Anda di halaman 1dari 16

METODOLOGI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FEMINISME DAN GREEN POLITICS

OLEH :
Yudianti Putri Kinanti - 2012330002
Yericha - 2012330017
Desi Esterina Sidabutar - 2012330065
Dea Christy - 2012330077
Marisa Jayaputri - 2012330085
KELAS D

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
BANDUNG
2014

ABSTRACT

Feminism theory and Green Politics theory is one of the International Relations
theories that will be studied in International Relations Methodology of Science. Feminism
itself raised the issue of inequality between women and men who became the forerunners of
feminism. Meanwhile, the Green Politics theory raised the issue of the environment, that
plants are also deserve the same treatment as any other human being.
The purposes of academic Feminism is to equalize the status of women just like men.
woman has the right to education, employment, and control over their self. Where as Green
Politics theory assumes that every living being has the same rights to acquire natural
resources.
The Purpose of this paper is to put these theories into epistomology and ontology line
as well as placing it among the four quadrants there. Epistimologys line is a line that refers to
the objective and subjective. Where as ontologys line is the line that refers to the constitutive
and explanative. How to put Feminism theory and Green Politics theory in terms of the
instruments contained in these two theories.

PENDAHULUAN

Awal mula adanya feminisme muncul pada abad 19 di kota Middleburg, negara
Belanda yang pemerkasanya adalah Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet.
Feminisme awalnya memang sudah ada dari abad 19 akan tetapi baru mulai eksis pada tahun
1990.1 Teori Green Politics muncul sejak tahun 1960an muncul suatu kepedulian terhadap
krisis lingkungan hidup diantara para akademisi di Barat, kemudian pada tahun 1970an isu
lingkungan hidup ini diangkat ke dunia internasional dan ditandai dengan adanya konferensi
lingkungan hidup di Stockholm yang secara eksplisit menghubungkan tema lingkungan hidup
dan pembangunan untuk pertama kali.2
Untuk membahas teori Feminisme dan Green Politics, penulis merangkumnya ke dalam
beberapa poin penting:
1. Apakah fokus utama dalam teori Feminisme?
2. Apakah fokus utama dalam teori Green Politics?
3. Bagaimana peletakkan instrumen teori Feminisme dan teori Green Politics di dalam
Research Paradigm Quadran?
Feminisme selain menentang adanya perbedaan gender seperti dengan melakukan
membuat makalah yang berjudul Gender and International Relations, para kaum feminisme
ini juga menentang adanya teori hubungan internasional yang sebelumnya sudah ada karena
di setiap teori hubungan internasional yang sebelumnya tidak ada unsur tentang kesetaraan
gender dan pengakuan adanya feminisme. Kaum feminisme ini ingin merombak teori
hubungan internasional yang sudah ada dengan menyisipkan tentang feminisme.3
Sedangkan bagi teori Green Politics, isu mengenai lingkungan hidup dianggap
sebagai perlunya negara-negara untuk terlibat dan berparisipasi untuk menyelesaikan
masalah lingkunganhidup. Dengan adanya usaha-usaha untuk preservasi lingkungan hidup,
hal ini menunjukan adanya usaha untuk melobi para elit politik untuk menyelesaikan
masalah lingkungan hidup.4

1 Steans, Jill and Pettiford, Lloyd & Diez, Thomas, 2005. Introduction to International Relations,
Perspectives & Themes, 2nd edition, Pearson & Longman.
2 Ibid.
3 Ibid.
4 Ibid.

