Industry: Enlightment as Mass Deception,
Adorno dan Horkheimer menjelaskan bahwa industri budaya menawarkan sebuah
gambaran ...a society that has lost its capacity to nourish true freedom and
individuality as well as the ability to represent the real conditions of existence
(Adorno dan Horkheimer, 1999:31). Bagi Adorno dan Horkheimer, industri
budaya modern memproduksi kenyamanan dan produk yang terstandarisasi oleh
kepentingan murni dari golongan kapitalis. Dalam hal ini, segala bentuk film,
iklan, musik, dan bentuk-bentuk industri budaya lainnya, ditujukan untuk
kepentingan hiburan yang menghasilkan kapital.
Cikal bakal industri budaya Korea diawali ketika Korea di masa lampau
mulai menyerap ajaran Budha, Confucian, dan tradisi-tradisi China, kemudian
dilanjutkan dengan penyerapan gaya hidup dan sistem pendidikan Amerika,
81
filosofi Eropa, dan modernitas Jepang. Selanjutnya, perang di Korea Selatan dan
di Vietnam telah banyak mendatangkan prajurit-prajurit bantuan yang membawa
serta budaya popular dan budaya modern dari AS dan negara lain hingga akhirnya
Korea dibanjiri dengan musik imporAmerican folk, lush ballads, rock, French
chansons, Italian canzone, Latin and Cuban music, serta Japanese enkadan
mimikri yang dilakukan oleh penyanyi lokal terhadap gaya dan nada musik-musik
impor ini telah menghasilkan ledakan popularitas dari musik kontemporer asing di
Korea (Contemporary Korea No.1, 2011: 17).
Musik kontemporer asing telah ada cukup lama di Korea Selatan hingga
akhirnya mereka berakhir dan berdifusi menjadi industri budaya hallyu yang
disebut-sebut sebagai Hollywood-nya Asia. Hal ini merupakan sebuah prestasi
dari ekspansi kapitalisme yang menurut Marx, the bourgeoisie, has through its
exploitation of the world market given a cosmopolitan character to production
and consumption in every country (Elliot, 2009:18). Kata borjuis di sini
menjelma dalam kontrol korporat yang dinaungi oleh Kementerian Kebudayaan,
Olahraga, dan Pariwisata Korea Selatan, yang telah berhasil mengubah pola
produksi dan konsumsi budaya kontemporer. Hingga kini, Korea telah berhasil
menciptakan karakter-karakter kosmopolitan untuk diproduksi dan dikonsumsi di
hampir setiap negara. Industri K-Pop sendiri memiliki banyak karakter
kosmopolitan yaitu bintang-bintang hallyu yang diidolakan oleh kelompok
manusia yang terkotak-kotakkan dalam kelompok fandomii.
Lahirnya berbagai kelompok fandom Korea di berbagai belahan dunia
adalah salah satu bentuk perayaan terhadap kehadiran industri budaya hallyu.
82
Sebagai
sebuah
industri
kreatif,
K-Pop
memenuhi
beberapa
83
84
kali
dalam
rentang
waktu
161
hari
setelah
MV
ini
dirilis
dalam http://english.kofice.or.kr/a00_music/a10_news_detail.asp?seq=182&page=
1&me
nu=MUSIC&category).
YouTube seolah malaikat yang dikirimkan kepada kaum kapitalis untuk
mempertemukan komoditas budaya dengan para konsumennya. Dengan demikian
YouTube merupakan media yang bermain bersama dengan para kapitalis. Media,
menurut Stuart Hall, merupakan alat ideologis yang sangat kuat (Griffin,
2009:335). Media menjadi alat perpanjangan tangan kapitalis, yang dalam bentuk
apapun medianya, selalu membawa serta ideologi kapitalis kemanapun ia pergi.
85
(lihat gambar 1.2.). Boyband dan girlband ini diinstitusikan secara legal sebagai
sebuah industri K-Pop yang dikendalikan oleh negara.
Girlband mengacu pada kelompok perempuan (girl group) yang dimaknai
sebagai musical ensembles made up exclusively of female performer and, usually,
potraying a gendered view of topics (Danesi, 2009:134). Logika yang sama dapat
digunakan pula untuk mendefinisikan boyband. Pengklasifikasian boys dan girls
dalam K-Pop merupakan sebuah usaha untuk memperlihatkan oposisi biner di
antara laki-laki dan perempuan. Dengan pengklasifikasian yang seperti ini maka
muncul logika laki-laki > < perempuan. Sistem oposisi biner ini terintitusikan
dalam K-Pop, mengingat dalam beberapa kasus terbukti bahwa girlband dibentuk
sebagai usaha untuk menciptakan counterpart dari boyband. Misalnya, SM
Entertainment dengan boyband Super Junior dan girlband Girls Generation, atau
YG Entertainment dengan boyband BigBang dan girlband 2NE1.
Pengklasifikasian sederhana antara perempuan dan laki-laki dalam industri
K-Pop ini tidak terlepas dari unsur kontrol korporat atas industri budaya. SM
Entertainment, YG Entertainment, JYP, dan sebagainya, merupakan beberapa
institusi K-Pop yang diberikan mandat oleh negara untuk mengontrol sumber daya
kultural agar bisa diolah menjadi produk budaya yang layak dikonsumsi. Produk
unggulan yang dihasilkannya adalah boyband dan girlband. Keduanya sengaja
dioposisikan dan kemudian didistribusikan ke ruang publik untuk membuktikan
siapa di antara laki-laki dan perempuan yang paling bisa dimonopoli untuk
dijadikan sebagai komoditas unggulan K-Pop.
86
87
Tabel 2.3
Best-Selling Girl Groups (Worldwide)
No
Girl group
Country
Sold
(Album)
Genre
Years Active
Spice Girls
United
Kingdom
80 million
Pop
TLC
United States
55 million
R&B /
HipHop
19942000, 2007,
2008, 2012
19912003,
2008present
Destinys
Child
United States
50 million
R&B
19952006, 2013
Bananarama
40 million
Pop
1982present
AKB48
United
Kingdom
Japan
20 million
J-Pop
Speed
Japan
20 million
Pop
7
8
The Supremes
En Vogue
Morning
Musume
United States
United States
20 million
20 million
R&B
R&B
2005present
19962001, 2003,
2008present
19591977
1989present
Japan
16 million
Pop
1997present
10
SWV
United States
15 million
R&B
11
Pussycats
Dolls
United States
15 million
12
All Saints
13
Atomic Kitten
14
Sugababes
15
Wilson Philips
16
United
Kingdom
United
Kingdom
United
Kingdom
10 million
Pop /
R&B
Pop /
R&B
19901998,
2005present
20052009,
2011present
19942001,
20062007
19972004, 2008,
2012present
10 million
Pop
10 million
Pop
United States
10 million
Pop
Girls Aloud
United
Kingdom
8 million
Pop
17
Rouge
Brazil
6 million
Pop
18
No Angels
Germany
5 million
Pop
South Korea
4.5 million
K-Pop
2007present
South Korea
4.2 million
K-Pop
2007present
19
20
Girls
Generation
KARA
Sumber:
19982012
19891993,
2004present
20022009,
20122013
20022005,
2012present
20002003,
2007present
http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_best-selling_girl_groups#Best-selling_girl_groups
88
89
Gambar 2.2
KARA
dalam MV Step
KARA (lihat gambar 2.2) merupakan girlband yang dibentuk pada tahun
2007 oleh DSP Media. Kelompok ini terdiri dari 5 (lima) orang anggota yaitu,
Park Gyuri (leader, lead vocalist, sub-rapper), Han Seungyeon (main vocalist),
Nicole Jung (main rapper, main dancer, vocalist), Goo Hara (lead dancer, vocalist,
face of the group), dan Kang Jiyoung (vocalist, maknae). Nama KARA dikatakan
berasal dari bahasa Yunani Chara (), yang diartikan sebagai sweet
melody. KARA didukung oleh fanbase bernama Kamilia (merupakan gabungan
dari Kara dan familia).
90
wujud
tarian
kontemporer
performances /now/all/2013/891).
(dalam
http://www.mcachicago.org/
91
Gambar 2.3
Untitled Feminist Show
Sumber:
http://www.mcachicago.org/performances/now/all/2013/891
kesenjangan
seksual.
Ia
merupakan
strategi
perempuan
untuk
mengekspresikan Diri dengan tidak dibatasi oleh rasa malu akan identitasnya
sebagai perempuan.
Namun ini adalah fakta moral yang memang tidak adil. Perjuangan gender
yang terlihat dalam teater ini bisa saja diartikan sebagai sebuah perilaku disorder
perempuan, yang membuka nilai-nilai tubuh yang seharusnya tertutup. Dengan
menelanjangi dirinya, perempuan telah memparodikan keberadaan yang lain
yang ada dalam dirinya, dengan cara mengeksplorasi tubuh keperempuanan yang
ia miliki. Ketika perempuan menarikan yang lain (dancing othering), ia akan
masuk dalam frame performa di mana ketelanjangan tidak lagi dimaknai sebatas
92
bentuk-bentuk
MV
kini
menjadi
ranah
performa
bagi
feminisme
untuk
93
94
Sumber:
http://beverlyhillshoneys.com/marilyn-monroe-madonna-smoking-cigarette-modelsupermodel-lindsay-hancock/
95
adalah
ikon
resistensi
perempuan,
ia
memperlihatkan
96
97
Pergerakan perempuan mulai dari masa penjajahan hingga masa Orde Baru
pada akhirnya menciptakan sebuah justifikasi perempuan sebagai Ibuisme
Negara (Suryakusuma, 2011). Ibuisme Negara dipahami sebagai sebuah
konstruksi sosial resmi keperempuanan di Indonesia yang mana perempuan
dimanfaatkan untuk kepentingan negara dalam mempertahankan kekuasaan dan
kontrolnya atas masyarakat (Suryakusuma, 2011:111). Dalam hal ini, perempuan
diposisikan dalam posisi silence, dikontrol sedemikian rupa oleh negara yang
sesungguhnya didominasi oleh laki-laki. Konstruksi perempuan sebagai Ibuisme
sama halnya dengan memposisikan perempuan sebagai penjaga gawang patriarki
yang berfungsi untuk memelihara dan melegalkan dominasi laki-laki di hampir
semua aspek kehidupan.
Pada masa itu, keterlibatan feminisme di Indonesia memunculkan banyak
hambatan, seperti yang dialami di banyak negara Dunia Ketiga lainnya. Ciri dasar
feminisme adalah sikap kritis, karena itulah ia tidak bisa diterima di Indonesia.
Feminisme disalahpahami dan sengaja dimanipulasi untuk membangkitkan
konotasi-konotasi negatif. Feminisme dianggap secara apriori dianggap sebagai
paham yang konfrontasional, dipandang melawan laki-laki, kebarat-baratan,
kekiri-kirian, tidak sesuai dengan nilai-nilai ketimuran, dan merupakan
ancaman bagi status quo (Suryakusuma, 2011: 102).
Feminisme di Indonesia pada masa setelah reformasi mulai memperlihatkan
adanya pergeseran dari silence ke performance. Feminisme pada masa ini tidak
lagi terfokus hanya pada batasan politik atau kehidupan domestik. Feminisme kini
mulai mempertanyakan ketimpangan representasi perempuan yang ada di media
98
Sumber: http://www.suaramerdeka.com/harian/0603/05/nas06.htm
99
Judul bab Menarikan Sang Liyan terinspirasi dari sebuah chapter berjudul Dancing Othering
yang diambil dari dalam buku Of the Presence of the Body: Essay on Dance and Performance
Theory karya Andr Lepecki (2004). Istilah menarikan sang Liyan ini merupakan sebuah
penggambaran historical situatedness dari penelitian, yang mendeskripsikan bagaimana identitas
sang Liyan bagi perempuan bukan merupakan hal yang baru, melainkan sebuah proses panjang
yang dipengaruhi oleh proses konstruksi sejarah.
ii
Fandom merupakan sebuah gaya hidup yang bisa muncul ketika identitas budaya yang berbeda
dibenturkan dan identitas budaya yang satu menjadi dominan atas budaya yang lain (Hills,
2002:82). Fandom merupakan sebuah bentuk resepsi dan konsumsi publik terhadap artis tertentu
yang diidolakannya. Fandom seringkali diasosiasikan dengan pandangan kritis mengenai
ketidakdewasaan, ketidak-rasional-an, yang merupakan produk budaya massa dan merupakan
contoh perilaku massa. Fandom merupakan sesuatu yang bersifat kolektif, yaitu berbagi perasaan
terhadap ketertarikan yang kuat yang dilakukan secara sadar (McQuail, 2010:442, Huat,
2012:152).
BAB III
PERFORMA PEREMPUAN DALAM K-POP MV
(SEBUAH ANALISIS SINTAGMATIK)
Bab ini akan menguraikan performa perempuan dalam unit analisis penelitian
yaitu music video Girls Generation The Boys dan Kara Pandora hingga pada
tataran sintagmatik. Dari dua MV yang merupakan unit analisis penelitian
tersebut, akan dikategorikan unit pembacaan yaitu leksia yang dipilih berdasarkan
satuan tanda yang terdapat dalam unit analisis.
Dalam mengkaji leksia ini, perempuan dipandang sebagai seorang bintang
(star). Bintang adalah famous individuals, widely known, and often admired and
desired. Atribut ini biasanya diperlihatkan sebagai produk talenta serta karisma
(Wall, 2003:153). Ketika seorang perempuan menjadi terkenal sebagai seorang
bintang, maka pada saat ia melakukan performa, ia akan masuk ke dalam
konstruksi diri yang dimainkan oleh tanda-tanda dalam teks media. Dalam hal ini,
analisis sintagmatik berfungsi untuk mengawali pemaknaan terhadap teks media
hingga akhirnya, dari pemaknaan sintagmatik ini dapat dilakukan penafsiran
paradigmatik untuk melihat mitos atau ideologi tentang resistensi perempuan yang
bersembunyi di balik teks performa.
Analisis sintagmatik mengajak kita untuk mengimajinasikan ke depan atau
memprediksi apa yang terjadi kemudian. Suatu tanda mempunyai hubungan
sintagmatik dengan tanda lainnya sejauh tanda-tanda itu mempunyai fungsi satu
sama lain. Hubungan sintagmatik disebut juga sebagai hubungan fungsional, dan
hubungan ini akan tampak jelas dalam sebuah sintagma yang ditata menurut
100
101
sintaks tertentu di mana keberadaan tanda dalam satu sintaks bersifat saling
mengadakan (constituent) (Sunardi, 2002:70-74). Analisis sintagmatik dalam
penelitian ini mengkaji leksia melalui narasi dan kode-kode sinematik (mise-enscne) yaitu, setting, costume, performance and movement, camera movement,
camera editing, dan sound.
102
Verse 1 Verse 2 Riffs Verse 3 Riffs Verse Rap Verse 4 Verse 1 Bridge Riffs
Discursive repetition
MV ini terdiri dari 55 (lima puluh lima) syair yang terbagi dalam empat
bait, rap, refrain, dan bridge. Dari gambar 3.2 di atas dapat dilihat adanya repetisi
musematik (dalam hal ini pengulangan
103
Pernyataan the boys out dalam syair [1] berkaitan dengan syair [4], [6], [7],
[8], [16], [19], [21], [30], [33], [35], [36], [42], [46], [49], [50], [53], dan [55]. Sejumlah
17 syair tersebut mengandung kalimat bring the boys out yang diulang sebanyak
dua puluh satu kali sepanjang MV dari awal hingga akhir. Istilah bring the boys
out tidak dimaknai dengan kalimat membawa laki-laki keluar. Dalam kaidah
bahasa Inggris sendiri, kalimat bring the boys out mengacu pada idiom: to bring
(somebody) out yang artinya to help somebody to feel more confident
(menolong seseorang untuk menjadi lebih berani). Syair bring the boys out
selanjutnya sengaja tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia untuk
menjaga keaslian pemaknaannya.
Bait yang pertama (syair [1] hingga [8]) berisi pernyataan nasihat terhadap
seseorang yang merasa takut untuk memulai apapun. Syair [2] dan [3]
menceritakan bahwa keluh kesah akan mengakibatkan kesempatan terbuang siasia. Syair [7] yang berisi we bring the boys out memberi penekanan pada we
yaitu perempuan. Bait yang kedua merupakan perpanjangan kisah dari bait
pertama, namun dalam bait ini, narasi sudah mulai memperlihatkan siapa
seseorang
yang
dimaksudkan
sebagai
penerima
nasihat.
Syair
[15]
memperlihatkan bahwa seseorang yang dimaksudkan adalah my boy, yaitu lakilaki. Pesan inti dari bait ini adalah get up (lihat syair [10] dan [14]), yang
diungkapkan perempuan sebagai cerminan perasaan yang tidak tahan melihat lakilaki-nya kehilangan semangat. Dalam kacamata perempuan, kehilangan semangat
bagi laki-laki adalah hal yang lucu, dan ini merupakan sindiran yang diungkapkan
secara gamblang dan bersifat satire (lihat syair [11] dan [12]). Perempuan juga
104
105
tinggi. Bait ini juga menegaskan bahwa kesuksesan (yang dimaknai dalam kalimat
fly high) hanya diperuntukkan untuk orang-orang yang memiliki kesiapan, jika
tidak, maka ia harus menyerah (syair [27]).
Rangkaian syair dalam bait ketiga merupakan tuntutan seorang perempuan
terhadap laki-laki untuk bisa terbang tinggi, dalam rangka memperlihatkan
kepada dunia bahwa ia (laki-laki) mampu mengubah sejarah (syair [28] dan [29]).
History will be written anew, the main character is you, you![28], syair ini
menekankan pada you, mengacu pada laki-laki yang dianggap sebagai karakter
utama dalam sejarah yang dikatakan akan berubah. Bait ketiga diakhiri dengan
pernyataan brings the boys out, dan diikuti dengan pengulangan reff.
Selanjutnya, muncul bait yang berisi lirik rap (syair [36] hingga [42]).
Dalam bait ini, perempuan lebih banyak berkisah tentang dirinya. Perempuan
mendeklarasikan dirinya sebagai Athena, sosok yang dikatakan sebagai pemberi
nasihat yang hebat kepada laki-laki (syair [38]). Deklarasi ini ditujukan kepada
orang-orang yang disebut sebagai the boys of the world[38], yang diajak
perempuan untuk menari [37], bersenang-senang dan berpetualang [39], dan
berharap laki-laki akan tetap menjadi seperti yang diinginkannya [40].
Selanjutnya, syair [41] dan [42], membentuk kalimat utuh yaitu Girls Generation
we wont stop [to] bring the boys out!. GG tidak akan pernah berhenti untuk
membuat laki-laki menjadi lebih berani.
Bait ini selanjutnya diikuti oleh keempat, yang hanya terdiri dari dua syair
([43] dan [44]). Syair [43] berisi tentang nasihat ironis, bahwa usaha untuk
menahan masa depan akan masa depan itu akan semakin terserak. Bertentangan
106
dengan syair sebelumnya, syair [44] justru menceritakan tentang isi hati
perempuan, I think Im falling more and more for you who is becoming more and
more perfect, my heart. Perempuan mengungkapkan bahwa semakin sempurna
laki-laki (yang disebut my heart) maka akan semakin mudah bagi perempuan
untuk jatuh cinta kepadanya.
Bait keempat kemudian diikuti oleh pengulangan bait pertama, sehingga
narasi lirik kembali menyampaikan pesan yang terdapat di bait pertama, yang
menekankan pada harapan perempuan yang mengingini laki-laki untuk mau
membuka hati dan keluar sebagai seorang pemberani (syair [48]). Setelah selesai
pengulangan bait pertama, narasi memasuki bridge yang merupakan pengantar
menuju pengulangan reff yang ke-3 (lihat gambar 3.2) menjelang akhir dari lagu.
Syair [50] berisi satu frasa yang diulang-ulang, cause the girls bring the boys
out, yang dapat diartikan sebagai karena perempuan akan membuat laki-laki
menjadi lebih berani. Selanjutnya, reff kembali diulang hingga akhir lagu.
Dari pola narasi yang telah dijelaskan di atas, secara umum dapat
disimpulkan bahwa narasi lirik The Boys mengisahkan keinginan perempuan
yang berharap agar laki-laki(nya) menjadi laki-laki yang berani. Secara
keseluruhan, frasa bring the boys out dalam lagu ini diulang sebanyak 21 kali.
Berdasarkan plotting-nya, narasi lirik memperlihatkan urutan dominasi karakter
sebagai berikut: Jessica [22], [25], [27], [43], dan [50]; Tiffany [5], [7], [10], [12],
[32], dan [54]; Yoona [11], [13], dan [38]; Taeyeon [9], [29], [44], dan [46]; Sunny
[14], [24]. [26], dan [52]; Seohyun [15], [28], [47], dan [48]; Yuri [18] dan [37];
Sooyoung [20], [40], dan [41]; Hyoyeon [34] dan [39]. Selain syair yang disebutkan
107
108
pengamatan penelitian, ada 5 (lima) jenis stage (panggung) yang digunakan dalam
MV ini, yaitu:
Tabel 3.1
Setting dalam MV The Boys
Setting (preview)
Menit/detik
01.0026, 03.4044,
03.4656, 04.00, 04.01, 04.02, 04.05, 00.04.06, 04.12, 04.14, 04.20,
04.29, 04.30, 04.31, 04.4148, 04.52, dan 04.53
00.25, 00.27 01.07, 02.48, 02.49, 02.50, 02.53, 02.54, 02.57, 02.58,
03.00, 03.02, 03.04, 03.05, 03.06, 03.09, 03.12, 03.18, 03.19, 04.03,
04.04, 04.10, 04.11, 04.21, 04.22, 04.23, 05.0018
(2) Preview 05.03
01.08, 01.09, 01.10, 01.16, 01.17, 01.19, 01.2127, 01.32, 01.33, 01.34,
01.3639, 01.47, 01.5154, 01.58, 01.59, 02.06, 02.08, 02.13, 02.14,
02.2022, 02.2629, 02.33, 02.34, 02.3638, 02.40, 02.4244, 02.55,
02.56, 03.08, 03.16, 03.17, 03.20, 03.23, 03.26, 03.32, 03.33, 03.3739,
(4) Preview 01.23
109
Gambar 3.3
Tampilan proscenium stage dalam stage 1
(1) Panggung
pertama
(lihat gambar
(2) Panggung kedua (gambar 3.4) dalam MV muncul dengan cara yang
unik, yaitu sebagai bentuk imaginatif yang dilihat oleh Yoona melalui sebuah
kristal hitam (lihat preview 00.25). Dalam batu tersebut muncul bayangan seorang
perempuan, kamera kemudian bergerak sangat cepat seolah-olah membawa
110
imajinasi penonton ikut masuk ke dalam batu, dan seketika pula muncul panggung
yang berbeda. Panggung kedua ini mengadopsi model arena stage atau circle
stage (panggung arena), karena performa terfokus pada bagian tengah sehingga
performa dapat dilihat dari sudut mana pun yang mengelilingi arena panggung.
Dalam panggung arena di atas, kamera merupakan lensa yang melaluinya
khalayak menonton performa. Bentuk arena akan mempermudah kamera untuk
bergerak leluasa memutari arena panggung, sehingga dapat memperlihatkan
masing-masing karakter performa dengan lebih jelas dari sisi panggung mana pun
yang memungkinkan. Ruang arena yang tersedia dibatasi dengan adanya helai
bunga mawar merah muda yang bertaburan dan bertebaran di panggung. Tebaran
bunga tersebut berasal dari efek hujan mawar (falling rose petals), yang
menciptakan ruang istimewa berbentuk lingkaran dan difungsikan sebagai
panggung tempat para karakter GG menyanyi dan menari.
Gambar 3.5
Tampilan proscenium stage dalam stage 3
111
112
abstrak yang dipadukan dengan pencahayaan yang terfokus tepat di bagian tengah
panggung, sehingga terkadang memberi efek backlight terhadap performa.
Gambar 3.7
Tampilan stage 5
(5) Panggung kelima (gambar 3.7) memiliki konsep yang berbeda dengan
panggung lainnya. Jika dalam keempat panggung sebelumnya terlihat model
adaptasi kontemporer dengan beragam desain, maka panggung yang kelima ini
merupakan panggung yang tak berbentuk. Panggung kelima hanya berupa
visualisasi latar belakang yang merupakan kombinasi dari ukiran ber-bunga dan
efek cahaya yang menembus lewat celah-celah ukir yang ada di dinding latar.
Panggung ini tidak mengutamakan pada detail konsep panggung, namun
cenderung mengutamakan pada karakter performa yang ditempatkan di depan
latar. Panggung yang kelima ini dikhususkan hanya kepada performa yang
dilakukan oleh satu karakter saja.
Dari keseluruhan tipe panggung yang ditampilkan dalam MV The Boys,
maka dapat didefinisikan scenery yang diciptakankan dalam masing-masing
panggung tergolong dalam tipe non-realistic scenery. Kenapa? kelima tipe
panggung dalam MV ini merupakan panggung kontemporer yang sekedar
mengadopsi sebagian konsep dari panggung tradisional, namun juga memasukkan
elemen dan desain imaginatif yang jauh dari esensi nyata dalam kehidupan seharihari, seperti yang ditemukan dalam konsep panggung tradisional. Scene yang
113
tidak realistik akan menghadirkan pengalaman yang tidak realistik pula. Dengan
demikian, kategori setting dalam MV ini tidak memperlihatkan otentikasi lokasi
performa. Apa yang diperlihatkan dalam setting MV adalah sebuah pengaturan
performa yang didesain secara kontemporer untuk menciptakan lingkungan dan
pengalaman performa yang imaji.
Tipe panggung dalam MV ini didominasi oleh model proscenium. Model ini
merupakan konsep panggung raksasa, sehingga penonton yang melihat performa
dalam panggung ini seolah-olah melihat pertunjukan dalam bingkai raksasa.
Proscenium awalnya berkembang sebagai model panggung teater Romawi Kuno,
namun kini model ini menjadi sebuah konsep panggung populer yang banyak
digunakan dalam beragam performa non-teater.
Panggung proscenium, ditambah pula konsep scene yang non-realistik telah
menciptakan efek spektakuler ke dalam panggung performa. Dengan demikian,
perempuan yang menjadi pelaku performa di dalamnya dianggap menjadi bagian
dari yang spektakuler tersebut. Apa pun yang dilakukan perempuan dalam
panggung tersebut, menyanyi, menari, atau sekedar berjalan, akan membuat
perempuan terlihat lebih bermakna. Model panggung ini dapat dikatakan sebagai
sebuah bentuk penghargaan terhadap performa perempuan.
3.1.2.2. Costume
Ada beragam kombinasi kostum yang digunakan dalam MV ini, sama halnya
dengan bentuk narasi yang tak beraturan, kostum yang dikenakan oleh masingmasing karakter dalam MV ini pun muncul sewaktu-waktu, tak beraturan, dan
114
kadang kala tidak tertangkap oleh frame kamera. Berikut ini merupakan uraian
dari pendefinisian kostum yang dikenakan oleh kesembilan karakter GG yang
terlihat dalam frame kamera.
Pertama, Yoona. Dalam performanya yang pertama (detik 0125), karakter
Yoona muncul dalam balutan gaun mini berwarna putih yang senada dengan
setting performa yang didesain bersalju. Tipe kostum Yoona ini bergaya glamour,
yang menekankan pada potongan baju pada bagian dada dan paha sehingga
membentuk mini-dress. Bagian belakang gaun ini memperlihatkan helaian rok
panjang sehingga jika dilihat dari belakang, Yoona seolah-olah mengenakan gaun
panjang (preview 00.09).
Kostum kedua yang dikenakan Yoona bergaya aristokrat (preview 00.33)
yang memberi kesan lady-like pada karakter Yoona. Dalam balutan kostum ini,
tubuh Yoona terlihat terstruktur karena ia mengenakan gaun berwarna coklat
keemasan bermodel korset (lihat preview 02.04) dengan sehelai ikat pinggang
kain yang melilit bagian perutnya sehingga tubuhnya terlihat ramping dan
menonjol pada bagian dada. Bawahan yang dikenakannya adalah rok panjang
yang menjuntai dengan model A. Kostum ini memiliki konsep dasar highfashion,
terlebih lagi karena Yoona dihiasi dengan mahkotai layaknya seorang putri, serta
kalung yang mewarnai lehernya dengan berlian. Kostum ini dipadukan dengan
long-coat hitam bergaya glamour untuk menutupi gaun yang dikenakan, sehingga
jika dilihat dari belakang, model ini terlihat menutupi bentuk tubuh Yoona.
Kostum ketiga yang digunakan Yoona bergaya casual, termasuk dalam
kategori fashion kontemporer yang memadukan berbagai gaya di dalamnya.
115
Dalam balutan kostum ini, Yoona terlihat mengenakan celana panjang ketat
(legging) dengan atasan ketat tanpa lengan. Model ini tidak memperlihatkan tubuh
perempuan secara terbuka, namun mengekspos bentuk tubuh yang tertutup
sehingga memperlihatkan margin tubuh Yoona dengan jelas (preview 02.01).
Kostum casual lain yang dikenakan Yoona terlihat dalam preview 03.47, ia
mengenakan baju ketat berlengan pendek, mengadaptasi model pakaian olahraga
yang bagian kerahnya menutupi sebagian leher. Dalam balutan kostum ini Yoona
terlihat tertutup, namun masih mengekspos pada bentuk tubuh perempuan.
Kedua, Yuri. Kostum pertama yang dikenakan Yuri menyerupai fashion
bergaya high, memperlihatkan status diri sebagai seorang perempuan dari
kalangan aristokrat, namun di sisi lain dipadukan dengan gaya fashion
kontemporer. Pilihan warna kostum yang dikenakan adalah emas, dengan konsep
gaun panjang yang berbelah tinggi di bagian belakang, memperlihatkan keindahan
kaki ketika Yuri berjalan mengitari panggung. Model gaun ini menonjolkan
bagian dada, karena gaun ini mengadaptasi model pakaian dalam yang didesain
menyerupai korset sehingga memperlihatkan bentuk dada. Bagian bahu Yuri
tertutupi oleh jaket hitam bergaya glamour, namun jaket ini tidak dikenakan Yuri
melainkan dibiarkan menggantung di bahu Yuri sehingga ia seolaholah
mengenakan jaket (preview 02.25).
Kostum kedua yang dikenakan Yuri merupakan model kontemporer bergaya
mini-skirt, bawahan pendek di atas lutut yang dipadukan dengan atasan tanpa
lengan berkerahv (preview 01.13, karakter ke2 dari kiri). Model semacam ini
menekankan pada margin kaki perempuan. Tipe kostum lain yang dikenakan Yuri
116
terlihat dalam preview 03.44, yang mana Yuri terlihat mengenakan bawahan
berupa celana panjang dengan atasan bermodel croptop. Atasan model croptop
di sini dimaksudkan untuk mendeskripsikan kemeja putih berlengan panjang yang
masingmasing lengannya tersobek untuk memperlihatkan tangan. Selain itu
kemeja putih ini berkerahv dengan potongan yang terlalu ke bawah sehingga
memperlihatkan belahan dada. Bagian bawah kemeja dibiarkan terpotong pendek
sehingga memperlihatkan bagian perut perempuan (preview 03.52). Kostum Yuri
ini mengekspose sensualitas tubuh perempuan, terlebih karena kemeja putih yang
dikenakan berbahan tipis sehingga memvisualisasikan bayangbayang tubuh yang
ada di balik kemeja. Selain itu, Yuri juga terlihat dalam balutan gaya maskulin
berupa celana panjang, kemeja putih, jas, dan juga dasi (preview 04.32).
Ketiga, Tiffany. Konsep kostum pertama yang dikenakan Tiffany
merupakan minidress yang ditujukan untuk mengekspose bagian paha (preview
00.49). Minidress yang dikenakan Tiffany merupakan model one-piece dress yang
merupakan kombinasi dari warna hitam dan hijau keemasan. Gaun mini ini
berukuran pendek di atas lutut, dan tanpa lengan (preview 03.04). Gaun mini
Tiffany membuat tubuh perempuan terlihat lebih bervolume terutama di bagian
depan, hal ini disebabkan detail desain yang ditempeli manik berwarna hitam dan
hijau keemasan. Meskipun terkesan lebih bervolume, gaun mini yang dikenakan
Tiffany ini tetap mengekspose bentuk tubuh perempuan.
Kostum kedua yang dikenakan Tiffany merupakan model fashion
kontemporer bergaya microskirt yang dipadukan dengan croptop yang hanya
memiliki lengan di bagian kiri sementara lengan bagian kanan terpotong (preview
117
01.45). Desain minimalis ini mengutamakan eksposur pada paha perempuan serta
sebagian belahan tubuh perempuan. Tiffany juga mengenakan gaya kontemporer
microskirt dan croptop dalam kostum ketiga yang dikenakannya dalam MV
(lihat preview 04.51). Ia mengenakan celana sangat pendek (disebut juga dengan
hot pant). Atasan yang dikenakan merupakan kemeja merah yang di sisi kiri dan
kanannya dipadukan dengan kain hitam dengan detail bordir semacam kebaya,
sehingga memperlihatkan sebagian bra yang dikenakan di balik kemeja. Gaya
kontemporer Tiffany ini menampilkan tubuh natural perempuan yang sebagian
terbuka dan tidak tertutup dalam kekakuan.
Model kostum yang keempat yang dikenakan Tiffany merupakan kostum
dengan gaya maskulin (lihat preview 04.53). Ia mengenakan bawahan berupa
celana panjang, baju lengan panjang, dilengkapi dengan sarung tangan, dan
mengenakan topi sport. Model ini menggiring Tiffany ke pencitraan maskulin
perempuan, yang mengadaptasi gaya laki-laki ke dalam tubuh perempuan
sehingga potongan tubuh tampak lurus, desain sederhana, dan tidak menonjolkan
bentuk tubuh.
Keempat, Seohyeon. Kostum pertama yang dikenakan Seohyeon adalah
minidress yang mendeskripsikan dengan detail siluet tubuh sang karakter. Gaun
mini ini terinspirasi dari model baju tradisional China, dilengkapi dengan detail
ornamen bunga yang terdapat di bagian dada, leher, lengan, dan pinggul, sehingga
mengarahkan fokus pandangan pada bagianbagian tersebut (preview 00.39).
Selanjutnya Seohyeon memperlihatkan karakter dirinya dalam balutan
kostum kedua yaitu model microskirt, dipadukan dengan atasan casual (preview
118
02.16). Kesan yang ditonjolkan melalui kostum ini merupakan tampilan paha dan
kaki perempuan. Kostum ketiga yang dikenakan Seohyeon lebih mengarah kepada
model kontemporer yang mengadaptasi gaya maskulin, yaitu celana panjang,
kemeja putih, rompi, dan sarung tangan yang hanya dikenakan oleh tangan kanan
(lihat preview 02.20).
Kelima, Jessica. Kostum pertama yang dikenakan oleh Jessica mengesankan
karakter seorang perempuan bangsawan dengan gaya highfashion (preview
01.00, 02.48, 02.51). Jessica mengenakan longdress (gaun panjang) berwarna
biru elegan. Citra elegan ini muncul juga dari konsep gaun korset yang restriktif
yang dikenakan oleh Jessica. Korset ketat ini ditutupi oleh ornamen gaun yang
dibentuk menyerupai pita, sehingga memberi tambahan volume pada bagian dada.
Selain itu, citra klasik seorang aristokrat melekat dalam karakter Jessica karena
mengenakan mahkota di rambut, serta didramatisir oleh objek berupa burung
merpati putih yang diterbangkan oleh Jessica (preview 00.55).
Selain gaya aristokrat, Jessica mengenakan dua model kostum kontemporer
yang mengadopsi figur kartun Jepang yaitu Sailormoon (preview 01.13, 01.17).
Meski berbeda warna (ungu muda dan putih) dan pola, konsep dasar dari kedua
kostum ini sama saja, yaitu model croptop. Atasan yang dikenakan berupa
potongan baju yang hanya menutupi bagian dada, dilengkapi dengan lengan
pendek berbahan tipis sehingga mengeskpos keterbukaan di bagian leher dan
bahu, ditambah pula belahan kerah baju yang sengaja dibuat lebar untuk
memperlihatkan bentuk natural tubuh (preview 02.46, 02.47). Sementara itu,
bawahan yang dikenakan adalah miniskirt, yang memiliki lapisan kain lebih dari
119
satu sehingga menambah volume di bagian pinggul dan paha. Tipe kedua kostum
ini mengedepankan citra girliness, jiwa muda yang ada dalam sosok Sailormoon
yang ditampilkan melalui kostum kontemporer yang dikenakan oleh Jessica.
Selain itu, tipe kostum yang hampir sama juga dikenakan oleh Jessica
seperti yang terlihat dalam preview 04.43 (karakter yang berada di tengah). Dalam
preview tersebut, Jessica tampak menggunakan bra dan miniskirt berwarna hitam,
namun dilapisi dengan baju kasual berbahan tipis sehingga memperlihatkan
bayangbayang bra yang dikenakan. Tipe kostum lainnya juga muncul sekilas
dalam preview 02.44, yang mana Jessica tampak mengenakan rompi bulu
berwarna biru cerah, namun tidak ada preview lain yang menggambarkan dengan
detail tipe kostum ini.
Keenam, Taeyeon. Kostum pertama yang dikenakan oleh Taeyeon
merupakan minidress berwarna krem yang dipadukan dengan gaya klasik high
fashion dan kontemporer (preview 00.52, karakter sebelah kiri). Kesan klasik
muncul karena gaun yang dikenakan Taeyeon merupakan model korset ketat yang
biasanya dipakai tanpa mengenakan bra. Model korset ini memberi potongan yang
jelas bagi margin tubuh dan terutama pada belahan dada. Aksesori gelang yang
senada dengan warna gaun serta hiasan rambut dengan desain bulu burung, juga
ikut menambah citra ladylike bagi Taeyeon (preview 03.15, 04.17). Sementara
itu, kesan kontemporer muncul dari detail gaun yang mencampur adukkan gaya
glamour dan casual. Kerah gaun dibuat menyerupai kalung berbahan kain, korset
yang dikenakan dibuat menyerupai kaca mata dengan untaian manik menghiasi di
sekitarnya. Sekilas, gaun ini bahkan tampak menyerupai model slip dress, yaitu
120
jenis pakaian yang mengadaptasi dari model fashion yang dulunya hanya
dikenakan sebagai pakaian dalam.
Tipe kostum kedua yang dikenakan Taeyeon adalah miniskirt hitam,
dipadukan dengan tanktop putih dan kardigan informal berwarna hitam dengan
corak putih di bagian tangan (preview 03.08, 03.10). Taeyeon juga tampak sekilas
mengenakan croptop berwarna biru tua (preview 04.24), dan di bagian
menjelang akhir MV, ia tampak bergaya maskulin (preview 04.30) dengan
mengenakan celana panjang yang dipadukan dengan rok yang panjangnya selutut,
serta mengenakan atasan kasual berlengan panjang namun sedikit memperlihatkan
bagian perut. Dominasi warna dalam kostum terakhir yang dikenakan Taeyeon
adalah hitam.