ANALISIS
1.1 Teori Feminisme
Teori Feminisme adalah pandangan suatu pemahaman multidimensi yang bersifat
koheren dan masih berlangsung sampai sekarang. Feminisme menempatkan wanita melalui
pengalamannya, ide-ide, aksi, pemikiran, usaha untuk meyakinkan dan memanipulasi dengan
menggunakan keahliannya sebagai fokus utama mereka, walaupun Feminisme juga melihat
keadaan 'men-as-men' dan mempermasalahkan maskulinitas. Feminisme mementingkan asas
'woman-as-woman, namun mengakui secara tegas mengenai eksplorasi perempuan, yang
seringkali tidak adil5.
Feminis menyelidiki bentuk-bentuk kekuasaan yang dibangun dan memegang teguh apa
yang mereka percayai secara konvensional digolongkan sebagai ruang 'pribadi' (di dalam
rumah, di dalam keluarga, dan di antara teman-teman ), serta bentuk-bentuk kekuatan yang
digunakan dalam apa yang digolongkan menjadi ruang 'publik' (pemilu, pengadilan, sekolah,
perusahaan televisi, bank, pabrik garmen dan pangkalan militer). Hal ini lah yang
membedakan rasa keingintahuan Feminisme, keprihatinannya terhadap hubungan sebab
akibat antara kekuasaan yang ada di dalam ruang pribadi dan kekuasaan yang ada pada
ruang publik. Gagasan bahwa dinamika kekuasaan ruang publik dan privat dapat saling
mempengaruhi satu dengan yang lain menjadi salah satu alasan bahwa penelitian feminis
adalah interdisipliner6.
Feminisme mengeksplorasi kekuatan dalam segala bentuknya dan menggali pemahaman
tidak hanya tentang gender, meskipun gender merupakan salah satu hal yang penting pada
analisis feminisme. Gender merujuk pada sesuatu yang dibangun secara sosial (bukan secara
biologis yang dihasilkan), berbeda dan historis memperebutkan makna bahwa baik
perempuan dan laki-laki menetapkan kemaskulinitas dan kefeminitas 7. 'Analisis feminis' dan
'analisis gender' tidak sama artinya. Mereka saling melengkapi, tetapi mereka tidak sama
artinya. Sebuah analisis gender mengeksplorasi makna yang melekat pada feminitas dan
5 Martin Griffith, International relations theory for the twenty-first century : an introduction (New
York, Taylor & Francis e-Library, 2007), hlm. 99
6 Ibid.
7 Ibid.

maskulinitas dan tentang bagaimana makna mereka diperebutkan untuk membangun


hubungan antara wanita dan pria, pria dan berbagai institusi, dan wanita dan berbagai
institusi8.
Analisis feminis menggali ke dalam semua pertanyaan-pertanyaan, ditambah bagaimana
mereka membentuk penyaluran dan penggunaan kekuasaan. Tidak ada yang melekat dalam
analisis gender yang mencegah setiap penggunanya menjadi penasaran tentang kekuasaan,
tetapi analisis feminis yang secara tegas menempatkan kekuasaan di pusat analisis. Lebih
dari dua abad terakhir mereka mengamati dan berteori, feminis telah menemukan bagaimana
dan kapan ide-ide tentang feminitas dan maskulinitas ada, mereka telah dikerahkan oleh
orang-orang tertentu untuk menciptakan dan mempertahankan hak laki-laki dan marjinalisasi
terhadap sebagian besar wanita. Penemuan itu telah membawa feminis pada kesimpulan
bahwa minat abadi dalam penggunaan dan konsekuensi kekuasaan harus menjadi bagian
integral dari setiap eksplorasi cara kerja gender9.
Investigasi feminis oleh para peneliti akademis dan aktivis telah mengungkapkan bahwa
banyak bentuk kekuasaan publik dan kekuasaan pribadi tergantung untuk mereka, legitimasi
dan pelestarian pada pengendalian pikiran dan tubuh perempuan dan pada pengendalian
pengertian tentang feminitas dan maskulinitas. Oleh karena itu, jika kita tidak menjadi serius
tertarik pada kondisi dan kehidupan perempuan, kita cenderung menganalisis keahlian
dinamika kekuasaan internasional yang tidak lengkap, rusak dan tidak dapat diandalkan10.
Peneliti feminis telah menemukan bahwa cara kerja kekuasaan publik dan kekuasaan
pribadi tidak dapat sepenuhnya dijelaskan atau menjelaskan jika seseorang tidak menganggap
serius tentang bagaimana pria berpikir tentang wanita, tentang feminitas dan tentang
maskulinitas, dan tindakan apa yang mengalir dari keyakinan, kekhawatiran, harapan dan
nilai-nilai11. Seperti cerita telah muncul tentang meningkatnya kasus HIV / AIDS di kalangan
wanita setempat, tentang meningkatnya prostitusi dan bahkan tentang perdagangan
internasional pada anak perempuan dan wanita ketika operasi pemeliharaan perdamaian besar
8 Ibid. Hlm. 100
9 Ibid. Hlm. 100-101
10 Ibid. Hlm. 102
11 Ibid. Hlm. 103