Ketujuh, Sunny. Karakter Sunny mengenakan minidress yang berpadu
dengan gaya korset di masa kejayaan highfashion. Desain dari gaun yang
dikenakannya menggunakan dominasi warna polos (ungu gelap dan hitam), gaun
hanya diberi corak berwarna abu-bau dibagian dada yang mana korset didesain
seperti bra dan dihias oleh payet (preview 02.57). Kostum kombinasi bergaya lady
yang dipadukan dengan gaya kontemporer minidress ini menampilkan gambaran
nyata mengenai margin tubuh perempuan. Desain gaun yang minimalis semakin
memberi imajinasi tentang lekuk tubuh perempuan di bagian dada, pinggul, dan
paha. Kostum lainnya yang dikenakan Sunny mengadaptasi gaya glamour, yaitu
mantel merah berbahan bulu (tidak diketahui model bawahan yang dikenakan)
yang dilengkapi dengan penutup kepala serta perhiasan berupa gelang berukuran
besar yang ada di tangan kiri dan kanan (preview 02.05). Dalam gaya glamour ini,
121
122
Model kostum kedua dan ketiga yang dikenakan Sooyoung bertipe sama,
yaitu miniskirt (preview 02.39, 02.40, karakter yang berada di tengah) yang
dipadukan dengan atasan kasual. Kostum lain yang digunakannya adalah gaun
berbahan bulu (yang diperlihatkan hanya atasan saja). Dominasi warna dalam
kostum ini adalah orange dan perak, ditambah dengan aksesori kalung bermodel
mahkota yang memberi kesan glamour. Bagian bahu sebelah belakang terlihat
sedikit sobek, memberi kesan seksi pada tubuh perempuan (preview 03.07).
Kesembilan, Hyoyeon. Awalnya, Hyoyeon tampil dalam gaya glamour
minidress dengan sedikit sentuhan futuristik (preview 00.58, karakter sebelah
kiri). Konsep minidress yang ia kenakan adalah minimalis dan didominasi oleh
warna hitam. Uniknya, kostum ini dipadukan dengan rompi yang terbuat dari
bahan yang sedikit keras (preview 02.25). Dari visualisasi MV terlihat bahwa
rompi yang ia kenakan bermodel bentuk sayap burung yang didesain sedemikian
rupa sehingga bisa berfungsi sebagai rompi (preview 02.50). Konsep ini
merupakan model fashion kontemporer yang mencitrakan gaya masa depan, yang
tampil berbeda di antara karakterkarakter lain yang kebanyakan mengenakan
fashion bergaya kombinasi highfashion dan glamour.
Pada menit pertama detik ke24, Hyoyeon sekilas tampak mengenakan
celana panjang ketat yang ditutupi dengan sepatu boot, dipadukan dengan atasan
bermodel croptop yang memperlihatkan sedikit bagian perut. Tipe kostum lain
yang dikenakannya adalah gaya kontemporer miniskirt (preview 03.30) yang
memadukan hotpant dengan atasan ketat yang penuh dengan detail bulu burung
sehingga menambah volume tubuh bagian dada hingga leher. Di bagian
123
124
merupakan sebuah usaha untuk tidak sekedar menjual seksualitas perempuan yang
mengenakan pakaian mini, namun merupakan usaha untuk memvisualisasikan
perempuan seksual yang berkelas melalui pakaian yang digunakannya.
Yoona,
125
berwarna putih, Yoona berjalan menuju objek sentral yang ada di stage 1 (detik
0025). Apa yang dilakukan Yoona di sini merupakan sebuah awalanyang
mengawali kisah The Boys.
Kehadiran Yoona di awal memiliki pengaruh yang besar bagi keseluruhan
rangkaian performa MV, karena ia menghadirkan sebuah ilusi imajinasi. Ilusi ini
muncul ketika Yoona memegang sebuah kristal hitam, memandanginya, dan
menyadari bahwa ada bayangan seorang perempuan terlihat di permukaan kristal
tersebut. Yang terjadi kemudian adalah ekspresi abstrak, yang membuat penonton
seolaholah tertarik masuk ke dalam batu. Ini merupakan momen epic yang
memperlihatkan sang mayor Yoona, mengawali performa dengan pergerakan ilusi
yang memberikan pengalaman imajiner terhadap orang yang menontonnya.
Tabel 3.2
Performa Berdasarkan Visualisasi Dalam MV The Boys
Menit/Detik
Actress
Menit
ke-0
Taeyeon
52
Jessica
53, 54,
55, 56
Sunny
52
Tiffany
36, 37,
49, 50
Hyoyeon
Yuri
Sooyoung
Yoona
Seohyun
37, 38
51
(0125),
(2936)
39
Menit
ke-1
Menit ke2
Menit
ke-3
10, 11, 13,
14, 15, 18, 19
48
18, 19, 59
03, (0611),
(1317),
(2024),
(2631), 33,
34, (3640),
42, 43, 45,
47, 55, 56
All
(4048),
57, 58,
59
Unidentified
26, 27,
28
(0307)
Menit
ke-5
17
07, 40
13
11
50
13
42, 43, 44
07, 12
09, 37, 46,
47, 58, 59
00, 02
32, 33
2
11
4
23, 36, 37
48
27, 28, 30
10
00, 12,
13, 14,
15, 16,
17, 18
170
(0111)
22
20
Menit
ke-4
126
127
tidak
teridentifikasikan
dalam
MV
ini,
namun
MV
ini
128
kamera lebih sering menggunakan teknik closeup dan mediumshot yang tidak
memperlihatkan kaki. Meskipun demikian, kaki tetap menjadi salah satu perhatian
utama dalam MV ini, terlebih jika kamera menggunakan teknik panup yang
pandangannya sejajar dengan telapak kaki dan menengadah ke atas. Ketika
kamera dalam posisi ini, kaki menjadi perhatian utama, namun biasanya gestur
yang diperlihatkan adalah gestur kaki yang menari bersamasama.
Pergerakan performa dari masingmasing karakter juga diperkaya oleh tipe
gestur populer yaitu hands-on-hips gestures (gestur berkacak pinggang) dan
sexual aggresiveness gestures (gestur yang memperlihatkan agresivitas seksual).
Tipe gestur berkacak pinggang ini biasanya muncul untuk memberi penekanan
pada bentuk tubuh, sekaligus pada model fashion yang dikenakan oleh karakter
performa (lihat preview 00.5801.02, 01.13, 01.17, 01.48, 02.01, 02.02, 03.18).
Selain itu, tipe gestur sexual aggresiveness ini juga menjadi salah satu gestur yang
dominan muncul di selasela tarian yang dipertontonkan. Gestur ini didukung
oleh pemilihan kostum yang ketat dan mungil yang memungkinkan karakter
performa untuk menonjolkan sisi seksual yang terlihat melalui tubuhnya.
129
Tabel 3.3
Shot
Close-up
Face only
Medium
shot
Most of body
Long-shot
Setting and
character
Full shot
00.0305, 00.13, 00.14, 00.17, 00.18, 00.30, 00.31, 00.49, 00.50, 01.03
01.07, 01.18, 01.20, 01.30, 01.31, 01.40, 01.41, 01.49 , 02.05, 02.19, 02.44,
02.49, 02.52, 02.53, 02.54, 02.58, 03.02, 03.05, 03.06, 03.13, 03.14, 03.19,
03.24, 03.37, 03.58, 03.59, 04.07, 04.10, 04.11, 04.17, 04.18, 04.2224,
04.32, 04.33, 04.36, 04.37, 04.40, 04.50,
00.0608, 00.1012, 00.1924, 00.3239, 00.5156, 01.13, 01.16, 01.17,
01.19, 01.26, 01.27, 01.4345, 01.48, 01.50, 01.51, 01.5557, 01.59, 02.00,
02.01, 02.02, 02.04, 02.07, 02.08, 02.12, 02.1618, 02.20, 02.23, 02.26,
02.30, 02.32, 02.35, 02.38, 02.41, 02.42, 02.46, 02.48, 02.50, 02.51, 02.57,
02.59, 03.00, 03.01, 03.04, 03.07, 03.08, 03.1012, 03.15, 03.25, 03.26,
03.29, 03.30, 03.34, 03.35, 03.4244, 03.46, 03.47, 03.52, 03.53, 03.56,
04.03, 04.04, 04.13, 04.16, 04.20, 04.2730, 04.48, 04.51, 04.53,
00.01, 00.02, 00.09, 00.15, 00.16, 00.2729, 00.4048, 00.5701.02, 01.08
01.12, 01.14, 01.15, 01.21, 01.2225, 01.28, 01.29, 01.32, 01.33, 01.35,
01.37, 01.39, 01.42, 01.46, 01.47, 01.5254, 01.58, 02.03, 02.06, 02.0911,
02.14, 02.15, 02.21, 02.22, 02.24, 02.2629, 02.31, 02.33, 02.36, 02.37,
02.39, 02.40, 02.43, 02.45, 02.55, 02.56, 03.03, 03.16, 03.17, 03.2023,
03.27, 03.28, 03.3133, 03.36,
03.3841, 03.45, 03.4851, 03.54, 03.55, 03.57, 04.0002, 04.05, 04.06,
04.08, 04.09, 04.12, 04.14, 04.15, 04.19, 04.25, 04.26, 04.34, 04.35, 04.38,
04.39, 04.4147, 04.49, 04.52, 04.54, 04.5805.18
01.34, 01.38, 02.47, 04.5557
130
Selain longshot, kamera juga memanfaatkan tipe close up dan medium shot
di waktu-waktu tertentu untuk memberikan frame yang lebih dramatis. Kedua
teknik kamera ini menitikberatkan pada keintiman dan relasi personal (Berger,
1991:26). Dengan melihat pembingkaian performa dengan teknik close up dan
medium shot, akan terjalin kontak personal antara penonton dengan karakter
performa seolah-olah sedang melakukan aktivitas face to face. Teknik ini juga
menciptakan ilusi cermin, yang mana penonton seolah-olah bercermin terhadap
dirinya yang ada di panggung performa. Kategori yang paling sedikit digunakan
adalah jenis full shot. Kategori ini sesungguhnya menekankan pada relasi sosial,
namun teknik ini sedikit ditemukan dalam MV. Kemungkinan alasan yang
muncul adalah karena banyaknya karakter yang ada (9 orang) sehingga akan sulit
jika memasukkan masing-masing ke dalam frame full shot.
131
Definition
Pan
down
Camera looks
down
Pan up
Camera looks up
Dolly in
Camera moves in
Fade in
Fade out
Image appears
on blank screen
Image screen
goes blank
Preview
00.50, 01.54, 02.13, 02.34, 03.21, 03.55, 04.05, 04.34
01.52, 01.53, 02.15, 02.22, 02.31, 02.33, 02.36, 02.37, 02.39, 02.40, 02.45,
03.16, 03.17, 03.23, 03.31, 03.57, 04.08, 04.09, 04.35, 04.5405.00,
00.02, 00.05, 00.07, 00.08, 00.11, 00.12, 00.14, 00.16, 00.18, 00.2024, 00.26,
00.28 33, 00.35, 00.38, 00.4148, 00.50, 00.54, 00.55, 00.56, 00.5801.02,
01.0401.07, 01.0901.12, 01.15, 01.17, 01.2201.25, 01.29, 01.31, 01.33,
01.41, 01.4345, 01.56, 02.0002.02, 02.10, 02.11, 02.16, 02.17, 02.19 , 02.27
29, 02.54, 02.58, 03.06, 03.11, 03.14, 03.22, 03.2830, 03.35, 03.43, 03.44,
03.47, 03.51, 03.59, 04.01, 04.02, 04.04, 04.06, 04.17, 04.18, 04.28, 04.33,
04.37, 04.4244, 04.47, 05.0103, 05.0518
00.01
05.20
Cut
00.03, 00.04, 00.06, 00.09, 00.10, 00.13, 00.15, 00.17, 00.19, 00.25, 00.27,
00.34, 00.36, 00.37, 00.39, 00.40, 00.49, 00.51, 00.52, 00.53, 00.57, 01.03,
01.08, 01.13, 01.14, 01.16, 01.1821, 01.26, 01.27, 01.28, 01.30, 01.32, 01.34
40, 01.42, 01.4652, 01.54, 01.55, 01.5702.00, 02.0309, 02.12, 02.13, 02.14,
02.15, 02.16, 02.18, 02.20, 02.2126, 02.30, 02.32, 02.35, 02.36, 02.38, 02.39,
02.4053, 02.5557, 02.59, 03.0005, 03.0710, 03.12, 03.13, 03.15, 03.16,
03.1820, 03.2427, 03.3234, 03.3642, 03.45, 03.46, 03.4850, 03.5258,
04.00, 04.03, 04.05, 04.07, 04.08, 04.1016, 04.1927, 04.2932, 04.3436,
04.3841, 04.45, 04.46, 04.4955, 05.01, 05.04
Wipe
05.19
Sumber: Hasil pengamatan penelitian
132
Teknik pan down dan pan up menciptakan dikotomi antara otoritas dan
kelemahan. Kecenderungannya, kamera yang melihat ke arah bawah cenderung
melemahkan objek yang disorot oleh kamera, sebaliknya, kamera yang melihat ke
atas akan memberi arti bahwa objek yang disorot memiliki otoritas atau
kekuasaan. Selain itu, teknik dolly in memberi pengaturan fokus pada apa yang
harus ditonton dan apa yang tidak.
3.1.2.6. Sound
Kriteria suara (sound) dalam penelitian ini diidentifikasi berdasarkan genre musik
yang
digunakan
dalam
MV.
Berdasarkan
genre
musik
yang
telah
133
134
MV Pandora terdiri dari 50 (lima puluh) syair yang terbagi dalam dua
bait, satu bait rap, refrain, dan bridge. Gambar 3.10 di atas memperlihatkan
struktur narasi Pandora yang ditandai dengan keberadaan repetisi musematik,
yaitu pengulangan refrain. Dalam MV ini, refrain muncul sebanyak 3 (tiga) kali.
Struktur narasi tidak memperlihatkan adanya repetisi diskursif (pengulangan bait
yang panjang), karena masingmasing bait (bait 1, 2, dan rap) serta bridge, berdiri
sendiri tanpa pengulangan. Sebelum memasuki bait pertama (verse 1), MV
diawali dengan kalimat intro, up and up, ah, ah.. up and up, ah, ah.. (syair [1]).
Istilah up and up, ah, ah ini berkesesuaian dengan syair [16], [32], dan [50]. Di
dalam keseluruhan narasi, syair tersebut diulang sebanyak 11 (sebelas kali), yang
mana syair ini memiliki penekanan penting. Syair ini mengacu pada keinginan
untuk ke atas dan terus ke atas (up and up).
Bait yang pertama (syair [2][11]) berkisah tentang nasihat terhadap
seseorang (diidentifikasikan sebagai laki-laki) yang memiliki kekakutan,
bersembunyi, dan tidak memiliki keberanian bahkan untuk menatap perempuan.
Tatapan perempuan dalam hal ini dianggap sebagai tatapan yang aneh (syair [5]),
yang memunculkan sensasi erotis, menstimulasikan keinginan laki-laki untuk
menyentuh tubuh sang perempuan (syair [6]). Perempuan kemudian mengingini
sang laki-laki agar ia (laki-laki) mau mendapatkan hatinya (syair [11]) dan melihat
perempuan tersebut (syair [9]) sehingga sang perempuan mau memperlihatkan
dirinya yang sesungguhnya kepada laki-laki.
Bait pertama kemudian beralih kepada klimaks narasi, yaitu refrain (syair
[12][17]). Dalam refrain, syair menekankan pada pesan close to you (syair [13])
135
dan close to me (syair [16]), yaitu sebuah isyarat yang ditujukan perempuan untuk
saling mendekatkan diri dengan laki-laki (me mengacu pada perempuan, dan
you mengacu pada laki-laki). Perempuan juga meneriakkan kepada laki-laki
untuk mau merasakan dirinya (syair [12]), dan berjanji akan memberikan apa pun
(syair [14]) terhadap laki-laki yang mau memandangnya (syair [15]).
Klimaks pesan dalam refrain kemudian berubah arah dan memasuki narasi
dalam bait kedua (syair [18][26]). Rentang bait ini sedikit lebih panjang dari bait
pertama dengan pesanpesan yang lebih beragam. Kisah dalam bait kedua ini
masih berada di seputar topik curahan hati perempuan terhadap laki-laki.
Perempuan terlihat meremehkan laki-laki yang berhenti di tengah jalan, bahkan
ketika perempuan belum memperlihatkan separuh dari dirinya kepada laki-laki
(syair [18][20]). Perempuan mengutarakan harapannya tentang hubungan yang
seharusnya tidak berakhir (syair [18]), berharap laki-laki mampu membuat ia
(perempuan) menjadi tergerak untuk mengungkapkan rahasianya (syair [21]).
Perempuan juga membuat sebuah penawaran kepada laki-laki agar ia (laklaki) tidak melakukan keputusan yang tidak beralasan dan pergi (syair [24]),
perempuan juga meminta sang laki-laki untuk tidak melepaskan dirinya (dont let
go of my hand) (syair [25]). Akhir dari permintaan yang diutarakan perempuan
dalam bait kedua ini adalah memohon kepada laki-laki untuk mencoba mengenali
dirinya (perempuan) dalam segala hal (syair [26]). Bait kedua ini kemudian
dilanjutkan dengan pengulangan refrain.
Bait yang ketiga berisi syair yang dinyanyikan nge-rap. Bait ini
mengisahkan rasa frustasi perempuan yang berusaha untuk meyakinkan laki-laki.
136
Perempuan mengatakan apa lagi yang bisa aku lakukan? (syair [34]),
pernyataan ini mengungkapkan keterbukaan perempuan terhadap perasaan yang
tiada henti. Kejujuran hati perempuan juga terungkap dalam syair [35] ketika ia
berbicara tentang dirinya yang berusaha mendekati laki-laki sedikit demi sedikit,
namun semacam diabaikan, perempuan akhirnya mengalami stress (syair [36]).
Perempuan berada di dalam dilema ketika ia telah memberikan segalanya kepada
laki-laki namun laki-laki tidak dapat melakukan apa-apa (syair [36]). Dilema ini
kemudian berubah jadi amarah, yang terlihat secara ekspresif dalam syair [37]
[40], Apa yang kamu harapkan [dari ku]?. Perempuan menuduh laki-laki tidak
akan bisa datang mendekat, namun juga tidak mampu pergi menjauh, laki-laki
hanya akan berputar-putar tanpa menyadari hitungan waktu.
Lirik yang penuh amarah dalam bait ini merupakan sebuah taktik untuk
membalikkan pesan syair ke dalam refrain, yang sebelumnya diawali dengan
bridge: I waited for a while, I hoped it was you, I pray that it is perfect... (syair
[42][44]). Dari kalimat ini, dapat disimpulkan bahwa amarah yang terungkap
137
memperlihatkan urutan dominasi karakter sebagai berikut: Jiyoung [2], [3], [23],
[24], [25], [26], [33], [34], [35]; Nicole [4], [5], [27], [36][41]; Seungyeon [8], [9],
[10], [11], [20], [44]; Hara [6], [7], [21], [22], [43]; Gyuri [12], [13], [18], [19], [42].
Selain dari syair di atas ([1], [14][17], [28][32], dan [45][50]), merupakan syair
yang dinyanyikan secara bersamaan oleh kelima karakter dalam girlband Kara.
Dalam plotting syair, karakter performa dalam MV Pandora di dominasi oleh
Jiyoung dan Nicole (masingmasing 9 syair), sementara itu, visualisasi MV
menekankan pada wajah dominan Seungyeon dan Jiyoung (lihat tabel 3.6).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa visualisasi MV tidak selalu
berkesesuaian dengan plotting syair.
3.2.2.1. Setting
Dalam MV Pandora ini, diidentifikasi 7 (tujuh) setting yang berbeda (lihat tabel
3.5). Masingmasing setting memperlihatkan kombinasi stage dan scene yang
berbeda, sehingga menghasilkan visualisasi performa yang berbeda pula.
Berdasarkan hasil pengamatan penelitian, setting dalam MV Pandora adalah
sebagai berikut:
138
Tabel 3.5
Setting dalam MV Pandora
Setting
Preview
Contemporary
Stage
Menit/detik
Scene
Proscenium
Non
realistic
00.09, 00.10, 00.11, 00.5601.00, 01.34,
01.55, 02.20, 03.15
Tunnel
Realistic
Realistic
Parking place
Realistic
Non
realistic
Capsule
Proscenium
Non
realistic
Proscenium
Non
realistic
139
140
Uniknya, panggung yang sama diubah dengan scene yang berbeda sehingga
menciptakan setting yang berbeda pula (disebut dengan stage/panggung 1b, lihat
gambar 3.12). Model kedua dari panggung pertama ini masih menampilkan model
proscenium mini, namun sudut pemandangan ditarik sedikit lebih jauh sehingga
menciptakan visualisasi yang lebih panjang.
Gambar 3.12
Tampilan mini proscenium dalam stage 1b
Desain latar dari panggung ini masih sama, yaitu susunan ubin persegi yang
menutupi tiga sisi yang berfungsi sebagai pembingkaian panggung. Scene yang
dihasilkan dari panggung ini juga bersifat nonrealistik. Namun yang menjadi
pembeda di antara keduanya adalah degradasi warna yang menghiasi latar.
Panggung 1b ini menciptakan estetika warna pelangi dengan objek utamanya
berupa sebuah kursi kaca yang didesain setengah lingkaran (preview 00.11).
Gambar 3.13
Tampilan tunnel stage dalam stage 2
(2) Panggung kedua (lihat gambar 3.13) yang muncul dalam MV ini
menawarkan sebuah kesan yang realistik. Panggung kedua dalam MV ini
merupakan model kontemporer yang memanfaatkan ruang berbentuk terowongan
(tunnel), yang di ujungnya terlihat visualisasi sinar yang berasal dari luar ruangan.
Ruang performa dalam panggung ini terlihat kosong. Semua sisi latar
141
memperlihatkan dinding natural, lantai yang sedikit basah, dan langit-langit yang
di bagian atasnya terdapat pipa saluran. Dalam preview 00.35, MV
memperlihatkan sebuah box telepon umum yang yang diletakkan di bagian tengah
panggung. Objek ini menambahkan desain sederhana dari model panggung ini,
namun tidak mengubah esensinya.
Gambar 3.14
Tampilan path stage dalam stage 3
(3) Tipe ketiga (lihat gambar 3.14) dari panggung Pandora menciptakan
suasana yang realistik. Panggung ini memanfaatkan sebuah lorong (path) untuk
dijadikan sebagai ruang performa. Panggung ini menonjolkan desain arsitektural,
yang mana semua sisi latar dari panggung ini adalah susunan batu bata berwarna
hijau, yang dipadukan dengan pipa saluran yang menghias dinding bata tersebut.
Tidak ada objek khusus yang menghias ruang performa dalam panggung ini.
Namun di menit pertama detik ke-43, tampak visualisasi sebuah kotak kaca di sisi
kiri panggung ketiga ini. Objek ini merupakan objek yang sama yang terlihat
dalam panggung 1a.
Gambar 3.15
Tampilan parking place dalam stage 4
142
detik saja dalam keseluruhan MV yang berdurasi 209 detik. Scene yang diciptakan
dalam MV ini bersifat realistik. Dikatakan realistik karena hampir menyerupai
ruang nyata berupa tempat parkir (parking place) yang biasanya ditemukan di
bagian bawah gedunggedung modern.
Desain arsitektur sebagai tempat parkir terlihat dari visualisasi pilar yang
tersusun teratur di berbagai sisi dalam ruangan tersebut. Pilar tersebut terlihat
dicat berwarna kuninghitam. Panggung ini merupakan sebuah ruang kosong,
meskipun ia terlihat seperti replika gedung parkir, namun tidak ada keberadaan
mobil yang membenarkan fungsi ruangan tersebut sebagai gedung parkir. Ekspresi
yang dihasilkan dari panggung ini adalah ekspresi yang suram, yang terlihat dari
lantai yang sedikit basah, dinding yang mulai memudar warnanya, dan ketidakadaan sumber cahaya dari sisi mana pun. Ruangan divisualisasikan dengan cahaya
remang dan tidak ada satu pun karakter yang tampak tampil di ruang performa
tersebut. Kekosongan ruang tersebut hanya berisi sebuah kotak kaca yang
sebelumnya tidak ada di ruangan tersebut. Sama halnya dengan panggung 1a dan
3, kotak kaca yang sama juga muncul di panggung ke-4 namun dalam ukuran
yang lebih besar dari sebelumnya.
Gambar 3.16
Tampilan capsule dalam stage 5
143
yaitu replika ruang fantasi yang biasanya ditemukan di dalam teritorial pesawat
ruang angkasa. Efek yang dimunculkan adalah suasana modernitas yang sangat
kental. Ruangan berbentuk kapsul yang berputar-putar secara otomatis, dan citracitraan cahaya putihbiru yang bergantian secara acak. Semua sisi dalam ruangan
ini terlarut dalam model yang sama sehingga sulit sekali didefinisikan yang mana
sisi sebelah kiri dan yang mana sisi sebelah kanan. Ruang kapsul ini berpusat pada
satu titik yang bentuknya menyerupai kipas. Kapsul ini sempat dihiasi oleh kotak
kaca yang di dalamnya terdapat kotak yang lebih kecil berwarna merah muda
(lihat preview 02.46). Objek ini hanya muncul sekilas saja dalam panggung
kelima.
Gambar 3.17
Tampilan proscenium dalam stage 6
yang
diciptakan
144
145
tersebar di seluruh sisi panggung. Ruang ini menciptakan dimensi interior yang
bergantung pada kontrol pencahayaan. Semakin jauh sudut pandang kamera dalam
melihat performa, dimensi ruangan tersebut akan terlihat semakin mengecil.
Di akhir MV, dalam panggung ini muncul sebuah kotak berwarna merah
muda (pink) dengan tidak dilapisi kotak kaca. Hal ini kontras dengan
pemandangan yang terlihat dalam panggung 1a, 3, 4, dan 5, yang menghadirkan
kotak merah muda yang dilapisi dengan kaca. Di bagian akhir MV, objek persegi
berwarna merah muda tersebut menjadi fokus dalam pembingkaian panggung
dengan karakter-karakter performa yang disusun mengelilinginya.
Ruang performa dalam panggung-panggung Pandora tampaknya sengaja
dikondisikan dengan kecenderungan yang kosong. Satu-satunya objek yang paling
sering muncul dalam panggung adalah kotak merah muda yang diasosiasikan
dengan judul MV yaitu Pandora. Kotak Pandora ini merupakan dimensi
penghubung antara panggung yang satu dengan panggung yang lain. Dari tujuh
panggung yang dimanfaatkan dalam MV ini, keseluruhannya merupakan
panggung kontemporer, ada yang mengadopsi model panggung klasik bertipe
proscenium dan ada yang menciptakan ruang tersendiri dengan memanfaatkan
ruang-ruang yang menyerupai ruang yang sering ditemukan dalam hidup
keseharian. Panggung kontemporer dalam MV ini dapat dikatakan sebagai bentuk
penolakan terhadap yang klasik. Tiga dari tujuh panggung tersebut menghadirkan
esensi realistik, dan empat lainnya menciptakan ilusi nonrealistik yang bernuansa
futuristik.
146
3.2.2.2. Costume
Dalam unit analisis Pandora, terdapat 5 (lima) karakter perempuan yaitu Park
Gyuri, Han Seungyeon, Nicole Jung, Goo Hara, dan Kang Jiyoung. Dalam MV
ini, kelima karakter tampil dalam 3 (model) model kostum yang seragam, yaitu:
Gambar 3.19
Tiga model kostum dalam Pandora
147
desain pita yang menghiasi bagian dada. Warna kain pita yang didesain secara
acak tersebut merupakan warna kulit tubuh, sehingga menambah ilusi yang
menyerupai ketelanjangan. Di sisi lain, kostum kedua didominasi oleh warna
putih, ditambah dengan kain pita berwarna emas yang didesain untuk menghiasi
margin tubuh antara perut, dada, dan leher. Sedangkan kostum yang ketiga tampil
dengan desain yang lebih minimalis, didominasi oleh warna krem, dengan model
kerah yang berbeda-beda di masing-masing karakter.
Ketiga kostum tersebut menekankan pada visualisasi tubuh sensual
perempuan. Objek utama yang ditonjolkan adalah pangkal paha hingga ujung
kaki. Selain itu, kostum ini juga menampilkan margin tubuh perempuan yang
berfokus pada dada dan pinggul. Nuansa sensual diperkaya dengan postur tubuh
yang seksi yang menampilkan citra kedewasaan seksual, terlebih ketika para
perempuan mencoba membuka dan menutup jas yang mereka kenakan.
Selain ketiga model pakaian di atas, MV ini juga menampilkan performa
masing-masing karakter dalam representasi kostum yang berbeda-beda namun
tidak meninggalkan logika fashion yang sama seperti tiga rangkaian konstum
sebelumnya
Konsekuensi
kontemporer
yang
148
Gambar 3.19
Tipe kostum keempat dalam Pandora
Karakter pertama adalah Jiyoung, ia muncul dalam balutan gaun mini hitam
(mini dress) berbahan ketat dalam preview 00.35, namun awalnya gaun mini yang
dikenakannya dilapis dengan jas hujan transparan berwarna merah muda. Kostum
ini memadukan gaya kontemporer casual dengan mini dress yang dalam istilah
populer dikenal dengan sebutan gaun cocktail. Gaun cocktail mengacu pada
model gaun hitam yang mini dengan pola minimalis namun tetap menghadirkan
esensi keglamouran. Pakaian ini memperlihatkan muatan sensual perempuan
sebagai daya tarik performa, terlebih lagi gaun Jiyoung dipola dengan kerah yang
terbuka sehingga memamerkan leher dan sedikit bagian dada (preview 02.29).
Bentuk lain dari gaya kontemporer juga terlihat dalam kostum yang
dikenakan Nicole. Ia tampil dalam nuansa orange, menggunakan micro skirt serta
atasan longgar bermodel crop top yang berpotongan di sisi kiri dan kanan
sehingga memperlihatkan bra berwarna hitam yang dikenakannya (preview
03.19). Nuansa cerah yang dikenakan Nicole ini sepadan dengan warna rambut
pirang yang diurai panjang, dan kontras dengan latar panggung yang berwarna
hijau (panggung ke-3). Dalam balutan kostum ini, Nicole menciptakan pencitraan
yang berani dan tetap menonjolkan unsur sensualitas tubuh perempuan.
Di sisi lain, Hara tampak mengenakan kostum kontemporer bergaya
futuristik. Disebut futuristik karena Hara mengenakan mini dress berwarna merah
149
yang terbuat dari bahan campuran plastik (preview 01.46), sehingga menampilkan
gaya kebaruan yang hanya muncul di masa depan. Dalam tampilan kostum yang
berbeda, Hara tampak tampil mengenakan celana panjang ketat dengan atasan
crop-top bermodel bra olahraga berwarna putih (preview 02.31).
Gaya kontemporer futuristik juga terlihat dalam busana Seungyeon. Ia
tampil dengan gaun mini berwarna kuning emas (preview 02.46). Esensi futuristik
dalam hal ini muncul akibat persinggungan antara gaya busana yang dikenakan
Seungyeon dengan panggung performa yang menyerupai kapsul dalam perjalanan
di masa depan. Seungyeon memadukan gaun ini dengan ikat pinggang berwarna
hitam yang memberi penekanan pada margin tubuh di bagian perut dan pinggung.
Selain itu, pada bahu Seungyeon, gaun tanpa lengan ini diberikan pola bantalan
dan rangkaian kawat-kawat emas yang menghiasi bahu dan leher baju. Hal ini
didefinisikan sebagai sebuah variasi futuristik yang di dalamnya tetap
menawarkan citra tubuh perempuan yang sensual.
Model terakhir dari rangkaian kostum keempat dalam MV ini dikenakan
oleh Gyuri (lihat preview 00.58). Gyuri tampil dengan balutan warna ungu yang
esensinya menghadirkan nuansa yang glamour. Tipe gaun yang dikenakannya,
sama seperti empat karakter lainnya, adalah mini dress dengan leher terbuka dan
lengan gaun yang dipola berbentuk segitiga sama sisi. Namun visualisasi gaun
yang dikenakan Gyuri tidak tampak dengan cukup jelas, selain karena rambutnya
diurai sehingga menutupi detail pakaian, karakter Gyuri sesungguhnya lebih
menekankan gaya bahasa tubuh yang tidak terlalu memamerkan pola pakaian,
150
muncul
di
Menit/Detik
Menit ke-0
Menit ke-1
Menit ke-2
Menit ke-3
Park Gyuri
Han
Seungyeon
04, 17, 20
06, 15
14
(4953), 55
11
23
Nicole Jung
30, (3942), 47
18, 19, 20
21
00, 17, 20
22
09, 21
23
73
14, (5155)
(2327)
32
Goo Hara
Kang
Jiyoung
All
Unidentified
(0120), 48
151
diperlihatkan
dalam
panggung yang menyerupai lorong ini, sang karakter performa tampak lihai
menggerakkan tubuhnya secara agresif untuk memperlihatkan daya tarik seksual
yang luar biasa. Hal ini didukung juga oleh permainan kamera yang mencoba
melirik Nicole dari berbagai arah demi memperlihatkan gestur seksual yang
dimainkan oleh sang karakter (lihat preview 00.42, 00.47, 01.42, 02.22, 02.35,
152
02.38). Jiyoung dan Hara juga tampak memainkan gestur seksual mereka seperti
yang diperlihatkan dalam preview 02.23 hingga 02.32. Masingmasing karakter
terlihat mengenakan minidress dan croptop,
kemudian
menggerakkan
Close-up
Face only
Medium
shot
Most of body
Long-shot
Setting and
character
Full shot
00.12, 00.13, 00.17, 00.18, 00.20, 00.21, 00.37, 00.43, 00.55, 00.57, 00.59,
01.00, 01.44, 02.07, 02.16 18, 02.4853, 02.56, 02.57, 03.00, 03.06,
03.2528
00.08, 00.26, 00.27, 00.29, 00.30, 00.32, 00.34, 00.36, 00.38, 00.40, 00.44,
00.47, 00.49, 00.50, 00.52, 00.53, 00.58, 01.02, 01.03, 01.05, 01.07, 01.10,
01.13, 01.16, 01.18 24, 01.27, 01.29, 01.32, 01.33, 01.36, 01.37, 01.39,
01.41, 01.46, 01.47, 01.50, 01.52, 01.53, 01.55, 01.56, 01.59, 02.00, 02.02,
02.04, 02.06, 02.08, 02. 09, 02.12, 02.13, 02.20, 02.26, 02.27, 02.31, 02.33,
02.36, 02.37, 02.38, 02.4245, 03.07, 03.09, 03.14, 03.1721,
00.0107, 00.0911, 00.1416, 00.19, 00.23, 00.25, 00.28, 00.31, 00.33,
00.35, 00.39, 00.45, 00.46, 00.48, 00.51, 00.56, 01.01, 01.04, 01.06, 01.08,
01.09, 01.11, 01.12, 01.14, 01.15, 01.17, 01.25, 01.28, 01.30, 01.31, 01.34,
01.38, 01.40, 01.42, 01.43, 01.45, 01.48, 01.49, 01.51, 01.54, 01.57, 01.58,
02.01, 02.03, 02.05, 02.10, 02.11, 02.14, 02.15, 02.19, 02.21, 02.22, 02.28,
02.30, 02.32, 02.34, 02.3942, 02.46, 02.47, 02.54, 02.55, 02.58, 02.59,
03.0105, 03.08, 03.10, 03.11, 03.13, 03.15, 03.16, 03.2224
00.22, 00.24, 00.41, 00.42, 00.54, 01.26, 01.35, 02.24, 02.25, 02.29, 03.12
Sumber: Hasil pengamatan penelitian
153
154
Definition
Preview
Camera looks
down
Camera looks
up
00.01, 00.02, 00.12, 00.13, 00.17, 00.18, 00.20, 00.43, 00.46, 00.57 01.00,
01.17, 01.48, 02.20, 02.22, 02.35, 02.58, 03.03, 03.20
Camera moves
in
00.05, 00.10, 00.11, 00.13, 00.15, 00.16, 00.18, 00.37, 00.42, 00.50, 01.00,
01.12, 01.26, 01.27 , 01.31, 01.35, 01.49, 01.58, 02.25, 02.27, 02.40 42,
02.02.44, 02.47, 02.49 50, 02.53, 03.02, 03.04, 03.26 28
Image appears
on blank screen
Image screen
goes blank
00.25, 00.28, 00.31, 00.33, 00.39, 00.45, 00.54, 01.08, 01.12, 01.14, 01.46,
01.55, 02.51, 02.59, 03.32
00.07
00.06
Cut
00.03, 00.04, 00.07, 00.08, 00.09, 00.12, 00.14 , 00.17, 00.19 34, 00.35,
00.36, 00.38 41, 00.43 49, 00.51 59, 01.01 11, 01.13 25, 01.28 30,
01.32 34, 01.36 48, 01.50 57, 01.59 02.24, 02.26, 02.28 39, 02.43,
02.45, 02.46, 02.48, 02.51, 02.52, 02.54 03.01, 03.03, 03.05 25
Wipe
155
3.2.2.6. Sound
Genre musik yang digunakan dalam MV ini merupakan kategori pop yang disebut
juga sebagai K-Pop. Namun dalam K-Pop sendiri, musik dicampuradukkan dan
156
membentuk ciri khas masing-masing sesuai dengan lagu dan kelompok yang
membawakannya. Dalam MV Pandora ini, musik yang diperkenalkan tidak
termasuk dalam kategori tertentu, melainkan membuat sebuah model musik pop
yang baru yaitu Kara-pop. Kategorisasi ini muncul karena Kara secara spesifik
memadukan musik pop dengan musik elektro yang di dalamnya juga terdapat
gaya rap. Keunikan dari musik dalam MV ini adalah harmonisasi antara dance
dan musik dari awal hingga akhir MV sehingga menciptakan musik yang berada
di persimpangan berbagai genre musik pada umumnya.
157
158
BAB IV
[MEMBUNUH] SANG LIYAN:
MITOS RESISTENSI DALAM PERFORMA PEREMPUAN
We live in the third world from the sun. Number three. Nobody tells us what to do.
~ Bob Perelman ~
159
160
di
balik
tanda.
Satuan-satuan
pembacaan
(leksia)
akan
161
162
atas identitas simbolik sehingga memunculkan oposisi secara natural, tidak dapat
terelakkan, dan bersifat non-linguistik. Oposisi biner yang muncul misalnya:
nature/civilization;
outdoors/indoors;
sincerity/lies;
organic
lower-class/upper-class;
life/artifacts;
servants/masters;
life/death;
female/male;
kebenaran
(both names and dissimulates the truth), sehingga kaya akan ambiguitas. Kode
pembacaan ini mengukuhkan premis mengenai tingginya kadar repetisi kultural,
yang mana signifikasi konotatif dari tanda biasanya diasosiasikan dengan objek
kultural yang telah ada.