yang diluncurkan di negara tertentu, pertanyaan-pertanyaan baru harus ditanyakan tentang


bagaimana ide-ide dan kebijakan mengenai maskulinitas melemahkan misi internasional,
yang dimaksudkan untuk menciptakan dan mempertahankan perdamaian di daerah-daerah
yang dilanda perang12.
Dengan berubahnya isu tradisional ke isu non-tradisional yang berdampak pada
berkembangnya teori-teori yang tidak berfokus pada negara, misalnya hak asasi manusia. Hal
ini menjadi salah satu pemicu lahirnya teori feminisme yang merupakan salah satu teori yang
mengangkat isu ketidaksetaraan menjadi fokus utamanya. Feminisme merupakan salah satu
teori yang di pelajari dan dibahas oleh penstudi Hubungan Internasional. Intinya, teori
feminisme merupakan cikal bakal kaum wanita dalam memperjuangkan haknya sebagai
makhluk sosial yang setara dengan kaum pria. Feminisme bukan hanya sekedar
membicarakan mengenai jenis kelamin, namun berjuang untuk menciptakan teori baru
dalam hubungan internasional. Feminisme merupakan teori yang sama pentingnya jika
dibandingan dengan teori lain seperti realism, liberalism, dan lain-lain. Para pemikir
feminism berusaha untuk memasukan teori feminisme dalam pembelajaran Hubungan
Internasional. Di abad ke dua puluh, teori ini semakin luas dan dikenal dengan Feminisme
dalam Hubungan Internasional atau gender and International Relations .13
Teori feminisme mulai diajarkan didalam universitas-universitas di seluruh dunia,
termasuk di Indonesia. Konferensi digelar untuk membicarakan hal seputar ide-ide
feminisme, serta mengembangkan teori mengenai feminisme menurut beberapa ahli.
Sekelompok akademisi seperti Spike Peterson, Ann Tickner, Jindy Pettman, Sandra
Whitworth, Christine Sylvester dan Anne Sission memutuskan untuk menyelenggarakan
konfrensi ini.14 Konferensi ini dinamakan konfrensi tahunan ISA (International Studies
Association) dibawah naungan United Nations. Konferensi tahunan ISA diselenggarakan
pertama kali pada tahun 2004 di Montreal, Quebec. 15 Dengan lahirnya konferensi dan paham
12 Ibid.
13 International Relations Theory for the Twenty-First Century , Edited by Martin Griffiths,
published in the Taylor & Francis e-Library, 2007 Hal. 118
14 International Relations Theory for the Twenty-First Century , Edited by Martin Griffiths,
published in the Taylor & Francis e-Library, 2007 Hal. 119
15 ibid