Kelima kode pembacaan ini tidak selalu terintegrasikan secara sistematis
satu sama lainnya. Kode pembacaan dapat muncul dengan intepretasi yang
berbeda-beda sehingga cerita yang diungkapkan oleh masing-masing kode
pembacaan tidak selalu memiliki akhir yang sama namun hadir dengan
pemahaman yang berbeda-beda. Hal ini dimungkinkan terjadi dalam dua unit
analisis penelitian dikarenakan teks yang dibaca merupakan teks kontemporer
yang di dalamnya unsur-unsur narasi dan kode mise-en-scne membangun makna
yang beragam.
163
164
yang intim yang membuat pembaca seolah-olah merupakan bagian dari teks
tersebut. Sebagai sebuah teks yang terbuka, narasi MV ini tidak hanya mengacu
pada posisi perempuan yang tampil di panggung performa, namun ia juga
merefleksikan identitas kolektif dari pembaca teks..
Penamaan orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga, merupakan
ekspresi bahasa dalam mengungkapkan relasi dikotomi antara subjek dan objek.
Penamaan /we/ mengacu pada the girls (dalam syair [21]), atau lebih spesifik
lagi, /we/ mengacu pada perempuan (syair [17], Girls Generation make you feel
the heat). Di sisi lain, identitas /you/ diperjelas dalam syair show me your wild
side that is sharp and cool, my boy
[15]
165
laki. Sejauh ini relasi tersebut memang sudah menjadi logika dan norma hidup
dalam dunia patriarki, namun kode hermeneutika mengajak kita berjalan lebih
jauh untuk membongkar relasi gender yang ditampilkan dalam MV ini.
Frasa bring the boys out merupakan sebuah idiom yang memiliki arti
untuk membuat laki-laki menjadi lebih berani (to bring [someone] out). Siapa
yang membuat mereka menjadi berani? Perempuan. Dalam syair yang berbeda
(syair [17], misalnya), frasa bring the boys out! ditambahi subjek di depan yaitu
/we/ sehingga menjadi frasa we bring the boys out!. Logika bring the boys out
yang dibangun dalam ruang performa sejalan dengan commonsense yang dalam
kenyataannya sering dinaturalisasikan dalam frasa behind every successful man
is a woman. Perempuan dalam hal ini dimaknai sebagai penolong bagi lakilaki, menekankan pada interferensi perempuan terhadap kesuksesan laki-laki.
Pernyataan di atas merupakan penggambaran kondisi di mana perempuan
merupakan fakta yang penting bagi laki-laki jika ia ingin memperoleh
kesuksesan dalam hidupnya.
Dengan logika seperti di atas, narasi ini mencoba membalikkan pola
phallogocentrism dari pemikiran Barat yang menganggap laki-laki sebagai the
one and only (Krolkke dan Srensen, 2006:14). Bagaimana caranya? Perempuan
dalam performa ini berfokus untuk membalikkan posisi antara laki-laki dan
perempuansebuah relasi kesenjangan yang hingga saat ini masih sangat kuat di
dunia Timur karena paham patriarki yang melahirkan sejarahnya. Sejarah
merupakan sebuah titik perbedaan antara perempuan Timur dengan perempuan
Barat, karena ketika perempuan Barat telah bergerak jauh ke masa depan,
166
perempuan Timur masih terjebak dalam masa lalu. Dalam ruang performa ini,
perjuangan perempuan sejalan dengan perjuangan kelas yang memperebutkan
kekuasaan untuk menguasai dunia (karena laki-laki dimaknai sebagai dunia).
MV ini memunculkan kata kunci the boys yang diulang-ulang sebanyak
21 (dua puluh satu). Anehnya, tidak sekalipun muncul penggambaran visual dari
laki-laki dalam MV. Laki-laki dengan demikian merupakan perwujudan dari
ketidakhadiran (absence) yang menuntut kode pembacaan hermeneutika untuk
mengisi ketidakhadiran tersebut. Menghilangkan
laki-laki
sama dengan
167
di
atas
memunculkan
misteri:
Mengapa
perempuan
168
melihatnya
menjadi
batu
(Loewen,
1998:12; www.greekmyhtology.com/Olympians/Athena/athena.html).
Athena merupakan sosok heroik yang diimajinasikan dalam panggung
performa The Boys. Para perempuan mendeklarasikan dirinya dengan
mengatakan, Hai laki-laki di seluruh dunia, Akulah Athena, yang akan
memberikanmu kearifan yang utama (syair [38]). Penggunaan kata I am (Aku
adalah) merupakan sebuah pernyataan yang menciptakan emosi seseorang yang
mencoba menegosiasikan identitasnya sebagai subjek yang aktif. Perempuan
menonaktifkan identitas sang Liyan ketika ia memposisikan diri sebagai Athena.
Identitas perempuan dalam hal ini tidak dimaknai sebagai identitas personal
melainkan identitas kolektif. Dalam panggung performa The Boys, perempuan
hadir mewakili Athens, nama yang mengacu pada kota yang dimiliki dan
dinamai berdasarkan nama Dewi Athena yaitu the city of Athens, maknanya
[many] Athenas. Dengan demikian, kehadiran Athena mengalami multiplikasi
sebanyak jumlah tak-terkuantifikasi dari perempuan-perempuan sang Liyan.
169
170
171
172
memperlihatkan
173
seksualitas perempuan.
Perempuan
berjalan,
berpakaian,
174
175
176
Dalam kode pembacaan ini, kecantikan dianggap sebagai kode kultural yang
memandang kecantikan tersebut melalui konteks kecantikan perempuan Timur,
namun ekspresi kecantikan itu ditelan oleh dominasi kecantikan Barat sebagai
konsekuensi pengembangan kultural Timur ke arah Barat. Di balik kecantikan
yang ditampilkan dalam MV, hadir sebuah dunia yang kontradiksi dengan apa
yang ada di dalam versi nyata. Salah satunya adalah penggunaan operasi plastik
yang ditujukan untuk memperoleh bentuk wajah V-line, yaitu bentuk wajah yang
tirus. Model V-line dianggap sebagai model kecantikan ideal yang diadopsi dari
model boneka Barbie.
Kenapa demikian? Sudah menjadi rahasia umum bahwa perempuan Korea
Selatan gemar mengubah bentuk tubuh dan wajah mereka untuk mencapai
standar kecantikan kultural Barat yang dianggap sebagai kecantikan yang ideal.
Ras Korea, disebut-sebut menyerupai orang Manchuria dan Mongolia dengan ciriciri fisik, mata berbentuk almond, rambut hitam, dan tulang pipi yang tinggi
(Connor, 2009:7). Namun MV ini menampilkan perempuan Korea dalam rupa
yang berbeda dengan penciri ras mereka. Hal ini merupakan pembenaran
keberadaan grrrl feminism, yaitu model feminisme baru yang sifatnya
eurosentrisme, di mana salah satu karakteristik dari feminisme ini adalah operasi
tubuh (operasi plastik) (Krolkke dan Srensen, 2006:17). Hal ini dimaksudkan
untuk memberi gambaran universal tentang perempuan, bahwa dengan menjadi
cantik, perempuan akan lebih mudah memperoleh haknya dan menghapus
identitasnya sebagai sang Liyan. Hal ini merupakan usaha untuk melampaui
kecantikan Timur dan bertransformasi ke dalam model kecantikan Barat.
177
juga
dibatasi.
178
179
Korea di masa 632-647 M, dan merupakan satu dari tiga perempuan yang pernah
memimpin kekaisaran di Korea Selatan. Sebagai bangsa patriarki, Korea Selatan
pada dasarnya tidak mentoleransi kekuasaan dipegang oleh perempuan. Ratu
Sondak sendiri diterima rakyatnya sebagai pemimpin bukan karena nilai
keperempuanannya, melainkan karena sistem garis-keturunan yang mana Sondak
merupakan satu-satunya keturunan kaisar sebelumnya (Connor, 2009:194-196).
Dari sejarah budaya ini, dapat dilihat bahwa perempuan hanya akan diakui
ketika ia memiliki darah seorang noble (bangsawan). Jika tidak, ia dianggap
sebagai lowborn (lahir dalam kelas yang rendah). Relasi antara perempuan dan
laki-laki merupakan relasi subordinasi yang telah melekat menjadi hukum moral
dalam masyarakat. Bahkan dalam penyebutan identitas diri (nama), perempuan
Korea tidak dipanggil dengan nama mereka sendiri melainkan diidentifikasi
berdasarkan posisi dalam relasi mereka dengan laki-laki (Connor, 2009:198).
Identitas Athena dalam MV ini dengan demikian merupakan sebuah usaha untuk
meniadakan identitas sang Liyan perempuan. Dengan memakai nama Athena,
perempuan mendeklarasikan diri tidak sekedar menjadi bangsawan namun
menjadi dewi yang memiliki kekuasaan untuk mengatur dunia.
180
181
babak baru dari performa perempuan sebagai diri yang tidak lagi termarginalisasi,
namun justru sebagai pahlawan yang dominan yang mampu menaklukkan apa pun
di hadapannya termasuk menaklukkan laki-laki.
Identifikasi simbol lain yang terkait dengan perempuan adalah burung
merpati. Keberadaan merpati putih dalam MV membalikkan konvensi mitologis
Yunani yang mana sang Dewi Athena biasanya dipadankan dengan burung
peliharaan disayanginyaburung hantu (owl). Sebaliknya dalam MV ini,
perempuan-perempuan yang mengaku diri adalah Athena tidak memperlihatkan
simbolisasi burung hantu melainkan menggantinya dengan burung merpati.
Kenapa? Tidak ada perempuan yang ingin disamakan dengan hantu. Ia jelas
memilih penggambaran visual seekor merpati putih yang cantik, mulus, dan tidak
bercacat. Merpati merupakan penggambaran dari tubuh-tubuh tak bernoda. Ia juga
mewakili kemurnian dan kepolosan seorang Athena yang masih perawan. Dengan
cara yang seperti ini, perempuan memperlihatkan kekuatannya untuk merayu lakilaki melalui usahanya untuk mempercantik diri, berganti-ganti kostum dari
fashion yang satu ke fashion lainnya. Banyaknya model fashion yang digunakan
dalam MV ini merupakan simbol virtual dari pernyataan perfect dress for perfect
body (pakaian yang sempurna untuk tubuh yang sempurna).
182
183
bahwa penamaan the boys dan the girls tidak sekedar berusaha mendeskripsikan
jenis kelamin namun juga mendefinisikan siapa yang punya kekuasaan.
Laki-laki dengan sadar telah memberikan posisi subjek kepada perempuan.
Kenapa demikian? Lirik lagu The Boys ditulis oleh laki-laki, namun diceritakan
dengan gaya bahasa perempuan. Hal ini membentuk resistensi melalui pola
mimikri yang cara meminjam diskursus patriarki. Perempuan meminjam identitas
laki-laki dan masuk ke dalam logika laki-laki. Sosok perempuan pun ditampilkan
dalam sosok yang maskulin (Athena). Mimikri direpetisi terus-menerus hingga
akhirnya The Boys muncul seolah-olah merupakan ekspresi logika perempuan.
Selain itu, perempuan juga melakukan mimikri dengan meminjam diskursus
Barat. Perempuan Timur merupakan manusia postkolonial yang lahir dari budaya
patriarki yang sangat kuat sehingga sangat sulit bagi mereka untuk menanggalkan
identitas Liyan kecuali mereka membuka diri terhadap pola-pola kutural Barat.
Perempuan Timur mulai masuk ke dalam diskursus Barat ketika mereka
menegosiasikan Diri-nya ke dalam girls power yang jauh sebelumnya sudah
berkembang di Barat, di era feminisme liberal. Perbedaan multikultural membuat
perempuan Timur ketinggalan jauh di belakang dan pada akhirnya membuang
dirinya ke dalam Barat itu sendiri. Perempuan meminjam banyak hal dari
diskursus Barat dan ditampilkan di atas panggung performa: setting, teknik
kamera dan editing, kostum, bahasa tubuh, dan sebagainya.
Penggabungan mimikri dari dua diskursus ini menciptakan sosok
perempuan yang menjebak laki-laki dalam ilusi kesenangan. Dua konteks mimikri
yang berbeda ini direpetisi secara terus-menerus sehingga menghasilkan apa yang
184
disebut Butler sebagai drag show (pertunjukan paksaan) (Krolkke dan Srensen,
2006:130). Artinya, mimikri yang dilakukan bergerak melampaui identitas yang
sesungguhnya dan menghadirkan performa ilusi identitas dalam tubuh yang palsu.
Kepalsuan ini menciptakan tubuh-tubuh imitasi yang baru, yang berbeda dari
yang asli dan yang dimimikri. Performa the flawless nine merupakan perwujudan
dari drag show karena menciptakan model kecantikan yang baru, yang
menyerupai (namun tidak sama dengan) Barbie dan juga tidak sama dengan
kecantikan alami yang dimiliki oleh ras Korea Selatan.
Resistensi
melalui
mimikri
ini
menjadi
sempurna
ketika
MV
185
186
Pemahaman
kemampuan
laki-laki
perempuan
untuk
terhadap
memahami
laki-laki
dirinya
terlihat
sendiri.
melampaui
Perempuan
direpresentasikan sebagai sosok subjek yang aktif, yang diakibatkan dari aktivasi
peran seksual perempuan. Perempuan mencoba membujuk rayu laki-laki,
mengatakan pada sang lelaki agar menyerah pada usahanya meredam
gelora
187
188
akan bisa datang, tidak akan bisa pergi. Kamu hanya akan berputar dan berputar
saja. Kenapa perempuan berkata demikian kepada laki-laki? Apakah keseluruhan
ekspresi perempuan dalam lirik berkaitan dengan judul MV Pandora?.
Istilah Pandora itu sendiri diambil dari masa lalu, pandoras box, yaitu salah
satu artefak dalam mitologi Yunani. Pandora dalam MV ini merupakan intepretasi
modern terhadap salah satu mitologi Yunani. Pandora mengacu pada nama
perempuan, yang artinya all gift atau she who gives all gifts. Nama Pandora
itu sendiri sejalan pemaknaan nama Kara yang diambil dari bahasa Yunani yaitu
Chara (a) yang diartikan sebagai sweet melody. Dengan demikian, MV
Kara yang berjudul Pandora merupakan ekspresi perempuan terhadap hadiah
melodi indah yang dimilikinya.
Pandora adalah perempuan pertama yang diciptakan di dalam dunia oleh
dewa-dewi dalam mitologi Yunani, yaitu Zeus, Athena, dan Hermes. Kepada
Pandora, Zeus memberikan sebuah kotak dengan pesan agar Pandora tidak
membuka kotak tersebut apapun yang terjadi. Namun rasa ingin tahu membuat
Pandora mencuri kunci kotak tersebut dari suaminya Epimetheus dan
membukanya. Kotak yang terbuka itu ternyata melepaskan banyak roh-roh jahat
ke dalam dunia, yang akhirnya membuat Pandora menyesal karena telah
membuka kotak tersebut. Namun dalam kotak tersebut, roh terakhir yang
tertinggal adalah roh yang bernama hope, yaitu harapan (Hurwit, 1999:244).
189
190
figur yang sangat ambigu: beautiful, dangerous, and evil. Itulah penggambaran
Pandora yang diciptakan sebagai senjata balas dendam dewa Zeus terhadap dunia
(Hurwit, 1999:244).
Namun logika mimikri yang dimunculkan dalam MV ini menghasilkan
ketidaksamaan dengan mitologi aslinya. Kotak Pandora dalam versi mitologis
Yunani dibuka oleh Pandora yang adalah perempuan, itulah sebabnya kenapa
kotak tersebut dinamai berdasarkan nama Pandora. Namun anehnya, visualisasi
Pandora dalam MV ini bukanlah perempuan, namun laki-laki. Yang membuka
kotak Pandora dalam MV ini adalah laki-laki. Pembalikan mitologis ini
merupakan wujud penolakan perempuan atas tuduhan pembawa masalah. Dalam
dunia modern yang diintepretasikan dalam MV ini, masalah tidak hanya berasal
dari perempuan, melainkan, masing-masing laki-laki dan perempuan mempunyai
kesempatan yang sama untuk berbuat kejahatan maupun kebaikan.
191
192
tarian
sensual
yang
dipraktekkan
Nicole
dalam
path
stage
energi
positif
kepada
pergerakan
feminisme
(Roach,
193
194
kecantikan dan keseksian perempuan. Hal ini dianggap sebagai sebuah lelucon
terhadap patriarki, karena merupakan parodi terhadap norma-norma budaya
patriarki mengenai kecantikan dan seksualitas perempuan (Roach, 2007:112).
Dengan logika yang semacam ini, adegan yang menyerupai stripping yang
dilakukan perempuan dalam MV Pandora dianggap sebagai sebuah performa
parodi, yang membuat lelucon mengenai budaya patriarki yang kaku terhadap
tubuh perempuan.
Hal ini merupakan sebuah pembenaran atas kelicikan perempuan dalam
performa parodi yang dilakukannya, mengingat Korea Selatan, dan manusia
Timur secara umumnya merupakan bangsa yang kebanyakan lahir dari sejarah
patriarki. Implikasi yang dihasilkan dari tindakan ini tentu saja memunculkan
perubahan dalam masyarakat secara nyata. Kenapa? Karena adegan-adegan vulgar
semacam ini mengijinkan kita untuk melihat lebih jelas bagaimana sebenarnya
gender sebagai sebuah sistem regulasi yang ditransmisikan, ditampilkan, dan
dipaksakan oleh kebudayaan (Roach, 2007:2).
195
kebenarannya,
menggambarkan
rangkaian
arsitektural
yang
196
mereka membuat mereka patuh pada cara berpakaian yang konservatif (Connor,
2009:245).
Perempuan memilih untuk meninggalkan gaya konservatif dan beralih pada
inovasi gaya kontemporer yang ditirunya. Dengan tubuh yang dibalut dengan
pakaian minimal micro-skirt, perempuan dalam MV ini menampilkan performa
playfulness. Istilah playfulness sengaja digunakan untuk menekankan pada
perilaku seksual yang ditampilkan melalui potrait fashion yang dikenakan,
semacam penari stripping yang dengan lihai memainkan tubuhnya.
Dengan fashion yang demikian, perempuan merupakan figur yang sempurna
untuk permainan seksual. Mereka mewakili kelas sosial perempuan sebagai
wanita penghibur yang dalam sejarah Korea Selatan dikenal dengan sebutan
kisaeng. Kisaeng biasanya mendandani dirinya dengan sedemikian rupa untuk
menghibur laki-laki (Connor, 2009:183). Logika yang sama juga dapat
disambungkan dengan perempuan-perempuan Kara. Mereka secara gamblang
memasukkan diri mereka ke dalam konotasi seksualtampil dalam tubuh yang
hampir telanjang dengan pakaian-pakaian yang provokatif, serta masuk ke dalam
permainan fisik sebagai penghibur dan penggoda.
Ungkapan Descartes mengenai deskripsi Diri yaitu Cogito, ergo sum
dimaknai sebagai Aku berpikir, maka aku ada, mengacu pada Aku yang
berpikir atau Diri yang berpikir (ODonnell, dkk, 2009:32,64). Pemikiran
dalam ungkapan Descartes tampaknya bisa ditafsirkan ke dalam spekulasi
pemikiran untuk membangkitkan hasrat, untuk menggoda. Aku menggoda, maka
aku ada. Ide ini tampak seperti ocehan, namun ia membawa pemaknaan irasional
197
yang mendalam terhadap Diri perempuan yang selama ini tersembunyi di balik
Liyan.
Kedua
simbol yang
paling
dominan
198
199
dan
kepribadian,
mengkonstruksikan dan
menaturalisasikan
tubuhnya secara sosial dan kultural sebagai objek fetis, yaitu objek yang dipuja
karena dianggap mempunyai kekuatan pesona (rangsangan, hasrat, citra) tertentu
(Piliang, 2010: 332).
Proyeksi perempuan sensual dan kuat biasanya diposisikan sebagai si
penggoda yang pada dasarnya adalah iblis (Arivia, 2006:165). Ia adalah
penggambaran dari roh-roh jahat yang dikeluarkan Pandora dari kotak pandora,
namun dalam rupa penggambaran yang lebih halus. Iblis di sini dimaknai sebagai
iblis penggoda, ia bermain-main dengan laki-laki, menjelajahi hasrat laki-laki
tanpa memuaskannya. Perempuan mendaur-ulang konsep masalah yang
dimaksudkan dalam kotak pandora menjadi persoalan tubuh yang berubah-ubah
gaya, berganti-ganti pakaian, berputar-putar di atas panggung performa sesuai
dengan kehendaknya sendiri. Segala sesuatu yang ditampilkan perempuan dalam
panggung performa adalah kontrol penuh atas dirinya
Kebebasan perempuan dari kotak pandora membuat laki-laki menyesal telah
membuka kotak tersebut. Kenapa? Karena laki-laki mengakibatkan dominasi
perempuan dengan menggunakan simbol-simbol sensualitas yang tidak dimiliki
200
201
202
nostalgia masa lalu ini dihadirkan dalam relasi ruang dan waktu dengan masa
depan. Dengan berorientasi pada masa depan, posisi perempuan sebagai Liyan
berubah arah. Perempuan menyangkal status diri sebagai Liyan, mengaburkan
memorinya akan identitasnya sebagai objek seksual. Sebaliknya, perempuan
dihadirkan dalam nuansa kekinian, bahkan dalam imajinasi/prediksi tentang masa
depan. Perempuan tidak lagi sekedar nilai tukar seksual, namun ia memiliki
kontrol yang sepenuhnya atas seksualitas tubuhnya. Dalam hal ini, performa
perempuan membangkitkan ingatan masa lalu dan menggantikannya dengan
momen di mana perempuan memiliki imaji dominasi terhadap laki-laki.
MV ini menghadirkan mitos baru dengan cara mendaur-ulang mitos lama. Ia
menggambarkan perempuan sebagai kotak pandora, bukan sebagai Pandora,
karena Pandora dalam MV ini mengacu pada laki-laki. Kotak pandora dalam
dunia modern merupakan penggambaran dari dunia perempuan yang nakal,
penuh dengan romantika dan sensualitas di mana perempuan merasa memiliki
sensasi kesempurnaan tubuh yang digunakannya untuk mengontrol laki-laki. Ia
bersinggungan dengan ruang dan waktu di masa lalu di mana perempuan dulunya
dianggap sebagai sosok yang lemah, yang termarjinalkan. Sehingga dapat
dikatakan bahwa penggambaran kotak pandora dalam MV ini merupakan wujud
penentangan perempuan terhadap posisi Liyan yang selama ini dipikul olehnya.
Perempuan meminjam mitologi Yunani yaitu Pandora untuk membalikkan relasi
antara Diri dengan Liyan. Up and up ah ah merupakan mantra bujuk rayu
perempuan kepada laki-laki dengan tujuan agar laki-laki mau membukakan pintu
kotak pandora untuknya. Dengan kata lain, laki-laki adalah sang pangeran yang
203
204
Seperti
yang
dilakukan Hitler untuk menciptakan satu ras unggul yaitu ras para tuan dengan
tujuan memperoleh kesempurnaan genetis (ODonnell, dkk, 2009:103). Kedua
MV ini sengaja meminjam mitologi Yunani sebagai upaya penyamaan diri antara
Timur dengan Barat.
Kode proairetik memunculkan implikasi dari tindakan performa yang
dilakukan oleh perempuan dalam K-Pop MV. Dalam The Boys, aktivasi girl
sebagai woman mengakibatkan aktivasi pengetahuan dan perilaku seksual dari
perempuan. Ketakhadiran laki-laki membawa makna subjek yang aktif bagi
perempuan, namun dengan kecantikan yang terstandarisasi sesuai
dengan
205
Perempuan tidak lagi menjadi Liyan, namun dia memiliki kekuatan dan kekuasaan
untuk memperlihatkan identitasnya sebagai sosok yang mendominasi laki-laki.
Sementara itu, kode proairetik dalam MV Pandora memunculkan implikasi dari
visualiasi perempuan dalam tubuh-tubuh yang provokatif. Hal ini dianggap
sebagai bentuk penantangan terhadap budaya patriarki yang menganggap
perempuan tidak memiliki hak untuk mempertontonkan tubuhnya di depan publik.
Perempuan dalam MV ini banyak melakukan tindakan-tindakan sensual yang
ekstrim yang dianggap mendobrak nilai-nilai konvensional yang dianut oleh
masyarakat ke-Timur-an.
Selanjutnya, jika dilihat dari kode pembacaan kultural, kedua MV ini
bertumpu pada logika kebudayaan yang sama. Performa perempuan memakai
logika teknik performa yang sama dengan Barat (setting, kamera, musik, dll), ia
juga menggunakan logika fashion dan kecantikan yang serupa. Selain itu, kedua
MV sama-sama bertumpu pada akar mitologis yang sama yaitu mitologi Yunani
kuno. Mitologi ini sengaja digunakan dalam MV sebagai identitas pembeda yang
dimanfaatkan melalui mimikri.
Dalam kode pembacaan simbolik, kedua MV ini memperlihatkan oposisi
binair yang sama. Laki-laki versus perempuan, namun dalam relasi ini laki-laki
sebagai objek dan perempuan sebagai subjek. Laki-laki dalam MV The Boys
merupakan perwujudan dari ketakhadiran laki-laki, ia hanya dideskripsikan dalam
narasi sebagai sosok yang bergantung pada perempuan. Sementara dalam MV
Pandora, laki-laki merupakan sosok peragu yang pada akhirnya membuat
perempuan berbalik untuk mengontrol dirinya. Simbolisasi perempuan dalam
206
207
Mimicry
Passing
Pastiche
Mediation
Mixture
208
209
menjadi sesuatu yang lain untuk bisa diterima. Idealnya, pola ini akan
menghasilkan mimesis (proses peniruan) yang melampaui (lebih baik) dari apa
yang yang ditirunya. Dengan kata lain, mimesis yang dihasilkan dari passing
adalah pastiche, yaitu pola yang disusun dari elemen-elemen yang dipinjam dari
pelbagai sumber dari masa lalu. Pastiche mengambil kepingan-kepingan sejarah,
mencabutnya dari semangat zamannya dan menempatkannya dalam konteks masa
kini (Hidayat, 2012:129). Pastiche merupakan praktik netral dari mimikri yang
dilakukan tanpa adanya maksud parodi tersembunyi. Dengan kata lain, pastiche
merupakan parodi yang kosong (blank parody) (Jameson, 1984:493).
Berdasarkan dua tataran pemaknaan semiotika Roland Barthes, penelitian
ini mengidentifikasi munculnya ideologi (dalam bahasa Barthes disebut mitos)
resistensi yang menggunakan instrumen mimikri dalam hal: (1) relasi gender, (2)
mitologi, dan (3) kecantikan. Masing-masing dari ketiga diskursus ini
memperlihatkan adanya pola passing yang mendeskripsikan bagaimana ideologi
resistensi muncul melalui mimikri, seperti yang diuraikan sebagai berikut:
210
Tabel 4.1
Resistensi Perempuan Melalui Mimikri dengan Pola Passing
Diskursus
Mimikri
Relasi
Gender
Posisi lakilaki
(1)
Posisi
perempuan
MV Girls Generation
The Boys
Membongkar relasi perempuan
dengan laki-laki (we you);
perempuan digambarkan sebagai
subjek.
Mengacu pada boys, bukan man.
Hal ini menekankan pada
ketidakdewasaan laki-laki (boy). Di
sisi lain, ruang performa
menawarkan ketidakhadiran
(absence) laki-laki sebagai bentuk
inferioritas laki-laki terhadap
perempuan.
Ekuivalensi antara girl dan
woman, dengan memperlihatkan
pola aktivasi tubuh seksual.
Perempuan digambarkan sebagai
heroin yang merupakan sumber
kearifan bagi laki-laki.
MV Kara
Pandora
Membongkar relasi perempuan
dengan laki-laki (I you);
perempuan digambarkan sebagai
subjek.
Laki-laki sebagai penyelamat
perempuan sekaligus sebagai
pembawa masalah terhadap
diskursus Patriarki, karena telah
mengakibatkan perempuan
memperoleh kontrol atas dirinya
dan atas laki-laki itu sendiri.
Pola Passing
211
Diskursus
Mimikri
Akar
Peradaban
(2)
Intepretasi
Mitologis
Mitos
Kecantikan
(3)
Fashion
Gestur
MV Girls Generation
The Boys
MV Kara
Pandora
Yunani Kuno
Yunani Kuno
Pola Passing
Meniru dan/atau melampaui tolak
ukur kebudayaan Barat, yaitu
Yunani Kuno.
Pola ini mematahkan dominansi
Barat karena dianggap bukan
sesuatu yang taken-for-granted,
melainkan sama seperti budaya
Timur dalam kajian ini, bersifat
Eurosentrisme.
Konstruksi kecantikan artifisial
yang ditiru dan/atau melampaui
konsep kecantikan Barat yang
dianggap sebagai ideal[ized]
beauty.
Sumber kecantikan artifisial
menciptakan tubuh palsu yang
berbeda dari tubuh yang natural,
dan dilengkapi dengan segala
atribut artifisial termasuk fashion
dan gestur tubuh.
212
Lebih lanjut lagi, proses mimikri dengan pola passing sebagai sebuah
bentuk resistensi perempuan akan dijelaskan sebagai berikut. Pertama, relasi
gender. Kedua MV dalam penelitian ini sama-sama mengeksplorasi relasi gender
antara perempuan dengan laki-laki dengan tujuan memposisikan perempuan
sebagai subjek. Kata pertama we dan I secara linguistik memposisikan
perempuan lebih dominan dibandingkan you yang mengacu pada laki-laki.
Pola passing menjelajahi relasi gender melampau relasi oposisi biner yang
selama ini mengkonstruksikan perempuan sebagai kelompok yang subordinat
terhadap laki-laki. Passing memisahkan perempuan dengan objek, dan beralih
kepada subjek. Hal ini sejalan dengan kritik Derrida manifestasi filosofi Barat
yaitu phallogocentrism yang menganggap hierarki binair antara perempuan dan
laki-laki merupakan sebuah asumsi beku yang tidak dapat diubah. Kritik Derrida
ini menghadirkan sebuah fase yang disebutnya sebagai mirror phase, di mana
subjek (Diri/the Self) dapat dikonstitusikan melalui bahasa. Dengan logika
Derrida, other akan berefleksi menjadi (m)other (Krolkke dan Srensen,
2006:35-36).
Penggunaan bahasa dalam narasi MV merupakan persoalan krusial yang
bisa mengalihkan objek menjadi subjek, Liyan menjadi Diri, seperti yang
diungkapkan oleh Derrida. Dengan demikian, relasi gender menerima pengaruh
yang sangat besar dari bahasa (Krolkke dan Srensen, 2006:36). Dan secara
konsekuen pula, apa yang dihadirkan dalam visualisasi kode sinematik akan
menyesuaikan dengan posisi subjek yang dikonstruksikan oleh narasi lirik.
213
214
maskulin untuk mengambil alih posisi subjek, dan juga menolak bias patriarki
yang menganggap bahwa perempuan tidak memiliki kebebasan atas dirinya.
Kedua, mitologi. Mitologi di sini mengacu pada kumpulan kisah mitos
dalam peradaban Yunani Kuno. Mitologi menjadi sebuah persoalan ideologis
dalam penelitian ini karena uniknya, kedua MV analisis dengan sengaja
memasukkan unsur-unsur mitologi Yunani ke dalam produk budaya populer KPop. Kode hermeneutika sebelumnya telah mempertanyakan, mengapa Yunani?.
Salah satu intepretasi passing dalam persoalan mitologi ini adalah karena
sejarah memiliki sejarah. Kalimat ini diungkapkan oleh Bertens dalam buku
terjemahan berjudul Panorama Filsafat Modern (2005) untuk menyatakan bahwa
manusia berkembang dari dimensi historis yang berlapis. Meskipun Bertens
berbicara dari sudut pandang filsafat, namun hal ini menjadi persoalan yang
penting dalam penelitian ini mengingat perempuan Timur yang dikaji dalam KPop MV di YouTube ditandai oleh eksistensi sejarah dalam persoalan Liyan yang
diperolehnya sebagai manusia postkolonial.
History berasal dari bahasa Yunani yaitu historein yang artinya
menyelidiki (Bertens, 2005:229). Apa yang perlu diselidiki? Sejarah di balik
sejarah. Yunani kuno merupakan bagian dari masa lampau yang menjadi titik
tumpu pengetahuan masa kini yang dikembangkan oleh Barat. Kenapa demikian?
Barat banyak menyandarkan eksistensi manusianya kepada pengetahuanpengetahuan yang telah terlebih dahulu dibangun dalam dimensi sejarah, yaitu
masa Yunani Kuno. Filsafat Barat, misalnya, meresap ke dalam masyarakat dan
215
216
berkembang dan menjadi sejalan dengan industri budaya Barat karena keduanya
bergerak dari ruang dan waktu yang samamitologi Yunani kuno.
Ketiga, kecantikan. Konsep ini sesungguhnya telah menjadi persoalan
ideologis dalam pergerakan feminisme di berbagai wilayah. Idealnya, Barat
disebut-sebut sebagai standar kecantikan bagi perempuan-perempuan non-Barat.
Hal ini tentu saja meninggalkan jejak perbedaan di antara keduanya. Kedua MV
dalam penelitian ini muncul dengan nilai ideologis kecantikan yang berbeda
dengan kecantikan Barat yang diagung-agungkan. Dilihat dari pola passing-nya,
kecantikan yang ditampilkan dalam kedua MV bergerak melampaui konsep
kecantikan ideal. Dengan meminjam kisah mitologis Yunani, perempuan dalam
MV pun turut meminjam kecantikan Dewi Athena dan sosok Pandora yang
memperlihatkan identitas cantik yang tidak biasa. Menjadi cantik dalam hal ini
menjadi sebuah persoalan ideologis karena dituntut untuk menciptakan tubuh
palsu yang berbeda dari tubuh yang natural. Eksistensi kecantikan yang seperti ini
merupakan kecantikan artifisial yang dilengkapi dengan segala atribut artifisial
termasuk fashion dan gestur tubuh.
Pola passing, dalam teori poststrukturalis performa, merupakan sebuah
sumber krusial bagi strategi komunikasi performa (Krolkke dan Srensen,
2006:135). Passing merupakan sebuah konstruksi Diri (the Self) yang aktif karena
proses mimikri dengan pola ini memungkinkan perempuan bergerak dari satu
identitas ke identitas lain, sesuai dengan apa yang ingin ditirunya. Itulah sebabnya
mengapa mimikri dengan pola passing ini disebut pula sebagai usaha untuk
melakukan mediasi. Proses ini tidak membentuk resistensi sebagai realitas yang
217
BAB V
REFLEKSI TERHADAP PERFORMA PEREMPUAN:
DARI SUNYI MENJADI BUNYIi
I imagine a postcolonial Asia constructed through the flows of popular culture
where the term Korean Wave will be used together with the Indonesian Wave, etc.,
since it provides us with new contact zones to reflect upon them and myself
who have been othered for so long in modern history.
~ Cho Hae-Joang, 2005 ~
Ketika Timur dipertemukan dengan Barat, apa yang mungkin terjadi? Ruang
ketiga. Dalam pandangan postkolonialis Homi Bhabha, ruang ketiga diistilahkan
dengan liminality, in-between atau third-space, yaitu ruang perjumpaan
perbedaan-perbedaan kultural dan sekaligus ruang penciptaan identitas di mana
terjadi gerak interaktif terus-menerus antara status-status yang berbeda, yaitu di
antara mereka yang merasa diekslusi dengan mereka yang (dituduh)
mengesklusi (Sutrisno dan Putranto, 2004:95). Barat dan Timur dalam hal ini
bertemu dalam sebuah platform bernama situs YouTube, implikasi yang
dimunculkannya adalah hadirnya ruang ketiga yang sifatnya berada di antara (in
between). Aktor dalam ruang ini adalah perempuan Timur yang menjadi ramuan
utama melakukan perjuangan untuk membunuh identitasnya sebagai Liyan.
Industri budaya Barat telah lama mendominasi ruang-ruang kebudayaan
multikultural Timur dan memonopoli ideologi sehingga Barat dianggap sebagai
sebuah kebenaran. Namun monopoli yang ditanamkan dalam sebuah industri
budaya, tidak terlepas dari kemungkinan kecil munculnya resistensi, terlebih
218
219
220
perempuan-perempuan
Dunia
Ketiga,
sama
halnya
dengan
penggambaran perempuan Timur (Korea Selatan) yang dikaji dalam penelitian ini,
feminisme dipandang berbeda dengan yang ada di belahan bumi
Barat.
221
yang kononnya
performance
theories mengenai figur mimikri yaitu passing. Pada tahapan lebih lanjut, figur
222
mimikri ini merupakan pilihan strategi untuk melakukan mediasi atau justu
konfrontasi. Semua konsep ini teroperasionalisasikan dalam proses pembacaan
atas teks MV yang dikaji dalam penelitian ini, yang mana, mimikri yang
dilakukan Timur terhadap Barat memanfaatkan pola passing dengan cara
meminjam diskursus patriarti dan di sisi lain meminjam diskursus Barat. Hasil
dari performa ini memperlihatkan kompleksitas pastiche yang mengembangkan
tumpang tindih alternatif bagi perempuan untuk membunuh identitasnya sebagai
sang Liyan. Matinya sang Liyan merupakan usaha ideologis mimikri dengan pola
(passing), yang pada akhirnya, hasil dari performa memperlihatkan bahwa
perempuan [Timur] menciptakan ruang ketiga yaitu in between yang di
dalamnya terjadi mediasi terhadap narasi kebudayaan Barat. Ideologi resistensi
melalui pola mimikri passing ini menciptakan identitas ilusi yang tidak sama dari
yang asli dan yang ditiru. Dengan kata lain, mimikri dilakukan bukan sekedar
meniru, namun tiruan yang dihasilkan menciptakan figur peniru yang sifatnya
berbeda, baru, dan melampauii apa yang ditirunya.
Teori-teori dan konsep-konsep yang digunakan sebagai landasan pemikiran
dalam penelitian ini telah memperlihatkan adanya diskursus mengenai resistensi
sang Liyan melalui performa perempuan dalam K-Pop MV di YouTube. Namun
perkembangan pergerakan feminisme (feminism movement) tidak menutup
kemungkinan munculnya dunia yang lebih berbeda dari apa yang ditampilkan
dalam penelitian ini, sehingga dibutuhkan ruang interaksi teoritis yang lebih
terbuka untuk memperkaya penelitian-penelitian komunikasi di ranah feminisme.
223
224
maupun
pemerintah.