mengenai feminisme, membuka pemahaman yang mendalam oleh para wanita di dunia untuk
memperjuangkan haknya sebagai makhluk sosial yang kedudukannya dianggap berada
dibawah kaum pria. Teori feminisme mengatakan bahwa tidak ada hierarki antara kaum pria
dan kaum wanita, kedua kaum ini berhak untuk menjalankan, melakukan, serta mendapatkan
pekerjaan dan jabatan yang sama dalam sebuah institusi. Tidak diperkenankan adanya konsep
yang menyatakan bahwa wanita selalu berada dibawah pria. Salah satu fokus utama dari teori
Feminisme adalah menghapuskan ketidaksetaraan yang sudah mendarah daging sejak lama.
Lahirnya teori feminisme dudukung oleh masyarakat terutama kaum wanita, dengan
membentuk aliansi yang dibangun dari kelas, ras, generasi, agama, etnis, kebangsaan,
generasi dan seksualitas. 16
Ketidaksetaraan antara kaum pria dan wanita muncul karena negara sendiri yang
menyingkirkan dan mengkesampingkan kaum wanita. Jadi menurut kaum feminisme,
peraturan negara menyebabkan tetidakseimbangan diantara kedua kaum ini. Kaum wanita
hanya memiliki peran yang tidak signifikan, misalnya hanya dapat bekerja sebagai ibu rumah
tangga, tidak dapat bekerja di perusahaan milik negara maupun swasta. Kaum wanita tidak
berhak untuk mendapatkan pendidikan selayaknya kaum pria, dan kaum wanita dianggap
sebagai kaum yang lemah dan tidak berdaya. Menurut beberapa polupasi, kapasitas
reproduksi perempuan adalah masalah negara dan perhatian politik internasional.17 Dengan
demikian, negara wajib memberikan pembelajaran kepada kaum wanita untuk mengontrol
dan merawat tubuhnya, serta memelihara kesehatan untuk menghasilkan keturunan yang
sehat. Jika negara gagal, maka akan berdampak pada kematian anak dalam kandungan,
keguguran, dan keturunan yang buruk. Jadi, negara mempunyai peran dalam perkembangan
kaum wanita. Namun, kembali lagi pada pernyataan sebelumnya, negara menyebabkan
ketidaksetaraan yaitu menempatkan kaum pria diatas kaum wanita. Dan hanya memberikan
pembelajaran dan kesempatan kepada kaum pria saja. Hal ini yang diyakini oleh akademis
feminisme bahwa negara menganut patriarki . Patriarki adalah sistem sosial struktur dan
keyakinan yang mengistimewakan kaum maskulinitas yaitu kaum pria.18

16 International Relations Theory for the Twenty-First Century , Edited by Martin Griffiths,
published in the Taylor & Francis e-Library, 2007 Hal 115
17 International Relations Theory for the Twenty-First Century , Edited by Martin Griffiths,
published in the Taylor & Francis e-Library, 2007 Hal 116

Oleh sebab itu, kaum akademisi feminsme berjuang mengubah status yang diberikan
oleh negara dengan berusaha masuk dan mematahkan status tersebut dan menuntut negara
untuk mengakui kesetaraan. Berkat perjuangan para akademisi, sekarang kaum wanita
diberikan hak untuk memilih dan suara kaum wanita dipertimbangkan dalam membentuk
suatu kebijakan publik.
Dalam konferensi internasional yang diselenggarakan sepanjang 1990an hingga 200an,
para pendukung kaum wanita menegaskan bahwa kaum wanita memiliki hak untuk bebas
dari kekerasan, baik dijalan, di tempat kerja, di dapur maupun di kamar tidur mereka. Kedua,
mereka menegaskan bahwa perempuan memiliki hak untuk mengontrol tubuh mereka sendiri,
termasuk kemampuan reproduksi mereka. Ketiga, negara berdaulat untuk menjaga kaum
wanita, terlepas dari kelas atau ras hak istimewa mereka yang secara politik terpinggirkan.19
Sampai saat ini, teori feminisme menjadi salah satu teori yang dipelajari dalam hubungan
internasional. Dan teori ini terus dikembangkan sampai saat ini. Kedudukan wanita di dunia
telah berubah. Kaum wanita meraih keberhasilannya dengan mendapatkan kesetaraan dan
pengakuan dari negara untuk melakukan aktivitas tanpa batas. Bahkan kaum wanita dapat
menduduki bangku kepala negara, contohnya Ibu Megawati Soekarno Putri yang menjabat
sebagai presiden Indonesia.
1.2 Teori Green Politics
Green Political Theory adalah sebuah ideologi yang bertujuan untuk menciptakan
sebuah masyarakat ekologi yang berkelanjutan dan berakar pada environmentalisme, keadilan
sosial, dan demokrasi grassroots. Teori ini telah lahir di dunia Barat sejak tahun 1970an dan
telah berkembang di banyak negara di dunia. Green Politics merupakan terjemahan dari
Bahasa Jerman (Grn). Pendukung dari Green Politics disebut Greens yang menyumbangkan
banyak ide mengenai ekologi, konservasi, environmentalisme, feminisme dan pergerakan
perdamaian. Tambahan untuk demokrasi dan isu-isu ekologi, Green Politics juga prihatin
mengenai beberapa isu seperti hak penduduk, keadilan sosial, anti-kekerasa dan beberapa
variansi dari kepentingan daerah yang cenderung untuk mendukung progresivisme sosial.20

18 International Relations Theory for the Twenty-First Century , Edited by Martin Griffiths,
published in the Taylor & Francis e-Library, 2007 Hal 117
19 Ibid.