Dengan demikian,
implikasi dari
usaha
225
226
227
Judul bab ini terinspirasi dari sub judul buku yang ditulis oleh Krolkke dan Srensen (2006)
yaitu Gender Communication Theories and Analysis: From Silence to Performance. Buku ini
digunakan sebagai sumber teori poststrukturalis mengenai performa perempuan yang digunakan
sebagai salah satu dasar pemikiran teoritis dalam penelitian ini.
BAB VI
PENUTUP
6.1. Simpulan
Penelitian ini lahir dari keterpesonaan sekaligus kekhawatiran terhadap
perkembangan pesat dari industri budaya Korea Selatan yang disebut-sebut
sebagai Hollywood-nya Asia, sebuah wajah baru dalam ruang kebudayaan Timur
yang selama ini didominasi oleh Barat. Semula, China menyebutnya sebagai
fenomena hallyu. Fenomena yang sama kini bergerak lebih jauh merasuki ruangruang kebudayaan dalam bentuk neo-hallyuyang berkembang pesat akibat
pemanfaatan media internet. Sebagai sebuah efek domino dari krisis ekonomi
global di akhir tahun 1900-an, industri budaya Korea Selatan berkembang
melampaui batasan geografis, seakan-akan mengambil alih posisi Barat sebagai
leluhur yang merintis begitu banyaknya produk-produk budaya kontemporer.
Keterpesonaan sekaligus kekhawatiran ini menyisakan sebuah misteri besar
mengenai
keberadaan
mitos
resistensi
sang
Liyan,
yaitu Timur
yang
228
229
230
6.2. Saran
Penelitian ini diharapkan menjadi titik awal yang mewarnai varian kajian
komunikasi feminis. Fenomena seperti K-Pop merupakan pergerakan feminisme
yang mendobrak sistem dominanBarat dan laki-laki, sehingga diperlukan ragam
kajian untuk membongkar kompleksitas ideologis yang dihasilkan. Secara
akademis, penelitian ini menyarankan untuk penggunaan pendekatan FPDA
(Feminist Postructuralist Discourse Analysis) untuk membongkar wacana yang
lebih mendalam yang terdapat dalam performa perempuan di media massa. Secara
praktis, penelitian ini menyarankan para pelaku di media massa untuk lebih
mempertimbangkan konten media massa sesuai dengan pertimbangan kebijakan
231
yang lebih matang. Secara sosial, penelitian ini mengajak masyarakat untuk
menjadi khalayak aktif yang mampu meregulasi diri sendiri dengan cara merintis
literasi media dan mengembangkan sikap toleransi kultural.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Adorno, Theodor dan Max Horkheimer. (1999). The Culture Industry: Enlighment
as Mass Deception. Dalam Simon During (ed.), The Cultural Studies Reader
(2nd ed.) (31-41). London: Routledge
Anderson, Bennedict. (1991). Imagined Communities: Reflections on The Origin
and Spread of Nationalism (revised ed.). London: Verso
Anderson, Bennedict. (2008). Imagined Communities: Komunitas-Komunitas
Terbayang. Yogyakarta: INSIST
Anderson, S., Heather Bateman, Emma Harris, dan Katy McAdam (2006).
Dictionary of Media Studies. London: A & C Black Publishers Ltd
Appadurai, Arjun. (1994). Disjuncture and Difference in The Global Cultural
Economy. Dalam Patrick Williams dan Laura Chrisman (eds.), Colonial
Discourse and Post-Colonial Theory: A Reader (324-339). Hertfordshire:
Harvester Wheatsheaf
Appadurai, Arjun. (1999). Disjuncture and Difference in The Global Cultural
Economy. Dalam Simon During (ed.), The Cultural Studies Reader (2nd
ed.) (220-232). London: Routledge
Appadurai, Arjun. (2006). Disjuncture and Difference in The Global Cultural
Economy. Dalam Meenakshi Gigi Durham dan Douglas M. Kellner (eds.),
Media and Cultural Studies: Key Work (revised ed.) (584-603). USA:
Blackwell Publishing.
Arivia, Gadis. (2006). Feminisme: Sebuah Kata Hati. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas
Atkinson, Paul. (2006). Opera and The Embodiment of Performance. Dalam
Dessis Waskul dan Phillip Vannini (eds.), Body/Embodiment: Symbolic
Interaction and the Sociology of the Body (95-107). Hampshire: Ashgate
Austin, Gayle. (2002). Feminist Theory: Paying Attention to Women. Dalam
Lizbeth Goodman dan Jane de Gay (Eds), The Routledge Reader in Gender
and Performance (136-142). London: Routledge
Barker, Chris. (2000). Cultural Studies: Theory and Practice. London: Sage
Publications
232
233
Barker, Chris. (2004). The Sage Dictionary of Cultural Studies. London: Sage
Publications
Barker, Chris. (2005). Cultural Studies: Teori dan Praktek. Yogyakarta: PT
Bentang Pustaka
Barthes, Roland. (1990). The Fashion System. London: University of California
Press
Barthes, Roland. (1991). Mythologies. New York: The Noonday Press
Barthes, Roland. (2007). Membedah Mitos-mitos Budaya Massa: Semiotika atau
Sosiologi Tanda, Simbol, dan Representasi. Yogyakarta: Jalasutra
Bennett, Andy, Barry Shank, dan Jason Toynbee (eds.). (2006). The Popular
Music Studies Reader. New York: Routledge
Berger, Asa Arthur. (1991). Media Analysis Techniques (revised ed). California:
Sage Publications
Bertens, K. (2005). Panorama Filsafat Modern (edisi revisi). Jakarta: Teraju
Buckley, Cheryl dan Hilary Fawcett. (2002). Fashioning the Feminine:
Representation and Womens Fashion from The Fin De Siecle to The
Present. London: I.B. Tauris & Co Ltd
Budiawan. (2010). Ambivalensi: Post Kolonialisme Membedah Musik Sampai
Agama di Indonesia. Yogyakarta: Jalasutra
Calefato, Patrizia. (2004). The Clothed Body: Dress, Body, Culture. Oxford: Berg
Casey, Bernadette, Neil Casey, Ben Calvert, Liam French, dan Justin Lewis.
(2008). Television Studies: The Key Concepts (2nd ed.). Oxon: Routledge
Christian, Clifford G. (2011). Ethics and Politics in Qualitative Research. Dalam
Denzin, Norman K. Dan Yvonna S. Lincoln (eds.), The Sage Handbook of
Qualitative Research (ed.4) (61-80). LA: Sage Publications
Connor, Marry E. (ed.). (2009). Asias in Focus: The Koreas. California: ABCCLIO, LCC
Conrad, Clifton F. dan Ronald C. Serlin. (2011). The Sage Handbook of Research
in Education: Pursuing Ideas as the Keystone of Exemplary Inquiry (2nd
ed). USA: Sage Publications
Danesi, Marcel. (2009). Dictionary of Media and Communications. New York:
M. E. Sharpe, Inc
234
Frith, Simon, Andrew Goodwin, dan Lawrence Grossberg. (2005). Sound and
Vision: The Music Video Reader. Oxon: Routledge
Gabriel, Teshome H. (1994). Towards a Critical Theory of Third World Films.
Dalam Patrick Williams dan Laura Chrisman (eds.), Colonial Discourse and
Post-Colonial Theory: A Reader (340-375). Hertfordshire: Harvester
Wheatsheaf
Gamble, Sarah. (2010). Pengantar Memahami Feminisme dan Postfeminisme.
Yogyakarta: Jalasutra
Gandhi, Leela. (1998). Postcolonial Theory: A Critical Introduction. Australia:
Allen & Unwin
Gandhi, Leela. (2007). Teori Poskolonial: Upaya Meruntuhkan Hegemoni Barat.
Jakarta: CV Triarga Utama
Gateward, Frances K. (2007). Seoul Searching: Culture and Identity in
Contemporary Korean Cinema. Albany: State University of New York
Press
Griffin, EM. (2009). A First Look at Communication Theory (7th ed). New York:
McGraw-Hill
Guba, Egon G. dan Yvonna S. Lincoln. (1994). Competing Paradigms in
Qualitative Research. Dalam Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln
(eds.), Handbook of Qualitative Research (105-117). New York: Sage
Publications.
235
236
Khair, Tabish. (2009). The Gothic, Postcolonialism and Otherness: Ghosts from
Elsewhere. New York: Palgrave Macmillan
Krolkke, Charlotte dan Anne Scott Srensen. (2006). Gender Communication
Theories & Analysis. London: Sage Publications
Kurniawan, Heru. (2009). Sastra Anak Dalam Kajian Strukturalisme, Sosiologi,
Semiotika, Hingga Penulisan Kreatif. Yogyakarta: Graha Ilmu
Lepecki, Andr. (2004). Of The Presence of The Body: Essay on Dance and
Performance Theory. USA: Wesleyan University Press
Lidchi, Henrietta. (1997). The Poetics and The Politics of Exhibiting Other
Cultures. Dalam Stuart Hall (ed.), Representation: Cultural Representations
and Signifying Practices (223-290). London: Sage Publications
Loewen, Nancy. (1998). Greek and Roman Mythology: Athena. Minnesota:
Capstone Press
McQuail, Denis.
Publications
(2010).
Mass
Communication
Theory.
London:
Sage
237
Pease, Allan. (1988). Body Language: How to Read Others Thought by Their
Gestures. London: Sheldon Press
Piliang, Yasraf Amir. (2003). Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas
Matinya Makna. Yogyakarta: Jalasutra
Piliang, Yasraf Amir. (2010). Dunia Yang Dilipat: Tamasya Melampaui BatasBatas Kebudayaan. Bandung: Matahari
Prabasmoro, Aquarini Priyatna. (2003). Becoming White: Representasi Ras,
Kelas, Feminitas dan Globalitas dalam Iklan Sabun. Yogyakarta: Jalasutra
Ramutsindela, Maano. (2004). Parks and People in Postcolonial Societies:
Experiences in Southern Africa. New York: Kluwer Academic Publisher
Roach, Catherine M. (2007). Stripping, Sex, and Popular Culture. Oxford: Berg
Salih, Sarah. (2003). Judith Butler. London: Routledge
Shohat, Ella. (2012). Gender and The Culture Empire: Toward a Feminist
Etnography of the Cinema. Dalam Mary Celeste Kearney, The Gender and
Media Reader (86-108). New York: Routledge
Snickars, Pelle dan Patrick Vonderau. (2009). The YouTube Reader. Sweden:
National Library of Sweden
Spivak, Gayatri Chakravorty. (1994). Can The Subaltern Speak?. Dalam Patrick
Williams dan Laura Chrisman (eds.), Colonial Discourse and Post-Colonial
Theory: A Reader (66-111). Hertfordshire: Harvester Wheatsheaf
Stam, Robert, Robert Burgoyne dan Sandy Flitterman-Lewis. (1992). Film
Semiotics. London: Routledge
Sunarto. (2009). Televisi, Kekerasan, dan Perempuan. Jakarta: Kompas
Stokes, Jane. (2003). How To Do Media and Cultural Studies. Yogyakarta:
Bentang
Storey, John. (2003). Inventing Popular Culture: From Folklore to Globalization.
USA: Blackwell Publishing, Ltd
Storey, John. (2010). Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop: Pengantar
Komprehensif Teori dan Metode. Yogyakarta: Jalasutra
Strasser, Richard. (2010). Music Business: The Key Concepts. Oxon: Routledge
Strinati, Dominic. (1995). Popular Culture: An Introduction to Theories of
Popular Culture (2nd ed). London: Routledge
Strinati, Dominic. (2009). Popular Culture: Pengantar Menuju Teori Budaya
Populer. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
238
and
Body
Yoon, Sunny. (2001). Internet Discourse and The Habitus of Koreas New
Generation. Dalam Charles Ess (ed.), Culture, Technology,
Communication: Towards an Intercultural Global Village (241-260).
Albany: State University of New York Press
239
Jurnal
Hae-Joang, Cho. (2005). Reading the Korean Wave as a Sign of Global Shift.
Korea Journal Winter 2005:147-182
Korean Culture and Information Service. (2011). The Korean Wave: A New Pop
Culture Phenomenon. Contemporary Korea No.1. Republic of Korea:
Ministry of Culture, Sports and Tourism
Lee, Sue Jin. (2011). The Korean Wave: The Seoul of Asia. The Elon Journal of
Undergraduate Research in Communication Vol.2(1):85-93
Moreman. Shane T. (2009). Memoir as Performance: Strategies of Hybrid Ethnic
Identity. Text and Performance Quarterly Vol 29:346-366
Nugroho, Suray Agung. (2011). Apresiasi K-Pop di Kalangan Generasi Muda
Yogyakarta: Studi Kasus Pengunjung K-Pop Festival UKDW 2010. Korean
Studies in Indonesia: An International Journal, Vol.11 No.1 (April): 117138
Ryoo, Woongjae. (2008). The Political Economy of The Global Mediascape: The
Case of The South Korean Film Industry. Media, Culture & Society Vol 30
(6):873-889
Shim, Doobo. (2006). Hibridity and The Rise of Korean Popular Culture in Asia.
Media, Culture and Society, Vol. 28(1): 25-44
Weintraub, Andrew N. (2008). Dance Drills, Faith Spills: Islam, Body Politics,
and Popular Music in Post-Suharto Indonesia. Cambridge Journal, Popular
Music Vol.27(3)
Skripsi
Nastiti, Aulia Dwi. (2010). Korean Wave di Indonesia: Antara Budaya Pop,
Internet, dan Fanatisme pada Remaja. Skripsi. Prodi Komunikasi Massa,
Ilmu
Komunikasi
Universitas
Indonesia.
Dalam
http://www. scribd.com/doc/67051422/Korean-Wave-di-IndonesiaBudaya-Pop-Internet- dan-Fanatisme-Remaja diunduh pada 5 November
2011 pukul 16.10 WIB
Irvani, Rizal. (2010). Representasi Perempuan dalam Video Klip: Analisis
Semiotik pada Video Klip Menghapus Jejakmu, Peterpan. Skripsi. Prodi
Ilmu
Komunikasi
Universitas
Muhammadiyah
Malang.
Dalam eprints.umm.ac.id diunduh pada 7 Juli 2012 pukul 18.20 WIB
240
Artikel Internet
Anonim. (2012). Barack Obama: Tidak Heran K-Pop Begitu Dikenal Dunia.
Dalam http://www.kapanlagi.com/showbiz/asian-star/barack-obama-tidakheran-k-pop-begitu-dikenal-dunia.html diunduh pada 16 April 2012
pukul
17.30 WIB
Anonim. (2013). Girls Generation I Got a Boy 20 Million Views in 6 DaysNew
Record
in
Korea.
Dalam http://english.kofice.or.kr/a00_music/a10_news_detail.asp?seq=182
&page
=1&me diunduh pada 17 Maret 2013 pukul 19.30 WIB
Anonim. (2011). YouTube Bakal Buat Channel Spesial K-Pop..
Dalam http://www.metrotvnews.com/read/news/2011/11/10/71242/YouTubeBakal- Buat-Channel-Spesial-K-Pop/13 diunduh pada 17 November
2011 pukul
10.17 WIB
Anonim.
Athena.
Dalam
http://www.greekmythology.com/Olympians/ Athena/athena.html di
unduh pada 19 Mei 2013 pukul 23.32 WIB
Anonim.
Korean
IT
News.
Dalam http://english.etnews.com/news/detail.html?
id=201102250008 diunduh pada 17 November 2011 pukul 17.00 WIB
Anonim.
List
of
Best
Selling
Girl
Groups.
Dalam http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_bestselling_girl_groups#Best- selling_girl_groups diunduh pada 16 Maret 2013
pukul 21.09 WIB
Anonim.
Main
Statistics
of
Koreas
Content
Market.
Dalam http://www.kocca.kr/eng/industry/trend/index.html diunduh pada 21
Oktober 2011 pukul 10.55 WIB
Anonim.
http://beverlyhillshoneys.com/marilyn-monroe-madonna-smokingcigarettemodel-supermodel-lindsay-hancock/ diunduh pada 2 April
2013
pukul 21.34 WIB
Ashayagachat, Achara. (2011). Riding the K Wave: Seoul Sees Role for its
Well-known Pop Culture to Extend Cooperation in East Asia.
Dalam http://www.bangkokpost.com/business/economics/261701/riding-the-
241
242
Chong-un, Cho. (2012). KBS drama Dream High nominated for European
award. Dalam http://www.thejakartapost.com/news/2012/02/29/kbs-dramadream-high-nominated-european-award.html diunduh pada 21 Maret
2012
pukul 21.53 WIB
Dixon, Tom. (2011). The Journey of Cultural Globalization in Korean Pop Music.
Dalam
http://www.e-ir.info/2011/08/17/the-journey-of-culturalglobalization-in-korean-pop-music/ diunduh pada 9 Maret 2012 pukul
11.05 WIB
DSPKara. (2012). KARA () Pandora () Music Video.
Dalam http://www.youtube.com/watch?v=g0XpNvLWimo/
diunduh
pada
27
Desember 2012 pukul 12.50 WIB
Ja-Young, Yoon. (2011). YouTobe Taking Hallyu on International Ride. The
Korea Times. Dalam
http://www.Koreatimes.co.kr/www/news/biz/2011/ 02/123_81039.ht
ml diunduh pada 14 November 2011 pukul 22.12 WIB
K., Rini. (2012). Korea Selatan Ternyata Lebih Kecil daripada Pulau Jawa.
dalam
http://edsus.tempo.co/kontenberita/musik/2012/12/02/445381/42/Korea-Selatan-Ternyata-Lebih-Kecildari-Pulau-Jawa diunduh pada 5 Desember 2012 pukul 16.49 WIB.
Korean Creative Content Agency (KOCCA). Dalam www.kocca.kr diunduh pada
21 Oktober 2011 pukul 10.00 WIB
Korean Foundation for International Culture Exchange (KOFICE). Dalam
www.kofice.co.kr diunduh pada 21 Oktober 2011 pukul 10.15 WIB
Purwanto, Didik dan Tri Wahono. (2012). Mari Pangestu: I-Pop Harus Saingi KPop.
Dalam
http://oase.kompas.com/read/2012/04/30/14332957/Mari.Pangestu.Pop.Har
us.Saingi.KPop diunduh pada 11 Mei 2012 pukul 15.00 WIB
Rukardi,
Fahmi
ZM.
(2006).
Inul
Ngebor
Simpang
Lima.
Dalam http://www.suaramerdeka.com/harian/0603/05/nas06.htm diunduh
pada 18 April 2013 pukul 23.03 WIB
SMT`OWN. (2011). Girls Generation _The Boys_Music Video.
Dalam http://www.youtube.com/watch?v=6pA_Tou-DPI/
diunduh
pada
27
Desember 2012 pukul 12.37 WIB
Young Jean Lees Theater Company Untitled Feminist Show. (2013).
Dalam http://www.mcachicago.org/performances/now/all/2013/891 diundu
h pada 2 April 2013 pukul 22.00 WIB
LAMPIRAN
Nama Girlband
Judul MV
: The Boys
Durasi
Sumber Data
Tanggal Rilis
: 19 Oktober 2011
Jumlah Views
Produser
Song-writer & composer
Performativity Character
: SM Entertainment
: Yoo Young-Jin
: Taeyeon, Jessica, Sunny, Tiffany, Hyoyeon, Yuri, Sooyoung, Yoona, dan Seohyun
Angle
Frog angle
00.00.01
00.00.02
00.00.05
Lyrics
(Korean Romanization) /
Nomor Syair
Unidentified
Tampak sebelah kaki
perempuan mengenakan
highheel
-----
[Yoona]
Berjalan, gaun putihnya
menyapu lantai yang bersalju
-----
00.00.03
00.00.04
Performance
Character/Activity
00.00.06
00.00.07
00.00.10
00.00.13
00.00.16
00.00.19
00.00.08
00.00.11
00.00.14
00.00.17
00.00.20
[Yoona]
Berjalan mendekati ornamen
batu hitam yang dihias
menyerupai pintu
-----
-----
High Angle
-----
High angle
-----
-----
00.00.09
00.00.12
00.00.15
00.00.18
00.00.21
-----
-----
[Yoona]
Yoona dalam kostum yang
berbeda, ia menadahkan
tangan.