Selanjutnya, teori ini dibahas oleh Robert E. Goodin. Goodin menyatakan bahwa ada 3 hal
utama, pertama ia menetapkan bahwa nilai utama dari preservasi Green Politics berasal dari
lingkungan untuk menjadi prioritas utama dalam politik. Dari pada menggambarkan apa yang
dikatakan dan dilakukan oleh aktivis hijau.21 Kedua, Goodin mencoba untuk membujuk
pembaca manfaat dari program hijau ini. Ketiga, ia mengusulkan kerangka konseptual untuk
menguraikan pemikiran mengenai lingkungan menjadi bagian-bagian penyusunnya.
Rekonstruksi Green Politics menyarankan adanya pengerjaan analitikal yang harus dilakukan
oleh setiap teori normatif dari kebijakan lingkungan.22
Pada dasarnya, aktivitas manusia cenderung menghancurkan lingkungan alam dan dapat
menimbulkan dua macam keprihatinan. Pertama, keprihatinan mengenai apa yang terjadi
pada lingkungan, seperti halnya makhluk hidup yang memiliki tanggung jawab moral tidak
membeda bedakan perlakuan terhadap satu sama lain, mereka juga menanggung rasa hutang
budi yang mengantar mereka kepada alam. Kedua, kehancuran makhluk hidup dapat
menimbulkan keprihatinan karena merasa terancam untuk mengikis kondisi kehidupan
makhluk hidup. Kerusakan lingkungan dapat membuat bumi menjadi tempat yang tidak
ramah lingkungan untuk digunakan sebagai tempat tinggal.
Keprihatinan yang muncul telah memberi cap buruk kepada lingkungan yang
dianggap sebagai konotasi negatif di beberapa kalangan politik. Perhatian utama
pengembangan yaitu apa yang telah kita lakukan untuk melakukan perbaikan lingkungan
alam di Bumi.23 Kepedulian terhadap lingkungan dapat menjadi pertanyaan yang membangun
dimana makhluk hidup akan berusaha memperbaiki kondisi mereka dengan cara mendukung
dan membantu memperbaiki kerusakan alam yang telah terjadi. Beberapa filsuf menyatakan
hal-hal yang berhubungan dengan perspektif deep ecology yang menganjurkan pelestarian
alam untuk kepentingan diri sendiri, bukan konservasi sebagai dasar kehidupan manusia.

20 Wall, Derek (2010). The No-Nonsense Guide to Green Politics. Oxford: New Internationalist
Publications. ISBN 978-1-906523-39-8.
21 Robert E. Goodin: Green Political Theory. Cambridge: Polity Press, 1992, 240 pp.

22 Ibid.
23 Ibid.

Setelah itu, partai-partai hijau berdiri dan bergerak. Mereka mendukung teori bahwa nilai
dasar kepedulian lingkungan tidak mengurangi pertimbangan mengenai lingkungan dalam
kehidupan manusia. Ide hijau seperti yang telah di ditafsirkan oleh Goodin bahwa lingkungan
alam harus dijaga karena makhluk hidup memerlukan lingkungan yang dapat digunakan
untuk menjalani kehidupan karena manusia juga memikirkan bagaimana hidup personal
mereka nantinya dengan cara membuat rencana dan proyek yang harus ditetapkan dalam
beberapa konteks yang lebih luas di luar kehidupan mereka sendiri. Goodin menekankan
bahwa Green Theory memiliki jejak nilai alam bagi manusia dan penting untuk kehidupan
mereka.24
Nilai teori ini menjelaskan mengapa eksploitasi lingkungan merupakan masalah serius, tetapi
tidak dengan sendirinya memberitahu kita apa yang harus dilakukan dalam kasus-kasus
tertentu dimana pilihan harus dibuat antara kebijakan khusus. Disinilah letak kepentingan
teori normatif kebijakan lingkungan. Hal ini mencakup pedoman umum untuk mengangani
isu-isu tersebut, mempersiapkan apa yang dapat disebut dengan permainan lingkungan.
Penerapan-penerapan dasar ini dapat menjadi kasus-kasus konkret, meskipun garis yang
membedakan hal-hal mendasar ini tidak akan selalu jelas karena memiliki perbedaan teori
nilai dan etika terapan.
Menurut Derek Wall, terdapat empat pilar yang melandasi Green Politics yang
membentuk berbagai Green Party di dunia.25 Keempat pilar tersebut ialah:
1. Ecological Wisdom
Keterbatasan sumber daya alam yang terdapat di bumi tidak diimbangi dengan konsumsi
manusia yang terus bertambah setiap harinya karena pertambahan penduduk dunia yang kian
meningkat setiap tahunnya. Eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam telah
menimbulkan

masalah

global

seperti

ketidakseimbangan

ekosistem,

hilangnya

keanekaberagaman hayati, meningkatnya polusi, dan perubahan iklim.


Oleh karena itu, para praktisi Green politics berusaha untuk menciptakan keseimbangan
ekologi bagi masa depan yang diintegrasikan dengan bidang sosial dan ekonomi melalui
24 Ibid.
25Four Pillars, http://wa.greens.org.au/four-pillars/ terakhir diakses pada 15 April 2014 pukul
14.45

kebijakan public yang demokratis dan transparan.26 Pendekatan ini berusaha untuk
menegaskan bahwa bukan hanya manusia yang menjadi bagian dari dunia, tetapi spesies
bukan manusia juga memiliki nilai intrinsik dan juga adanya ketergantungan antara manusia
dengan lingkungan hidup.
Untuk menjaga keseimbangan ekosistem, maka manusia harus belajar hidup dalam
keterbatasan sumber daya; melindungi binatang dan tumbuhan yang menopang bumi, udara,
dan matahari; bijaksana dalam menggunakan sumber daya demi kelangsungan kehidupan
bagi generasi masa depan.
2. Social Justice
Pilar ini berfokus pada persamaan hak yang dimiliki oleh setiap manusia dalam hal
mengakses sumber daya dalam masyarakat dan lingkungan. Pilar ini menegaskan bahwa
perbedaan seperti ras, kelas dalam masyarakat, gender, orientasi seksual, umur dan
penyandang cacat tidak boleh dijadikan hambatan dalam perlakuan dan keadilan hukum. 27
Setiap orang memiliki kesempatan untuk hidup sehat dan berkontribusi dalam setiap
keputusan yang mempengaruhi sekitarnya. Oleh karena itu, praktisi Green politics berusaha
agar terlaksananya distribusi sosial dan sumber daya alam, baik secara lokal maupun global
sehingga setiap manusia mendapat kesempatan dalam pengembangan personal dan sosial.
Menurut praktisi Green politics tidak akan ada kesejahteraan sosial tanpa terciptanya keadilan
lingkungan, begitu juga sebaliknya.28
3. Grassroots Democracy
Pilar ini berfokus pada persamaan hak demokrasi yang dimiliki setiap manusia untuk
mengaspirasikan pandagannya, berkontribusi secara langsung dalam pengambilan keputusan
di bidang lingkungan, ekonomi, sosial, dan politik yang mempengaruhi kehidupan mereka. 29
Adanya institusi yang merepresentasikan demokrasi dinilai masih melakukan diskriminasi
26 Ecological Sustainability Core Policy, http://wa.greens.org.au/policies/ecological-sustainabilitycore-policy/ terakhir diakses pada 15 April 2014 pukul 15.01
27 10 Key Values in Greens, http://www.lancastergreenparty.org/10KV.html/ terakhir diakses pada
15 April 2014 pukul 15.05
28 Social Justice, http://www.greenparty.ca/party/values/social-justice/ terakhir diakses pada 15
April 2014 pukul 15.15