-----
-----
-----
00.00.22
00.00.23
00.00.24
Eye level angle;
muncul scene
flashfoward, MV
langsung berganti
setting
00.00.25
00.00.28
00.00.31
00.00.34
00.00.26
00.00.29
00.00.32
00.00.35
00.00.27
00.00.30
00.00.33
00.00.36
00.00.37
00.00.40
00.00.43
00.00.46
00.00.49
00.00.38
00.00.41
00.00.44
00.00.47
00.00.50
-----
-----
-----
-----
Low Angle;
Eye level angle
-----
00.00.39
00.00.42
00.00.45
00.00.48
00.00.51
00.00.52
00.00.55
00.00.58
00.01.01
00.01.04
00.00.53
00.00.56
00.00.59
00.01.02
00.01.05
-----
-----
-----
-----
Merpati terbang
-----
00.00.54
00.00.57
00.01.00
00.01.03
00.01.06
Frog angle
00.01.07
00.01.08
00.01.09
Frog angle
00.01.10
00.01.11
00.01.16
00.01.19
00.01.14
00.01.17
00.01.20
00.01.12
[All] menari
00.01.15
00.01.18
00.01.21
[All]
Keobi naeso shijakjocha an hae
bwaht-damyeon
Keudaen tudeoldaeji mara jom
00.01.22
00.01.23
00.01.24
[Jessica] GG
00.01.28
00.01.31
00.01.26
00.01.29
00.01.32
00.01.35
[All] menari
00.01.27
[All]
Jujeohamyeon gihwehneun
modu neoreul bikyeo-ga
Gaseum pyeogo nawahbwahra
jom
[Jessica] T R X
[Taeyeon] close up
[All] menari
[Taeyeon] close up
[All] menari
00.01.30
00.01.33
[All] menari
00.01.36
[All] menari
low angle
00.01.37
00.01.40
00.01.43
00.01.38
00.01.41
00.01.44
[All] menari
00.01.39
[Tiffany] close up
[all] menari
[All] menari
[SeoHyun] close up
00.01.42
00.01.45
[Tiffany]
We bring the boys out (x2)
Yeah~
[All] B-Bring the boys out
00.01.46
00.01.47
00.01.48
00.01.49
00.01.50
00.01.51
[Taeyeon] close up
[all] menari
[Taeyeon]
Sunrie majchwo saneun geot
Neon gildeulyeojyeo beoryeonni
Kwaehn-chanh-ni
00.01.52
00.01.55
00.01.53
00.01.56
00.01.54
00.01.58
00.01.59
[Yoona]
Amdamhan sesangi geudael
junukdeul-ke
Mandeuni
00.01.57
[Tiffany] Get up
00.02.00
[Yoona] Kwaehn-chanh-ni
00.02.01
00.02.04
00.02.02
00.02.05
00.02.03
00.02.06
[Sunny]
Keunyang bol suga eop-seo nan
00.02.07
00.02.10
00.02.13
00.02.08
00.02.11
00.02.14
[All] menari
00.02.09
00.02.12
00.02.15
00.02.16
00.02.17
00.02.18
00.02.20
00.02.21
[Seohyun]
Nal-karobge meotjike i-reul
naekoya
Maldeon ne yaseongeul
boyeojwo
My boy...
00.02.22
00.02.25.00
00.02.23
00.02.25.05
00.02.24
00.02.26
00.02.28
00.02.31
00.02.34
[All]
Girls generation make you feel
the heat
[Yuri]
Jeon sekye-ga neoreul jurnokhae
00.02.32
[All] menari
00.02.29
00.02.35
00.02.39
00.02.42
00.02.45
00.02.37
00.02.40
00.02.43
00.02.46
00.02.38
00.02.49
[Sooyoung]
Wiipungdo dangdang-haji
ppyeossokbu-teo
Neon wonrae meotjyeosseo
You know the girls
[All] B-bring the boys out
00.02.41
00.02.44
00.02.47
00.02.48
00.02.50
[Jessica]
Heunteu-lli-ji mal-go keudaen
jaril jikyeo
Wonrae jeonjaeng gateun
salmeul saneun inkaninkeol
Neoneun waeh
[Sunny]
Yes fly high
Eye level angle
00.02.51
00.02.52
[Jessica]
Beol-sseo waeh
00.02.53
00.02.57
00.03.00
00.02.55
00.02.58
00.03.01
00.03.04
[Yuri] close up
[All] menari
[Sunny]
You fly high
00.02.56
[SeoHyun] close up
[Jessica]
Pogihae
Oh neon meo-reot-janha
00.02.59
00.03.02
00.03.05
[All] menari
[SeoHyun; Tiffany] close uo
[Seohyun]
Neoye jimnyeomeul boyeojwo
jikureul jom
Heundeu-reojwo moduga neol
bol su itke
00.03.06
00.03.09
00.03.07
00.03.10
[Yoona] close up
[Taeyeon] menari di depan,
yang lain mengikuti di
belakang
00.03.08
00.03.11
00.03.12
00.03.15
00.03.18
00.03.13
00.03.16
00.03.19
[Taeyeon]
Yeoksaneun saerob-ge
sseuyeojike twehl keol
Juwinkongeun baro neo baro
neo
00.03.14
[Taeyeon] close up
[all] menari
[Taeyeon] close up
[all] menari
00.03.17
00.03.20
[All]
B-bring the boys out
00.03.21
00.03.24
00.03.27
00.03.30
00.03.33
00.03.22
00.03.25
00.03.28
00.03.31
00.03.34
[All] menari
[All]
Girls generation make you feel
the heat
00.03.23
[Tiffany]
Jeon sekye-ga neoreul jurnokhae
00.03.26
[All]
B-bring the boys out
00.03.29
00.03.32
00.03.35
[Hyoyeon]
Wiipungdo dangdang-haji
ppyeossokbu-teo
Neon wonrae metjyeosseo
You know the girls
[All]
B-Bring the boys out
00.03.39
00.03.42
00.03.45
00.03.48
00.03.37
00.03.40
00.03.43
00.03.46
00.03.49
00.03.38
[All]
Girls bring the boys out
00.03.41
[Yuri]
I wanna dance right now Naega ikkeu-reo jul-ke come out
00.03.44
00.03.47
00.03.50
[Yoona]
Sesang namjadeu-riyeo nan
Number 1 jihyereul juneun
Athena
Ccheck this out
00.03.51
00.03.52
[Hyoyeon]
Jeul-kyeobwahra, dojeonye
seolle-im
Imi modu kajin sesangye namja
00.03.53
[All] menari
[Sooyoung]
Keudaero chuk ganeun geoya
keep up
Girls generation, we dont stop
00.03.54
00.03.57
00.04.00
00.04.03
00.03.55
00.03.58
00.04.01
00.04.04
00.03.56
[All] menari
[Yoona] close up
[All] menari
[All] menari
[All]
Girls bring the boys out
00.03.59
00.04.02
00.04.05
[Jessica]
Makhyeobeoryeot-deon miraega
anboyeot-deon mirae-ga
ne nunape pyeolcheojyeo
00.04.06
00.04.09
00.04.07
00.04.10
[All] menari
[Jessica] close up
[All] menari
[Taeyeon; Sunny] close up
00.04.08
00.04.11
00.04.13
00.04.14
00.04.15
00.04.16
00.04.19
[All] menari
[Taeyeon] close up
00.04.17
[Taeyeon]
Cheomcheom deo
wahnbyeokhan ne moseube
machi
Nan ppallyeodeul keot kata,
my heart...
00.04.20
[Taeyeon] close up
[all] menari, Sunny memimpin
[All]
Keobi naseo
shijakjocha an hae bwahtdamyeon
Keudaen tudeoldaeji mara jom
00.04.21
00.04.24
00.04.27
00.04.30
00.04.33
00.04.22
00.04.25
00.04.28
00.04.31
00.04.34
[Yoona] close up
00.04.23
[Taeyeon] close up
[all] menari
[SeoHyun] close up
[All] menari
00.04.26
[All/Seohyun]
Jujeohamyeon gihwehneun
modu neoreul bikyeo-ga
00.04.29
[Yuri] close up
[All] menari
00.04.32
00.04.35
00.04.36
00.04.37
[Yoona] close up
[All] menari
[Jessica]
Cause the
00.04.38
[All/Jessica]
Low angle; Eye level
angle
00.04.39
00.04.40
00.04.43
00.04.46
[All]
Girls generation makeem feel
the heat
00.04.49
00.04.50
[Sunny]
Jeon sekye-ga uril jurno-khae
[All]
B-Bring the boys out
00.04.47
[All] menari
00.04.44
00.04.45
00.04.41
00.04.42
[All] menari
[Jessica] close up
00.04.51
00.04.52
00.04.53
Low angle
00.04.54
00.04.55
00.05.00
00.05.03
00.04.58
00.05.01
00.05.04
00.04.56
[Tiffany]
Sesangeurikkeul namja
Meotjin yeojadeul yeo-gi
moyeora
You know the girls
[All]
B-Bring the boys out
Low angle
00.04.57
00.04.59
[---]
---
[---]
---
00.05.02
00.05.05
00.05.06
00.05.09
00.05.07
00.05.10
[---]
---
[---]
---
---
[All]
---
[All]
---
00.05.08
00.05.11
00.05.15
00.05.18
00.05.13
00.05.16
00.05.19
00.05.14
00.05.17
Plot
[All]
Lirik
Syair
The boys, the boys, the boys, the boys, the boys, the boys, out.
[1]
[2]
Verse
1
Ket.
[3]
[4]
[Tiffany]
[5]
[All]
[6]
[7]
[Tiffany]
[Taeyeon]
[8]
[9]
Get up
[10]
[11]
Thats funny
[12]
[Yoona]
[13]
[Sunny]
[14]
[Yoona]
[Tiffany]
Verse
[15]
[All]
[16]
[All]
[17]
[18]
[19]
[20]
[Yuri]
[All]
[Sooyoung]
Riffs
[Jessica]
[21]
[22]
Why, you?
[23]
[Sunny]
[24]
[Jessica]
Why already?
[25]
[Sunny]
[26]
[Jessica]
[27]
[28]
[Seohyun]
Verse
[29]
[30]
[All]
[31]
[32]
[33]
[34]
[Tiffany]
[All]
[Hyoyeon]
Riffs
[35]
[All]
[All]
[36]
Verse
[Yuri]
[37]
Rap
[38]
I am Athena,
The one who gives the number one wisdom,
Check this out!
[Hyoyeon]
[39]
[40]
[All]
[Jessica]
[41]
[42]
[43]
Verse
[44]
[All]
[45]
Verse
[All/Taeyeon]
[46]
[All/Seohyun]
If you hesistate,
[47]
[All]
[Jessica]
[All/Jessica]
[48]
[49]
Cause the
[50]
Bridge
[All]
[Sunny]
[All]
[Tiffany]
[51]
[52]
[53]
[54]
[55]
Riffs
Nama Girlband
: KARA
Judul MV
: Pandora
Durasi
Sumber Data
Tanggal Rilis
: 21 Agustus 2012
Jumlah Views
Produser
: DSP Media
Performativity Character
: Park Gyuri, Han Seungyeon, Nicole Jung, Goo Hara, dan Kang Jiyoung
Performance
Angle
00.00.01
00.00.04
00.00.02
00.00.05
Performance
Actor/Activity
Lyrics
High angle;
Eye level angle
---
---
00.00.03
00.00.06
00.00.07
00.00.10
00.00.13
00.00.16
00.00.19
00.00.08
00.00.11
00.00.14
00.00.17
00.00.20
---
---
---
---
---
00.00.09
00.00.12
00.00.15
00.00.18
00.00.21
00.00.22
00.00.25
00.00.23
00.00.26
[all] menari
00.00.24
00.00.29
00.00.32
00.00.35
[All]
Up and up ah ah~
[all;Gyuri] menari
---
00.00.33
00.00.34
Up and up ah ah~
00.00.30
Low angle
00.00.31
[All]
00.00.27
00.00.28
---
00.00.36
[all] menari
[Jiyoung] berdiri di dekat
box telepon
[Jiyoung] close up
---
[Jiyoung]
Eye level angle; low
angle
[Jiyoung] close up
00.00.37
00.00.38
00.00.39
[Nicole]
Eye level angle
[Nicole] close up
00.00.40
00.00.41
00.00.42
00.00.43
00.00.44
00.00.47
00.00.50
[all] menari
[Nicole] close up
00.00.48
00.00.49
[Hara]
Keochin sum sori-ga chokka-geul
00.00.45
00.00.46
00.00.51
[Seungyeon] close up
[Seungyeon] Jamkkan
man geo-gie
meomchwoseo
Ttokbaro barabwahbwah
Sumkyeo-on jinshi-reurije da
boyeojul-ke
00.00.52
00.00.55
00.00.58
00.01.01
00.00.53
00.00.56
00.00.59
00.01.02
[Seungyeon] close up
[all] menari
High angle
[Gyuri] close up
[all] menari
[Gyuri; Seungyeon] close
up
00.00.54
00.00.57
[Gyuri]
Ja nae mameul jababwah
00.01.00
00.01.03
[All]
Neukkyebwah close to you and
close to you
00.01.05
00.01.06
00.01.07
00.01.10
00.01.13
00.01.16
00.01.19
00.01.08
00.01.11
00.01.14
00.01.17
00.01.20
[Jiyoung] close up
[all] menari
00.01.09
00.01.12
Kajyeo-ga nal
Eye level angle; low
angle
[Seungyeon] close up
[all] menari
[Seungyeon] close up
[all] menari
[Jiyoung] close up
00.01.15
[All]
Up and up ah ah~
00.01.18
00.01.21
[All]
Up and up ah ah~
00.01.22
00.01.25
00.01.28
00.01.23
00.01.26
00.01.29
[All]
[all] menari
---
[all] menari
[Nicole; Hara; Jiyoung]
---
[all] menari
[Gyuri] close up
Up and up ah ah~
00.01.24
00.01.27
00.01.30
[Gyuri]
00.01.31
00.01.32
00.01.33
[Seungyeon]
Eye level angle
[Seungyeon] close up
00.01.34
00.01.35
00.01.36
00.01.38
[Seungyeon] close up
[all] menari
[Hara]
00.01.39
00.01.40
00.01.43
00.01.46
00.01.49
00.01.41
00.01.44
00.01.47
00.01.50
[all] menari
[Hara; Nicole] close up
[all] menari
[Nicole; Jiyoung] close up
00.01.42
00.01.45
[all] menari
[Hara; Jiyoung] close up
[all] menari
[Jiyoung] close up
00.01.48
00.01.51
[Jiyoung]
Eotteon-i eoseolpeun
pyeonkyeone
Keommeokko kaji mara
Seodbureun pandane nae
soneul nohchijima..
Ja
00.01.52
00.01.53
[Nicole]
Nae jeonburarabwah
00.01.54
[All]
00.01.55
00.01.56
00.01.57
00.01.58
00.01.59
[all] menari
[Jiyoung; Nicole] close up
[all] menari
[Seungyeon] close up
00.02.00
[all]
Modeunkeol da jul-ke
00.02.01
00.02.02
00.02.03
00.02.04
00.02.05
00.02.06
[Gyuri] close up
[all] menari
Kajyeo-ga nal
00.02.07
00.02.10
00.02.13
00.02.16
00.02.19
00.02.08
00.02.11
00.02.14
00.02.17
00.02.20
[all] menari
[Jiyoung] close up
[Hara] close up
[all] menari
[all] menari
[Gyuri] close up
00.02.09
[All]
Up and up ah ah~
00.02.12
[All]
Up and up ah ah~
00.02.15
[All]
Up and up ah ah~
00.02.18
00.02.21
---
00.02.22
00.02.25
00.02.23
00.02.26
[Jiyoung] close up
---
00.02.24
[Jiyoung]
Keurae bwaht-ji geureom
dwaeht-ji
00.02.27
00.02.29
[all] menari
[Jiyoung] close up
00.02.30
[Hara]
Naega da-gakajanha ja oh
kakka-i
Deo jo-geumman deo kakka-i
00.02.31
00.02.32
[Hara] close up
[all] menari
[nicole] close up
00.02.33
[Nicole]
Stress neon da jwodo mothae
Low angle; top angle
00.02.34
00.02.35
00.02.36
[all] menari
[Hara; Nicole] close up
00.02.37
00.02.40
00.02.43
00.02.46
00.02.49
00.02.38
00.02.41
00.02.44
00.02.47
00.02.50
[nicole] close up
[all] menari
low angle
[all] menari
00.02.39
[Gyuri]
00.02.42
Han-chameul gidaryeosseo
low angle
[all] menari
[Seungyeon] close up
[Seungyeon] close up
00.02.45
[Nicole]
Neoigil baraewah-sseo
00.02.48
00.02.51
[Seungyeon]
Wahnbyeokhagil bi-reo
00.02.52
00.02.55
00.02.53
00.02.56
Kotak
00.02.54
[All]
00.02.57
00.02.59
[all] menari
[Hara] close up
close to you
Modeunkeol da jul-ke Nae-
00.03.00
ga boini
00.03.01
00.03.04
00.03.02
00.03.05
[all] menari
[all] menari
[Gyuri] close up
00.03.03
00.03.06
[all]
close to me
and close to me Kajyeoga nal
00.03.07
00.03.10
00.03.13
00.03.16
00.03.19
00.03.08
00.03.11
00.03.14
00.03.17
00.03.20
[all] menari
[Jiyoung] close up
[all] menari
[Seungyeon] close up
[all] menari
[Gyuri] close up
[all] menari
[Hara; Nicole] close up
00.03.09
[All]
Up and up ah ah~
00.03.12
[All]
Up and up ah ah~
00.03.15
[All]
Up and up ah ah~
00.03.18
00.03.21
---
00.03.22
00.03.25
00.03.23
00.03.26
---
end
end
---
00.03.24
00.03.27
Plot
Lirik
Syair
Ket.
[1]
Intro
[2]
Verse
[3]
[4]
[5]
[6]
Crush crush
[7]
Hold on,
[8]
[9]
[10]
Capture my heart,
[11]
Feel me
[12]
[13]
[14]
[15]
[16]
[17]
Up and up ah ah~
Up and up ah ah~
[Jiyoung]
[Nicole]
[Hara]
[Seungyeon]
[Gyuri]
[All]
Riffs
up and up ah ah~
up and up ah ah~
[Gyuri]
[Seungyeon]
[Hara]
[Jiyoung]
[18]
Verse
[19]
[20]
[21]
Crush crush
[22]
How is it?
[23]
Dont scare yourself with your clumsy judgement and run away,
[24]
[Nicole]
[All]
[25]
[26]
Feel me
[27]
[28]
[29]
[30]
[31]
[32]
Riffs
up and up ah ah~
up and up ah ah~
[Jiyoung]
[Nicole]
[33]
[34]
[35]
[36]
[37]
[38]
[39]
[40]
[41]
[42]
[43]
[44]
[45]
[46]
[47]
[48]
[49]
[50]
up and up ah ah~
up and up ah ah~
Sumber : data yang diolah
Rap
Bridge
Riffs