terutama bagi kaum wanita dan kaum minoritas. Oleh karena itu, untuk menjamin terciptanya
demokrasi, maka para praktisi Green politics berusaha untuk mengekspansi kekuatan badan
pembuat keputusan lokal dan regional serta mendukung partisipasi komunitas dalam
pembuatan hukum dan kebijakan dalam pemerintahan.
4. Non-violence
Praktisi Green politics menginginkan terciptanya perdamaian dunia yang bebas dari perang
dan kekerasan. Mereka menganggap sumber daya dan dana yang dikeluarkan serta para ahli
saintifik dalam industri militer merupakan suatu hal terbuang dan terpakai secara CumaCuma. Keamanan dan perdamaian dunia tidak bergantung pada kekuatan militer, tetapi pada
kerjasama dalam bidang ekonomi dan pengembangan sosial, serta keamanan lingkungan dan
penghormatan terhadap hak asasi manusia.30 Praktisi Green politics juga menolak adanya
hukuman mati dalam segala bentuk dan mempromosikan resolusi konflik secara damai.

Enam Key Values lainnya dari Green politics:


1. Desentralisasi
Praktisi Green politics mendukung adanya praktek desentralisasi dimana setiap pengambilan
keputusan tidak dilakukan oleh pusat melainkan diserahkan kepada pemerintah daerah.
Menurut mereka, sentralisasi hanya akan menciptakan suatu ketidakadilan sosial dan
ekonomi, kehancuran lingkungan, dan militerisasi.31 Oleh karena itu, praktisi Green politics
mendukung adanya perubahan dalam perubahan sosial, politik, dan ekonomi yang lebih
demokratis dan tidak memakai sistem birokrasi yang rumit sehingga pembuatan keputusan
dapat memuaskan keinginan rakyat.
2. Community-Based Economics
29Participatory Democracy, http://www.greenparty.ca/party/values/participatory-democracy/
terakhir diakses pada 15 April 2014 pukul 15.33
30 Peace Nonviolence Core Policy, http://wa.greens.org.au/policies/peace-nonviolence-corepolicy/ terakhir diakses pada 15 April 2014 pukul 15.41
31 10 Keys Value in Greens, http://www.lancastergreenparty.org/10KV.html/ terakhir diakses pada
15 April 2014 pukul 15.45

Sistem ekonomi yang berkelanjutan sangat dibutuhkan bagi masyarakat sehingga tercipta
banyak lapangan kerja dan dapat meningkatkan standar kehidupan masyarakat. Komunitas
lokal harus berfokus pada pengembangan ekonomi yang melindungi lingkungan dan hak
pekerja serta distribusi sumber daya yang adil.
3. Feminism dan persamaan gender
Kaum praktisi Green politics menginginkan adanya perubahan dalam sistem adat yang selalu
merendahkan kaum wanita dan meninggikan kaum pria. Kaum wanita harus disejajarkan
dengan kaum pria dalam segala kesempatan seperti dalam pembuatan keputusan dalam hal
politik dan ekonomi.
4. Penghormatan terhadap perbedaan
Perbedaan dalam hal adat, etnis, ras, orientasi seksual, agama tidak boleh dijadikan hambatan
dalam menegakan keadilan. Perbedaan seharusnya bukan dijadikan sebagai hambatan,
melainkan menjadi faktor pendukung dalam pembuatan keputusan.
5. Kewajiban personal dan global
Praktisi Green politics mengajak masyarakat dan organisasi untuk peduli terhadap masalah
global seperti perdamaian, ekonomi, kesehatan, dan lingkungan untuk menciptakan
keselarasan sosial.
6. Focus pada masa depan dan keberlanjutan
Perlindungan terhadap sumber daya alam dalam menopang ekonomi dan meyakinkan bahwa
perkembangan ekonomi, teknologi dan kebijakan fiscal merupakan tanggung jawab generasi
masa depan.
1.3 Research Paragdigm Quadran
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, feminisme dan green politics memiliki beberapa
kesamaan yang mempengaruhi letak kedua teori ini di research paradigm. Teori feminisme
dan teori green politics sama-sama berbicara mengenai nilai dan isu non-trdisional. Nilai dan
isu tradisional yang di angkat oleh kedua teori ini berdasarkan apa yang terjadi (fakta) dalam
lingkungan internasional dalam beberapa dekade kebelakang. Namun, dalam teori ini fakta
dalam lingkungan internasional dalam beberapa dekade ke belakang, bukan menjadi satu
satunya kebenaran yang utama. Nilai dan isu non-tradisional yang di angkat oleh kedua teori

ini menjadi kebenaran dasar kedua teori ini yaitu feminisme dan green politics. Nilai dan isu
non-tradisional merupakan sesuatu yang subjective sehingga pada research paradigm kedua
teori ini terletak pada sisi sebelah kanan garis ontology.
Selanjutnya, nilai dan isu non-tradisional yang dibahas oleh masing-masing teori ini
berbeda. Feminisme sebagai suatu teori mengangkat isu dan nilai kesetaraan gender antara
wanita pria serta kesamaan hak asasi antara wanita dan pria. Para pengkaji feminisme ingin
mengubah status quo. Dimana saat ini para pengkaji feminisme masih menganggap bahwa
derajat wanita berada di bawah derajat pria, dan ingin merubah status quo bahwa wanita sama
derajatnya sama dengan pria sehingga harus diberikan hak-hak yang sama antara pria dan
wanita. Teori feminisme ini kemudian memicu adanya beberapa terbentuknya organisasi
inernasional, baik NGO maupun Goverment Organization, dan mengkonstitusi beberapa
hukum internasonal yang mengatur mengenai keterlibatan wanita dalam kepemerintahan,
untuk mengubah status quo tersebut.
Teori feminsime ingin merubah status quo melalui hukum internsional dan beberapa
organisasi internasional dan green politics memicu munculnya beberapa organisasi
internasional (green party) untuk membantu perbaikan lingkungan. Oleh karena itu keduanya
samasama terletak pada garis epistemologi yang konstitutif. Namun, teori feminisme lebih
mengkonstitutif di bandingkan dengan teori green politics. Sehingga kedua teori ini berada di
kuadran yang sama yaitu di kuadran 3 namun tidak dalam posisi yang sama. Penjelasan ini
kemudian di aplikasikan dan di gambarkan pada research paradigm (gambar 1).

Gambar 1

Penjelasan:
Garis biru : feminisme
Garis Hijau: Green politics
Garis epistemologi adala garis yag memishkan antara eksplanatif dan konstituf
Garis ontologi adalah garis yang memisahkan antara objektifitas dan subjektifitas

KESIMPULAN
Analisis yang telah dikaji menjelaskan bahwa teori feminisme menempatkan wanita
melalui pengalamannya, ide-ide, aksi, pemikiran, usaha untuk meyakinkan dan memanipulasi
dengan menggunakan keahliannya sebagai fokus utama mereka. Dimana saat ini para
pengkaji feminisme masih menganggap bahwa derajat wanita berada di bawah derajat pria,
dan ingin merubah status quo bahwa wanita sama derajatnya sama dengan pria sehingga
harus diberikan hak-hak yang sama antara pria dan wanita.
Sedangkan teori Green Politics menyarankan adanya pengerjaan analitikal yang harus
dilakukan oleh setiap pihak politik untuk membuat kebijakan lingkungan. Kepedulian
terhadap lingkungan dapat menjadi pertanyaan yang membangun dimana makhluk hidup
akan berusaha memperbaiki kondisi mereka dengan cara mendukung dan membantu

memperbaiki kerusakan alam yang telah terjadi. Mereka mendukung teori bahwa nilai dasar
kepedulian lingkungan tidak mengurangi nilai mengenai lingkungan dalam kehidupan
manusia. Lingkungan alam harus dijaga karena makhluk hidup memerlukan lingkungan yang
dapat digunakan untuk menjalani kehidupan
Menurut research paradigm quadran, teori feminsime ingin merubah status quo
melalui hukum internasional dan beberapa organisasi internasional dan green politics memicu
munculnya beberapa organisasi internasional (green party) untuk membantu perbaikan
lingkungan. Sehingga kedua teori ini berada di kuadran yang sama yaitu di kuadran 3 namun
tidak dalam posisi yang sama. Penjelasan ini kemudian di aplikasikan dan di gambarkan pada
research paradigm quadran.

Anda mungkin juga menyukai